Belajar Percaya pada Waktu-Nya
Belajar Percaya pada Waktu-Nya
Giriani Ayu Sabilla*
“Allah’s timing is always perfect. Delay is not denial, it’s preparation.” – Omar Suleiman[1]
Di tengah derasnya arus hidup, tugas yang menumpuk, impian yang terasa jauh, ujian yang datang silih berganti, kita seringkali terdorong untuk segera tahu hasilnya.
Kapan doa dikabulkan? Kapan jalan keluar ditemukan? Atau kapan kesedihan ini berakhir?
Segala pertanyaan dalam hati manusia tak selalu dijawab dengan kata, melainkan dengan pelajaran. Dan diantara pelajaran paling agung yang Allāh ﷻ ajarkan adalah kesabaran, yaitu sebuah kekuatan sunyi yang menguatkan saat semua jawaban terasa jauh.
Sabar bukanlah sikap pasif. Ia adalah perlawanan terdalam terhadap keputusasaan. Sabar adalah seni menunggu tanpa kehilangan harap. Sabar bukan hanya sekadar menahan diri, melainkan wujud tertinggi dari kepercayaan penuh kepada Allāh ﷻ. Sebab, apa yang tampak sebagai penundaan, sejatinya bukanlah bentuk penolakan. Ketika sesuatu belum tiba, bukan berarti kita dilupakan, melainkan sedang dipersiapkan, diperbaiki, dikuatkan, dan dimatangkan oleh-Nya.
Makna Sabar dalam Islam
Dalam Islam, sabar adalah pondasi kokoh bagi iman. Dari Abu Mâlik al-Hârits bin ‘Ashim al-Asy’ari, ia berkata, “Rasūlullāh ﷺ bersabda,
وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ
“Sabar adalah cahaya.” (HR. Muslim, no. 223)
Sabar adalah cahaya yang menerangi langkah seorang mukmin saat dunia menjadi gelap. Ia bukan hanya tentang menahan amarah atau tidak menangis saat datang musibah. Sabar mencakup seluruh aspek kehidupan: menahan diri dari dosa, tetap konsisten dalam ibadah, dan menerima takdir dengan hati yang ridha. Allāh ﷻ berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az-Zumar [39]: 10).[2]
Pahala tanpa batas adalah sebuah janji luar biasa dari Sang Pencipta untuk mereka yang memilih diam dalam ikhlas, bersujud dalam kesunyian, dan tersenyum dalam kepedihan.
Tiga Pilar Kesabaran
Dalam kajian Islam, kesabaran dibagi menjadi tiga dimensi utama, yaitu:
- Kesabaran dalam menghadapi ujian
Penderitaan bukan sekadar beban melainkan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allāh ﷻ melalui keteguhan hati ketika cobaan datang.
- Kesabaran dalam menahan hawa nafsu
Kemampuan menolak dorongan yang haram atau tak bermanfaat, meskipun godaan seringkali terasa sangat nyata.
- Kesabaran dalam ketaatan
Konsistensi menjalankan ibadah, seperti shalat, dzikir, membaca Al-Qur’an meski batin lelah atau semangat meredup.
Ketiga bentuk sabar tersebut bukan hanya konsep teoritis yang indah di lisan, melainkan harus diaktualisasikan dalam keseharian[3]. Di dalam Al-Qur’an pun ditegaskan bahwa manusia diciptakan tergesa-gesa (QS. al-Anbiya [21]: 37). Sementara Allāh ﷻ memilih menunda sesuatu bukan karena lupa, melainkan karena Dia sedang membentuk pribadi kita dengan penuh hikmah agar ketika nikmat itu tiba, kita sudah siap menyambutnya dengan matang.
Contoh nyata terjadi dalam kisah Nabi Yusuf p. Setelah dikhianati, dijual, dan dipenjara, ia tidak langsung mendapatkan kemenangan. Tetapi, dibalik penundaan tersebut terbentuklah karakter mulia yang kelak mengantarkannya menjadi pemimpin bijak di Mesir. Penundaan itu bukan penghalang, melainkan tangga menuju kemuliaan.
Sabar Bukan Lemah, Tapi Tangguh
Di era sekarang, sabar sering disalahartikan. Orang yang sabar dianggap diam, pasrah, atau bahkan bodoh. Padahal sabar adalah bentuk kekuatan mental tertinggi[4].
Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda,
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Yang namanya kuat bukanlah dengan pandai bergelut. Yang disebut kuat adalah yang dapat menguasai dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari, no. 6114; Muslim, no. 2609)
Maka, sabar bukan ketidakmampuan. Ia adalah pilihan sadar untuk tidak bereaksi secara destruktif. Di dunia kampus, barangkali arti sabar adalah tidak menyebar aib teman meski tersakiti, tetap semangat belajar meski nilai tak kunjung memuaskan, dan tetap rendah hati meski banyak prestasi.
Doa: Nafas Orang Sabar
Orang yang sabar bukan orang yang tak pernah menangis. Mereka justru menangis lebih dalam tapi bukan karena putus asa, melainkan karena cinta kepada Rabb-nya. Doa menjadi pelipur lara, tempat kembali saat dunia tak memberi jawaban.
Terdapat sebuah doa yang diwariskan dari para salafush shalih yang lembut akan tetapi memiliki makna yang dalam,
اللَّهُمَّ رَضِّنِي بِقَضَائِكَ وَبَارِكْ لِي فِي قَدَرِكَ حَتَّى لَا أُحِبَّ تَعْجِيلَ شَيْءٍ أَخَّرْتَهُ وَلَا تَأْخِيرَ شَيْءٍ عَجَّلْتَهُ
“Ya Allah, jadikan aku ridha terhadap takdir-Mu dan berkahilah aku dalam keputusan-Mu, sehingga aku tidak tergesa meminta sesuatu yang Engkau tunda dan tidak menunda sesuatu yang Engkau segerakan.”
Sungguh, sabar adalah bentuk ibadah yang tak terlihat, tapi sangat dihargai di sisi Allāh ﷻ.
Buah Manis dari Kesabaran
Sabar bukan sekadar menahan diri dari amarah atau keluhan, tetapi sebuah bentuk ibadah batin yang Allāh ﷻ sangat muliakan. Dalam Al-Qur’an, Allāh ﷻ menjanjikan tiga anugerah agung bagi orang-orang yang bersabar, yaitu: cinta-Nya (QS. Ali ‘Imran [3]: 146), pertolongan-Nya (QS. al-Baqarah [2]: 214), dan pahala tanpa batas (QS. az-Zumar [39]: 10). Ini bukan janji biasa, melainkan jaminan langsung dari Allāh ﷻ bagi mereka yang tetap tegar di tengah ujian, tetap menjaga diri di tengah godaan, dan tetap taat di tengah kelelahan.
Kesabaran membuka pintu-pintu tak terduga. Bisa jadi, yang selama ini kita tunggu bukanlah rezeki dalam bentuk harta, melainkan ketenangan jiwa yang mahal nilainya. Allah mungkin tidak segera memberikan apa yang kita minta, tapi Dia sedang membentuk kita menjadi pribadi yang siap menerima karunia-Nya. Maka, bersabarlah. Karena dibalik setiap penantian, selalu ada hikmah yang sedang dipersiapkan oleh Sang Maha Bijaksana.
Jadi, dalam kehidupan yang serba cepat ini, kesabaran menjadi langka tapi justru paling dibutuhkan. Sabar bukanlah tanda kalah, tapi tanda kita percaya bahwa Allah sedang bekerja di balik layar kehidupan. Dan bukankah menunggu dengan sabar akan lebih menghargai hasil ketika ia datang?
Jika hari ini engkau merasa lelah, merasa tertinggal, atau merasa tidak dipahami, tenanglah. Engkau sedang dalam perjalanan menuju pematangan diri. Allāh ﷻ belum mengatakan “tidak”. Ia hanya berkata, “belum sekarang.”
Mari bersabar dengan elegan. Bersabar bukan karena tak punya pilihan, tapi karena kita tahu: Allāh ﷻ yang paling tahu waktu terbaik bagi kita.
* Pengajar (Yogyakarta)
Maraji’ :
[1] Omar Suleiman. “The Power of Patience: Learning to Trust Allah’s Timing”. https://www.youtube.com/watch?v=KwzytY32xlk/. Diakses pada 12 Juli 2025.
[2] Al-Qur’an dan Terjemahannya. Kementerian Agama Republik Indonesia. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an. 2019.
[3] Patience: Solution for Life’s Sorrows. Abdur-Rahman ibn Hasan. Sunnah Online (digitally published), diterbitkan ulang Al-Ibanah. 2021.
[4] Sarah Gulfraz. “Keeping Sabr: Healing with Proven Sunnah Practices for Emotional Wellbeing and Mental Strength”. Mental Health in Islam Series, Tahun 2024.
Download Buletin klik di sini