MANFAAT MEMAAFKAN

MANFAAT MEMAAFKAN

Oleh: Irfan Tsaqif Amrullah

*Mahasiswa Prodi Psikologi 2020

 

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Dalam kehidupan, banyak kejadian dan peristiwa yang tidak dapat kita duga. Terkadang sebuah peristiwa dan kejadian tertentu bisa menyenangkan dan kadang tidak menyenangkan, kadang sesuai yang kita inginkan dan terkadang tidak sesuai dengan yang kita inginkan. Banyak juga peristiwa atau kejadian yang menyakiti hati dan perasaan kita. Seringkali peristiwa atau kejadian menyakitkan tersebut datang dari orang-orang di sekitar kita. Tak jarang hal tersebut berdampak pada rusaknya hubungan interpersonal kita.

Untungnya, Islam sebagai agama rahmatan lil ’alamin dengan al-Qurán sebagai pedoman yang berlaku sepanjang zaman menawarkan solusi untuk kehidupan yang rukun dan damai. Salah satu ajaran Islam adalah memaafkan. Konsep maaf ini ternyata berpengaruh sangat besar untuk kehidupan umat. Selain itu, memaafkan ternyata memiliki banyak manfaat menurut ilmiah, meningkatkan kesejahteraan jiwa adalah salah satunya.

Akar kata Maaf (al-‘afw)

Kata pemaafan sendiri berasal dari akar kata bahasa Arab al-‘afw. Kata al-‘afw yang terdiri dari tiga partikel huruf, ‘ain, fa‘, dan satu huruf mu’tall menurut Ibn Faris, memiliki dua makna valid, yaitu; meninggalkan (tark al-syai’) dan mencari/menuntut sesuatu (thalab). Kemudian muncul banyak derivasi darinya, yang tidak memiliki perbedaan signifikan dalam hal makna. Maka, ketika dikatakan ‘afw Allah ‘an khalqihi, berarti tarkuhu iyyahum fala yu’aqibhum (Allah membiarkan mereka, sehingga tidak menghukumnya). Al-Khalil mengatakan “setiap orang yang berhak mendapat hukuman, lalu engkau biarkan (tarakahu), maka engkau telah memaafkannya (‘afaw-ta ‘anhu)”. Dari kata al-’afwu juga muncul kata al-‘af iyah, yang berarti pembelaan atau penjagaan Allah terhadap hamba-Nya.[1]

Pemafaan dalam Sudut Pandang Ilmiah

Dalam sudut pandang ilmiah pemaafan adalah kesudian seseorang untuk meninggalkan kemarahan, penilaian negatif, dan perilaku acuh-tak-acuh kepada perilaku orang lain yang telah menyakitinya secara tidak adil.[2] Menghilangkan, menghapus, dan melupakan perilaku jahat orang lain merupakan hal penting dalam pemaafan. Seperti yang dideskripsikan oleh Nashori, bahwa pemaafan adalah kesediaan untuk menghapus luka hati atau bekas-bekas luka didalam hati, meskipun masih teringat jelas ingatan mengenai peristiwa yang memilukan di masa lalu, akan tetapi persepsi mengenai kejadian tersebut telah berubah atau persepsi bahwa kejadian tersebut menyakitkan baginya telah terhapuskan. Thompson juga membagi pemaafan atau forgiveness dapat terjadi pada tiga hal, yaitu: pemaafan untuk orang lain, diri sendiri, dan untuk kondisi; yaitu memaafkan situasi yang dapat menyebabkan munculnya perasaan negatif dalam dirinya seperti bencana alam.[3]

Sebuah penelitian pilot study oleh Tsang, McCullough dan Hyot (2005) menyatakan bahwa secara tidak langsung religiusitas memiliki potensi untuk memunculkan pemaafan pada seseorang karena pada dasarnya setiap agama mengajarkan cinta dan kasih sayang yang mendorong sikap memaafkan.[4] Oleh karena itu, umat beragama Islam memiliki kemungkinan yang tinggi untuk memaafkan. Pemaafan menurut Imam Al-Ghazali adalah ketika seseorang yang berhak atas suatu hak yang berkaitan dengan orang lain, seseorang tersebut dapat menggugurkan atau membebaskan orang lain yang seharusnya menunaikan hak tersebut.[5] Seperti ketika seseorang dapat memaafkan orang lain atas perilaku yang membuat sakit hati sehingga membenci pelaku yang merupakan hak orang yang disakiti dapat dihilangkan.

Perintah Memaafkan dalam al-Qur’an

Dalam agama Islam, kita dianjurkan untuk bisa saling memaafkan. Dalam al-Qur’an, terdapat banyak ayat yang menganjurkan kita untuk memaafkan. Hal ini tentu karena memaafkan kesalahan pasti memiliki banyak manfaat. Dalam surat Ali Imran ayat 133-134 Allah ﷻ berfirman: “Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga (yang) luasnya (seperti) langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. (Q.S. Ali ‘Imran [3]: 133-134)

Dalam surat Al-A’raf ayat 199 Allah ﷻ juga menyuruh kita sebagai hambanya untuk menjadi pribadi yang pemaaf, yang artinya: “Jadilah pemaaf, perintahlah (orang-orang) pada yang makruf, dan berpalinglah dari orang-orang bodoh.  (Q.S. Al-A’raf [7]: 199)

Dalam Perspektif islam, berdasarkan beberapa ayat Al-Qur’an, memaafkan mencakup banyak hal, seperti: menahan amarah, memaafkan kesalahan, berbuat baik terhadap siapapun yang berbuat kesalahan kepadanya, lapang dada, keluasan hati, menghapus kesalahan, melupakan masa lalu yang menyakitkan hati, takfir (menutup kesalahan orang lain), membuka lembaran baru, memperbaiki hubungan menjadi indah (harmonis), mewujudkan kedamaian dan keselamatan bagi semua pihak, mendoakan orang yang berbuat jahat, bermusyawarah dengan orang-orang yang pernah menyakiti (berbuat salah), dan menyerahkan urusan kepada Allah (tawakkal).[6]

Manfaat Memaafkan

Dengan memaafkan ternyata banyak manfaat yang bisa kita dapat, salah satunya adalah meningkatkan kesejahteraan jiwa. Berdasarkan penelitian Fitriani & Widianingsih (2020), menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara pemaafan dengan kesejahteraan jiwa pada siswa SMA korban bullying.[7] Menurut penelitian Aziz, dkk (2017) menunjukan bahwa memaafkan memiliki kontibusi dalam meningkatkan kesehatan mental di tempat kerja.[8] Bahkan dalam jurnal Oktaviana (2022) menyatakan bahwa pemaafan efektif menjadi terapi untuk menurunkan kecemasan pada remaja.[9]

Berdasarkan uraian diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa memaafkan memberikan banyak manfaat. Sudah banyak penelitian ataupun riset yang membuktikannya. Salah satunya adalah meningkatkan kesejahteraan jiwa. Maka dari itu, mari kita biasakan sikap mudah memaafkan. Telebih karena hal tersebut juga diperintahkan oleh Allah SWT dalam berbagai firmannya. Dengan saling memaafkan juga dapat memperbaiki dan menjaga hubungan dalam umat tetap harmonis.[]

Marâji’:

[1] Abul Husein Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu’jm al-Maqayis fi al-Lughah, tahqiq Syihabudin Abu Amar (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), hal. 667

[2] Kusprayogi, Y., & Nashori, F. (2017). Kerendahhatian dan Pemaafan pada Mahasiswa. Psikohumaniora: Jurnal Penelitian Psikologi, 1(1), 12. https://doi.org/10.21580/pjpp.v1i1.963

[3] Khasan, M. (2017). PERSPEKTIF ISLAM DAN PSIKOLOGI TENTANG PEMAAFAN. At-Taqaddum, 9(1), 69. https://doi.org/10.21580/at.v9i1.1788

[4] Tri Kurniati Amriah, P. budi W. (2015). Religiusitas Dan Pemaafan Dalam Konflik Organisasi Pada Aktivis Islam Di Kampus Universitas Diponegoro. Empati, 4(4), 287–292.

[5] Oktaviana, S. K. (2020). Terapi pemaafan untuk menurunkan tingkat kecemasan pada remaja korban kekerasan. 5(1), 59–70. https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/18241

[6] Khasan, M. (2017). PERSPEKTIF ISLAM DAN PSIKOLOGI TENTANG PEMAAFAN. At-Taqaddum, 9(1), 69. https://doi.org/10.21580/at.v9i1.1788

[7] Fitriani, N. I., & Widiningsih, Y. (2020). Pemaafan Dan Psychological Well-Being Pada Remaja Korban Bullying. Psikobuletin:Buletin Ilmiah Psikologi, 1(3), 139. https://doi.org/10.24014/pib.v1i3.10336

[8] Aziz, R., Wahyuni, E. N., & Wargadinata, W. (2017). Kontribusi Bersyukur dan Memaafkan dalam Mengembangkan Kesehatan Mental di Tempat Kerja. INSAN Jurnal Psikologi Dan Kesehatan Mental, 2(1), 33. https://doi.org/10.20473/jpkm.v2i12017.33-43

[9] Oktaviana, S. K. (2020). Terapi pemaafan untuk menurunkan tingkat kecemasan pada remaja korban kekerasan. 5(1), 59–70. https://dspace.uii.ac.id/handle/123456789/18241

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *