OBAT HATI YA AL-QUR’AN!

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hari mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingat-
lah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”. (QS al-Ra’d [13]: 28)

Beberapa waktu yang lalu bulan Ramadhan telah meninggalkan kita, yang mana dalam bulan
tersebut banyak keistimewaan didalamnya. Diturunkannya al-Qur’an di bulan Ramadhan merupakan
salah satu bukti ke istimewaan bulan Ramadhan. Dibulan yang suci itu pula terbentuk sebuah kebiasaan
yang sangat menakjubkan, yaitu hampir setiap orang Muslim berlomba-lomba mengkhatamkan al-Qur’an
di bulan tersebut.
Sebab itu setiap waktu dan kesempatan selalu digunakan untuk membaca al-Qur’an. Dengan satu
keinginan dan tujuan yaitu agar sebelum lebaran tiba sudah khatam membaca al-Qur’annya. Walau
pastinya banyak godaan ketika menjalaninya bahkan semangat pun sering surut, perut lapar atau bahkan
kekenyangan sering menjadi kendala dan godaan.
Dalam prosesnya memang terkadang niat hati kita sering melenceng ketika membaca al-Qur’an,
apalagi ketika ada yang menanyakan “sudah berapa juz baca al-Qur’annya?”. Namun hal tersebut
merupakan hal yang lumrah terjadi karena itu merupakan proses pembelajaran bagi diri kita, asalkan kita
terus berusaha meluruskan niat awal yaitu mendapatkan ridha dari Allah  semata.
Hari demi hari pun berlalu, tak terasa sebulan telah kita lalui, takbir pun berkumandang di segala
penjuru. Tentu yang kita rasakan adalah kebahagiaan telah berhasil menjalankan ibadah puasa sebulan
lamanya. bahagia juga dirasakan karena dapat merayakan hari kemenangan dari segala yang telah kita
lakukan dan hadapi selama bulan Ramadhan berlangsung.

Setelah semua itu berlalu kita pun kembali pada kesibukan kita masing-masing seperti
sebelumnya, entah itu kerja, belajar, berkarya dan sebagainya. Disaat seperti ini lah kita sering terlupakan
pada kebiasaan yag telah kita lakoni selama sebulan disaat Ramadhan, seperti halnya membaca al-Qur’an
disetiap waktu dan tempat.

Ramadhan adalah Sekolah

Perlu kita sadari bersama bahwa bulan Ramadhan bukan hanya bulan yang istimewa, namun
mempunyai makna dan efek lebih dari sebuah kata tersebut. Kalau kita mencoba memikir lebih dalam
tentang bulan Ramadhan, disaat berlangsungnya bulan tersebut maka banyak amalan yang dilakukan
secara rutin, kemudian rutinitas tersebut menjadi sebuah kebiasaan.

Begitu pula disaat kita berada disebuah sekolah banyak kebiasan yang dilakukan secara
berulang-ulang saat mendidik kita selama berada disekolah tersebut. Tujuan dari itu semua tidak lain agar
kita menjadi terbiasa dengan apa yang di amalkan semasa bersekolah. Demikian dapat kita ibaratkan
bahwa bulan Ramadhan seperti sebuah sekolah.

Salah satu kebiasaan yang kita pelajari dan lakoni ketika Ramadhan yaitu membaca al-Qur’an.
Sehingga perlu kita jaga dan teruskan kebiasaan baik yang telah kita lakukan ketika Ramadhan beberapa
waktu yang lalu. Hal ini perlu terus kita ingat karena tidak sedikit dari kita ketika kembali kepada
kesibukannya diluar Ramadhan maka kita sering lupa dengan kebiasaan baik seperti membaca al-Qur’an.
Walau memang ada diantara kita yang sangat minim waktu kosong atau luangnya disetiap
harinya. Namun segalanya dapat disiasati ketika telah ada niat dan kemauan untuk melaksanakannya.
Salah satu tips bagi kita yang sangat sibuk, kita bisa mengambil sedikit waktu membaca al-Qur’an
sebelum shalat subuh atau sesudah shalat subuh karena pada waktu itu sangat baik untuk meningkatkan
konsentrasi dan menjernihkan pikiran.
Selanjutnya kalaupun kita terlalu tergesa-gesa di pagi hari atau tidak ada waktu luang, kita bisa
menggunakan waktu jam istirahat kerja atau ketika selesai shalat fardhu. Dan ada satu waktu lagi yang
sangat bagus yaitu ketika kita ingin tidur, mungkin bagi sebagian orang ini merupakan hal yang sulit tapi
kalau kita mencoba dan membiasakannya ini merupakan rutinitas yang menyenangkan dan menenangkan
bagi hati dan pikiran.

Berapa ayat pun yang dibaca tetap bernilai ibadah, bahkan satu huruf pun tetap bernilai
ibadah.

Abdullah bin Mas’ud  berkata: “Rasulullah  bersabda: “Siapa yang membaca satu huruf dari Al Quran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10
kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan الم satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf
dan Miim satu huruf.” (HR Tirmidzi)

Akan lebih bagus lagi disetiap kesempatan kita dapat mendengarkan lantunan ayat suci al-Qur’an,
karena hal tersebut bukan hal yang mustahil di tengah perkembangan teknologi seperti saat ini.
Jadi pada intinya ketika takbir kemenangan berkumandang bukan berarti juga sebagai akhir kita
melakukan rutinitas atau amalan baik selesai atau berhenti sampai disitu saja. Namun itu merupakan garis
awal kita untuk melihat hasil dari pendidikan sekolah Ramadhan selama sebulan lamanya, yang mana hal
tersebut akan kembali diperbaiki di Ramadhan berikutnya.

Satu pesan penting yang perlu kita perhatikan lagi bagi kita yang belum mengkhatamkan al-
Qur’an ketika bulan Ramadhan bukan berarti kita gagal. Karena perlu kita ingat yang dinilai bukan berapa kali khatamnya namun niat dan seberapa banyak kita telah membaca al-Qur’an dan mengingat-Nya.

Manfaat Membaca Al-Qur’an

Sering kita dengar al-Qur’an adalah obat (terutama obat hati), al-Qur’an pun juga sebagai
tuntunan hidup. Namun pernahkah kita berusaha mencari lebih banyak apa saja manfaat dari al-Qur’an
ketika kita membacanya. Karena semakin banyak kita tahu akan kebaikan sesuatu maka kita akan menjadi
lebih cinta.

Lebih baik lagi kita mengamalkan apa yang terkandung dalam al-Qur’an agar dapat
membuktikan manfaat dari apa yang disampaikan di dalam al-Qur’an. Dengan cara memahaminya secara
detail dan rinci dari memahami bahasanya, cara bacanya sampai tafsirnya. Sungguh indah ketika kita
dapat menghayati setiap isinya dan mendengarkan setiap baitnya.
Untuk menambah motivasi kita, perlu kita ingat bahwa telah diriwayatkan oleh Muslim bahwa
dari Abi Umamah ,

Ia berkata: “aku mendengar Rasulullah  bersabda, ‘bacalah olehmu al-Qur’an,
sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafaat pada hari kiamat bagi para pembacanya
(penghafalnya)”.

Selain itu banyak manfaat dari membaca al-Qur’an yang dapat kita dapatkan, beberapa darinya
yaitu:

1) Menjadi manusia yang baik. Sesuai dengan apa yang telah ditegaskan oleh Rasulullah  bahwa,
“Sebaik-baiknya kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan yang mengajarkannya (HR Bukhari).

2) Memberikan ketenangan dan kedamaian. Sebagaimana firman Allah  dalam surah al-Ra’d
ayat 28, yang artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hari mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingat-lah hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS al-Ra’d [13]:
28).

3) Mendapatkan derajat yang lebih tinggi. Sesuai dengan hadits Rasulullah  yang berbunyi,
“Orang yang ahli dalam al-Qur’an akan bersama dengan para malaikat pencatat yang mulia lagi taat.
Dan orang yang terbata-bata membaca Al-Qur’an dan dia berusaha payah mempelajarinya, maka
baginya dua pahala.” (HR Bukhari)”.

4) Mendapatkan sakinah, rahmat, serta dinaungi para malaikat, yang mana hal-hal tersebut
berdasarkan dari hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, yang berbunyi, “tidaklah suatu kaum berkumpul
disuatu masjid-masjid Allah, mereka membaca al-Qur’an dan mempelajarinya kecuali akan turun kepada
mereka ketentraman, mereka diliputi dengan rahmat, malaikat mengelilingi mereka dan Allah menyebut-
nyebut mereka dihadapan makhluk yang ada disisi-Nya”

5) Mendapatkan syafa’at pada hari kiamat. Hal ini didasarkan kepada hadits Nabi  yang
diriwayatkan oleh Muslim yang berbunyi, “bacalah A-Qur’an! Sesungguhnya ia pada hari kiamat akan
datang memberikan syafa’at kepada pembacanya”(HR Muslim)

6) Membaca al-Qur’an bagaimanapun akan mendatangkan kebaikan. Aisyah meriwayatkan bahwa
Rasulullah  bersabda: “Seorang yang lancar membaca Al Quran akan bersama para malaikat yang
mulia dan senantiasa selalu taat kepada Allah, adapun yang membaca al-Quran dan terbata-bata di
dalamnya dan sulit atasnya bacaan tersebut maka baginya dua pahala” (HR Muslim).

Demikian beberapa manfaat yang akan kita dapatkan ketika kita terus dan terus membaca dan
mempelajari al-Qur’an tanpa henti. Oleh karena itu jangan berhenti sampai diakhir Ramadhan saja amalan
membaca al-Qur’an tersebut, namun di hari-hari biasa ini mari kita jadikan menjadi hari yang istimewa
pula dengan menghiasinya dengan membaca al-Qur’an.
Masih banyak manfaat dan keistimewaan dari para pembaca dan orang-orang yang mempelajari
al-Qur’an. Mari kita jadikan al-Qur’an menjadi ruh dalam diri kita, yang mana segala perkataannya dan
perbuatannya selalu berlandaskan dan didasari oleh al-Qur’an dan selalu menenteramkan hati.

Mari kita bersama-sama mempelajari al-Qur’an tanpa lihat batas umur dan waktu. Dimana ada
kemauan disana pasti ada jalan, semoga dengan sedikit tulisan ini kita dapat saling mengingatkan dan
menjadi orang yang lebih baik, amin ya Rabb.[]

Husnan Budiman
PAI FIAI UII

Mutiara Hikmah
Abdullah bin Abbas  berkata, “Allah telah menjamin bagi siapa yang mengikuti al-Qur’an, tidak akan
sesat di dunia dan tidak akan merugi di akhirat”, kemudian beliau membaca ayat: (artinya) “Lalu barang
siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka”. (QS Thâhâ [20]: 123)
(Atsar shahih diriwayatkan di dalam kitab Mushannaf Ibnu Abi Syaibah).

MALAM LAILATUL QADAR

إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةِ ٱلۡقَدۡرِ ١  وَمَآ أَدۡرَىٰكَ مَا لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ ٢  لَيۡلَةُ ٱلۡقَدۡرِ خَيۡرٞ مِّنۡ أَلۡفِ شَهۡرٖ ٣ تَنَزَّلُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ وَٱلرُّوحُ فِيهَا بِإِذۡنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمۡرٖ ٤  سَلَٰمٌ هِيَ حَتَّىٰ مَطۡلَعِ ٱلۡفَجۡرِ ٥

Sungguh Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan (lailatul qadar). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar

(QS. al-Qadar [97]: 1-5).

Saat ini, satu hal yang paling layak kita syukuri adalah kenyataan bahwa kita masih diberi umur panjang oleh Allah . Sehingga kita masih bisa menikmati bulan Ramadhan di sisa sepuluh hari terakhir ini. Dengan nikmat tersebut, kita oleh Allah diberi kesempatan untuk terus memperbaiki amal ibadah dan, yang lebih membahagiakan lagi adalah kesempatan untuk  mendapatkan malam lailatul qadar. Adakah nikmat yang lebih besar dari hal tersebut saat ini, mengingat kelalaian dan dosa-dosa yang telah kita perbuat?

Sebagaimana telah kita ketahui, bahwa sepuluh malam atau sepertiga terakhir bulan Ramadhan adalah saat-saat yang sangat istimewa, penuh dengan rahmat yang tak terbatas dari Allah . Di dalamnya terdapat malam yang sangat mulia dan dirindukan oleh semua umat Muslim, yaitu malam lailatul qadar. Malam tersebut sangat istimewa karena nilai dari malam tersebut lebih baik dari seribu bulan. Akan tetapi, kebanyakan dari kaum Muslim sekedar hanya merindukan bertemu dengan malam lailatul qadar saja, namun tidak melakukan apa-apa. Salah satu penyebabnya barangkali adalah kurangnya ilmu dan pemahaman mereka mengenai apa dan bagaimana malam lailatul qadar tersebut, serta apa saja keutamaannya. Dalam tulisan ini, akan dijelaskan beberapa hal berkaitan dengan malam lailatul qadar.

Keutamaan Lailatul Qadar

Malam lailatul qadar adalah malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan dan keistimewaan malam tersebut adalah:

Pertama, malam yang penuh berkah. Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah berfirman:

إِنَّآ أَنزَلۡنَٰهُ فِي لَيۡلَةٖ مُّبَٰرَكَةٍۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ ٣  فِيهَا يُفۡرَقُ كُلُّ أَمۡرٍ حَكِيمٍ ٤

Sesungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. (QS. al-Dukhân [44]: 3-4).

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa al-Qur’an diturunkan pada malam yang diberkahi. Malam yang diberkahi dalam ayat ini ditafsirkan sebagai malam lailatul qadar sebagaimana disebutkan pada surat al-Qadar. Allah berfirman: Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. (QS. Al Qadar [97]: 1).

Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud dalam ayat pertama di atas dijelaskan dalam ayat selanjutnya: Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. (QS. al-Qadar [97] : 3-5).

Kedua, malam ditetapkannya takdir. Ibnu al-Jauzi dalam Zâd al-Masîr menyebutkan beberapa pendapat bahwa al-Qadar dalam ayat pertama surat al-Qadar tersebut dimaknai dengan kemuliaan karena pada saat itu diturunkan kitab yang penuh kemuliaan (al-Qur’an al-Karim), diturunkan rahmat dan turun pula malaikat yang mulia. Ibnu al-‘Arabi menyatakan bahwa makna lailatul qadar bisa jadi adalah malam penuh kemuliaan, bisa pula maknanya adalah malam penetapan takdir berdasarkan firman Allah (QS. al-Dukhân [44] ayat 4: Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, dimana maksud dari ayat ini adalah ditetapkannya takdir.

Dari keutamaan-keutamaan lailatul qadar di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa ketika kita mendapatkan lailatul qadar, maka ibadah yang kita amalkan pada malam itu bernilai lebih dari ibadah seribu bulan dan doa-doa serta keinginan-keinginan kita yang baik akan diijabah oleh Allah , dan bahkan takdir kita akan ditetapkan ulang (rewrite). Maka, jika kita benar-benar memahami keutamaan-keutamaan malam lailatul qadar ini sampai di kedalaman batin kita, niscaya kita tidak akan melewatkan sedetik pun waktu malam kita kecuali untuk beribadah kepada Allah .

Kapan Lailatul Qadar Terjadi?

Beberapa ulama berbeda pendapat tentang kapan terjadinya malam ‘lailatul qadar’ secara pasti. Namun, sebagian besar sepakat bahwa lailatul qadar terjadi di antara sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi : “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari).

Di antara sepuluh hari terakhir tersebut, malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap untuk terjadinya lailatul qadar, sebagaimana sabda Nabi : “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari).

Di antara sepuluh malam itu juga, pada tujuh malam yang terakhir lebih memungkinkan untuk terjadinya lailatul qadar, sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi bersabda: “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa.” (HR. Muslim).

Ada juga ulama yang berpendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana disampaikan oleh Ubay bin Ka’ab dalam sebuah riwayat. Namun pendapat yang paling kuat adalah sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah . Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah : “Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.” (HR. Bukhari).

Hikmah dari dirahasiakannya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar bisa dibedakan mana orang yang benar-benar bersungguh-sungguh mencari ridha Allah dan mana yang sebaliknya. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Selain itu juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya.

Bahkan Nabi Muhammad pun bersungguh-sungguh untuk menghidupkan sepuluh hari terakhir tersebut dengan amalan-amalan ibadah melebihi ibadah di waktu-waktu lainnya. Sebagaimana disampaikan oleh istri beliau Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan, melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (HR. Muslim)

Aisyah radhiyallahu ‘anha juga mengatakan: “Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’, pen), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari & Muslim).

Apa yang dijelaskan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam riwayat di atas menunjukkan hal lain yang juga penting, bahwa lailatul qadar bukanlah anugerah dan nikmat yang instan. Jika kita perhatikan, kesungguhan Nabi bukan hanya di malam hari, tapi juga di keseluruhan hari di sepuluh malam terakhir, dengan memperbanyak ibadah seperti shalat, membaca al-Qur’an, dzikir, sedekah dan lain sebagainya. Yang diiringi dengan penekanan pada ibadah di malam hari dengan i’tikaf. Maka, jika kita mengharapkan lailatul qadar, kita mesti meneladani apa yang diamalkan oleh teladan kita Nabi Muhammad dengan memperbanyak dan meningkatkan amal ibadah apapun di siang dan malam hari, dan terutama memaksimalkan malam hari dengan i’tikaf di masjid. Semoga Allah memberi kita ma’unah dan taufiqNya agar kita mampu untuk berusaha sekuat tenaga meraih lailatul qadar. Âmîn.

 

AB Eko Prasetyo

 

MUTIARA HIKMAH

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bertanya kepada Rasulullah : “Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, “Katakanlah: ‘Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni’ (artinya ‘Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf lagi Maha Mulia yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku).”

(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Merugi

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.

(QS al-‘asr [103] : 1-3)

Setiap manusia diberikan waktu yang sama oleh Allah , yaitu 24 jam. Terkadang banyak manusia
yang menggunkan kesempatan itu dibiarkan begitu saja. Ada yang malas-malasan padahal ia tahu jika
hari esok akan menghadapi ujian. Ada lagi yang memakai waktunya dihabiskan untuk bermain, alasannya
karena dunia ini hanya tempat bermain-main. Taubat bisa nanti saja, kalau sudah tua barulah bertaubat.
Orang-orang sepeprti ini sungguh keterlaluan, ia menganggap enteng urusannya. Padahal ia tidak tahu
bahwa selama ini yang memberikan kenikmatan itu adalah Allâh. Sungguh orang yang demikian adalah
orang yang merugi.

“Demi masa sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, melainkan orang-orang yang
mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran”
(QS. Al-‘asr : 1-3)

Dari firman Allah  di atas, jika kita telaah bersama berarti posisi manusia dalam keadaan merugi,
yaitu mereka merugi diakibatkan oleh perbuatannya sendiri. Manusia terjerat masalah karena ulahnya
sendiri. Misalnya saja, tidak menjaga mulutnya ketika berbicara, sehingga banyak saudaranya yang
membenci dirinya. Jadi, sangat jelas bahwa mereka merugi karena perbuatanya sendiri.
Mari kita telaah kembali ayat al-Qur’an di atas. Disana terdapat pengecualian, jika kita berbuat baik,
saling menasehati dan saling mengingatkan maka kerugian itu bisa dihindari. Kenapa demikian? Karena
dengan kebaikanlah kita bisa terselamatkan, dengan saling menasehati kita bisa mengingatkan orang yang
belum baik supaya menjadi lebih baik. Dengan demikian, berarti setiap kesalahan yang dilakukan oleh
orang lain bisa diminimalisi. Jika salah satu ada yang lupa maka yang satu mengingtkan, begitu
seterusnya dan sebaliknya. Mengingatkan dengan penuh kelembutan seperti Allâh swt dan Rasûlullâh
ajarkan tentunya.
Dalam Al-Qur’an Allâh  memerintahkan kita untuk menyeru kepada kebaikan, (ta’muruna bil
ma’ruf) dengan cara yang santun dan indahlah maksudnya. Tujuannya adalah mengajarkan dengan
kelembutan dalam mengingatkan manusia, bukan dengan cara kekerasan. Bagaimana mungkin Allâh swt
menyuruh kita untuk berbuat baik kepada orang lain, sedangkan diri kita belum baik. Berarti secara
lembut Allâh swt mengingatkan kita untuk menjadi orang baik dulu, setelah itu baru ke orang lain.
Kadar Keimanan
Kita sadari bahwa kadang-kadang kadar keimanan itu selalu naik turun “al-Iimânu yazidu wa
yankus” banyak hal yang melatarbelakangi semua ini. Sebagai mahasiswa tentu banyak godaan dan
ajakan yang tidak mendidik. Bahakan jika tidak pintar memilih teman, yang ada bisa-bisa kita malah
tejebak dan terjerumus. Kadar keimanan itu berubah karena disebabkan perubahan waktu juga. Setiap
orang memiliki titik jenuh, dari kejenuhan itulah berakibat kepada kadar keimanan kita sendiri.
Terlebih sebagai seorang kepala keluarga misalnya. Seorang bapak memiliki tugas untuk mencari
nafkah bagi keluarganya. Tentu sangat sulit untuk bagi sang bapak dalam menjaga keimanan itu agar
selalu konsisten (istiqomah). Ketika kadar iman kurang stamina, apa lagi ketika sedang dirundung banyak
masalah, maka dorongan untuk berbuat tidak baik semakin bertambah. Oleh karena itu maka keimanan
yang betul-betul kuat harus kita miliki. Agar dalam kondisi apapun tetap bisa terjaga.
Waktu bagaikan pedang, kalau salah menggunakannya maka kita akan terbunuh oleh pedang.
Tentunya kalu tidak ingin menjadi korban maka kita harus benar-benar memanfaatkan waktu dengan
sebaik-baiknya. Rasûlullâh  selalu mengingatkan kepada umatnya, bahwa orang yang beruntung adalah
orang yang menjadikan hari esoknya lebih baik dari hari kemarin. Seharusnya kita sadar betul apa yang
disampaikan Nabi Muhamad . karena jika kita gali makna sebenarnya tentu sangat dalam dan juga
mampu menjadi landasan hidup.
Jika kita mau memperhatikan pesan dari Rasûlullâh tersebut, sebenarnya sudah mencakup semua
hal. Mulai dari masalah hidup setiap hari yang sepele hingga yang paling berat pun akan ketemu
solusinya. Setiap manusia yang lahir akan mengalami pertambahan usia dengan bertambahnya usia ini
maka bertambah pula pengetahuan dan pemahaman keilmuan nya pula, akan teapi justru yang menjadi
masalah adalah makin tua makin menjadi seperti istilah “tua-tua keladi” inilah yang dialami oleh generasi
muslim saat ini. Banyak yang mengerti agama namun jauh dai nilai-nilai agama.

