Prinsip Toleransi Dalam Islam

Prinsip Toleransi Dalam Islam

Tria Rejeki Sholikhah

*Alumni Pendidikan Agama Islam FIAI UII

 

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Toleransi secara sederhana dapat diartikan sebagai bentuk hubungan antar sesama manusia sehingga tercipta suatu kerjasama yang harmonis. Toleransi dalam Islam disebut juga dengan tasamuh. Toleransi merupakan sebuah kemudahan yang muncul berdasarkan kasih sayang[1]. Sebab pada dasarnya Islam mengajarkan pada kasih sayang kepada sesama manusia maupun makhluk Allah ﷻ yang lainnya. Pada umumnya toleransi dikaitkan dengan kehidupan beragama di lingkungan masyarakat. Tentang bagaimana sikap hidup berdampingan dengan tetangga yang berasal dari keyakinan yang berbeda, ataupun dari ras dan suku yang berbeda.

Sikap toleran telah tercermin pada keharmonisan lingkungan masyarakat beragama sejak zaman Nabi Muhammad ﷺ. Ketika berdakwah, Rasulullah ` tidak memaksakan kepada orang-orang Makkah untuk mengikuti ajaran beliau. Sebab, dalam Islam sangat menjunjung tinggi adanya kasih sayang sehingga banyak pula orang Makkah yang tetap pada keyakinannya, sekalipun telah datang agama baru yang dibawa oleh Nabi Muhammad ﷺ. Oleh karena itu, pada masa Rassulullah ` hidup, di Makkah umat Islam tetap hidup berdampingan dengan orang-orang non muslim dalam satu lingkup kota. Bahkan paman Rasulullah ﷺ Abu Thalib, yang membantunya dalam berkdakwah sampai akhir hayatnya pun tidak pernah memeluk agama Islam. Sekalipun ia tidak menghalangi rasul untuk berdakwah, melainkan membantunya serta mempersilakannya untuk menyebarkan agama Islam.

Batasan Toleransi

Menghargai umat beragama lain untuk melaksankan ibadahnya, mempersilakan mereka melaksanakan ibadah, tidak mengganggu serta tidak memaksakan aqidahnya agar sama dengan kita, merupakan contoh bentuk toleransi dalam beragama. Adapun pada aspek aqidah, umat Islam tidak diperkenankan untuk melaksanakan toleransi. Contohnya ketika umat agama lain melaksanakna ibadahnya, maka umat Islam tidak boleh meniru, atau ikut beribadah seperti mereka.

Adanya batasan tersebut sudah ada sejak zaman Rasulullah ﷺ, ketika itu Rasul diminta kaum Quraisy yang tidak mau beriman pada Allah ﷻ, untuk mengikuti praktik ibadah agama mereka. Supaya mereka juga mau mengikuti apa yang diimani oleh Nabi Muhammad ﷺ, namun turunlah surat Al-Kâfirun yang dijelaskan pada ayat keenam. Allah ﷻ berfirman: “Untuk mu agama mu untuk ku agama ku” (QS. Al-Kâfirun [109]: 6). Bahwa sampai kapan pun agama tidak bisa bercampur satu dengan lainnya dalam pelaksanaan ibadah serta keyakinan aqidahnya.

Sesungguhnya, toleransi merupakan hal yang dikehendaki oleh Allah ﷻ supaya seluruh umat mausia saling bekerjasama menciptakan kedamaian di muka bumi. Bukankah manusia diciptakan di muka bumi ini sebagai “khalifah” atau pengganti dari makhluk sebelumnya. Kemudian manusia diberi petunjuk-petunjuk melalui Rasul sebagai utusan-Nya. Adapun yang mengikuti ajaran Rasul tentunya memiliki keyakinan yang sama, dengan semangat juang yang sama untuk saling memperkuat iman di hatinya.

Pengamalan Toleransi di Indonesia

Pengamalan toleransi sejauh ini sudah dilaksanakan sejak dini di lingkungan sekolah. Sekolah di Indonesia khusunya pada sekolah negeri secara umum tidak membatasi keyakinan siswa-siswinya. Di sekolah tersebut bisanya terdapat siswa dengan berbagi latar belakang keyakinan. Dari perbedaan yang ada, kemudian disatukan dalam satu kesatuan kelas yang harmonis guna memupuk tali persaudaraan antar umat beragama. Toleransi antar umat beragama dilatih sedari muda, sehingga di masa yang akan datang masyarakat tidak mudah tersulut provokasi yang mengatasnamakan perbedaan keyakinan.

Bentuk toleransi tidak hanya terbatas pada perbedaan agama. Keanekaragaman budaya, suku, bangsa, dan bahasa juga merupakan karunia Allah ﷻ yang dikehendaki agar terciptanya toleransi di muka bumi ini. Allah ﷻ berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…” (QS. Al-Hujurat [49]: 13).

Allah ﷻ menciptakan suatu perbedaan diantara umat manusia agar semua saling mengenal dan berinteraksi sebagaimana fitrah manusia sebagai makhluk sosial. Bahwa saling menghargai budaya serta adat istiadat yang berlaku, menjaga sopan santun dimanapun berada demi menjaga keamanan, ketentraman, serta perdamaian.

Di Indonesia pada masa penyebaran Islam di tanah jawa khususnya oleh wali songo, kala itu para wali tidak menghilangkan eksistensi budaya jawa yang dulu pernah ada. diantaranya gamelan, wayang, tembang jawa dan lainnya yang kemudian diadopsi oleh beberapa anggota wali songo untuk menyebarkan agama Islam di tanah jawa. Melalui budaya-budaya tersebutlah Islam semakin mudah dikenal dan diterima oleh masyarakat di pulau jawa.

Toleransi dalam Islam sangat praktis dan masuk akal. Maka pentingnya sikap saling menjaga hubungan antar manusia supaya negeri menjadi aman dan damai adalah kewajiban seluruh umat manusia baik itu umat muslim atau bukan. Praktik toleransi dalam kehidupan bermasyarakat dilaksanakan melalui hidup aman damai berdampingan dalam lingkup tempat tinggal yang sama. Tidak membeda-bedakan hak laki-laki dan perempuan dalam bekerja, ibadah, serta pendidikan juga merupakan bentuk menghargai keberagaman.

Toleransi Diruang Publik

Di zaman yang serba modern ini perbedaan gender tidak menjadi masalah dalam segala aspek. Sangat berbanding terbalik dengan zaman dahulu, yang mana pada zamannya sangat membedakan harkat derajat perempuan, yang selalu berada di bawah laki-laki. Di zaman merdeka ini, perempuan juga diapresiasi dan diberikan ruang untuk eksis dalam berbagi bidang. Diruang publik perempuan sudah banyak yang sukses menajadi pengusaha, CEO sauatu perusahaan, dan menjadi pejabat yang memimpin ketika diantara lelaki yang ada, tidak ada yang mumpuni kemampuannya, disaat itulah perempuan dapat berperan.

Pada bidang ekonomi praktik toleransi dilaksankan melalui kerjasama dalam bisnis, ekspor-impor, jual beli di pasar atau jual beli online dan sebagainya. Tiongkok sejak zaman dahulu sudah mendominasi perdagangan bahkan usaha dan bisnisnya tetap eksis hingga kini. Hal tersebut menjadi suatu motivasi bagi bangsa Indonesia untuk mempelajari ilmu berdagang dan ilmu bisnis agar stabil walaupun permintaan pasar selalu naik turun.

Bangsa Barat dengan segala kemajuan teknologinya, dapat kita jadikan motivasi dengan mempelajari ilmu teknologinya sehingga dapat bermanfaat untuk bangsa, agama, dan kemaslahatan bersama. Hal-hal yang seperti itulah yang patut kita contoh, dan di aspek itulah praktik toleransi dilaksanakan. Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh umat agama lain dapat pula kita pelajari dan kita amalkan dalam kehidupan umat Islam, guna memajukan serta memperkuat ukhuwah islamiyah.

Berbeda pada aspek ibadah contohnya shalat, perempuan tetap berada di belakang laki-laki. tidak pernah perempuan menjadi imam pada shalat yang di dalam jamaahnya terdapat laki-laki. Hal itu sudah paten dan tidak dapat diubah-ubah ketentuannya, karena berkaitan dengan syariat Islam.

Toleransi yang hakiki itu dimana seorang muslim sejati berlepas diri dari segala amalan khusus yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak pernah bersujud kepada Allah ﷻ lagi tidak beriman kepada-Nya, walaupun hanya sekedar ucapan selamat hari raya. Wa Allâhu a’alm bish Shawwâb.[]

[1] Jamil, “Toleransi dalam Islam”, Al-Amin Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya, Vol. 1, no 22, 2018, h..242.

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *