Hijrah Nan Berkah: Perbaikan Diri Dengan Spirit Qur‘ani
Hijrah Nan Berkah: Perbaikan Diri Dengan Spirit Qur‘ani
Agus Fadilla Sandi
Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor
Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.
Pendahuluan
Sejatinya setiap orang mendambakan kehidupan yang berkah; kehidupan yang mendatangkan kebaikan dan kebermanfaatan.[1] Hanya saja tidak semua orang mengetahui upaya yang tepat dalam mewujudkan dambaannya tersebut. Kini, kita telah memasuki tahun baru, tentu semangat perubahan ke arah yang lebih baik kian menggebu. Tahun baru sering dinilai sebagai momen yang tepat untuk mengevaluasi pengalaman selama setahun yang lalu, sembari merencanakan hal yang lebih baik ke depan.
Islam senantiasa mendorong agar setiap orang memiliki semangat perbaikan dan mempersiapkan untuk masa depan. Allah ﷻ berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hasyr [59]: 18).
Sayyid Quṭb dalam kitab Fi Ẓilāl al-Qur’ān menyatakan ayat di atas sebagai ungkapan yang luas, jauh melampaui kata-katanya. Tujuannya adalah agar setiap orang melihat apa yang telah dia lakukan untuk masa depannya.[2] Menyadari pentingnya akan hidup yang berkah dengan melakukan persiapan akan masa depan, maka hijrah termasuk amalan yang patut dilakukan. Sebab, berhijrah dapat menjadi bentuk refleksi dan kesempatan melakukan pembaruan diri.
Spiritualitas Qur’ani Memaknai Hijrah
Hijrah (الهجرة) dalam Al-Qur’an memiliki makna linguistik, yaitu meninggalkan dan berpisah; baik itu dengan tubuh, lisan, atau hati.[3] Terminologi hijrah juga sepadan dengan pengertian meninggalkan (الترك), memutus (القطيعة), dan atau keluar (الخروج). Meninggalkan berarti meninggalkan sesuatu di tempatnya tanpa kembali, atau pergi dari sesuatu. Memutus merupakan lawan dari menyambung, yaitu memisahkan diri dari sesuatu. Sedangkan keluar bermakna pergi dari suatu tempat ke tempat yang lain.[4]
Dalam Al-Qur’an terdapat dua pokok pikiran tentang hijrah; hijrah berpindah tempat dan hijrah mengubah amal. Pertama, hijrah tempat, yakni hijrah yang dilakukan seseorang untuk meninggalkan tempatnya yang semula berpindah ke tempat yang baru. Hijrah tempat ini lazim dilakukan dalam konteks, seperti: meninggalkan negeri kafir berpindah ke negeri muslim, meninggalkan tempat yang penuh praktik bid’ah beralih ke tempat yang dekat dengan amalan sunnah, dan berangkat ke suatu tempat untuk mencari karunia Allah ﷻ berupa ilmu maupun harta benda. Berkaitan hijrah tempat ini, Allah ﷻ berfirman,
هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ ذَلُولًا فَٱمْشُوا۟ فِى مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِۦ ۖ وَإِلَيْهِ ٱلنُّشُورُ
“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu dalam keadaan mudah dimanfaatkan. Maka, jelajahilah segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Hanya kepada-Nya kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Q.S. Al-Mulk [67]: 15)
Kedua, hijrah perbuatan, yaitu hijrah dengan memutuskan suatu amalan dan beralih melakukan amal yang baru. Hijrah perbuatan ini penting untuk perkara, sebagai berikut: memutuskan perbuatan dosa dan beralih kepada amal saleh yang berpahala, memutuskan hubungan dengan orang-orang yang membawa mudarat dan beralih kepada orang-orang yang mendatangkan manfaat. Sekaitan hijrah perbuatan tersebut, Allah ﷻ berfirman,
وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَٱهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا
“Bersabarlah (Nabi Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.” (Q.S. Al-Muzammil [73]: 10)
Strategi Hijrah Agar Hidup Berkah
Hidup yang berkah patut untuk diperjuangkan sebagaimana yang diajarkan dalam Al-Qur‘an. Hijrah membutuhkan strategi khusus supaya ikhtiar maju terus dan tidak terputus. Di antara inspirasi yang dapat diambil dalam mengatur strategi hijrah, antara lain: (1) senantiasa mengevaluasi diri (muhasabah) dengan bertanya, “Apakah amalanku bermanfaat untuk kehidupan akhirat?” (2) lakukan identifikasi hambatan yang selama ini mengganjal diri menjadi lebih baik! (3) tentukan target hijrah dalam makna tempat maupun perbuatan yang berpotensi menjadikan diri ini lebih baik di masa depan! (4) tata niat berbuat karena Allah, sesuaikan dengan amalan sunnah Rasulullah, seraya berharap menggapai rida Allah bukan justru mencari rida manusia.
Hijrah adalah perbuatan yang penuh tantangan. Dalam Al-Qur’an dikisahkan bagaimana beratnya hijrah Nabi Ibrahim yang harus meninggalkan ayah dan kaumnya karena menyekutukan Allah. Belum lagi lelahnya hijrah Nabi Musa dalam pengembaraan menuntut ilmu. Selain itu, bagaimana sulitnya perjalanan hijrah kaum muhajirin dan anshar. Kesemuanya itu membutuhkan pengorbanan yang besar, niat yang kuat, dan strategi yang tepat. Di balik beratnya cobaan berhijrah, selalulah berkeyakinan bahwa tidaklah Allah memberikan beban kehidupan pada seorang hamba, kecuali sesuai batas kemampuannya.
Penutup
Hijrah adalah sebuah tindakan besar yang penuh dengan kesulitan, kelelahan, dan pengorbanan. Tidak seorang pun dapat menjalankannya dengan benar kecuali mereka yang memiliki iman yang mengakar dalam hati mereka, dan keyakinan yang memenuhi jiwa mereka. Berhijrah penting dilakukan untuk menggapai hidup yang berkah. Tindakan ini dapat dengan mudah dilakukan ketika sesorang mengambil spirit dari Al-Qur’an.
Awal tahun baru ini hendaknya menjadi momentum perbaikan diri. Perbaikan dengan berhijrah agar kehidupan kita makin berkah. Hijrah dengan makna perpindahan ke tempat yang lebih baik maupun penggantian amal perbuatan yang lebih bermanfaat untuk kehidupan di dunia dan akhirat. Semoga Allah ﷻ memudahkan setiap ikhtiar kita dalam menunaikan hijrah nan berkah sebagai bentuk perbaikan diri dengan spirit Qur’ani. Wa Allâhu a’lam.[]
Marâji’:
[1] “Hasil Pencarian – KBBI VI Daring,” https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/berkah. Diakses pada Ahad, 7 Januari 2024.
[2] Sayyid Quṭb. Fi Ẓilāl al-Qur’ān. Al-Qāhira: Dār al-Shurūq – Bayrūt, 1992. h. 3531.
[3] Markaz Tafsīr lil-Dirāsāt al-Qur’āniyyah, Mawsū’at al-Tafsīr al-Mawḍū’ī li al-Qur’ān al-Karīm, Al-Ṭab’ah al-Ūlā. Ar-Riyāḍ: Markaz Tafsīr lil-Dirāsāt al-Qur’āniyyah, 2019. h. 87.
[4] Dirāsāt al-Qur’āniyyah. Mawsū’at al-Tafsīr al-Mawḍū’ī li al-Qur’ān al-Karīm. h. 88–89.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!