AMALAN PENGHAPUS DOSA
AMALAN PENGHAPUS DOSA
Oleh: Jaenal Sarifudin
*Mahasiswa FIAI UII
Bismillâhi walhamdulillâhi washshalâtu wassalâmu ‘ala rasûlillâh. Waba’du.
Manusia diciptakan dengan membawa dua potensi. Potensi berbuat kebaikan dan potensi berbuat dosa. Pada dasarnya manusia memiliki suara hati yang cenderung kepada nilai-nilai kebajikan. Namun manusia juga memiliki bisikan hawa nafsu yang dapat menggelincirkannya pada perbuatan dosa. Allah ﷻ berfirman: “Maka Ia mengilhamkan kepada jiwa manusia (jalan) kejahatan dan ketakwaannya.” (Q.S. Asy-Syams [91]: 8).
Pada dasarnya manusia tidak terjaga dari berbuat salah dan dosa. Namun dengan Rahman dan Rahim-Nya, Allah memberikan banyak cara bagi manusia untuk menghapus dosa dan kesalahannya. Menghapus catatan keburukan dari buku catatan amalnya. Allah ﷻ menyebut Dzat-Nya sebagai al-’Afuw, al-Ghaffar, al-Ghafur, at-Tawwab yang menegaskan bahwa Allah adalah Maha Pengampun. Ia akan menghapus dosa dan kesalahan hamba-hamba-Nya yang mau menempuh jalan untuk menghapuskan dosa. Beberapa cara yang dapat ditempuh seorang mukmin untuk menghapuskan dosa dan kesalahan di antaranya adalah:
- Taubat Nasuha
Taubat nasuha adalah bertaubat dengan sungguh-sungguh. Taubat yang dapat menasehati pelakunya dari mengulang dosa dan kesalahannya. Allah ﷻ berfirman dalam al-Quran: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubatan nasuha (taubat yang semurni-murninya).” (QS. At-Tahrim [66]: 8). Dijelaskan oleh Ibnu Katsir bahwa makna taubat nasuha adalah berupaya menghindari dosa untuk saat ini dan seterusnya, menyesali dosa yang telah lalu dan bertekad untuk tidak melakukannya lagi di masa yang akan datang.[1] Kemudian jika dosa tersebut berkaitan dengan hak sesama manusia, maka ia harus menyelesaikan urusannya dan meminta maaf kepada yang bersangkutan.
Baik juga menunaikan shalat sunnah dalam konteks memohon ampunan kepada Allah saat seseorang menyatakan taubatnya. Ini yang diberi nama oleh sebagian fuqaha dengan sebutan shalat sunnah taubat. Sayid Sabiq dalam Fiqh Sunnah-nya juga mencantumkan bab shalat sunnah taubat ini.[2] Hal ini didasarkan kepada sebuah riwayat hadits yang menyatakan bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Tidaklah seorang hamba melakukan dosa kemudian ia bersuci dengan baik, kemudian berdiri untuk melakukan shalat dua rakaat kemudian meminta ampun kepada Allah, kecuali Allah akan mengampuninya.” (HR. Tirmidzi no. 406, Abu Daud no. 1521, Ibnu Majah no. 1395)
- Memperbanyak bacaan istighfar
Istighfar artinya memohon ampun. Bacaan istighfar adalah salah satu bacaan mulia yang semestinya selalu membasahi lisan kita. Rasulullah ﷺ sebagai manusia yang telah dijamin terpelihara dari dosa saja menyatakan dalam sabdanya bahwa beliau tidak kurang beristighfar memohon ampun kepada Allah ﷻ sehari semalam 70 kali. Dalam riwayat yang lain bahkan sampai 100 kali. Tentu semestinya kita lebih layak lagi untuk melakukannya. Seutama-utama waktu beristighfar adalah tiap seusai menunaikan shalat dan lebih-lebih lagi pada waktu sepertiga malam terakhir atau di waktu sahur. Allah ﷻ berfirman: “Dan pada waktu sahur mereka beristighfar (memohon ampun kepada Allah).” (Q.S. Adz-Dzariyat [51]: 18).
Memperbanyak istighfar adalah hal yang penting untuk menjaga kebersihan jiwa kita. Agar dosa yang dilakukan tidak mengotori dan menutupi hati. Nabi ﷺ menyatakan: “Sesungguhnya seorang hamba apabila ia berbuat suatu dosa, maka dititikkan dalam hatinya satu titik hitam. Apabila dia berusaha menghilangkannya dan beristighfar serta bertaubat maka terhapuslah titik tersebut.” (HR. Tirmidzi).
