Sikap Seorang Muslim Menghadapi Pemilu

Sikap Seorang Muslim Menghadapi Pemilu

Hamim Hasan Muslim

(Teknik Elektro 2023 FTI UII)

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.

Landasan Negara

Semenjak keruntuhan kekhalifahan Turki Utsmani, kaum muslimin terpecah menjadi negara-negara yang mayoritas muslim seperti saat ini. Negara-negara kecil yang tersebut kemudian memilih untuk menjalankan pemerintahannya sendiri. Ironisnya, kebanyakan dari negara negara tersebut sudah terdoktrin oleh kolonialisme yang dibawa oleh negara-negara eropa. Sistem pemerintahan yang akhirnya mereka jalankan tidak lagi berkiblat kearah Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi mengadopsi pemikiran pemikiran yang mereka anggap lebih modern seperti sosialisme, liberalisme, bahkan sekuler.

Negara tercinta kita Indonesia menganut sistem yang sama. Namun dengan landasan berupa Pancasila dan UUD 1945. Dimana setiap kegiatan dan program yang dijalankan oleh pemerintahan dan rakyat harus berlandasakan dua hal tersebut. Hal ini diperkuat dengan dekrit kepresidenan pada tanggal 5 Juli 1959 oleh presiden Soekarno bahwa Indonesia adalah negara demokrasi terpimpin yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.

Sebagai seorang muslim percaya bahwa landasan sistem pemerintahan yang terbaik berdasarkan nilai-nilai ajaran Islam. Seperti pemerintahan Islam yang pertama kali dibangun dan didirikan oleh Rasulullah ﷺ adalah tatkala beliau menetap di kota Yasrib, yang dikenal dengan negara atau pemerintahan Madinah. Sistem pemerintahan yang telah dirintis oleh Rasulullah ﷺ adalah berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah.

Sikap Dalam Pemilu

Yusuf Qardhawi v menyebutkan dalam bukunya yang berjudul fiqih negara bahwa terdapat beberapa kubu dalam kaum muslimin dalam menyikapi masalah ini. Ada kubu yang menganggap bahwa sistem selain kekhalifahan tidak boleh diikuti oleh seorang muslim. Ada yang memilih untuk berjuang demi kaum muslimin. Bahkan terdapat kubu extrem yang mengharamkan dan menentang sistem selain khilafah dibawah Al-Qur’an dan Sunnah.[1]

Sikap dari kubu-kubu tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya salah, tetapi juga tidak dapat dijatuhi sebagai sikap paling benar. Alasan utama yang membenarkan pemikiran tersebut antara lain adalah dalam sistem demokrasi Pancasila ini, suara seorang ulama yang disamakan dengan seseorang ahli maksiat. Padahal bobot suaranya seharusnya berbeda sekali. Jika kita melihat kebelakang pada zaman kekhalifahan Utsman, memang pada akhirnya dilakukan sebuah voting untuk menentukan pemimpin. Namun voting dan musyawarah tersebut hanya dilakukan oleh para sahabat yang dijamin masuk surga. Lewat pembenaran tersebutlah beberapa orang diantara kaum muslimin masih memilih untuk tidak berpartisipasi dalam pemilu.

Sebuah kaidah dalam ilmu fiqih berbunyi

إِذَا تَزَاحَمَتِ الْمَفَاسِدُ قُدِّمَ اْلأَخَفُّ مِنْهَا

Jika ada beberapa mafsadah (bahaya, kerusakan) bertabrakan, maka yang dipilih adalah mafsadah yang paling ringan.”[2]

Sistem pemilu memang tidak menggunakan sumber utama Al-Qur’an dan Sunnah sebagai landasan. Namun ketika hak memilih digunakan lalu terpilih pemimpin yang berintegritas, maka yang akan hadir adalah kemaslahatan. Sebaliknya, ketika hak suara kaum muslimin tidak digunakan, maka yang terjadi adalah terpilihnya pemimpin yang dapat merugikan kaum muslimin sendiri.

Dalam sebuah hadits juga dijelaskan tentang urgensi kepemimpinan dalam rombongan safar yang mempunyai akhlaq yang baik, akrab, dan punya sifat tidak egois. Juga mencari teman-teman yang baik dalam perjalanan. Adapun perintah untuk mengangkat pemimpin ketika safar adalah,

إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِى سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوا أَحَدَهُمْ

Jika ada tiga orang keluar untuk bersafar, maka hendaklah mereka mengangkat salah satu di antaranya sebagai ketua rombongan.” (H.R. Abu Daud, no. 2609).[3]

Artinya terlepas dari sistem yang tidak sesuai dengan syariat Islam, tetap diperlukan sosok pemimpin bagi ummat ini. Bahkan Syaikh Yusuf Qardhawi dalam fiqih Negara juga menyebutkan bahwa taat pada pemimpin yang dzalim lebih dianjurkan daripada terjadi perpecahan dalam ummat.[4]

Pendapat Syaikh Yusuf Qarhawi tersebut berlandaskan pada kisah Nabi Harun yang memimpin Bani Israil ketika Nabi Musa pergi untuk menerima wahyu selama 40 hari. Dimana Samiri yang berada di tengah tengah Bani Israil mengajak mereka untuk menyembah patung sapi. Nabi Harun menentang hal tersebut, namun terjadi sebuah penolakan dari kalangan Bani Israil. Pada akhirnya, dengan berat hati Nabi Harun memutuskan untuk membiarkan Samiri melakukan kemusyrikannya di tengah tengah Bani Israil. Keputusan tersebut dilakukan dengan mempertimbangkan bahwa jika kemaksiatan tersebut dibiarkan, maka Bani Israil akan tetap bersatu. Namun jika dilarang dengan paksa, maka akan terpecah belah. Dalam kondisi tersebut, persatuan jauh lebih diutamakan dibandingkan dengan perpecahan. Meskipun kondisi ummat tidak sesuai dengan standar keimanan.

Selain itu, sahabat Rasulullah ﷺ yang dijamin masuk surga Umar bin Al-Khattab juga pernah menyebutkan tentang hubungan antara ummat dengan pemimpin. Umar bin Al-Khattab berkata,

فَلَا دِينَ إِلَّا بِجَمَاعَةٍ، وَلَا جَمَاعَةَ إِلَّا بِإِمَامَةٍ، وَلَا إِمَامَةَ إِلَّا بِسَمْعٍ وَطَاعَةٍ

Tidak ada Islam melainkan jamaah (Bersatu), dan tidak ada jamaah kecuali dengan imamah (kepemimpinan), dan tidak ada kepemimpinan kecuali dengan keta’atan”. (H.R. Ad Darami, no. 257)[5]

Maknanya keislaman dalam diri seorang muslim tidak akan sempurna sampai dia ikut berjamaah Bersama kaum muslimin. Selanjutnya, dalam jamaah tersebut pastilah harus dimiliki seorang pemimpin. Kepemimpinan dalam ummat pun diperlukan dengan adanya keta’atan. Maka dapat disimpulkan bahwa pemimpin yang taat ditengah tengah ummat Islam adalah hal yang sangat penting terlepas dari sistem yang tidak sesuai syariat.

Islam adalah agama yang berlandasakan ilmu dan akal pikiran. Dalam konteks pemilu dengan sistem demokrasi pancasila ini, diperlukan sebuah pemikiran yang rasional dan membandingkan sikap mana yang paling baik.

Marâji’:

[1] Yusuf Qardhawi. Fiqih Negara. Jakarta: Robbani Perss. 2014 M. cet. ke-1.

[2] Admin. “Kaidah Ke-33: Jika Ada Kemaslahatan Bertabrakan, Maka Maslahat yang Lebih Besar Harus Didahulukan” https://almanhaj.or.id/4072-kaidah-ke-33-jika-ada-kemaslahatan-bertabrakan-maka-maslahat-yang-lebih-besar-harus-didahulukan.html. Diakses pada 27 Januari 2024.

[3] Admin Hidcom “Enam Dalil Memilih Pemimpin dalam Islam” https://hidayatullah.com/none/2016/03/22/91574/fiqh-kepemimpinan.html.Diakses pada 27 Januari 2024.

[4] Yusuf Qardhawi. Fiqih Negara. Jakarta: Robbani Perss. 2014 M. Cet. ke-1.

[5] Husein bin Muhammad bin Ali Jabir, M.A. Menuju Jama’atul Muslimin. Jakarta: Rabbani Perss. 2001 M. cet.ke-1.

Download Buletin klik disini

Hijrah Nan Berkah: Perbaikan Diri Dengan Spirit Qur‘ani

Hijrah Nan Berkah: Perbaikan Diri Dengan Spirit Qur‘ani

Agus Fadilla Sandi

Sekolah Tinggi Ilmu Ushuluddin Wadi Mubarak Bogor

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.

Pendahuluan

Sejatinya setiap orang mendambakan kehidupan yang berkah; kehidupan yang mendatangkan kebaikan dan kebermanfaatan.[1] Hanya saja tidak semua orang mengetahui upaya yang tepat dalam mewujudkan dambaannya tersebut. Kini, kita telah memasuki tahun baru, tentu semangat perubahan ke arah yang lebih baik kian menggebu. Tahun baru sering dinilai sebagai momen yang tepat untuk mengevaluasi pengalaman selama setahun yang lalu, sembari merencanakan hal yang lebih baik ke depan.

Islam senantiasa mendorong agar setiap orang memiliki semangat perbaikan dan mempersiapkan untuk masa depan. Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al-Hasyr [59]: 18).

Sayyid Quṭb dalam kitab Fi Ẓilāl al-Qur’ān menyatakan ayat di atas sebagai ungkapan yang luas, jauh melampaui kata-katanya. Tujuannya adalah agar setiap orang melihat apa yang telah dia lakukan untuk masa depannya.[2] Menyadari pentingnya akan hidup yang berkah dengan melakukan persiapan akan masa depan, maka hijrah termasuk amalan yang patut dilakukan. Sebab, berhijrah dapat menjadi bentuk refleksi dan kesempatan melakukan pembaruan diri.

Spiritualitas Qur’ani Memaknai Hijrah

Hijrah (الهجرة) dalam Al-Qur’an memiliki makna linguistik, yaitu meninggalkan dan berpisah; baik itu dengan tubuh, lisan, atau hati.[3] Terminologi hijrah juga sepadan dengan pengertian meninggalkan (الترك), memutus (القطيعة), dan atau keluar (الخروج). Meninggalkan berarti meninggalkan sesuatu di tempatnya tanpa kembali, atau pergi dari sesuatu. Memutus merupakan lawan dari menyambung, yaitu memisahkan diri dari sesuatu. Sedangkan keluar bermakna pergi dari suatu tempat ke tempat yang lain.[4]

Dalam Al-Qur’an terdapat dua pokok pikiran tentang hijrah; hijrah berpindah tempat dan hijrah mengubah amal. Pertama, hijrah tempat, yakni hijrah yang dilakukan seseorang untuk meninggalkan tempatnya yang semula berpindah ke tempat yang baru. Hijrah tempat ini lazim dilakukan dalam konteks, seperti: meninggalkan negeri kafir berpindah ke negeri muslim, meninggalkan tempat yang penuh praktik bid’ah beralih ke tempat yang dekat dengan amalan sunnah, dan berangkat ke suatu tempat untuk mencari karunia Allah ﷻ berupa ilmu maupun harta benda. Berkaitan hijrah tempat ini, Allah ﷻ berfirman,

هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ ذَلُولًا فَٱمْشُوا۟ فِى مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِۦ ۖ وَإِلَيْهِ ٱلنُّشُورُ

“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu dalam keadaan mudah dimanfaatkan. Maka, jelajahilah segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Hanya kepada-Nya kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Q.S. Al-Mulk [67]: 15)

Kedua, hijrah perbuatan, yaitu hijrah dengan memutuskan suatu amalan dan beralih melakukan amal yang baru. Hijrah perbuatan ini penting untuk perkara, sebagai berikut: memutuskan perbuatan dosa dan beralih kepada amal saleh yang berpahala, memutuskan hubungan dengan orang-orang yang membawa mudarat dan beralih kepada orang-orang yang mendatangkan manfaat. Sekaitan hijrah perbuatan tersebut, Allah ﷻ berfirman,

وَٱصْبِرْ عَلَىٰ مَا يَقُولُونَ وَٱهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا

“Bersabarlah (Nabi Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.” (Q.S. Al-Muzammil [73]: 10)

Strategi Hijrah Agar Hidup Berkah

Hidup yang berkah patut untuk diperjuangkan sebagaimana yang diajarkan dalam Al-Qur‘an. Hijrah membutuhkan strategi khusus supaya ikhtiar maju terus dan tidak terputus. Di antara inspirasi yang dapat diambil dalam mengatur strategi hijrah, antara lain: (1) senantiasa mengevaluasi diri (muhasabah) dengan bertanya, “Apakah amalanku bermanfaat untuk kehidupan akhirat?” (2) lakukan identifikasi hambatan yang selama ini mengganjal diri menjadi lebih baik! (3) tentukan target hijrah dalam makna tempat maupun perbuatan yang berpotensi menjadikan diri ini lebih baik di masa depan! (4) tata niat berbuat karena Allah, sesuaikan dengan amalan sunnah Rasulullah, seraya berharap menggapai rida Allah bukan justru mencari rida manusia.

Hijrah adalah perbuatan yang penuh tantangan. Dalam Al-Qur’an dikisahkan bagaimana beratnya hijrah Nabi Ibrahim yang harus meninggalkan ayah dan kaumnya karena menyekutukan Allah. Belum lagi lelahnya hijrah Nabi Musa dalam pengembaraan menuntut ilmu. Selain itu, bagaimana sulitnya perjalanan hijrah kaum muhajirin dan anshar. Kesemuanya itu membutuhkan pengorbanan yang besar, niat yang kuat, dan strategi yang tepat. Di balik beratnya cobaan berhijrah, selalulah berkeyakinan bahwa tidaklah Allah memberikan beban kehidupan pada seorang hamba, kecuali sesuai batas kemampuannya.

Penutup

Hijrah adalah sebuah tindakan besar yang penuh dengan kesulitan, kelelahan, dan pengorbanan. Tidak seorang pun dapat menjalankannya dengan benar kecuali mereka yang memiliki iman yang mengakar dalam hati mereka, dan keyakinan yang memenuhi jiwa mereka. Berhijrah penting dilakukan untuk menggapai hidup yang berkah. Tindakan ini dapat dengan mudah dilakukan ketika sesorang mengambil spirit dari Al-Qur’an.

Awal tahun baru ini hendaknya menjadi momentum perbaikan diri. Perbaikan dengan berhijrah agar kehidupan kita makin berkah. Hijrah dengan makna perpindahan ke tempat yang lebih baik maupun penggantian amal perbuatan yang lebih bermanfaat untuk kehidupan di dunia dan akhirat. Semoga Allah ﷻ memudahkan setiap ikhtiar kita dalam menunaikan hijrah nan berkah sebagai bentuk perbaikan diri dengan spirit Qur’ani. Wa Allâhu a’lam.[]

Marâji’:

[1] “Hasil Pencarian – KBBI VI Daring,” https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/berkah. Diakses pada Ahad, 7 Januari 2024.

[2] Sayyid Quṭb. Fi Ẓilāl al-Qur’ān. Al-Qāhira: Dār al-Shurūq – Bayrūt, 1992. h. 3531.

[3] Markaz Tafsīr lil-Dirāsāt al-Qur’āniyyah, Mawsū’at al-Tafsīr al-Mawḍū’ī li al-Qur’ān al-Karīm, Al-Ṭab’ah al-Ūlā. Ar-Riyāḍ: Markaz Tafsīr lil-Dirāsāt al-Qur’āniyyah, 2019. h. 87.

[4] Dirāsāt al-Qur’āniyyah. Mawsū’at al-Tafsīr al-Mawḍū’ī li al-Qur’ān al-Karīm. h. 88–89.

Download Buletin klik disini

Menjadi Lebih Baik dengan Resolusi 2024

Menjadi Lebih Baik dengan Resolusi 2024

Nizar Sadat

(Mahasiswa Pendidikan Agama Islam FIAI UII)

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Akhir tahun sering dikaitkan dengan resolusi untuk tahun yang akan datang dan refleksi yang dikaitkan dengan akhir tahun. Padahal sejatinya, refleksi dan resolusi bisa dilakukan di ujung malam sebeum tidur untuk refleksi, dan bangun tidur untuk resolusi di hari itu. Sebuah artikel yang ditulis oleh Hersfield berjudul future self-continuity: how conceptions of the future self transform intertemporal choice[1] di dalam artikel ini tertulis bahwa seseorang yang dapat melihat dan merencanakan sesuatu tentang dirinya di masa depan bisa dibayangkan seperti sedang melihat orang asing dan berjalan semakin jauh. Maka dari itu, jika kita memiliki tujuan yang telah direncakana dari jauh hari, maka kita juga yang perlu menanamkan hal itu pada diri kita agar tetap konsisten melakukan aksi untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan.

Lantas apakah resolusi ini perlu?

Sebagai manusia penting memiliki resolusi untuk menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya merupakan suatu tujuan yang perlu dilakukan, dan bukan suatu kerugian. Sebagaimana firman Allah ﷻ dalam al-Qur’an, 

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ ۗ

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S. ar Ra’d [13]: 11)

Dari firman diatas, Allah ﷻ sudah memberikan kunci bahwa jika ingin merubah maka harus dari diri sendiri yang bisa merubah itu. Awal tahun adalah momentum untuk seseorang memulai hari dengan harapan yang lebih baik dari tahun yang sudah dilalui, sering kali manusia sudah memikirkan apa saja yang akan dilakukan di tahun yang akan datang.

Cobalah untuk membuat resolusi di awal tahun 2024 dengan hal-hal yang sudah dilakukan sebelumnya agar semakin berkembang dengan baik. Maka dari itu ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menjadi seorang muslim yang bermanfaat untuk dunia akhirat sehingga dapat menjalankan tahun 2024 menjadi lebih baik dari tahun tahun sebelumnya.

  1. Memperdalam Iman dan Taqwa

Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah Al-Ghifari dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal Al-Anshari c bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,  

اِتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ.

Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada; iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (H.R. at-Tirmidzi, no.1987)[2]

Jadikanlah tahun ini sebagai momentum untuk memperbaiki diri, memperdalam iman dan taqwa, karena keimanan dan ketaqwaan adalah identitas sejati seorang muslim dan sebaik-baiknya bekal di dunia dan akhirat.

  1. Meningkatkan Kualitas Ibadah

Sebagai seorang hamba tentu harus memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas ibadah, dimulai dari shalat, membaca Al-Qur’an, dan ibadah lainnya. Mulailah dengan target harian yang bisa dilakukan dan tidak berat, karena yang terpenting adalah istiqamah.

Dari ’Aisyah x, beliau mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَدْوَمُهَا وَإِنْ قَلَّ

Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya.” (H.R. Muslim, no. 783)[3]

  1. Bersedekah

Dari Abu Dzar, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,

تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu.” (H.R. at-Tirmidzi, no. 1956)[4]

Jika pada tahun sebelumnya merasa kurang dalam hal bersedekah, maka mulailah dengan bersedekah di tahun ini dengan sedekah yang paling sederhana, bisa dimulai dengan berbuat baik kepada manusia, tersenyum kepada sesama manusia, sisihkan sebagian harta untuk sedekah dan lain-lain.

