RAJIN KETIKA RAMADHAN, SETELAH RAMADHAN LALAI
RAJIN KETIKA RAMADHAN, SETELAH RAMADHAN LALAI
Oleh: Diki Muallim
Bismillah wasshalatu wassalamu ‘ala rasulillah, wa ba’du.
Saudaraku yang semoga dirahmati oleh Allah ﷻ, marilah kita renungi terlebih dahulu kandungan dalam surat al-Hadid ayat 16 ini. “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”[1]
Ingatlah Tentang Ramadhan
Ingatlah tentang amalan shalih yang telah kita lakukan di bulan Ramadhan. Bulan yang baru saja telah kita lalui. Bulan bulan yang sangat mulia, banyak sekali keutamaan pada bulan Ramadhan salah satunya adalah menjadi bulan diturunkannya al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia, Allah ﷻ berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu…”[2]
Bulan Ramadhan juga merupakan bulan dengan penuh keberkahan, Rasulullah ﷺ bersabada, “Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.”[3]
Banyak orang ketika sebelum Ramadhan ia hanya mengerjakan ibadah yang wajib-wajib saja, atau dengan sedikit mengerjakan ibadah sunnah, atau bahkan mengerjakan ibadah wajibpun masih ada yang ditinggalkan. Namun setelah memasuki bulan ramadhan mereka lebih giat lagi dalam beribadah, yang tadinya bolong-bolong sholat lima waktu menjadi lebih rajin menjalankan sholat lima waktu, yang tadinya hanya mengerjakan ibadah yang wajib-wajib saja atau dengan sedikit tambahan ibadah sunnah namun ketika di bulan ramadhan ia lebih banyak lagi menjalankan ibadah-ibadah sunnah dibanding sebelum bulan Ramadhan. Ada yang menghatamkan Al Qur’an bahkan menghatamkannya pun sampai berkali-kali, ada juga yang lebih rajin menjalankan sholat malam, dan berbagai macam ibadah lainnya.
Ingat Teguran Allah dalam surat al Hadid
Namun setelah melewati bulan Ramadhan ibadah tersebut mulai menurun, semangatnya tidak lagi seperti saat di bulan Ramadhan. Maka ingatlah Allah ﷻ menjelaskan pada firmannya dalam surat Al-Hadid ayat 16 tersebut sebagai teguran bagi kita dengan mengatakan “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka)…” yaitu menerima (pelajaran) Al-Qur’an dan mengamalkannya.
Bagi orang-orang yang beriman Al-Qur’an itu bisa memberi pengaruh dalam menambah keimanan mereka, Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.”[4]
Kemudian dalam surat Al-Hadid ayat 16 itu Allah ﷻ mengingatkan kita janganlah meniru atau mengikuti seperti jalannya orang-orang ahli kitab, “…dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Orang-orang Ahli Kitab dahulu menerima Al-Kitab bersama mereka kemudian mereka melalaikannya lalu meninggalkannya dalam masa yang lama, kemudian hati mereka menjadi keras dan mereka pun menjadi orang-orang yang fasik. Pada ayat ini fasik yang dimaksud adalah bermakna kafir, sebagaimana Allah c menjelaskan, “Demikianlah telah tetap hukuman Tuhanmu terhadap orang-orang yang fasik, karena sesungguhnya mereka tidak beriman.”[5]
Seseorang jika telah melewati satu bulan Ramadhan, ia sudah merasakan nikmatnya ibadah dan telah merasakan manisnya iman dalam berbagai amaliyah di bulan Ramadhan. Ia sudah terbiasa dengan ketaatan dan terbiasa takut jika melakukan perbuatan dosa, jika kebiasaan-kebiasaan ini dia tinggalkan maka hal itu dinamakan kelalaian. Sama seperti halnya yang dilakukan oleh orang-orang Ahli Kitab dahulu yaitu membuat jarak, mereka menelantarkan pelajaran pada kitab yang turun pada mereka dan akhirnya mereka ditimpa dengan kekerasan hati kemudian menjadikan diri mereka sendiri orang-orang yang fasik.
Hikmah Yang Dapat Diambil
Hikmah dari adanya bulan Ramadhan yaitu untuk mendidik diri seseorang untuk menjadi taat. Dan ditegaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 185 dimana disebutkan secara khusus keterkaitan antara bulan Ramadhan dengan Al-Qur’an yaitu “…bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)…”
Ini menunjukkan bahwa setiap muslim dan muslimah harus mengetahui bahwa Al-Qur’an itu untuk diamalkan supaya memberi warna dan pengaruh pada hidupnya, bukan hanya sebagai simbolis atau kebiasaan saja. Ketika bulan Ramadhan ia rajin beribadah namun ketika selesai Ramadhan hatinya kembali jauh dari ibadah. Karena yang demikian sama halnya seperti jalannya orang-orang Ahli Kitab sehingga mereka dikeraskan hatinya.
Pelajaran lain yang dapat diambil dalam surat Al-Hadid ayat 16 ini adalah penyakit keras hati yang menimpa Ahli Kitab disebabkan karena mereka melalaikan Al-Kitab yang diturunkan kepada mereka dalam jangka waktu yang sangat lama. Oleh karena itu jika seseorang memahami tuntunan Islam yang ada pada Al-Qur’an dan Hadits Nabi ﷺ maka hal itu pasti akan membuat dadanya terasa lapang (tidak menjadi keras hati), Allah ﷻ berfirman, “Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.”[6]
Allah ﷻ berfirman, “Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”[7]
Maka tidak patut bagi seorang muslim jika sudah dimuliakan dengan ketaatan, akhlak yang baik, dan pendidikan yang berharga di bulan Ramadhan namun setelah selesai Ramadhan ia berganti dengan hal-hal yang buruk.
Kita memohon kepada Allah ﷻ yang memberikan anugrah kepada kita semua dengan keislaman, yang membuat kita mendapati awal Ramadhan kemudian akhir Ramadhan, semoga Allah ﷻ menyempurnakan nikmat untuk kita semua, menjadikan bulan Ramadhan selalu bermakna, berpengaruh di dalam jiwa dan kehidupan kita, dan semoga Allah ﷻ menggolongkan kita semua sebagai hamba-hambanya yang diterima puasanya, sholatnya, dan segala ketaatan yang kita lakukan di bulan Ramadhan, dan kita memohon kepada Allah supaya kita dijadikan sebagai orang-orang yang bertakwa, kedalam golongan orang-orang yang diterima amalannya dan orang-orang yang beruntung di sisi Allah ﷻ.
Mutiara Hikmah
Ibnu Katsir berkata, “Barangsiapa yang bersyukur, maka manfaat dan pahalanya akan kembali kepada dirinya sendiri. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman,
وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلِأَنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ
“Dan barangsiapa yang beramal shalih maka untuk diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan).” (Q.S. Ar-Rûm [30]: 44). (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6:114).
[1] Q.S. al-Hadid [57]:16
[2] Q.S. al-Baqarah [2]:185
[3] H.R. Ahmad dalam al-Musnad (2/385). Dinilai shahih oleh al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad (8991)
[4] Q.S. al-Anfal [8]: 2
[5] Q.S. Yunus [12]: 33
[6] Q.S. al-An’am [6]: 125
[7] Q.S. az-Zumar [39]: 22