Ramadhan sebagai Bulan Perubahan yang Berkelanjutan

Ramadhan sebagai Bulan Perubahan yang Berkelanjutan

Yusuf Satrio Negoro*

 

Pernah gak sih terpikir, mengapa di bulan Ramadhan mayoritas muslimin di negeri kita ini lebih bersemangat untuk beramal di bulan ini dibandingkan bulan-bulan lainnya? Mungkin sebagian besar sudah mengetahui, bahwa di bulan ini terdapat satu malam, yang keutamaannya melebihi seribu bulan, begitupun dikarenakan keutamaan-keutamaan bulan ini yang begitu besar. Akan tetapi, mengapa hanya di bulan Ramadhan saja kita bersemangat? Mengapa tidak kita teruskan semangat ibadah kita di bulan-bulan berikutnya?

Ramadhan Sebagai Waktu Untuk Berlatih

Hikmah dan keutamaan yang begitu banyak dapat kita temui di bulan Ramadhan. Terutama perihal perintah diwajibkannya berpuasa. Puasa adalah satu-satunya ibadah yang mana Allâh ﷻ sendiri yang memberikan ganjaran tersebut, sebagaimana hadits qudsi yang disabdakan oleh Rasûlullâh ﷺ. Dari Abu Hurairah berkata, Rasûlullâh ﷺ bersabda,

قَالَ اللَّهُ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari, no. 1761 dan Muslim, no. 1946) [1]

Hadits tersebut menggambarkan betapa besar keutamaan ibadah puasa. Puasa juga memiliki banyak hikmah diantaranya; melatih kesabaran, mengajarkan kedalaman spiritual, proses penyadaran diri, pendidikan diri dan pembentukan karakter, dimensi sosial puasa, pengendalian pola makan, kesederhanaan dalam konsumsi,[2] dan masih banyak lagi.

Dari hikmah-hikmah tersebut dapat kita simpulkan bahwa berpuasa dapat memberikan dampak positif yang luar biasa bagi yang melaksanakannya dengan sungguh-sungguh. Dan tentunya, bagi orang yang benar-benar mengambil pelajaran atau hikmah dari berpuasa, pastinya hal tersebut akan membentuk dirinya menjadi sosok pribadi muslim yang sempurna. Anggaplah bahwa puasa ini bukan hanya sebagai rutinitas ibadah di setiap tahunnya, akan tetapi juga ajang untuk berlatih agar dapat menjadi pribadi muslim yang lebih baik.

Fokus Untuk Menggapai Output Dari Bulan Ramadhan

Kita telah merencanakan ibadah di bulan Ramadhan dengan sedemikian rupa. One day one juz, shalat malam, shalat dhuha, dan bentuk ibadah lainnya telah kita rancang. Tetapi terkadang kita lupa, apakah kegiatan di bulan Ramadhan ini dapat berkelanjutan hingga di bulan-bulan berikutnya? Sudah cukup kita terlalaikan oleh buaian hawa nafsu dan godaan setan.

Kita berlatih satu bulan penuh untuk dapat menekan hawa nafsu kita dari segala hal yang dilarang. Jika selama satu bulan kita bisa melawan hawa nafsu kita, maka sudah dipastikan kita harus lebih bisa menahan hawa nafsu kita setidaknya dari hal-hal yang diharamkan, dan menyibukkan diri kita dengan hal-hal yang lebih bermanfaat.

Maka, marilah kita tanamkan dalam diri kita dan ingatlah selalu, bahwa setelah bulan Ramadhan, ibadah-ibadah harian harus tetap maksimal, segala pekerjaan yang dikerjakan harus lebih optimal, akhlak harus lebih baik dibandingkan sebelumnya, kebiasaan memanfaatkan waktu harus tetap diterapkan. Dengan kita tetap  fokus  untuk meningkatkan kualitas ibadah kita di bulan ini, dan berniat untuk tetap menerapkannya di bulan-bulan lainnya, semoga menjadi dorongan bagi kita semua untuk dapat lebih baik kedepannya.

Waktunya Perubahan

Allâh ﷻ berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga kaum tersebut yang berusaha untuk mengubahnya sendiri” (QS. ar-Ra’d [13]: 11).

Dalam ayat ini dijelaskan, bahwa jika kita ingin mengubah keadaan kita yang saat ini untuk menjadi lebih baik, maka hal tersebut dimulai dari kita dengan usaha untuk dapat mengubahnya, setelah itu baru pertolongan Allah akan datang untuk mengubah keadaan tersebut. Apakah keadaan kita saat ini sudah seperti yang kita harapkan? Apakah amal kita saat ini sudah cukup untuk mengantarkan kita menuju surganya kelak? Apakah kita sudah menjadi sebaik-baik manusia yang baik akhlaknya dan bermanfaat bagi sesamanya? Jika masih ada yang belum, maka inilah saatnya kita berusaha untuk merubah diri kita menjadi pribadi yang kita harapkan, paling tidak lebih baik dari sebelumnya.

Bagaimana Caranya Untuk Bisa Berubah?

  1. Mengubah pola pikir

Dari hanya sekedar “bulan Ramadhan adalah saatnya kita banyak beramal saleh” menjadi “Aku harus bisa lebih rajin setelah usai bulan Ramadhan”. Kemudian, mengubah “Aku hanya berpuasa di bulan Ramadhan saja” menjadi “Aku akan berusaha untuk berpuasa sunnah”. Tanamkan selalu dalam pikiran hingga merasuki jiwa sehingga dapat membimbing diri kita menuju perubahan yang lebih baik.

  1. Paksa diri untuk melakukan yang terbaik

Tidak akan terciptanya perubahan dalam diri kita sebelum kita memaksa diri kita sendiri untuk berupaya. Kita harus berani untuk meninggalkan kenyamanan saat ini untuk menggapai apa yang kita harapkan. Berusahalah untuk menghilangkan kebiasaan buruk seperti bermalas-malasan, terlalu banyak makan, tidak disiplin, dan kebiasaan buruk lainnya. Kemudian beralihlah kepada kebiasaan-kebiasaan baik.

  1. Berusaha untuk tetap istiqamah dan jangan menyerah

Istiqamah adalah hal yang dirasa cukup sulit menurut kebanyakan orang. Tetapi bukan berarti mustahil bagi kita untuk dapat menerapkannya. Istiqamah erat kaitannya dengan kebiasaan dan kesenangan yang kita lakukan. Maka cobalah untuk dapat membiasakan serta cinta terhadap apa yang kita inginkan istiqamah di dalamnya. Dan ingat selalu “don’t giveup!”.

  1. Bersyukur serta tawakal

Setelah beragam upaya telah kita kerahkan untuk dapat berubah menjadi lebih baik. Maka, alangkah baiknya kita bersyukur atas upaya yang telah kita lakukan, kemudian kita serahkan kepada Allah segala hasilnya  nanti. Tawakal tidak membawa pesimis, tetapi justru optimis. Dengan berbekal keyakinan bahwa Allah pasti akan membalas segala amal kita, walaupun itu sekecil biji Zarah. Semoga Bermanfaat!

Maraji’ :

*Komunikasi lebih lanjut melalui email: [email protected]. Instansi Universitas Gadjah Mada.

[1] Muhammad bin Shalih al Utsaimin. Majalis Syahri Ramadan. h. 13. https://almanhaj.or.id/15914-firman-allah-taala-puasa-untukku-dan-aku-yang-akan-membalasnya.html. Diakses pada 1 Maret 2025.

[2] Ilham. “6 Hikmah Puasa di Bulan Ramadhan, Apa Saja?” https://muhammadiyah.or.id/2025/02/6-hikmah-puasa-di-bulan-Ramadhan-apa-saja/. Diakses pada 1 Maret 2025.

Download Buletin klik di sini

Mengasah Kesabaran di Tengah Ujian Kehidupan

Mengasah Kesabaran di Tengah Ujian Kehidupan

Raden Miftakhurozak Budi Nugraha*

 

Pembaca Al-Rasikh yang berbahagia, seperti yang kita ketahui, bahwa dinamika dan problematika kehidupan sudah pasti dialami oleh setiap makhluk hidup, terlebih lagi kita sebagai manusia. Allâh ﷻ pasti akan menguji setiap hamba-Nya dengan berbagai problematika.

Allâh ﷻ berfirman,

أَمْ حَسِبْتُمْ أَن تَدْخُلُوا۟ ٱلْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوْا۟ مِن قَبْلِكُم

“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk ke dalam surga, padahal belum datang kepada kalian (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian?” (QS. Al-Baqarah [2]: 214).

Ujian dari Allâh ﷻ berlaku untuk setiap hamba-Nya yang dapat berupa rasa takut, rasa lapar, kekurangan harta, berkurangnya jiwa, dan kekurangan buah-buahan[1]. Keimanan, ketakwaan, dan kesabaran yang kokoh sangat dibutuhkan untuk menghadapi ujian yang selalu menerpa kita. Oleh karena itu, sebagai hamba yang beriman, kita harus selalu berbaik sangka kepada Allâh ﷻ dalam kondisi apapun. Kita juga harus yakin bahwa setiap ujian yang datang pasti ada solusi dan memiliki hikmah yang bisa dipetik [2].

Sebagai hamba Allâh ﷻ, kita telah diberikan solusi dalam menghadapi berbagai ujian yang datang. Salah satu modal utama yang harus dimiliki oleh orang mukmin adalah rasa sabar dan syukur. Sabar berasal dari kata “al-shabru,” yang artinya adalah kemampuan untuk mengendalikan diri dari godaan dan nikmat, baik yang menyedihkan maupun yang menyenangkan. Terkadang kita salah memersepsikan antara sabar dengan pasrah, padahal dua kata tersebut memiliki definisi yang berbeda. Sabar melibatkan usaha aktif dan rasa tawakkal kepada Allâh ﷻ setelah berusaha dengan maksimal, sedangkan pasrah diartikan sebagai sikap menyerahkan semua urusan kepada Allâh ﷻ tanpa melalui usaha maksimal.

Perasaan sabar dimiliki oleh setiap orang, namun kapasitas kesabaran setiap orang berbeda-beda. Oleh karena itu, salah satu tujuan Allâh ﷻ memberikan ujian kepada kita adalah untuk menguji kesabaran dan rasa syukur kita. Semakin tinggi tingkat kesabaran, maka semakin tinggi pula tingkat ujian yang diberikan. Sabar memiliki tiga tingkatan, yaitu sabar dalam menerima musibah, sabar dalam menjalankan perintah Allâh ﷻ, dan sabar dalam menjauhi kemaksiatan[3]. Islam mengajarkan bahwa sabar adalah salah satu sifat yang sangat dianjurkan.

Dalam Al-Qur’an, Allâh ﷻ berfirman,

وَٱصْبِرُوٓا۟ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Dan bersabarlah, sesungguhnya Allâh ﷻ beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Anfal [8]: 46) [4].

Bentuk Cinta Terhadap Hamba

Jika seorang mukmin bisa bersabar atas ujian yang diberikan, ia akan berpeluang mendapatkan balasan pahala yang besar. Allâh ﷻ berjanji akan memberi ganjaran yang tak terhingga bagi orang yang bersabar. Selain itu, kita harus yakin bahwa ujian yang datang merupakan bentuk cinta Allâh ﷻ kepada kita.

Diriwayatkan dari Anas ibn Malik z dari Rasûlullâh ﷺ bersabda,

إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السُّخْطُ

“Sesungguhnya besarnya pahala itu sesuai dengan besarnya cobaan. Dan sesungguhnya apabila Allah mencintai sebuah kaum niscaya Allah akan memberikan cobaan kepada mereka. Maka barangsiapa yang ridha (dengan ketetapan Allah –pent), maka Allah akan ridha kepadanya. Dan barangsiapa yang tidak ridha, maka Allahpun tidak akan ridha kepadanya.” (HR. At-Turmudzi, no. 2320 dan Ibnu Majah, no. 4021 dengan sanad yang hasan).[5]

Jika seseorang telah dicintai Allâh ﷻ, ia akan merasa tenang, damai, segala kebutuhannya akan terpenuhi, mendapatkan pertolongan-Nya saat di akhirat, dan semua permohonan baiknya akan dikabulkan.

Sebagai Pengingat Kehidupan Akhirat

Allâh ﷻ berfirman,

ٱلَّذِى خَلَقَ ٱلْمَوْتَ وَٱلْحَيَوٰةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

Yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya.” (QS. Al-Mulk [67]: 2).

Meyakini bahwa ujian yang datang merupakan salah satu bentuk pengingat bagi kita bahwa dunia itu hanya sementara, dan akhirat adalah kehidupan abadi. Cobaan dalam hidup merupakan bagian dari takdir Allâh ﷻ. Setiap cobaan pasti membawa hikmah yang berharga untuk meningkatkan keimanan dan mendekatkan diri kepada Allâh ﷻ, serta membersihkan jiwa kita dari dosa-dosa. Oleh karena itu, sebagai seorang mukmin, kita senantiasa harus selalu bersyukur dan bersabar dalam setiap ujian hidup.

Sarana Menghapus Dosa dan Membersihkan Jiwa

Ujian dan cobaan yang Allâh ﷻ berikan bisa dalam bentuk apapun, misalnya ujian dalam bentuk musibah yang tentunya tidak kita inginkan. Segala bentuk musibah yang kita alami dapat menjadi sarana untuk menghapus dosa-dosa dan membersihkan jiwa bagi kita yang mau bersabar. Ketika kita menghadapi musibah, kuncinya adalah sabar. Dengan sabar, kita bisa membuat hati lebih tenang, menerima takdir dengan lapang dada, dan mengajarkan kita untuk tetap teguh serta tidak berputus asa dari pertolongan Allâh ﷻ.

Allâh ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

“Wahai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allâh ﷻ bersama orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 153).[6]

Musibah yang menimpa kita sering kali membuat kita merenung dan melakukan introspeksi diri. Kita menjadi lebih sering melakukan muhasabah, tadabbur diri, berdzikir kepada Allâh ﷻ, dan taqarrub (pendekatan diri kepada Allâh ﷻ). Kita melakukan evaluasi terhadap diri sendiri, lalu mengubah perilaku yang dahulu menjadi pribadi yang lebih baik. Begitulah cara Allâh ﷻ untuk menghapus dosa dan membersihkan jiwa kita melalui ujian dan cobaan yang menimpa kita.

Marilah kita melatih kesabaran yang kita miliki sembari bertawakkal dan meminta tolong kepada Allâh ﷻ. Setiap ujian yang datang pasti ada solusi yang telah disediakan oleh Allâh ﷻ. Kita hanya perlu bersabar dan berikhtiar untuk mendapatkan solusi tersebut. Jika belum mendapatkan solusinya, minimal kita bisa mendapatkan ketenangan.

* Tenaga Kependidikan di Direktorat Layanan Akademik Universitas Islam Indonesia

Maraji’ :

[1] Ahmad. “Lima Macam Ujian dan Bala’ Manusia”. https://hidayatullah.com/kajian/oase-iman/2022/06/17/231845/lima-macam-ujian-dan-bala-manusia.html. Diakses 16 Februari 2025.

[2] Syamsul Arifin. ”Khutbah Jumat: Hakikat Cobaan atau Ujian di Dunia”. https://jombang.nu.or.id/khutbah/khutbah-jumat-hakikat-cobaan-atau-ujian-di-dunia-EMapm. Diakses 17 Febrari 2025.

[3] Mahbib Khoiron. “3 Tingkatan Sabar dalam Pandangan Syekh Ibnu Abid Dunya”. https://nu.or.id/tasawuf-akhlak/3-tingkatan-sabar-dalam-pandangan-syekh-ibnu-abid-dunya-w8kpZ. Diakses 18 Februari 2025

[4] Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd. “Kesabaran yang Terbatas?”. https://muslim.or.id/81860-kesabaran-yang-terbatas.html. Diakses 20 Februari 2025.

[5] Ustadz Mahful Safarudin, Lc. “Cobaan dan Ujian adalah Bukti Cinta – Seri 40 Hadits Tentang Musibah dan Cobaan (4/40)”. https://pesantrenalirsyad.org/cobaan-dan-ujian-adalah-bukti-cinta-seri-40-hadits-tentang-musibah-dan-cobaan-4-40/. Diakses 20 Februari 2025.

[6] dr. Adika Mianoki. Sp.S. ”Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu”. https://muslim.or.id/60368-jadikanlah-sabar-dan-shalat-sebagai-penolongmu.html. Diakses 20 Februari 2025.

Download Buletin klik di sini

Meraih Keistimewaan Bulan Ramadhan

Meraih Keistimewaan Bulan Ramadhan

Adzkia Hulwia Hasanah*

 

Yang Shahih Shahih Aja

Tak jarang kita dengarkan beberapa ceramah menyampaikan terkait pembagian keutamaan bulan Ramadhan menjadi tiga bagian “Awwaluhu rahmah wa awsathuhu maghfiroh, wa âkhiruhu ‘itqu minannar” yang bermakna “Awal bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya adalah ampunan, sedangkan akhirnya adalah terbebas dari neraka”. Ungkapan tersebut merupakan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ibnu Khuzaimah. Namun hadits tersebut adalah hadits dhaif yang disebabkan oleh sanad yang berasal pada satu sumber yang dhaif (Ali ibn Zaid ibn Jad’an) dengan riwayat perawi yang sangat dhaif (Yusuf bin Ziyad dari Ali ibn Zaid). Perlu kita ketahui bahwa boleh saja kita mengamalkan hadits tersebut sebagai motivasi untuk beramal shalih selama bulan Ramadhan dengan catatan tidak boleh diyakini kebenarannya secara utuh.[1]

Mencukupkan diri dengan hadits shahih dalam mengamalkan suatu amal itu lebih baik dan lebih terjamin kebenarannya, tidak hanya kebaikan yang dapat kita amalkan tetapi akan bertambah juga keberkahannya. Berikut salah satu hadits shahih yang membahas keutamaan bulan Ramadhan.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasûlullâh ﷺ  bersabda,

إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ، وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ، وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ، وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنْ النَّارِ وَذَلكَ كُلُّ لَيْلَةٍ

Apabila telah datang malam pertama dari bulan Ramadhan, setan-setan dan dedengkot jin diikat, dan pintu-pintu neraka ditutup, maka tidak ada satu pun pintunya yang dibuka. Pintu-pintu Surga dibuka, maka tidak ada satu pun pintunya yang ditutup. Penyeru berseru, ‘Wahai para pencari kebaikan, bergegaslah. Wahai para pencari keburukan, berhentilah.’ Dan Allah memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka, dan itu terjadi pada setiap malam”. (HR. Tirmidzi no. 682 dan Ibnu Majah no. 1642).

Memahami keutamaan bulan Ramadhan akan memberikan motivasi kepada kita untuk memaksimalkan ibadah di bulan Ramadhan baik pada ibadah wajib maupun sunnah di bulan Ramadhan.

Amalan Sunnah Saat Berpuasa

Dalam berpuasa, terdapat beberapa sunnah yang telah diajarkan oleh Rasûlullâh ﷺ  yaitu pertama adalah sahur dan mengakhirkan sahur. Sebagaimana Hadits dari Anas bin Malik, beliau berkata, Rasûlullâh ﷺ  bersabda,

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً

Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari no. 1922 dan Muslim no. 1095).

Kedua adalah menyegerakan berbuka. Seperti hadits yang diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad z, Rasûlullâh ﷺ bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ

Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari no. 1957 dan Muslim no. 1098).

Ketiga, berbuka dengan kurma atau air putih. Ibnu Hajar Al Asqalani v membawakan dalam Bulughul Maram hadits no. 660. Dari Salman bin ‘Amir Adh Dhabbi z, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,

إِذَا أَفْطَرَ أَحَدُكُمْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى تَمْرٍ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُفْطِرْ عَلَى مَاءٍ، فَإِنَّهُ طَهُورٌ

“Jika salah seorang di antara kalian berbuka, maka berbukalah dengan tamr (kurma kering). Jika tidak dapati kurma, maka berbukalah dengan air karena air itu mensucikan.” (HR Imam yang Lima [Ibnu Majah, Abu Daud, An Nasâi, Tirmidzi]).

Keempat, berderma di bulan Ramadhan, karena Rasûlullâh ﷺ lebih dermawan denghan kebaikan di bulan Ramadhan. Sahabat ‘Abdullah bin ‘Abbâs c menuturkan,

كَانَ النَّبِيُّ ﷺ أَجْوَدَ النَّاسِ، وَأَجْوَدُ مَا يَـكُوْنُ فِـيْ رَمَضَانَ حِيْنَ يَلْقَاهُ جِبْرِيْلُ، وَكَانَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلَامُ يَلْقَاهُ فِـيْ كُـّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ فَـيُـدَارِسُهُ الْـقُـرْآنَ، فَلَرَسُوْلُ اللّٰـهِ ﷺ أَجْوَدُ بِالْـخَيْـرِ مِنَ الِرّيْحِ الْـمُرْسَلَةِ

“Nabi adalah orang yang paling dermawan dengan kebaikan, dan lebih dermawan lagi pada bulan Ramadhan ketika Jibril Alaihissallam bertemu dengannya. Jibril menemuinya setiap malam Ramadhân untuk menyimak bacaan Al-Qur’annya. Sungguh, Rasûlullâh lebih dermawan daripada angin yang berhembus.” (HR. Al-Bukhari, no. 1902, 3220, 3554, 4997 & Muslim, no. 2308).[2]

Apa Saja Amalan Selain Puasa?

Selain berpuasa, amalan yang dianjurkan di bulan Ramadhan adalah membaca Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, sehingga dengan banyak membaca Al-Qur’an, mengamalkan dan mempelajarinya akan menambah pahala yang berlipat ganda.

Setelah membaca Al-Qur’an, amalan yang biasa kita lakukan dan bisa diikuti oleh setiap insan adalah shalat tarawih. Shalat tarawih merupakan shalat yang dilakukan Rasûlullâh ﷺ di bulan Ramadhan dengan jumlah sebelas raka’at seperti yang termaktub pada hadits Rasûlullâh ﷺ yang yang dijadikan dasar shalat tarawih.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Âisyah x berkata,

كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلَاةِ الْعِشَاءِ -وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ الْعَتَمَةَ- إِلَى الْفَجْرِ، إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ،

Rasûlullâh  pernah shalat antara waktu setelah shalat isya’ (yang biasa disebut ‘atamah) hingga waktu fajar. Beliau melakukan sebelas rakaat, setiap dua rakaat beliau salam, dan beliau juga melakukan witir satu rakaat.”  (HR. Muslim No. 736).[3]

Meskipun dalam hadits tersebut tidak tertulis nama dari shalat tarawih, ada riwayat lain dari Âisyah x yang menyebutkan empat rakaat sekali salam, setiap dapat empat rakaat Rasûlullâh istirahat. Dari sinilah yang kemudian menjadikan shalat di malam Ramadhan ini disebut dengan shalat tarawih.[4]

Selain amalan-amalan yang telah disebutkan, kita juga dianjurkan untuk menghidupkan malam-malam terakhir pada bulan Ramadhan, terkhusus dalam rangka mencari lailatul qadr, yang mana pada malam itu semua pahala ibadah akan dilipat gandakan oleh Allâh ﷻ. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan at Tirmidzi dari Aisyah x, bahwa ia berkata

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِي الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ.

“Nabi melakukan i’tikaf pada sepuluh akhir di bulan Ramadhan dan bersabda: “Carilah Lailatul Qadr pada sepuluh malam terakhir pada bulan Ramadhan”.[5]

Dengan memahami keutamaan bulan Ramadhan dan mengamalkan sunnah dari Rasûlullâh ﷺ, semoga kita dapat meraih keberkahan, ampunan, dan Ridha dari Allâh ﷻ. Semoga di bulan Ramadhan ini menjadi momen yang baik bagi kita dan menjadikan kita pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Âmîn.

Maraji’ :

* Mahasiswi Prodi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Indonesia

[1] Mgr Sinomba Rambe, Jannatul Husna, Waharjani. “Hukum Mengamalkan Hadist Dhaif Dalam Fadhail A’mal” dalam Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, Vol.10 No.02, Tahun 2022. h.267]

[2] Lukman A. Irfan. Sekolah Ramadhan. Yogyakarta: Dewan Masjid Indonesia Kapanewon Berbah Sleman DIY. 2021 M. Cet.k-1. h. 44

[3] Firanda Andirja. “Jumlah Rakaat Shalat Tarawih”. https://bekalislam.firanda.com/?p=10610. Diakses pada 23 Februari 2025.

[4] H.Rajab. Fikih Ramadhan Perspektif Hadis. Surabaya: Pustaka Aksara. 2022 M. Cet.k-1. h.12

[5] Al-Manhaj. “Hadits Shahih Tentang I’tikaf Rasulullah”. https://almanhaj.or.id/55012-hadits-shahih-tentang-itikaf-rasulullah-shallallahu-alaihi-wa-sallam.html. Diakses pada 23 Februari 2025.

Download Buletin klik di sini

Ramadhan Hari Pertama

Ramadhan Hari Pertama

Khairul Fahmi

 

Alhamdulillâh hari ini adalah puasa Ramadhan hari pertama bagi umat Islam. Datangnya bulan Ramadhan sedikit tidak akan memberi perubahan pola pada jam tidur dan jam makan, tentu hal ini memberi pengaruh tersendiri bagi sebagian kaum muslim. perubahan kondisi ini dapat diantisipasi sebagaimana dicontohkan oleh Rasûlullâh ﷺ, beliau memperbanyak puasa di bulan Sya’ban karena pada bulan ini amal ibadah manusia diangkat dan dihadapkan ke hadirat Allâh [1].

Salah satu hikmah dari disunnahkannya memperbanyak puasa di bulan Sya’ban adalah untuk melatih diri agar tidak kaget dengan perubahan yang biasanya tidak puasa, berubah menjadi harus puasa selama sebulan penuh.

Beberapa diantara kaum muslim masih ada yang menganggap puasa Ramadhan lebih wajib daripada shalat lima waktu, sehingga mereka menjalankan puasa Ramadhan namun meninggalkan shalat lima waktu, menganggap tidak berpuasa di bulan Ramadhan itu perbuatan tabu, namun tidak dengan meninggalkan shalat lima waktu. Anggapan ini tentu keliru, salah kaprah bahkan sesat pikir.

Sebagai muslim yang baik, harus memanfaatkan bulan Ramadhan untuk memperbanyak amal ibadah, baik ibadah wajib maupun ibadah sunnah. Puasa sebulan penuh bukanlah perkara mudah, keistiqomahan dalam mengisi keseharian dengan berbagai macam ibadah harus dirawat dan dijaga agar tidak kendor di akhir-akhir Ramadhan, sehingga perlu dipersiapkan sebaik mungkin.

Niat Tulus

Setiap ibadah dalam Islam, mensyaratkan hadirnya niat sebelum ibadah itu dikerjakan. adanya niat yang tulus untuk mengisi bulan Ramadhan untuk beribadah kepada Allâh ﷻ, dapat menjadi sebab datangnya taufik dan kemudahan dari Allâh ﷻ. artinya, ketika Allâh ﷻ mengetahui hambaNya berniat dengan tulus dan sungguh-sungguh untuk meraih kemuliaan dan keutamaan di bulan Ramadhan.

Adanya sebab ini, maka Allâh ﷻ akan memberi kemudahan dalam melakukan ketaatan dan berbagai ibadah di bulan Ramadhan, dimudahkan untuk menjalankan puasa secara maksimal, dimudahkan untuk shalat malam, dimudahkan untuk mengkhatamkan al-Qur’an selama Ramadhan, dimudahkan dan diringankan tangan untuk memperbanyak bersedekah serta ibadah-ibadah lainnya.

Jadi jangan sampai tidak menghadirkan niat yang tulus dalam setiap ibadah yang kita kerjakan. Menghadirkan niat dalam setiap ibadah kepada Allâh ﷻ, artinya kita menghadirkan perlindungan, pengawasan dari Allâh ﷻ, yang efeknya adalah kemudahan, kekhusyu’an dan keistiqomahan dalam beribadah.

Jaga Kesehatan Fisik

Sebagian besar ibadah dalam Islam mengandalkan kesehatan fisik, seperti shalat, haji, termasuk juga puasa. menahan lapar dan dahaga dari terbit matahari sampai terbenamnya matahari selama kurang lebih 13 jam, bahkan di beberapa negara sampai 17 jam. Hal ini tentu membutuhkan ketahanan fisik yang kuat. Apalagi puasa yang dilakukan bukan sehari atau dua hari saja, namun harus dilakukan selama sebulan penuh secara berturut-turut. Perlu kesehatan fisik yang kuat agar bisa memaksimalkan ketaatan dan ibadah kepada Allâh ﷻ sepanjang bulan Ramadhan. Sehatnya fisik dapat menjadi sebab kekhusyu’an, keistiqomahan dan kenikmatan dalam beribadah kepada Allâh ﷻ terutama selama bulan Ramdhan.

Allâh ﷻ memberikan keringanan bagi seorang muslim yang sakit atau dalam perjalanan untuk tidak berpuasa di hari tersebut dan mengganti puasa di hari-hari selain Ramadhan. Artinya, puasa itu butuh kesehatan fisik, jika fisik tidak kuat maka boleh tidak berpuasa pada hari tersebut dengan catatan harus mengganti puasa di bulan yang lain sebanyak yang ditinggalkan.

Allâh ﷻ berfirman,

فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى ٱلَّذِينَ يُطِيقُونَهُۥ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُۥ ۚ وَأَن تَصُومُوا۟ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu) memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al-Baqarah [2]: 184)

Buat Target Ramadhan

Tentukan target ibadahmu dengan maksimal di Ramadhan agar tidak termasuk orang-orang yang merugi. Misalnya Ramadhan tahun ini harus khatam (selesai) membaca al-Qur’an 1-2 kali selama Ramadhan, setiap hari memberi sedekah atau memberi makan orang yang berpuasa, i’tikaf di sepuluh akhir Ramadhan, dan mengikuti kajian-kajian keislaman. Target-target di Ramadhan ini akan menjadi pelecut dan penyemangat dalam mengisi hari-hari di Ramadhan secara maksimal.

Jangan jadikan Ramadhanmu hanya sekedar rutinitas tahunan, hanya menahan lapar dan dahaga saja dari pagi hingga petang, tanpa memaksimalkan ibadah dan ketaatan kepada Allâh ﷻ. Jika selama bulan Ramadhan hanya menahan lapar dan dahaga tanpa mengisi dengan ketaatan dan berbagai macam ibadah, yakinlah bahwa engkau termasuk orang yang merugi. Begitu banyak keutamaan yang ada di dalam bulan Ramadhan, tentu tidak berlebihan menyebut kaum muslim yang menyia-nyiakan bulan ini dengan orang yang merugi.

Kesimpulan

Akhir kata, bahwa ibadah puasa Ramadhan di hari pertama ini akan menjadi pembuka untuk amal ketaatan sampai akhir Ramadhan. Kemudian bagaimana agar tidak menjadi orang yang merugi dan sia-sia?

Pertama, dengan menanamkan dalam diri niat yang tulus dan sungguh-sungguh untuk memaksimalkan ketaatan dan beribadah di bulan Ramadhan. Kedua, menjaga kesehatan fisik, agar ibadah bisa dikerjakan dengan kondisi fisik yang prima karena kondisi fisik yang lemah dan sakit akan menyebabkan tidak bisa maksimal dalam beribadah di bulan Ramadhan. Ketiga, membuat target-target tertentu selama bulan Ramadhan.

Mari hiasi hari-hari kita di bulan Ramadhan dengan memperbanyak amal ibadah, sibukkan diri untuk melakukan ketaatan dan kebaikan kepada Allah. Ramadhan tahun ini harus lebih baik dan nikmat umur yang diberikan Allah harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Semoga kita diberi kemudahan dan keistiqomahan dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan ini.

Maraji’ :

[1] Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas, “Keutamaan Bulan Sya’ban”, https://almanhaj.or.id/14878-keutamaan-bulan-syaban.html#_ftn5. Diakses pada 18 Februari 2025.

Download Buletin klik di sini

Ramadhan Tiba, Pengeluaran Terencana, Ibadah Leluasa

Ramadhan Tiba, Pengeluaran Terencana, Ibadah Leluasa

Ahmad Maslahatul Furqan*

 

Bismillâh walhamdulillâh wasshalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâhi, waba’du.

Tak terasa bulan Ramadhan telah tiba. Tentunya, sebagai umat muslim patut bergembira akan datangnya bulan Ramadhan, kita sudah harus siap bekal materi dan non materi. Bekal non materi di bulan Ramadhan seperti bekal ilmu dan bekal amal. Sedangkan bekal materi merupakan bekal yang perlu mendapat banyak perhatian bagi kita. Bekal materi mencakup bekal fisik jasmani dan materi dalam hal ini uang.

Mengapa bekal materi perlu menjadi perhatian, karna seringkali masyarakat muslim pada Bulan Ramadhan melakukan banyak pengeluaran untuk belanja yang tidak terkendali. Pada Ramadhan tahun 2024 sebanyak 67% merencanakan untuk mengeluarkan seperempat THR untuk merayakan Ramadhan[1]. Laporan lain dari Jejak Pendapat (Jakpat) menyatakan bahwa 92% dari 1200 responden melakukan belanja untuk pakaian pada Ramadhan 2024, 77% dari responden juga menyatakan melakukan pengeluaran untuk Buka Puasa bersama. Meskipun 84% responden juga menyatakan melakukan pengeluaran untuk zakat, infaq dan sedekah[2].

Kedua data ini menunjukkan bahwa pengeluaran konsumtif masyarakat Indonesia pada bulan Ramadhan sangat tinggi. Secara makro, pengeluaran masyarakat yang tinggi akan memiliki dampak yang baik bagi perekonomian negara. Namun dari sisi individu, pengeluaran konsumtif yang berlebihan akan berdampak negatif pada keuangan keluarga dan rumah tangga. Selain itu, tingganya konsumsi dan belanja yang tidak diperlukan ini menjadi sebuah sifat boros yang tidak disukai oleh Allâh ﷻ. Allâh ﷻ mencela perbuatan membelanjakan harta secara boros, dalam Al-Qur’an dinyatakan Allâh ﷻ berfirman,

إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًا

Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS Al Isrâ [17]: 27).

Untuk menghindari perilaku boros, kita perlu mengelola dengan bijak pengeluaran pada bulan Ramadhan, berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam mengelola keuangan di bulan puasa:

  1. Membuat Anggaran Belanja

Kita perlu menentukan anggaran harian atau mingguan untuk kebutuhan berbuka puasa, sahur, dan belanja lainnya. Hal ini akan membantu untuk menghindari pemborosan yang tidak perlu. Selain itu, dalam menyusun anggaran belanja, prioritaskan kebutuhan yang lebih penting, seperti makanan dan keperluan ibadah, dibandingkan dengan hal-hal yang sifatnya sekunder atau tidak terlalu penting.

  1. Mengontrol Pengeluaran Makanan

Salah satu cara untuk mengentrol pengeluaran makanan adalah dengan mengurangi makan di luar yang biasanya lebih mahal dan masak di rumah sebanyak mungkin untuk berbuka dan sahur agar lebih hemat. Hindari pembelian makanan berlebihan (seperti takjil atau camilan) yang tidak terpakai atau hanya dibeli karena alasan sosial. Beli dengan bijak, sesuaikan jumlah makanan dengan kebutuhan keluarga agar tidak ada yang terbuang. Hindarilah pengeluaran untuk buka puasa bersama yang berlebihan, terlebih kegiatan buka puasa bersama lebih banyak mudharat seperti ghibah, tabdzir, bahkan sampai meninggalkan ibadah shalat, dibandingkan dengan manfaatnya.

  1. Berhemat dalam Penggunaan Energi

Bulan Ramadhan sering kali bertepatan dengan peningkatan konsumsi listrik, terutama karena penggunaan AC atau kipas angin. Aturlah penggunaan listrik dengan bijak untuk menghemat biaya bulanan selama Ramadhan.

  1. Menabung untuk Lebaran

Bulan Ramadhan juga merupakan waktu yang tepat untuk menabung persiapan Idul Fitri. Rencanakan anggaran untuk kebutuhan lebaran, seperti pakaian baru dan zakat fitri, agar tidak merasa terbebani dengan pengeluaran mendadak di akhir bulan.

  1. Beramal dan Sedekah Secara Rutin

Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah, dan beramal serta bersedekah menjadi salah satu amalan utama. Tentukan jumlah uang yang akan disedekahkan setiap hari atau setiap pekan sesuai kemampuan. Sebaiknya sedekah dilakukan sebelum berbuka, agar mereka yang menerima bisa langsung membelanjakan untuk kebutuhan berbuka puasa.

  1. Hindari Utang Konsumtif

Hindari membelanjakan uang untuk hal-hal yang tidak penting atau sekadar untuk kepuasan sementara. Utang konsumtif sebaiknya dihindari karena dapat membebani keuangan di masa depan. Pastikan untuk membayar utang yang ada tepat waktu agar tidak menambah beban selama Ramadhan.

  1. Memaksimalkan Potensi Penghasilan

Manfaatkan waktu luang di bulan Ramadhan untuk mencari pendapatan tambahan, seperti menjual menu ifthar atau menyediakan layanan antar makanan. Selain itu, mulailah belajar hal-hal baru yang dapat membuka peluang ekonomi di masa depan, namun jangan lupa bahwa tujuan utama Ramadhan adalah meningkatkan ibadah.

  1. Membeli Kebutuhan dengan Diskon atau Promo

Pada bulan Ramadhan, banyak toko yang memberikan diskon atau promo. Manfaatkan kesempatan ini untuk membeli barang kebutuhan yang penting, seperti bahan makanan atau pakaian lebaran. Namun, hindari tergoda untuk membeli barang-barang yang tidak dibutuhkan hanya karena diskon.

  1. Evaluasi Keuangan secara Berkala

Lakukan evaluasi pengeluaran setiap minggu untuk memastikan pengelolaan keuangan berjalan sesuai rencana. Hal ini penting untuk menghindari pemborosan yang tidak direncanakan dan memastikan pengeluaran tetap terkendali.

  1. Fokus pada Kualitas, Bukan Kuantitas

Ketika membeli barang pilihlah yang berkualitas dan sesuai kebutuhan, bukan sekadar karena murah atau diskon besar. Mengutamakan kualitas daripada kuantitas akan lebih bijak dan memberi manfaat jangka panjang.

Dengan adanya poin-poin ini, diharapkan kita dapat lebih bijak dalam mengelola keuangan selama bulan puasa. Hal ini tidak hanya akan membantu kita menghindari pemborosan, tetapi juga memberikan kesempatan untuk meraih keberkahan dan pahala lebih banyak dengan cara yang lebih terorganisir dan bijaksana. Dengan pengeluaran yang terencana di bulan puasa, kita dapat lebih tenang dan khusyuk dalam melakukan ibadah dan meningkatkan kualitas ibadah di bulan Ramadhan.

* Tenaga Kependidikan Universitas Islam Indonesia

Maraji’ :

[1] Apriliani, Jene.“Jelang Ramadhan Tingkat Belanja Masyarakat Naik, Benarkah?” https://momsmoney.kontan.co.id/news/jelang-ramadhan-tingkat-belanja-masyarakat-naik-benarkah. Diakses 17/02/25

[2] Rainer, Pierre.”Daya Beli Masyakarat RI Saat Ramadhan, Beli Pakaian Sekaligus Sedekah” https://goodstats.id/article/daya-beli-masyarakat-ri-saat-ramadhan-beli-pakaian-sekaligus-sedekah-ib7rn. Diakses 17/02/25

Download Buletin klik di sini

Menuju Ramadhan, Bulan Penuh Keutamaan

Menuju Ramadhan, Bulan Penuh Keutamaan

Abu Musa Agus Fadilla Sandi*

 

Bismillāhi wal ḥamdulillāh, waṣ ṣalātu was salāmu ‘alā rasūlillāhi, wa ba’du.

Marhaban Ya Ramadhan! Bulan Ramadhan akan segera tiba. Ramadhan adalah anugerah Allah yang selalu dinantikan. Para sahabat Rasulullah ﷺ menunjukkan betapa bahagianya memasuki bulan ini dengan saling memberitakan kepada sesama bahwa Ramadhan akan tiba. Begitupun para ulama salafus shalih yang dengan kerinduannya bermunajat jauh hari agar dapat disampaikan kepada bulan Ramadhan. Ma’la bin al-Fadhil v berkata, “Mereka (para salaf) berdoa kepada Allah selama enam bulan agar dapat mencapai bulan Ramadhan, dan mereka berdoa kepada Allah selama enam bulan agar diterima amal mereka.”[1]

Kerinduan dan kebahagian akan tibanya bulan Ramadhan tentu bukan tanpa sebab. Ini semua didasari kesadaran bahwa Ramadhan merupakan bulan yang sangat istimewa di dalam Islam. Allah ﷻ mengkhususkan bulan ini dengan banyak keutamaan di dalamnya, sehingga diharapkan para hamba-Nya dapat mengambil manfaat dan keberkahan dari padanya. Lalu, apa saja keutamaan dalam bulan Ramadhan?

 

Pertama, Bulan Puasa (Syahr Al-Shiyam)

Ramadhan adalah bulan yang di dalamnya disyariatkan ibadah puasa. Ibadah puasa pada bulan Ramadhan merupakan salah satu kewajiban dari rukun Islam. Allah ﷻ berfirman berkaitan dengan wajibnya ibadah puasa ini di dalam surah Al-Baqarah ayat 183 yang berbunyi,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 183)

Puasa merupakan ibadah yang sangat istimewa, karena Allah ﷻ mengkhususkan ibadah puasa itu untuk-Nya dan Allah ﷻ pula lah yang akan langsung membalasnya. Dari Abu Hurairah zberkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

قَالَ اللهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

“Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” (HR. Bukhari no. 1761 dan Muslim no. 1946)[2]

Kedua, Bulan Al-Qur’an (Syahr Al-Qur’an)

Ramadhan adalah bulan awal diturunkannya Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah ﷻ,

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan yang batil).…” (QS. Al-Baqarah [2]: 185).

Pada ayat yang lain, Allah ﷻ juga berfirman,

إِنَّآ أَنزَلْنَٰهُ فِى لَيْلَةِ ٱلْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatulqadar.” (QS. Al-Qadr [97]: 1)

Ibn Rajab berkata bahwa salafus shalih banyak membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan, baik dalam shalat maupun di luar shalat. Qatadah mengkhatamkan Al-Qur’an setiap tujuh malam, tetapi di bulan Ramadhan setiap tiga malam, dan dalam sepuluh hari terakhir setiap malam. Ibn al-Hakam berkata bahwa Imam Malik ketika memasuki bulan Ramadhan, meninggalkan pembelajaran hadits dan diskusi ilmu, beliau hanya fokus membaca Al-Qur’an. Sufyan ats-Tsauri juga meninggalkan semua bentuk ibadah lainnya di Ramadhan dan mengkhususkan diri membaca Al-Qur’an.[3]

Bulan Menegakkan Ibadah (Syahr Al-Qiyam)

Bulan Ramadhan identik dengan bulan ditegakkannya ibadah, baik wajib maupun sunah, sepanjang siang hingga malam. Ibadah yang ditegakkan pada malam hari seperti salat tarawih dan witir disebut dengan qiyam al-lail. Rasulullah ﷺ mendorong umatnya agar melaksanakan qiyam al-lail, sebagaimana riwayat dari Abu Hurairah z, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).[4]

Di sisi lain, di dalam bulan Ramadhan ini juga terdapat lailatul qadr yang keutamaannya melebihi ibadah seribu bulan. Allah ﷻ berfirman,

لَيْلَةُ ٱلْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ. سَلَٰمٌ هِىَ حَتَّىٰ مَطْلَعِ ٱلْفَجْرِ.

Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Rūḥ (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam) itu sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr [97]: 3-5).

Ketika seorang hamba mampu meraih malam mulia ini, maka sejatinya ia dapat memiliki pahala bahkan melampui usianya.

Bulan Kerahiman, Pengampunan, dan Pembebasan (Syahr Al-Rahmah wal Ghufrân wal ‘Itq)

Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh dengan rahmat, pengampunan, dan pembebasan dari neraka. Oleh karena itu, seorang muslim diharapkan menyadari pentingnya bulan ini dengan memanfaatkan setiap saatnya untuk beribadah dan berbuat kebajikan. Dengan demikian, semoga ia dapat meraih rahmat dari Rabb-nya, diampuni dosanya, dan dibebaskan dari neraka hingga.

Nabi ﷺ telah memberikan gambaran tentang betapa mulianya bulan Ramadhan ini melalui sabdanya berikut,

ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﺤِﻴﻢِ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (HR. Ahmad No. 385)[5]

Raihlah Keutaman dengan Kesungguhan!

Bulan Ramadhan dengan segala keutamaannya menjadi motivasi tersendiri bagi setiap muslim untuk berbahagia menyambut kedatangannya. Ramadhan adalah satu bulan yang telah Allah muliakan dengan menjadikannya sebagai bulan disyariatkannya puasa, bulan diturunkannya Al-Qur’an, bulan ditegakkannya ibadah dengan pahala berlimpah, pun sebagai bulan yang penuh kerahiman, pengampunan dan pembebasan.

Teruslah berdoa agar Allah menyampaikan kita pada bulan Ramadhan yang mulia. Satu bulan yang memiliki banyak keutamaan harusnya mendorong kita lebih memanfaatkan setiap masa bersamanya. Sebab, tidak ada yang tahu kapan lagi kita akan dapat bertemu! Semoga Allah membimbing kita dapat beribadah di dalamnya dengan kesungguhan, hingga nantinya meraih keutamaan yang dijanjikan. Allâhumma Âmîn.

Maraji’ :

* Pimpinan Ma’had Sabilul Qur’an (MSQ) Cibinong, Bogor

[1] Isma’il bin Muhammad al-Asbahani, At-Targhib wa at-Tarhib (Cairo: Dar al-Hadith, 1993), h. 354.

[2] “الدرر السنية – الموسوعة الحديثية – شروح الأحاديث,” dorar.net, diakses 23 Januari 2025. https://dorar.net/hadith/sharh/1608.

[3] Abū al-ʿAlāʾ Muḥammad ibn Ḥusayn ibn Yaʿqūb, Asrār al-Muḥibbīn fī Ramaḍān (Maktabat al-Taqwā wa Maktabat Shawq al-Ākhirah, 2005), h. 117.

[4] “الدرر السنية – الموسوعة الحديثية – شروح الأحاديث,” dorar.net, diakses 23 Januari 2025, https://dorar.net/hadith/sharh/1455.

[5] “الدرر السنية – الموسوعة الحديثية – شروح الأحاديث,” dorar.net, diakses 23 Januari 2025, https://dorar.net/hadith/sharh/92044.

Download Buletin klik di sini

Cara Melatih Dan Menamankan Sifat Sabar

Cara Melatih Dan Menamankan Sifat Sabar

Neneng Asaniyah, S.I.Pust.*

 

Mengelola Akal, Nafsu dan Hati

Sahabat Al Rasikh dimanapun berada, semoga senantiasa dalam lindungan Allâh ﷻ. Manusia merupakan makhluk paling sempurna di antara makhluk ciptaan Allâh ﷻ yang lain. Akal atau pikiran manusia merupakan kelebihan yang diberikan oleh Allâh ﷻ kepada manusia untuk berpikir. Sebagaimana firman Allâh ﷻ,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِىٓ ءَادَمَ وَحَمَلْنَٰهُمْ فِى ٱلْبَرِّ وَٱلْبَحْرِ وَرَزَقْنَٰهُم مِّنَ ٱلطَّيِّبَٰتِ وَفَضَّلْنَٰهُمْ عَلَىٰ كَثِيرٍ مِّمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Israa’ [17]: 70)

Selain akal, manusia juga memiliki nafsu. Hawa nafsu merupakan sebuah perasaan atau kekuatan emosional yang besar dalam diri seorang manusia. Sehingga hawa nafsu perlu dikelola dengan baik karena kalau tidak dikelola dengan baik akan menjadi petaka pada diri seseorang.[1]

Selain akal dan hawa nafsu, Allâh ﷻ telah menyempurnakan manusia dengan hati sebagai tolak ukur baik tidaknya jasad. Sebagaimana sabda Rasûlullâh ﷺ, dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ.

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Ibnu Rajab Al Hambali v mengisyaratkan bahwa baiknya amalan badan seseorang dan kemampuannya untuk menjauhi keharaman, juga meninggalkan perkara syubhat, itu semua tergantung pada baiknya hati. [2]

Hati merupakan pengikat atau pengendali nafsu dan akal. Apabila hati dapat dikendalikan dengan baik maka nafsu dan pikiran untuk berbuat tidak baik tersebut dapat terkandali. Tetapi apabila hati tidak dapat mengendalikan maka seseorang akan tetap akan melakukan perbuatan yang tidak baik. Manusia memiliki akal, nafsu dan hati yang harus dikelola dengan baik agar tercapai sifat sabar.

Sabar Jalan Keluarnya

Sabar adalah sebuah kata yang mudah diucapkan di lisan namun sulit diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena kehidupan manusia itu tidak akan pernah luput dari yang namanya ujian dan cobaan, oleh karena itu Allâh ﷻ memerintahkan kita untuk bersabar.[3]  Sabar adalah kemampuan seseorang untuk menahan diri atau mengendalikan diri dari segala keinginan, menerima ujian dengan tawakal, tenang serta tidak tergesa-gesa dalam rangka mencapai tujuan untuk mengharap ridha Allâh ﷻ.[4]

Sabar adalah suatu sikap menahan emosi dan keinginan, serta bertahan dalam situasi sulit dengan tidak mengeluh.[5] Sikap sabar perlu dilatih agar sikap sabar selalu tertanam pada diri seseorang.[6] Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali hal-hal yang harus kita sikapi dengan sikap sabar. Semakin besar keimanan seseorang, maka semakin besar sikap sabar yang ia miliki.

Allâh ﷻ berfirman,

وَٱلصَّٰبِرِينَ فِى ٱلْبَأْسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلْبَأْسِ ۗ أُو۟لَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا۟ ۖ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُتَّقُونَ

“Dan, orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan, mereka itulah orang-orang yang benar (imannya), dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 177).

Pada ayat ini disebutkan bahwa orang-orang yang bersabar itulah orang-orang yang bertakwa. Karena orang yang bertakwalah yang dapat menjalani kesempitan hidup, penderitaan dan yang selainnya dengan sabar. Setiap manusia hidup sudah pasti memiliki masalah yang harus dihadapi, baik masalah kecil ataupun besar.

Janji Allâh ﷻ bagi orang yang bertakwa jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapinya. Allâh ﷻ berfirman,

وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا. وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ.

Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3).

Sabar salah satu cara untuk menghadapi masalah yang sedang kita hadapi. Apabila kita sabar dalam menghadapi masalah, maka kita akan mendapat balasan kebaikan dari Allâh ﷻ tanpa batas.  Sikap sabar butuh latihan dan ilmu yang ditanamkan pada akal, nafsu dan hati kita.

Cara Melatih dan Menamankan Sifat Sabar

Berikut beberapa cara untuk melatih dan menanamkan sifat sabar pada diri kita:

  1. Menghadapi cobaan dengan tenang. Berusaha tenang ketika kita mendapat masalah dan tidak menyelesaikan masalah saat sedang kondisi emosional. Jangan mengambil keputusan terkait suatu masalah di saat marah, karena biasanya keputusan yang diambil tidak tepat. Keputusan akan lebih tepat jika kita ambil saat kita sudah merasa lebh tenang.
  2. Selalu berdoa agar diberikan kesabaran dalam setiap masalah dan mendekatkan diri kepada Allâh ﷻ. Tempat paling tepat untuk bercerita terkait masalah yang kita hadapi adalah kepada Allâh ﷻ. Kita harus selalu berdoa dan memohon dalam menyelesaikan suatu masalah hanya kepada Allâh ﷻ. Yakinlah bahwa Allâh ﷻ pasti akan membantu menyelesaikan masalah kita dan mengabulkan doa kita. Doa juga harus disertai dengan usaha agar apa yang menjadi masalah kita dapat diselesaikan dengan baik.
  3. Bijak menyikapi masalah yang ada. Apabila kita sedang mendapat masalah, sebaiknya kita cari dulu akar permasalahannya. Apabila kita sudah menemukan akar masalahnya, maka kita bisa mencari solusi masalah tersebut dengan tepat.
  4. Selalu bersyukur kepada Allâh ﷻ. Untuk menanamkan sifat sabar, kita juga harus selalu menanamkan rasa syukur kepada Allâh ﷻ. Dengan selalu bersyukur kepada Allah, maka hidup kita akan lebih tenang. Kita akan menyadari bahwa setiap manusia pasti memiliki permasalahan selama ia masih hidup. Apabila kita selalu bersyukur kepada Allâh ﷻ kita termasuk orang yang bertaqwa.

Demikian beberapa tulisan singkat tentang bagaimana melatih kesabaran dan menanamkan sifat sabar dalam menghadapi masalah hidup. Semoga kita semua selalu menjadi orang yang sabar yang akan membawa kita menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat.

* Direktorat Perpustakaan Universitas Islam Indonesia

Maraji’ :

[1] Amelia, A., Indrawayanti, R., & Soleh, A. “Perbandingan Akal, Nafsu, dan Qalbu Dalam Tasawuf” dalam Raudhah Proud To Be Professionals: Jurnal Tarbiyah Islamiyah, Vol. 8 No. 1. Tahun 2023. h.231-241.

[2] Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 210 dalam Muhmmad Abduh Tuasikal. “Jika Hati Baik.” https://rumaysho.com/3028-jika-hati-baik.html. Diakses pada 03 Februari 2025.

[3] Abu Sahla. Pelangi Kesabaran. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2017. Cet.k-1. h.xi

[4] Rita Setyani Hadi Sukirno. “Kesabaran Ibu Merawat Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)” dalam Journal of Psychological Perspective. Vol. 1 No. 1, Tahun 2019. h.1-13

[5] Wikipedia. “Sabar”  https://id.wikipedia.org/wiki/Sabar. Diakses pada 03 Februari 2025.

[6] Muhamad Naim. “Memupuk Kesabaran Dalam Menempuh Kehidupan” https://akuislam.com/tazkiyah/memupuk-kesabaran/. Diakses pada 03 Februari 2025.

Download Buletin klik di sini

Ramadhan Bulan yang Dinanti, Kesempatan yang Tak Terganti

Ramadhan Bulan yang Dinanti, Kesempatan yang Tak Terganti

Nizar Sadat*

 

Sahabat pembaca dimanapun berada, semoga selalu dalam lindungan dan keberkahan Allâh ﷻ. Tinggal menghitung hari menuju bulan suci, yaitu bulan Ramadhan, bulan yang selalu dinantikan oleh seluruh umat Islam di seluruh dunia. Bulan Ramadhan adalah bulan yang Istimewa untuk kaum muslimin, bulan ke-9 dari kalender hijriyah yang ditandai dengan kewajiban berpuasa bagi umat Islam, dan bulan ini sangat dipenuhi dengan keberkahan yang akan diberikan oleh Allâh ﷻ. Imam Ahmad dan Imam an-Nasa’i meriwayatkan sebuah hadits shahih dari Abu Hurairah z, suatu saat Rasûlullâh ﷺ memberikan kabar gembira kepada sahabatnya, beliau bersabda,

قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنَ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Sungguh telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Allah mewajibkan kepada kamu sekalian untuk berpuasa. Pada bulan itu pintu-pintu surga dibuka dan pintu neraka Jahanam dikunci, dan setan-setan dibelenggu. Pada bulan itu ada suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Maka siapa yang tidak berusaha untuk mendapatkan kebaikannya, maka luputlah semua kebaikannya.” (HR. Ahmad no. 8631)[1]

Lantas apa yang perlu dilakukan supaya tidak melewatkan kesempatan yang tak terganti?

Berdo’a agar Dipertemukan dengan Bulan Ramadhan

Seorang ulama dari kalangan tab’in Yahya bin Abi Katsir, bahwa beliau mengatakan, ‘Diantara doa sebagian sahabat ketika datang Ramadhan,

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلاً

Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.”[2]

Berdo’a dengan niat untuk melakukan segala perbuatan baik dan untuk meningkatkan kualitas diri agar bisa dipertemukan dan tidak melewatkan kesempatan yang Istimewa ini.

Bertaubat dan Membersihkan Diri

Bulan Ramadhan adalah bulan kebersihan dan kesucian, maka dari itu bertaubat dan membersihkan diri baik adalah salah satu yang perlu dilakukan. Allâh ﷻ berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang menyucikan/membersihkan diri”. (QS. Al Baqarah [2]: 222).

Membersihkan diri baik fisik dan hati adalah hal yang tidak bisa dipisahkan, keduanya saling berkaitan satu sama lain, oleh karena itu dengan bertaubat dan membersihkan diri dengan harapan bisa menjalankan ibadah Puasa dengan penuh ketaqwaan kepada Allâh ﷻ. Bertaubat adalah salah satu bentuk tanda Syukur totalitas seorang muslim dalam menghadapi Ramadhan. Allâh ﷻ berfirman,

وَتُوبُوٓا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (QS. An Nûr [24]: 31).

Mempersiapkan Ilmu tentang Puasa

Pada bulan Ramadhan, setiap muslim memiliki kewajiban untuk berpuasa dengan menahan lapar dan haus dari terbit fajar hingga terbenam matahari, tetapi banyak sekali orang yang menjalankan ibadah apapun tanpa mengetahui ilmu didalamnya dan hanya sekedar ibadah. Rasûlullâh ﷺ bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالعَطَشُ

Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thabrani).[3]

Dari hadits diatas maka sudah seharusnya kita mengetahui segala hal yang baik dilakukan dan yang tidak baik dilakukan, banyak cara yang bisa dilakukan untuk mencari dan mempelajari ilmu tentang puasa, dengan mengikuti kajian, bertanya kepada ulama, dan menonton ceramah agar ibadah yang dilakukan tidak sia-sia dan bisa mendulang pahala yang tidak terhingga. Dalam riwayat Muslim, dari Abu Hurairah z, Rasûlullâh ﷺ bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ

“Setiap amalan kebaikan anak Adam akan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali dari kebaikan yang semisal. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman (yang artinya), “Kecuali puasa, amalan tersebut untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena dia telah meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

Meningkatkan Ketahanan Mental dan Spiritual

Pada bulan Ramadhan ketahanan mental orang yang menjalankan puasa akan diuji dengan berbagai macam ujian yang mungkin sebelumnya tidak ditemui di bulan-bulan sebelumnya. Allâh ﷻ  berfirman,

إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dibalas dengan pahala tanpa batas.” (QS. Az Zumar [39]: 10).

Sabar adalah salah satu senjata dalam menjaga mental dan meningkatkan spiritual dibulan Ramadhan, banyak hal yang harus dijaga pada bulan Ramadhan, baik dari perkataan dan perbuatan, dan banyak juga yang bisa dilakukan dengan cara menjaga kualitas ibadah dan hubungan kepada Allâh ﷻ.

Dari Abu Hurairah, Rasûlullâh ﷺ bersabda:

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”. (HR. Ibnu Majah dan Hakim).[4]

Dengan memperkuat mental dan spiritual maka semakin kuat dan semakin baik untuk mengambil kesempatan yang tak akan terganti.

Para pembaca dimanapun berada, banyak sekali ladang pahala yang bisa diambil pada bulan Ramadhan, isi lah hari-hari sebelum bertemu bulan Ramadhan dengan amalan yang bermanfaat, bukan dengan perbuatan yang tidak bermanfaat, dan manfaatkanlah waktu menuju bulan Ramadhan sekaligus mempersiapkan agar tidak melewatkan kesempatan yang tak tergantikan.

Semoga Allâh ﷻ memberikan keberkahan dan petunjuk dalam menjalani kehidupan. Âmîn.

* Alumni FIAI UII

Maraji’ :

[1] HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/385). Dinilai Sahih oleh Al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad no. 8991.

[2] Ibnu Rajab. Lathaif Al-Ma’arif. h. 264.

[3] HR. Ath Thabrani dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shahih lighairihi –yaitu shahih dilihat dari jalur lainnya. https://rumaysho.com/469-jangan-biarkan-puasamu-sia-sia.html. Diakses pada 2 Februari 2025.

[4] HR. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shohihhttps://rumaysho.com/469-jangan-biarkan-puasamu-sia-sia.html. Diakses pada 2 Februari 2025.

Download Buletin klik di sini

Keistimewaan Sya’ban Yang Terlupakan

Keistimewaan Sya’ban Yang Terlupakan

Putut Sutarwan*

 

Pembaca Al-Rasikh yang berbahagia, saat ini kita sudah berada di bulan Sya’ban 1446 H[1]. Perlu kiranya memahami keutamaan bulan Sya’ban dan amalan apa saja yang dapat mendekatkan diri kepada Allâh ﷻ. Nama Sya’ban berarti “pemisahan”, disebut demikian karena orang-orang Arab pergi berpencar dan berpisah pada bulan ini untuk mencari air.[2]

Bulan Sya’ban menjadi penanda akan segera tibanya bulan Ramadhan. Bulan Sya’ban adalah salah satu bulan yang penuh berkah dalam kalender Islam, keberadaannya diapit oleh dua bulan mulia, yaitu Rajab dan Ramadhan, terkadang keutamaan di bulan Sya’ban sering terlupakan padahal bulan ini memiliki keutamaan yang sangat besar dan menjadi waktu yang tepat bagi umat Islam untuk mempersiapkan diri secara spiritual menyambut Ramadhan. Berikut keutamaan bulan Sya’ban:

Bulan Puasa Sunnah

Sya’ban adalah bulan yang disukai Rasûlullâh ﷺ untuk memperbanyak puasa sunah. Bahkan beliau hampir berpuasa satu bulan penuh, kecuali satu atau dua hari di akhir bulan saja agar tidak mendahului Ramadhan dengan satu atau dua hari puasa sunnah.

Dari Aisyah xberkata, “Aku tidak pernah melihat Rasûlullâh ﷺ melakukan puasa satu bulan penuh kecuali puasa bulan Ramadhan dan aku tidak pernah melihat beliau lebih banyak berpuasa sunah melebihi (puasa sunah) di bulan Sya’ban.”[3] (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

Dari Ummu Salamah xberkata, “Aku tidak pernah melihat Rasûlullâh ﷺ berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya’ban dan Ramadhan.” (HR. Tirmidzi no. 726, An-Nasai 4/150, Ibnu Majah no.1648, dan Ahmad 6/293)

Imam Ash-Shan’ani berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa Rasûlullâh ﷺ mengistimewakan bulan Sya’ban dengan puasa sunnah lebih banyak dari bulan lainnya.” (Subulus Salam Syarh Bulughul Maram, 2/239)

Maksud berpuasa dua bulan berturut-turut di sini adalah berpuasa sunah pada sebagian besar bulan Sya’ban (sampai 27 atau 28 hari) lalu berhenti puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan, baru dilanjutkan dengan puasa wajib Ramadhan selama satu bulan penuh.

Hal ini selaras dengan hadits dari Aisyah berkata, “Aku tidak pernah melihat beliau ﷺ lebih banyak berpuasa sunah dari pada bulan Sya’ban. Beliau berpuasa di bulan Sya’ban seluruh harinya, yaitu beliau berpuasa satu bulan Sya’ban kecuali sedikit (beberapa) hari.” (HR. Muslim no. 1156 dan Ibnu Majah no. 1710).[4]

Kedudukan puasa sunah di bulan Sya’ban dari puasa wajib Ramadhan adalah seperti kedudukan shalat sunah qabliyah bagi shalat wajib. Puasa sunah di bulan Sya’ban akan menjadi persiapan yang tepat dan pelengkap bagi kekurangan puasa Ramadhan.

Bulan Menyirami Amal-Amal Saleh

Di bulan Ramadhan kita dianjurkan untuk menyirami amal-amal saleh dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an, berdzikir, beristighfar, shalat tahajud dan witir, shalat dhuha, dan sedekah. Untuk mampu melakukan hal itu semua dengan ringan dan istiqamah (konsisten), diperlukan latihan dan pembiasaan diri. Di sinilah bulan Sya’ban menempati posisi yang sangat urgen sebagai waktu yang tepat untuk berlatih membiasakan diri beramal sunah secara tertib dan kontinyu.

Latihan dan pembiasaan diri ini bertujuan agar saat Ramadhan, kita bisa menjalani ibadah dengan penuh semangat dan keikhlasan. Tanaman iman dan amal saleh yang dirawat dengan baik sejak Sya’ban dan ditekuni selama Ramadhan insyâllâh membuahkan takwa yang sejati. Jadi, bulan Sya’ban bukan sekadar bulan biasa, melainkan waktu yang sangat penting untuk mempersiapkan diri menghadapi Ramadhan dengan optimal.

Abu Bakar Al-Balkhi v berkata, “Bulan Rajab adalah bulan menanam. Bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman. Dan bulan Ramadhan adalah bulan memanen hasil tanaman.” Beliau juga berkata, “Bulan Rajab itu bagaikan angin. Bulan Sya’ban itu bagaikan awan. Dan bulan Ramadhan itu bagaikan hujan.”[5]

Bulan Persiapan Menyambut Ramadhan

Bulan Sya’ban adalah bulan latihan, pembinaan dan persiapan diri agar menjadi orang yang sukses beramal saleh di bulan Ramadhan. Untuk mengisi bulan Sya’ban dan sekaligus sebagai persiapan menyambut bulan suci Ramadhan, ada beberapa hal yang selayaknya dikerjakan oleh setiap muslim.

Persiapan Iman. Bulan Sya’ban adalah waktu yang tepat untuk meningkatkan kualitas keimanan sebagai bekal menghadapi Ramadhan dengan memperkuat tauhid, mengingat kembali bahwa semua ibadah ditujukan hanya untuk Allah, sehingga hati lebih siap menjalani Ramadhan dengan penuh keikhlasan.

Persiapan Ilmu. Pemahaman yang benar tentang ibadah di bulan Ramadhan sangat penting agar ibadah dilakukan sesuai tuntunan syar’i, seperti (a) Mengetahui rukun, syarat, dan hal-hal yang membatalkan puasa agar ibadah menjadi sah dan sempurna. (b) Menyadari bahwa Ramadhan adalah bulan penuh rahmat, maghfirah, dan pembebasan dari neraka, sehingga termotivasi untuk beramal lebih baik. (c) Mengasah pemahaman terhadap ayat-ayat Al-Qur’an untuk mendapatkan manfaat spiritual yang lebih mendalam selama Ramadhan.

Persiapan Mental. Mental yang kuat dibutuhkan agar mampu menjalani ibadah Ramadhan dengan konsisten dan penuh semangat dengan cara: (a) Membangun rutinitas yang mendukung, seperti bangun lebih awal untuk qiyamul lail atau sahur sunnah di bulan Sya’ban. (b) Berlatih sabar dan menghindari sikap mudah marah atau emosi negatif, karena Ramadhan mengajarkan pentingnya menahan diri. (c) Menentukan tujuan pribadi di bulan Ramadhan, seperti khatam Al-Qur’an, memperbaiki akhlak, atau meningkatkan kualitas shalat.

Persiapan yang matang di bulan Sya’ban sangat penting agar setiap Muslim dapat menyambut Ramadhan dengan kondisi spiritual, intelektual, dan mental yang optimal. Dengan persiapan yang baik, insyâllâh kita bisa menjalani bulan Ramadhan dengan lebih bermakna dan penuh berkah.

Wallâhu a’lam bish shawab.

*Directorate of Facilities and Infrastructure Universitas Islam Indonesia

Maraji’ :

[1] https://kbbi.kemdikbud.go.id/Cari/Etimologi?eid=80514. Diakses 29 Januari 2025.

[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Syakban. Diakses 29 Januari 2025.

[3] Imam Bukhari, Shahih Bukhari, Daar Ibnu Katsir, Damaskus dan Beirut, th. 2002, Hal. 473 Hadis No. 1969

[4] https://pn-cilacap.go.id/index.php/en/beritapengumuman/seputar-pn-cilacap/636-keutamaan-dan-amalan-amalan-di-bulan-syaban. Diakses 29 Januari 2025.

[5] Ibnu Rajab. Lathaifu’l-Ma’arif. h. 138.

Download Buletin klik di sini

Sya’ban Telah Tiba

Sya’ban Telah Tiba

Al Katitanji

 

Waktu terus berjalan dan tak akan pernah kembali lagi. Rajab telah berlalu, tibalah Sya’ban dan akan menyusul Ramadhan, bulan yang istimewa dan penuh keberkahan di dalamnya. Sungguh beruntung orang yang mengisi hidupnya untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah ﷻ dan menjauhi kesyirikan terutama pada bulan-bulan yang mulia. Terus bersiap diri (isti’dad) menyambut bulan Ramadhan penuh berkah dan pahala besar dengan puasa dan amal shalih lainnya.

Penamaan Bulan Sya’ban

Saat ini kita berada di bulan Sya’ban (jawa: Ruwah), dinamakan bulan Sya’ban karena di saat penamaan bulan ini banyak orang Arab yang berpencar-pencar mencari air atau berpencar-pencar di gua-gua setelah lepas bulan Rajab. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan,

وَسُمِّيَ شَعْبَانُ لِتَشَعُّبِهِمْ فِيْ طَلَبِ الْمِيَاهِ أَوْ فِيْ الْغَارَاتِ بَعْدَ أَنْ يَخْرُجَ شَهْرُ رَجَبِ الْحَرَامِ

Dinamakan Sya’ban karena mereka berpencar-pencar mencari air atau di dalam gua-gua setelah bulan Rajab Al-Haram.”[1]

Sya’ban, Bulan Dinaikkan Amal Kebajikan

Inilah bulan dimana sebagian orang melalaikannya, seharusnya kita lebih bersemangat untuk beramal shalih karena pada bulan Sya’ban berbagai amal dinaikkan kehadapan Allâh ﷻ. Dari Usamah bin Zaid, beliau berkata, “Katakanlah wahai Rasûlullâh ﷺ, aku tidak pernah melihatmu berpuasa selama sebulan dari bulan-bulannya selain di bulan Syaban”. Rasûlullâh ﷺ bersabda,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasâ’i no. 2357).[2]

Seharusnya kesempatan mulia ini tidak disia-siakan oleh siapapun. Sya’ban sebagai start awal menyambut Ramadhan. Seorang ulama dari kalangan tab’in Yahya bin Abi Katsir v, bahwa beliau mengatakan, ‘Diantara doa sebagian sahabat ketika datang Ramadhan,

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً

Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.”[3]

Kita dapat mengisi hari-hari yang kita lalui di bulan Sya’ban dengan memperbanyak amal shalih tanpa harus membatasi, di antara amal shalih yang bisa kita lakukan adalah:

Perbanyak Puasa

Nabi ﷺ mengisi bulan Sya’ban dengan memperbanyak berpuasa sebagai persiapan menghadapi bulan Ramadhan. Bahkan Nabi ﷺ sendiri banyak berpuasa ketika bulan Sya’ban dibanding bulan-bulan lainnya selain puasa wajib di bulan Ramadhan.

Dari ‘Aisyah, beliau mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يَصُومُ. فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ.

Rasulullah biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

‘Aisyah juga mengatakan,

لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ ﷺ يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ

Nabi tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih banyak dari bulan Syaban. Nabi biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)

Dalam lafazh Muslim, ‘Aisyah mengatakan,

كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً.

Nabi biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya. Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156)

Dari Ummu Salamah, beliau mengatakan,

أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلاَّ شَعْبَانَ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ.

Nabi dalam setahun tidak berpuasa sebulan penuh selain pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Abu Daud dan An Nasâ’i).[4]

Sibukkan Baca Al Qur’an

Ternyata salaf memberi petunjuk pada kita untuk memperbanyak membaca Qur’an sejak dari bulan Sya’ban, bukan hanya di bulan Ramadhan. Sebagaimana bulan Ramadhan kita dituntunkan untuk sibuk dengan Al Qur’an, maka sebagai pemanasan aktivitas mulia tersebut sudah seharusnya dimulai dari bulan Sya’ban.

Salamah bin Kahîl berkata,

كَانَ يُقَالُ شَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ الْقُرَّاءِ.

Dahulu bulan Sya’ban disebut pula dengan bulan membaca Al Qur’an.”

Diriwayatkan bahwa ‘Amr bin Qois ketika memasuki bulan Sya’ban,

أَغْلَقَ حَانُوْتَهُ وَتَفَرَّغَ لِقِرَاءَةِ القُرْآنِ.

Beliau menutup tokonya dan lebih menyibukkan diri dengan Al Qur’an.[5]

Abu Bakr Al Balkhi berkata,

شَهْرُ رَجَبَ شَهْرُ الزَّرْعِ، وَشَهْرُ شَعْبَانَ شَهْرُ سُقْيِ الزَّرْعِ، وَشَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرُ حَصَادِ الزَّرْعِ

Bulan Rajab saatnya menanam. Bulan Sya’ban saatnya menyiram tanaman dan bulan Ramadhan saatnya menuai hasil.”

Abu Bakr Al Balkhi juga berkata,

مَثَلُ شَهْرِ رَجَبٍ كَالرِّيْحِ، وَمَثُل شَعْبَانَ مَثَلُ الْغَيْمِ، وَمَثَلُ رَمَضَانَ مَثَلُ اْلمطَرِ، وَمَنْ لَمْ يَزْرَعْ وَيَغْرِسْ فِيْ رَجَبٍ، وَلَمْ يَسْقِ فِيْ شَعْبَانَ فَكَيْفَ يُرِيْدُ أَنْ يَحْصِدَ فِيْ رَمَضَانَ.

“Perumpamaan bulan Rajab adalah seperti angin, bulan Sya’ban seperti awan yang membawa hujan dan bulan Ramadhan seperti hujan. Barang siapa yang tidak menanam di bulan Rajab dan tidak menyiraminya di bulan Sya’ban bagaimana mungkin dia akan memanen hasilnya di bulan Ramadhan.”[6]

Anjuran Membayar Zakat

Tujuan utama membayar zakat di bulan Sya’ban adalah agar orang miskin dan lemah bisa menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan tanpa harus terlalu pusing atau merasa susah dengan mencari makanan di bulan Ramadhan.[7]

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan,

رُوِيَ عَنْ بَعْضِ السَّلَفِ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا دَخَلَ شَعْبَانَ أَخْرَجُوْا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ تَقْوِيَةُ لِلضَّعِيْفِ وَالمِسْكِيْنِ عَلَى صِيَامِ رَمَضَانَ

Diriwayatkan bahwa sebagian salaf mengeluarkan zakat harta mereka di bulan Sya’ban dengan tujuan agar kaum miskin dan dhu’afa mampu menjalani ibadah puasa di bulan Ramadhan.”[8]

Zakat harta atau zakat mal adalah zakat yang dikeluarkan setiap tahun, sehingga apabila harta kita terus di atas nishab, maka kita bisa rutin mengeluarkan zakat tepat di bulan Sya’ban setiap tahun.

Dari ‘Aisyah, beliau berkata, “Aku telah mendengar Rasûlullâh ﷺ bersabda,

ﻻَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﻓِﻲْ ﻣَﺎﻝٍ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺤُﻮْﻝَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟْﺤَﻮْﻝُ

Tidak ada zakat pada harta sampai harta itu berlalu setahun lamanya.” (HR. Ibnu Majah, shahih).[9]

Akhirnya kita memohon kepada Allah, agar dikaruniakan pertolongan dan taufik-Nya. Ya Allah mudahkanlah kami beramal shalih di bulan Sya’ban, pertemukan kami dengan bulan Ramadhan dan terimalah amal-amal kami. Âmîn.

Maraji’ :

[1] Ibnu Hajar al Atsqalani. Fathul-Bâri IV/213, Bab Shaumi Sya’ban. Said Yai Ardiyansyah. “Optimalkan Ibadah di Bulan Sya’ban.” https://muslim.or.id/21581-optimalkan-ibadah-di-bulan-syaban.html. Diakses pada Kamis, 23 Rajab 1446/ 23 Januari 2025.

[2] Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.

[3] Ibnu Rajab. Lathaif Al-Ma’arif. h. 264.

[4] Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Muhammad Abduh Tuasikal. “Banyak Berpuasa di Bulan Sya’ban.” https://rumaysho.com/384-banyak-berpuasa-di-bulan-syaban.html. Diakses pada Kamis, 23 Rajab 1446/ 23 Januari 2025.

[5] Ibnu Rajab. Lathaifu’l-Ma’arif. h. 138.

[6] Ibid. h. 130.

[7] Raehanul Bahraen. “Anjuran Membayar Zakat di Bulan Sya’ban.” https://muslim.or.id/46434-anjuran-membayar-zakat-di-bulan-syaban.html. Diakses pada Kamis, 23 Rajab 1446/ 23 Januari 2025.

[8] Ibnu Hajar al Atsqalani. Fathul Bâri 13/311.

[9] Raehanul Bahraen. “Anjuran Membayar Zakat di Bulan Sya’ban.” https://muslim.or.id/46434-anjuran-membayar-zakat-di-bulan-syaban.html. Diakses pada Kamis, 23 Rajab 1446/ 23 Januari 2025.

Download Buletin klik di sini