Bulan Muharram: Spirit Muhasabah dan Beramal

Bulan Muharram: Spirit Muhasabah dan Beramal

Faisal Ahmad Ferdian Syah*

Datangnya bulan Muharram menandakan telah bergantinya tahun dalam Islam menurut penanggalan kalender hijriyah. Khalifah Umar menetapkan bahwa penanggalan 1 hijriyah dimulai dari peristiwa hijrahnya Rasulullah dari Makah ke Madinah. Peristiwa hijrah tersebut juga menandai kemenangan umat Islam secara gemilang, dimana Islam menyebar dari Yatsrib hingga akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Dalam konteks tekanan dan gangguan dalam beribadah, kini umat Islam tidak perlu lagi hijrah ke mana-mana. Akan tetapi makna hijrah secara kontekstual pada zaman ini adalah hijrah dari hal-hal buruk menuju hal-hal yang baik.[1]

Bulan Muharram Bulan Muhasabah

Tahun baru hijriyah ini merupakan momentum yang sangat tepat bagi kita untuk muhasabah; introspeksi diri. Apa yang telah kita perbuat untuk tahun kemarin? Dan apa yang telah kita persiapkan untuk menyambut tahun baru ini? Maka setiap muslim hendaknya melihat urusannya. Jika ada kekurangan hendaknya ia memperbaikinya dan berusaha meninggalkan segala kemaksiatan. Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa muhasabah hendaknya dilakukan sebelum dan sesudah melakukan suatu perbuatan atau pekerjaan.

Para ulama juga menaruh perhatian yang serius tentang muhasabah. Hasan al-Bashri juga mengatakan, “Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia menginstropeksi dirinya karena Allah. Sesungguhnya hisab pada hari kiamat nanti akan menjadi ringan, bagi mereka yang telah melakukan instropeksi di dunia. Sebaliknya, hisab akan terasa berat bagi mereka yang tak pernah berinstropeksi.[2]

Ingatlah bahwa muhasabah itu setiap hari dan bukan satu tahun sekali. Seseorang akan sulit menangis tatkala shalat atau bersendirian dengan Allah ﷻ jika dia jarang muhasabah. Artinya semakin sering kita bermuhasabah maka akan semakin baik. Seseorang yang sering muhasabah maka ia akan mengetahui kekurangan dirinya, banyak beristighfar dan bertaubat, mengetahui kemuliaan dan Maha Baiknya Allah, dan ia akan zuhud terhadap dunia.[3]

Kedudukan dan Keutamaan Bulan Muharram

Imam as-Suyuthi mengatakan bahwa sebelum Nabi Muhammad ﷺ diutus, bulan Muharram dinamakan bulan Shafar al-Awwal, sedangkan bulan Shafar dinamakan Shafar ats-Tsani. Setelah Islam datang maka diubahlah menjadi al-Muharram. Beliau juga mengatakan bahwa kelebihan bulan Muharram terletak pada namanya yang islami dibandingkan nama bulan hijriyah lainnya.[4]

Bulan Muharram merupakan salah satu dari empat bulan haram. Yaitu pada bulan ini kita diharamkan untuk mendzalimi diri kita dan berbuat dosa. Allah ﷻ berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu…” (Q.S. At-Taubah [9]: 36).

Ibnu Abbas a mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas, “Janganlah kalian menganiaya diri kalian) dalam seluruh bulan. Kemudian Allah ﷻ mengkhususkan empat bulan sebagai bulan-bulan haram dan Allah ﷻ pun mengagungkan kemuliaannya. Allah ﷻ juga menjadikan perbuatan dosa yang dilakukan didalamnya lebih besar. Demikian pula, Allah ﷻ pun menjadikan amalan shalih dan ganjaran yang didapatkan didalamnya lebih besar pula” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/26).

Berpuasa di Bulan Muharram

Bulan Muharram juga disebut oleh Nabi Muhammad ﷺ sebagai Syahrullah (Bulan Allah). Hal tersebut menunjukkan bahwa bulan Muharram memiliki keutamaan yang sangat besar. Dalam sebuah hadits beliau bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ،

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (syahrullah), yakni Muharam …. (H.R. Muslim, no. 1163).

Hadits di atas menunjukkan anjuran untuk memperbanyak puasa di bulan Muharram bukan satu bulan penuh. Puasa yang dianjurkan adalah puasa hari ‘Asyura, yaitu pada 10 Muharram. Dari Abu Qotadah Al Anshariy, berkata, Nabi ﷺ ditanya mengenai keutamaan puasa Asyura? Beliau menjawab,

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

Puasa pada hari asyura akan menghapus dosa setahun yang telah lalu.” (H.R. Muslim no. 1162).

Dalam hadits yang lain kita juga dianjurkan untuk berpuasa pada 9 Muharram (Tasu’a) dalam rangka menyelisihi Yahudi. Ibnu Abbas k berkata bahwa ketika Nabi ` melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى

“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,

فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Belum sampai tahun depan, Nabi ﷺ sudah keburu meninggal dunia.” (H.R. Muslim, no. 1134).

Imam Asy Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah, Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh sekaligus; karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan. (Lihat Syarh Muslim, 8: 12-13).[5]

Momentum bulan Muharram ini mari kita maksmalkan untuk muhasabah diri, sekaligus meningkatkan amal ibadah kita dan berusaha untuk menjauhi segala perkara dosa. Karena ganjaran pahala dan dosa pada bulan ini sama-sama Allah lipatgandakan. Wallâhu a’lam bish shawâb.[]

Marâji’:

* Ahwal Syakhsiyah International Program Angkatan 2022

[1] Farhan dan Esha. “Refleksi Akhir Tahun Hijriyah dari Kacamata Sejarah” https://sumenepkab.go.id/berita/baca/refleksi-akhir-tahun-hijriyah-dari-kacamata-sejarah. Diakses pada 18 Juli 2023.

[2] Ibnu Qayyim, dkk. Tazkiyatun Nafs. Solo: Pustaka Arafah. 2017. h. 90.

[3] Firanda Andirja. “Muhasabah Jiwa” https://bekalislam.firanda.com/5898-muhasabah-jiwa.html. Diakses pada 18 Juli 2023.

[4] Hayah. “Bulan Allah Muharram dan Asyura” https://www.alukah.net/sharia/0/47029/شهر-الله-المحرم-وعاشوراء/. Diakses pada 18 Juli 2023.

[5] Muhammad Abduh Tuasikal. “Anjuran Puasa Muharram” https://rumaysho.com/2956-anjuran-puasa-muharram.html. Diakses pada 18 Juli 2023.

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *