Mengambil Hikmah Dari Kisah Nabi Ibrahim
Mengambil Hikmah Dari Kisah Nabi Ibrahim
Willi Ashadi*
Dua diantara banyak keistimewaan Nabi Ibrāhīm adalah Nabi Ibrāhīm p merupakan salah satu Nabi utusan Allāh ﷻ yang mendapat julukan bapak para Nabi dan Rasul. Dari keturunan Nabi Ibrāhīm lahirlah banyak para nabi menjadi utusan Allāh ﷻ. Selain itu Nabi Ibrāhīm adalah seorang good father yang pantas di tauladani, dimana nabi Ibrāhīm sosok figur gemar memohon doa kepada Allāh ﷻ. Salah satu doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrāhīm yaitu
رَبِّ هَبْ لِى مِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ
(Rabbī Hablī Minashashālihīn). “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh. (QS. Ash Shafat [37]: 100)
Geneologi Emas Nabi Ibrahim
Ibrahim, Sarah dan Ishaq
Nabi Ibrāhīm p adalah seorang nabi besar yang dijuluki Khalilullāh (kekasih Allah). Ia menikah dengan Sarah seorang perempuan salehah dan setia yang berasal dari suku bangsawan. Sarah dan Nabi Ibrāhīm hidup lama tanpa memiliki anak. Karena sangat ingin memiliki keturunan, Sarah merelakan Hajar untuk dinikahi oleh Nabi Ibrāhīm. Dari Hajar, lahirlah Nabi Ismāil.
Setelah bertahun-tahun, karena kesabaran dan keimanan yang kuat, ketika usia Sarah sudah sangat tua, Allāh ﷻ mengabarkan bahwa ia akan hamil. Meskipun sempat terkejut, Sarah menerima kabar itu dengan bahagia. Ia kemudian melahirkan Ishaq dan dari keturunannya lahirlah Ya’kub. Nabi Ishaq lahir saat Nabi Ibrāhīm dan Sarah sudah sangat tua. Ketika malaikat memberi kabar bahwa Sarah akan melahirkan, ia terkejut sekaligus bahagia karena merasa usianya sudah terlalu lanjut.[1]
Nabi Ishaq p dikenal sebagai sosok yang lembut, cerdas, dan penuh hikmah. Ia melanjutkan dakwah ayahnya, menyeru kaumnya untuk menyembah Allah dan menjauhi kemusyrikan. Dari keturunan Nabi Ishaq lahir para nabi Bani Israil, termasuk Ya’kub, Yusuf, Musa, Dawud, Sulaiman p, dan ‘Īsā, Ia merupakan mata rantai penting dalam silsilah para nabi samawi.
Ibrahim, Hajar dan Ismail
Siti Hajar adalah istri kedua Nabi Ibrāhīm yang diberikan oleh Raja Mesir sebagai hadiah kepada Sarah, istri pertama Nabi Ibrāhīm. Sarah kemudian merelakan Hajar untuk dinikahi oleh Nabi Ibrāhīm karena ia belum juga dikaruniai anak. Dari pernikahan itu, lahirlah Nabi Ismāil p yang kelak menjadi nenek moyang bangsa Arab dan Nabi Muhammad ﷺ. Nabi Ibrāhīm p memberi nama anaknya bernama Ismāil. Ismāil diambil dari Bahasa Hebrew (Ibrani) yang terdiri dari 2 kata yaitu Isma dan il. Isma artinya mendengar sedangkan il artinya tuhan. Jadi, Ismail bisa diartikan Tuhan mendengar doa dan permohonan Nabi Ibrāhīm p dikarenakan Nabi Ibrāhīm senantiasa berdoa Rabbī Hablī Minashashālihīn. Allāh ﷻ mengabulkan permohonan Nabi Ibrāhīm p dengan mengkaruniakan seorang anak dari rahim Hajar.[2]
Nabi Ibrāhīm p sangat senang akan kelahiran Ismāil. Ismāil merupakan seorang anak yang taat kepada Allāh ﷻ dan pribadi yang santun dan penyabar serta berbakti kepada orang tua.[3] Hal ini membuat Nabi Ibrāhīm p sangat mencintai Ismāil. Sampai pada akhirnya kecintaan Nabi Ibrāhīm p diuji oleh Allāh ﷻ, dimana Nabi Ibrāhīm p di perintahkan untuk berkorban (menyembelih) terhadap Ismāil. Allāh ﷻ berfirman,
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ
“Ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya, ia (Ibrahim) berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, Insha Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang orang yang sabar.” (QS Ash Shafat [37]: 102)
Menarik dari ayat ini adalah ada penyebutan kata fanzhur dan mādza tarā, dimana kedua kata tersebut memiliki arti yang sama yaitu melihat. Namun menurut ulama sekalipun artinya melihat, kata tarā memiliki makna lebih dalam lagi yaitu melihat dengan mata kepala dan mata batin. Sementara makna nazhara hanya diartikan melihat dengan mata kepala saja. Dalam dialog antara Nabi Ibrāhīm p dan Nabi Ismāil p terkait perintah kurban, Nabi Ismāil diminta untuk berpikir apa pendapatnya dengan perintah kurban tersebut dengan menggunakan mata kepala dan mata batin-nya (hati).
Mimpi yang dialami Nabi Ibrāhīm p selama 2 kali, yaitu pada tanggal 8 dan 9 Dzulhijjah. Peristiwa mimpi pertama pada tanggal 8 dzulhijjah disebut dengan yaumul tarwiyah sedangkan mimpi yang terjadi tanggal 9 Dzulhijjah disebut yaumul arafah dan tanggal 10 Dzulhijjah disebut dengan yaumul anhar. Oleh karena itu umat Islam dianjurkan untuk melakukan puasa sunnah tarwiyah dan puasa sunnah arafah tanggal 8-9 Dzulhijjah.
Yaumul Anhar
Pada tanggal 10 merupakan puncak berkurban dalam peristiwa Nabi Ibrāhīm p, dimana Nabi Ibrāhīm p melakukan penyembelihan. Allāh ﷻ berfirman,
وَفَدَيْنَٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
“Kami menebusnya dengan seekor (hewan) sembelihan yang besar. (QS. As-shafat [37]: 107)
Pada ayat ini ditegaskan bahwa apa yang dialami Nabi Ibrāhīm p dan puteranya itu merupakan batu ujian yang amat berat. Memang hak Allāh ﷻ untuk menguji hamba yang dikehendaki-Nya dengan bentuk ujian yang dipilih-Nya berupa beban dan kewajiban yang berat. Bila ujian itu telah ditetapkan, tidak seorang pun yang dapat menolak dan menghindarinya. Di balik cobaan-cobaan yang berat itu, tentu terdapat hikmah dan rahasia yang tidak terjangkau oleh pikiran manusia. Nabi Ismāil p yang semula dijadikan kurban untuk menguji ketaatan Nabi Ibrāhīm, diganti Allāh ﷻ dengan seekor domba besar yang putih bersih dan tidak ada cacatnya. Peristiwa penyembelihan kambing oleh Nabi Ibrāhīm ini yang menjadi dasar ibadah kurban untuk mendekatkan diri kepada Allāh ﷻ, dilanjutkan oleh syariat Nabi Muhammad ﷺ.
Hikmah Pungkasan
Kisah Nabi Ibrāhīm p dan keluarganya merupakan simbol keteguhan iman dan pengorbanan dalam sejarah Islam. Nabi Ibrāhīm dan keluarganya juga mengisnpirasi bagi umat Islam bahwa puncak dari kecintaan kita kepada Allāh ﷻ adalah Keikhlasan dan Kesabaran. Hal ini tertuang dalam kisah ibadah qurban (Idul Adha). Dimana Nabi Ibrāhīm sangat mencintai Nabi Ismāil, namun Allāh ﷻ menguji kecintaannya dengan keluarga Nabi Ibrāhīm p dan Nabi Ibrāhīm p membuktikan bahwa cintanya kepada Allāh ﷻ melebihi segala sesuatu yang ada di dunia termasuk keluarganya. Hal ini tercermin dari pengorbanan Nabi Ibrāhīm menyembelih Nabi Ismāil .
Selain itu ada hikmah dalam proses penyembelihan dimana seorang penyembelih diharuskan untuk memotong 2 saluran urat nadi hewan kurban yaitu urat nadi yang mengalir ke makanan dan urat nadi yang mengalir ke pernafasan. Urat nadi yang mengalir ke makanan merupakan symbol manusia harus mengendalikan nafsu duniawi (nafsullawwamah) sementara urat nadi yang mengalir ke pernafasan merupakan symbol manusia harus mengendalikan nafsu syaitan (nafsu imaratu bis su’). Jika kedua nafsu tersebut dapat dikendalikan maka akan terwujudlah nafsul muthmainnah (jiwa yang tenang dan terkendali).[4]
Semoga kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari kisah Nabi Ibrāhīm p dan keluarganya.
Maraji’ :
* Dosen Program Studi Hubungan Internasional UII Mahasiswa S3 departemen Ilmu Politik IIUM
[1] QS. Hud [11]: 71. Al Qur’anul Karim dan Terjemahannya, Universitas Islam Indonesia.
[2] QS. Ash Shafat [37]: 101. Al Qur’anul Karim dan Terjemahannya, Universitas Islam Indonesia.
[3] QS. Ash Shafat [37]: 102. Al Qur’anul Karim dan Terjemahannya, Universitas Islam Indonesia.
[4] Willi Ashadi Youtube Channel: kelas di mata kuliah Ulumul Qur’an bagi Mahasiswa Universitas Islam Indonesia Program Pesantren UII Yogyakarta-Indonesia.