Selain itu bacaan istighfar juga ternyata memiliki fadhilah yang banyak selain untuk menghapuskan dosa. Nabi ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang senantiasa beristighfar niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya kelapangan dan untuk setiap kesempitannya jalan keluar dan akan diberi-Nya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (H.R. Abu Daud). Banyak redaksi istighfar yang dianjurkan. Mulai dari yang terpendek yaitu astaghfirullah, astaghfirullahal‘azhim, sampai bacaan sayyidul istighfar (istighfar paling utama) yang sangat dianjurkan untuk dibaca setiap hari pada waktu pagi dan petang.
- Sabar menghadapi ujian atau musibah
Setiap orang pasti mengalami ujian ataupun musibah di dalam hidupnya. Allah ﷻ juga menegaskan dalam firman-Nya bahwa setiap manusia pasti akan diuji.[3] Agar terlihat mana hamba-hamba Allah yang benar-benar beriman dan mampu bersabar, maupun yang sebaliknya.[4] Ujian dan musibah disini bermakna luas. Misalnya dalam bentuk ditimpa kemalangan, sakit, kehilangan sesuatu, terkena bencana, wabah, kematian, kesulitan ekonomi dan seterusnya. Jika seseorang menghadapi ujian dan musibah dengan ikhlas dan sabar serta tetap berhusnuzhan kepada Allah, niscaya hal itu akan menjadi sebab terhapusnya dosa-dosanya. Rasulullah n bersabda: “Tidaklah suatu musibah menimpa seorang muslim melainkan Allah akan menghapus (dosa orang itu) dengannya, bahkan meski sebab duri yang menyakitinya sekalipun.” (HR. Bukhari).
- Melakukan amal-amal kebaikan
Perbuatan baik dan ibadah yang dilakukan oleh seorang mukmin ternyata juga dapat menghapuskan dosa-dosa yang telah dilakukannya. Rasulullah ﷺ bersabda: “Bertakwalah kepada Allah di manapun berada. Iringilah perbuatan dosa dengan amal kebaikan karena ia akan dapat menghapusnya. Serta bergaulah dengan orang lain dengan akhlak yang baik” (HR. Tirmidzi).
Di dalam beberapa riwayat hadits juga disebutkan beberapa amalan ibadah yang akan dapat menghapuskan dosa dan kesalahan seseorang di masa yang lalu. Diantaranya adalah shalat lima waktu yang ditunaikan dengan baik, wudhu yang dilakukan dengan sempurna, puasa dan qiyamu ramadhan, haji dan umrah, bacaan dzikir tasbih, tahmid dan takbir setelah shalat fardlu, banyak melangkahkan kaki ke masjid dan sebagainya. Juga sedekah yang ditunaikan seseorang dengan ikhlas sebagaimana sabdanya; “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air memadamkan api.” (HR. Tirmidzi).
- Meminta maaf dan halalnya kepada sesama atas kesalahan yang dilakukan
Dalam interaksi sosial dengan sesama manusia adalah sesuatu yang wajar ketika terjadi salah dan khilaf. Manusia tentu tidak luput dari berbuat kesalahan. Nabi memerintahkan untuk bersegera meminta maaf atau minta dihalalkan jika kita melakukan kesalahan kepada orang lain. Sabda beliau ﷺ: “Barangsiapa yang merasa berbuat aniaya (zhalim) terhadap kehormatan saudaranya atau dosa apapun hendaklah dia meminta kehalalannya (maafnya) pada hari ini (di dunia).” (HR. Bukhari). Meminta maaf atas kesalahan kita kepada sesama adalah hal yang sangat penting. Agar hal tersebut tidak menjadi tanggungan kita di akhirat kelak. Tentu jika menyangkut hak-hak adami, hal itu juga semestinya diselesaikan urusannya.
[1] Imaduddin Abil Fida Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Azhim, Beirut: Darul Fikr, 2004.
[2] Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, (Beirut: Darul Fikr, 2006), Juz I hal. 129.
[3] QS. Al-Baqarah [2]: 155.
[4] Lihat dalam QS. Al-Ankabut [29]: 2-3.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!