  1. Menjauhi Larangan Allah

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوْهُ، وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِيْنَ مَنْ قَبْلَكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلاَفُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ.

Aku telah mendengar Rasulullah  bersabda, “Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.” (H.R. al-Bukhari, no. 7288 dan Muslim, no. 1337)

Dari hadits diatas, sudah seharusnya sebagai manusia meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah ﷻ dan Nabi ﷺ, jika ditahun sebelumnya masih banyak mengerjakaln hal yang menyebabkan dosa, maka di tahun ini perlu memiliki tekad untuk meninggalkan dan tidak mendekatinya.

  1. Menjadi Pribadi yang Baik

Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah ﷺ bersabda,

المؤْمِنُ يَأْلَفُ وَيُؤْلَفُ وَلاَ خَيْرَ فِيْمَنْ لاَ يَأْلَفُ وَلاَ يُؤْلَفُ وَخَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ

Seorang mukmin itu adalah orang yang bisa menerima dan diterima orang lain, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bisa menerima dan tidak bisa diterima orang lain. Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (H.R. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awsath, no. 5949).[5]

  1. Lebih Bertanggung Jawab Terhadap Lisan dan Perbuatan

Allah ﷻ berfirman,

لَا خَيْرَ فِى كَثِيرٍ مِّن نَّجْوَىٰهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَٰحٍۭ بَيْنَ ٱلنَّاسِ ۚ وَمَن يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ٱبْتِغَآءَ مَرْضَاتِ ٱللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar.” (Q.S. An-Nisa’ [4]: 114)

Dari firman Allah ﷻ diatas, menjaga lisan adalah suatu kewajiban bagi setiap manusia, jadikan tahun ini menjadi tahun nol dalam ingkar janji, dan lengkapi dengan segala perbuatan baik.

Dari beberapa poin yang sudah disebutkan diatas, semoga bisa menjadi langkah awal untuk menjadi lebih baik di tahun 2024. Jadikan resolusi di tahun 2024 ini menjadi semangat dan istiqamah kita menjadi muslim yang lebih baik dan berguna bagi banyak orang.

Marâji’:

[1] Hersfield.  “Future self-continuity: how conceptions of the future self transform intertemporal choice.” 2011. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3764505/. Dikases pada 9 Januari 2024 M.

[2] Hadits Arba’in ke 18, hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi ia mengatakan haditsnya ini hasan dalam sebagian naskah disebutkan bahwa hadits ini hasan shahih. (at-Tirmidzi, no. 1987 dan Ahmad, 5:153. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Muhammad Abduh Tuasikal. “Takwa, Mengikutkan Kejelekan dengan Kebaikan, dan Berakhlak Mulia” https://rumaysho.com/19209-hadits-arbain-18-takwa-mengikutkan-kejelekan-dengan-kebaikan-dan-berakhlak-mulia.html. Dikases pada 9 Januari 2024 M.

[3] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 783, kitab shalat para musafir dan qasharnya, Bab Keutamaan amalan shalat malam yang kontinu dan amalan lainnya. Sumber https://rumaysho.com/550-di-balik-amalan-yang-sedikit-namun-kontinu.html. Dikases pada 9 Januari 2024 M.

[4] Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 1956, Ibnu Hibban, no. 474 dan 529, dll, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, dan dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani dalam “ash-Shahihah”, no. 572. Abdullah Taslim. “Keutamaan Tersenyum di Hadapan Seorang Muslim” https://muslim.or.id/3421-keutamaan-tersenyum-di-hadapan-seorang-muslim.html. Dikases pada 9 Januari 2024 M.

[5] Diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awsath, no. 5949. Syaikh Al-Albani menghasankan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 426). Sumber https://rumaysho.com/21196-raihlah-pahala-besar-dalam-amalan-mutaaddi.html. Dikases pada 9 Januari 2024 M.

Download Buletin klik disini

Menyelami Target Hidup

Menyelami Target Hidup

Nur Laelatul Qodariyah

(Alumni Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia)

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Setiap menit detik yang kita lewati mempunyai harapan maupun target yang akan kita tempuh di masa depan, begitu halnya target baru di awal tahun 2024. Oleh sebab itu menyelami target hidup di tahun 2024 adalah sesuatu hal yang perlu kita perbaharui. Tujuan utama kita hidup di dunia adalah beribadah hanya kepada Allah ﷻ, dengan berbagai aksesoris untuk mengekspor segala sesuatu yang telah diciptakan oleh Allah ﷻ.

Capek, lelah, dan semisalnya itu wajar karena dunia itu tidak ada apa-apanya. Isinya tidak melulu senang saja. Kesenangan disini hanyalah sementara. Kaya maupun miskin semua rasa itu sama nikmatnya, tidak ada bedanya. Kalau laper ya makan pasti rasanya nikmat walaupun makan nasi doang tidak ada bedanya dengan orang lain. Sama halnya dengan target dan harapan setiap orang, tidak ada bedanya. Semua orang di dunia ini diberi kesempatan untuk menggapai target maupun cita-citanya selagi berusaha dan berikhtiar. Oleh sebab itu setidaknya ada beberapa cara agar target yang kita perjuangkan bisa lebih matang lagi.

Berjuang Tanpa Harus Berisik

Mimpimu adalah bentuk caramu berfikir, bertindak dan mengelola. Oleh sebab itu tidak perlu memberitahukan mimpimu kepada orang lain. Suatu hal yang perlu kita jaga, Fokus dengan apa yang menjadi impian kita tidak perlu koar-koar tentang apa yang akan kita lakukan. Karena tidak semua orang senang dengan pilihan kita. Hancurlah sendiri Ketika gagal, jatuhlah sejatuh jatuhnya, libatkan Allahﷻ Ketika kau ingin memulai sesuatu. Jangan libatkan orang lain jika kau ragu dengan apa yang akan kau pilih. Karena orang lain tidak peduli dengan apa yang kita lakukan. Orang hanya akan melihat hasilnya tapi berbeda dengan Allah ﷻ yang selalu melihat dan menemani hambanya dalam setiap proses yang ditempuh.

Allah ﷻ berfirman,

هُوَ ٱلَّذِى جَعَلَ لَكُمُ ٱلْأَرْضَ ذَلُولًا فَٱمْشُوا۟ فِى مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا۟ مِن رِّزْقِهِۦ ۖ وَإِلَيْهِ ٱلنُّشُورُ

“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahi lah di segala penjurunya dan makanlah Sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (Kembali setelah) dibangkitkan” (Q.S. Al-Mulk [67]: 15).

Ingatlah selalu tentang janji Allah ﷻ, libatkan semua urusanmu, jika ingin nangis menangislah. Allah ﷻ yang menciptakanmu tidak mungkin meninggalkanmu. Mustahil Allah ﷻ meninggalkanmu kalau kau sendiri berusaha untuk dekat dengan-Nya. Ingat! Love Language Allah ﷻ itu berbeda dengan hambanya. Bisa jadi rasa sakitmu saat ini merupakan tanda kasih sayang-Nya. Setiap manusia yang lahir di muka bumi ini telah Allah ﷻ urus rezekinya.

Mengejar Sesuatu Tidak Harus Berlari

Mengejar tidak harus berlari, mencapai sesuatu tidak harus sekarang, semua orang mempunyai porsinya masing-masing. Targetmu saat ini simpan dan kejar semaksimal mungkin. Tidak usah takut karena mencoba itu tidak ada batasnya. Allah ﷻ sendiri yang akan mengaturnya untukmu. Jika memang kamu belum dapatkan dengan apa yang kamu inginkan. Itu tandanya memang bukan disitu tempatmu. Karena yang baik buat kamu belum tentu baik di mata Allah ﷻ

Rasulullahﷺ bersabda,

مَنْ أَنْعَمَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ نِعْمَةً فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُحِبُّ أَنْ يُرَى أَثَرُ نِعْمَتِهِ عَلَى خَلْقِهِ وَقَالَ رَوْحٌ بِبَغْدَادَ يُحِبُّ أَنْ يَرَى أَثَرَ نِعْمَتِهِ عَلَى عَبْدِهِ.

“Barangsiapa telah diberi nikmat oleh Allah, sesungguhnya Allah lebih suka tanda nikmatnya diperlihatkan kepada makhluknya. Rauh di Baghdad berkata, Tanda nikmatnya lebih suka diperlihatkan kepada hambanya” (H.R Ahmad, no.19087).[1]

Untuk Bisa Didengar Orang Tidak Perlu Berteriak

Ini saatnya kita untuk merubah mindset, tidak perlu mengemis-ngemis kepada orang lain. Apalagi berteriak agar bisa didengar orang lain. Usaha dan pertolongan akan datang kepada hambanya sekalipun ia tidak meminta. Manusia itu tempatnya kecewa, sebaik apapun pasti ada rasa untuk meminta timbal balik. Berbeda dengan Allah ﷻ, ketika Allah menjadikan segala yang ada di muka bumi ini seluruhnya untuk manusia.

Allah ﷻ berfirman,

هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَ لَكُم مَّا فِى ٱلْأَرْضِ جَمِيعًا

Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (Q.S. al Baqarah [2]: 29).

Sebuah ungkapan yang romantis hubungan antara tuhan dan hambanya jika hambanya bisa lebih dekat kepada sang penciptanya. Menjaga hubungan dengan sesama manusia memang penting namun menjaga hubungannya dengan Allah ﷻ jauh lebih penting.[2]  oleh sebab itu, Jaga keyakinanmu dengan Allah ﷻ disaat yang lain sibuk oleh duniannya sehingga melalaikan perintah-Nya.

Berhenti Untuk Berfikir Secara Berlebihan

Ingat sepotong besi bisa rusak karena karatnya sendiri, begitu halnya dengan manusia yang akan rusak dengan pikirannya sendiri. Berfikir tentang kecemasannya, masa depannya. Semua itu ada prosesnya masing-masing. Yang perlu kita lakukan adalah tenangkan ada Allah ﷻ yang senantiasa bersama kita. Kita perlu koneksi? Maka mintalah kepada Allah ﷻ satu-satunya koneksi yang kau dapatkan sehingga kau bisa terhubung dengan orang-orang yang bisa membantu kita. Bantuan itu datangnya dari Allah ﷻ lewat orang lain.

Allah ﷻ berfirman,

قَالَ مُوسَىٰ لِقَوْمِهِ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱللَّهِ وَٱصْبِرُوٓا۟ ۖ إِنَّ ٱلْأَرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ ۖ وَٱلْعَٰقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

“Musa berkata kepada kaumnya, “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) milik Allah; diwariskan-Nya kepada siapa saja yang dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.”  (Q.S. Al-A’raf [7]: 128).

Oleh sebab itu segala sesuatu yang berlebihan tidak baik. Termasuk memikirkan masa depan yang tidak ada habisnya. Karena masa depanmu adalah pilihanmu hari ini. Allah ﷻ tidak mungkin menghalang-halangi sesuatu yang baik. Namun kamu perlu memahami bahasa cinta dari tuhan kepada hambanya. Agar kamu tidak salah paham dengan keputusan dan takdir yang Allah ﷻ tetapkan untukmu. Wa Allâhu a’alam.

[1] Ensiklopedi Hadits, “H.R Ahmad no. 19087” Isnad Shahih menurut Syu’aib al-Arna’uth

[2] Fauzan Hidayat, “Hubungan Antara Seorang Hamba Dengan Rabb Dan Sesama Manusia” dikutip dari muslim.or.id, diakses pada hari senin, 8 Januari 2024

Download Buletin klik disini

Mengenali Diri Cara Terbaik Mengawali Tahun Yang Baru

Mengenali Diri Cara Terbaik Mengawali Tahun Yang Baru

Imaduddin Fadhlurrahman*

*Pengajar di Rumah Quran Liwaul Haq

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.

Pergantian tahun selalu identik dengan resolusi. Sebuah upaya untuk mewujudkan keingingan dan harapan yang hendak ingin dicapai di masa yang akan datang. Resolusi juga dapat berarti sebuah upaya pembaharuan diri demi menjadi manusia dengan versi yang lebih baik daripada sebelumnya. Mewujudkan kebiasaan yang baik dan meninggalkan kebiasaan yang buruk. Sebuah ungkapan yang familiar dan tidak asing terdengar yaitu ‘hari ini harus lebih baik daripada hari kemarin’.

Pesan dengan nada optimisme dalam pepatah tersebut ingin menyampaikan bahwa kita sebagai manusia harus selalu all out dan total dalam menjalani kehidupan di setiap harinya. Tidak hanya tergantung pada momen-momen tertentu saja. Artinya kita perlu untuk melakukan evaluasi atas apa yang sudah dikerjakan di hari kemarin. Bukan hanya mengacu satu tahun perjalanan kehidupan. Melainkan jauh lebih baik dan bijak jika itu dilakukan setiap hari.

Syeikh Ibnu Atho’illah dalam kitabnya yang berjudul Al-Hikam menuliskan ‘man asyraqat bidayatuhu, asyraqat nihayatuhu’ yang berarti ‘barangsiapa yang permulaannya baik, maka nanti hasil akhirnya juga akan naik’. Oleh karena itu, dalam memulai hari, selalu upayakan memulainya dengan hal-hal baik.[1]

Memulai tahun yang baru dengan membentuk dan menyusun resolusi merupakan ikhtiar untuk mengawali tahun dengan hal-hal yang baik. Namun, yang paling penting ialah tidak menggantungkannya hanya pada momen-momen tertentu semata. Sebagai seorang muslim, kita punya keyakinan bahwa setiap harinya harus diawali dengan permulaan yang baik.

Tidak Bergantung Momen

Jikalau kita hanya menggantungkan momen pergantian tahun baru untuk menjadi versi yang lebih baik dari kemarin sungguh kita termasuk merugi. Bukankah Allah ﷻ senantiasa turun dari Arsy ke langit dunia di waktu yang telah ditetapkan untuk memberikan seruan ilahi kepada hamba-Nya.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

يَتَنَزَّلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ ، مَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ ، وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ.

Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berkata: ‘Siapa yang berdoa pada-Ku, aku akan memperkenankan doanya. Siapa yang meminta pada-Ku, pasti akan Kuberi. Dan siapa yang meminta ampun pada-Ku, pasti akan Kuampuni’.” (H.R. al-Bukhari, no. 6321 dan Muslim, no. 758).

Tidaklah keliru apabila membuat resolusi tiap kali tahun berganti. Namun, hal itu harus dibarengi dengan upaya dari kita untuk terus berbenah dari hari ke hari untuk menjadi manusia yang lebih baik.

Kita tidak boleh memiliki pikiran bahwa anugerah Allah ﷻ akan datang bersamaan tibanya momen-momen khusus seperti tahun baru. Jika momen tertentu datang, kita akan menjadi semangat, tekun dan penuh harapan. Sebaliknya, jika momen itu tidak kunjung datang, kita akan tetap malas, lemah, dan putus harapan. Cara pandang seperti ini keliru dan tidak boleh bagi seorang muslim.

Manakala kita senantiasa berprasangka baik atas diri kita dalam memandang masa depan, maka Allah ﷻ akan senantiasa bersama kita. Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda, dari Abu Hurairah dia berkata, Nabi ﷺ bersabda,

يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ في نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَىَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً.

Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku tergantung persangkaan hamba kepadaKu. Aku bersamanya kalau dia mengingat-Ku. Kalau dia mengingatku pada dirinya, maka Aku mengingatnya pada diriKu. Kalau dia mengingatKu di keramaian, maka Aku akan mengingatnya di keramaian yang lebih baik dari mereka. Kalau dia mendekat sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta. Kalau dia mendekat kepada diri-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Kalau dia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dengan berlari.” )H.R. al-Bukhari, no. 7405 dan Muslim, no. 2675).[2]

Mengenali Diri

Sungguh mengesankan apabila kita terus menata diri dari waktu ke waktu. Melakukan upaya perbaikan dan pembaruan merupakan salah satu bentuk nyata untuk mengaktualisasikan diri kita. Aktualisasi diri (self actualization) merupakan upaya mencapai kebutuhan dengan menggunakan semua kemampuan yang dimiliki. Artinya aktualisasi diri merupakan kemampuan seseorang untuk menjadi versi terbaik dari dirinya.

Syeikh Al-Ghazali mengatakan jika aktualisasi diri terbaik dimulai dengan mengenali diri sendiri. Dalam kitabnya yang berjudul Kimiya’u al-Sa’adah, Al-Ghazali berkata ‘Sesiapa saja yang mengenal dirinya, dialah yang akan meraskan kebahagiaan yang sejati.’ Kuncinya adalah mengenali diri sendiri.[3]

Tentu saja dalam upaya mengenali diri sendiri, kita harus melihatnya dengan menggunakan bingkai agama. Sangat ironi apabila kita ingin memulai lembaran baru dan kehidupan yang lebih baik tapi tidak menghadirkan Allah ﷻ yang senantiasa membentangkan sayap-sayap cinta dan kerinduan.

Sesungguhnya perjalanan kita sebagai manusia menunjukkan bahwa Allah ﷻ yang menciptakan kita semata-mata untuk memuliakan-Nya, bukan untuk merendahkan-Nya. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman,

وَلَقَدْ مَكَّنَّٰكُمْ فِى ٱلْأَرْضِ وَجَعَلْنَا لَكُمْ فِيهَا مَعَٰيِشَ ۗ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ. وَلَقَدْ خَلَقْنَٰكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَٰكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلَٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟ إِلَّآ إِبْلِيسَ لَمْ يَكُن مِّنَ ٱلسَّٰجِدِينَ.

Dan Sungguh, Kami telah menempatkanmu di bumi dan di sana Kami sediakan sumber penghidupan untukmu. Tapi, sedikit sekali kamu bersyukur. Dan sungguh Kami telah menciptakanmu, lalu membentuk tubuhmu, kemudian Kami berfirman kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu pada Adam.” (Q.S. Al-A’raf [7]: 10-11)[4].

Agama merupakan asupan makanan bagi jiwa kita untuk senantiasa menjaga kelangsungan hidup dan eksistensi sebagai seorang muslim. Maka, di tahun yang baru ini, kita harus lebih mengenal diri kita. Dengan begitu kita akan mengerti untuk apa Allah menciptakan kita di dunia. Tentu dengan senantiasa menghidupkan ajaran-ajaran Islam dalam setiap upaya mengenali tersebut. Karena sebagai seorang muslim kita punya keyakinan bahwa semua kesempatan adalah waktu terbaik untuk terus memperbaiki dan memperbarui diri.

Marâji’:

[1] M. Hilmy Daffa “Resolusi Tahun Baru; Momentum Aktualisasi Diri”. https://mading.id/perspektif/resolusi-tahun-baru-momentum-aktualisasi-diri/. Diakses 29 Desember 2023

[2] Muhammad Al-Ghazali. Perbarui Hidupmu Petunjuk Islam Untuk Hidup Lebih Tentram dan Bahagia, Terj. Taufik Dimas dan Zaenal Arifin. Jakarta: Zaman, 2013.

[3] Fahruddim Faiz. Filsafat Kebahagiaan Dari Plato, via al-Farabi dan Al-Ghazali, Sampai Ki Ageng Suryomentaram Bandung: Mizan, 2023.

[4] Muhammad Al-Ghazali. Perbarui Hidupmu Petunjuk Islam Untuk Hidup Lebih Tentram dan Bahagia, Terj. Taufik Dimas dan Zaenal Arifin. Jakarta: Zaman, 2013.

Download Buletin klik disini