Dalam al-Qur’an Allâh  menangguhkan orang-orang yang enggan untuk menyembahnya, Allâh
berikan apa yang mereka minta [istijrad] akan tetapi tunggu saja apa yang akan mereka terima karena ini
adalah istijrad dari Allâh t. Berhati-hatilah dengan apa yang kita lakukan dan apa yang kita perbuat
untuk Allâh, apakah perintah Allâh  telah kita jalankan dengan benar dan sesuai dengan anjuran Allâh
itu. Kalau tidak sesuai dan jauh dari ketentuanNya kemudian apa yang kita pinta selalu Allâh kabulkan
jangan-jangan kita termasuk orang yang mendapatkan istijrad dari Allâh. Naudzubillahi min dzalik…
Belajar dari Musibah
Indonesia, tidak henti-hentinya dilanda bencana. Ini adalah bukti bahwa Allâh memeberikan ujian
dan memberikan teguran kepada makhluknya. Sebab diantara sekian banyaknya penduduk Indonesia yang
mengaku muslim ternyata hanya sebagian saja yang menjalankan perintah Allâh .
Kalau kita mau jujur dengan apa yang kita perbuat terhadap Allâh dalam sehari, seminggu,
sebulan, bahkan setahun. Jika kita renungkan pastilah labih banyak yang meninggalkan daripada
melakukan perintahNya. Apakah kita sudah benar menjalankan perintah Allâh? seberapa seringkah kita
melalaikan kewajiban kita? Tampaknya semua individu tidak berani menjawabnya.
Dari kesalahan-kesalahan inilah Allâh mengingatkan kita semua untuk mendekatkan diri, apalagi
sampai melupakannya. Allâh lebih senang kepada hambanya yang selalu menyebut-nyebut namanya,
berdzikir dan lidahnya selalu basah dengan kalimat Allâh. Akan tetapi, ketika hambanya lupa terhdapa
Allâh, tentulah Allâh memberikan teguran dengan melalui perantara tentara-tentaranya agar dapat ingat
kembali.
Coba bayangkan, jika di seluruh dunia; jumlah penduduk bermilyar-milyar ini tak ada seorangpun
yang menyembah Allâh semuanya lalai akan semua perintah Allâh, kira-kira apa yang akan terjadi ? apa
jadinya jika tak ada satupun yang mengumandangkan adzan ketika waktu shalat tiba? Pastilah Allâh akan
langsung mengirimkan sebuah bencana, bahkan kiamat pun juga bias terjadi.
Tanda-tanda Qiyamat sudah tiba. Misal, kerusuhan dimana-mana. Jika kita perhatikan hampir di
setiap Negara ada kerusuhan, awalnya masalah itu kecil tapi kemudian menjadi besar dan tak kunjung
selesai. Hingga titik temunya sulit ditemukan, karena tak ada yang mau mengalah.
Tak hanya itu, bahwa anatara laki-laki dan perempuan sulit untuk dibedakan. Laki-laki
menyerupai perempaun dan sebaliknya. Sehingga kejadian-kejadian ini dikait-kaitkan dengan Qiyamat.
Padahal hanya Allâh lah yang mengetahui semuanya, manusia tak berhak mendahului ketentuan Allâh
karena dialah yang maha mengetahui apa-apa yang tidak kita ketahui.
Penutup
Alangkah baiknya jika kita kembalikan kepada Allâh , jangan sampai kita melupakan semua
perintah dan berusaha menjauhi larangan-larangannya. Syaitan selalu mencari teman untuk menemaninya
di Neraka kelak. Jadi, jangan sampai kita menjadi salah jalan dan terperosok kedalam jalan mereka dan
menjadi pengikut setia syetan.
Tawaran-tawaran syaitan sangat menggiurkan dan mampu melupakan semua urusan, termasuk
urusan akhirat. Banyak orang yang sewaktu dekat dengan Allâh, ia meminta dalam doanya kekayaan.
Akan tetapi setelah ia kaya, ternyata ia lupa bahwa semua itu adalah pemberian Allâh. Ia merasa semua
itu adalah hasil dari jerih payahnya dan hasil keringatnya sendiri, bukan dari Allâh .
Padahal ketika masih ingat dengan Allâh ia sempat berucap janji jika aku punya harta yang
banyak aku akan tambah taat dalam menyembah Mu. Ternyata ia lupa semuanya, karena tertutupi oleh
ajakan syaitan. Jangankan meningkatkan ketaatan, infaq, dan sedekah pun tidak. Naudzubillâh min dzalik
Jika kita beristiqomah dalam menjalankan ketaqwaan, pastilah semua masalah dan godaan ini
bukanlah sesuatu yang sulit. Syetan itu masuk dan membisikan ajakan-ajakan yang menyimpang dari
jalan Allâh  ketika kita lemah. Ajakan Allâh terkadang sulit dilakukan sedangkan ajakan syaitan justru
malah terasa ringan dan selalu mendapatkan kemudahan.
Sadarlah bahwa efek dari semua itu adalah sebuah hukuman yang akan membuat kita menyesal
selamanya. Jangan sampai ketika sudah berada di alam kubur barulah kita tersadar. Marilah kita niatkan
secara bulat dengan tekad yang kuat bahwa kita akan melawan semua ajakan syaitan itu. Mudah-mudahan
kita menjadi hamba yang kuat dan selalu Allâh berikan kemudahan dalam menjalankan semua
perintahNya dan menjauhi segala larangan-laranganNya. WAllâhu’alam. []

Amir Hamzah
Belajar di UII

Mutiara Hikmah

“Janganlah kamu mencela masa karena Allah berfirman, “Aku adalah masa, malam dan siang adalah
milik-Ku. Aku menjadikannya baru dan berlalu. Dan, Aku mengganti para penguasa dengan para penguasa yang baru.”
(HR Ahmad).

FENOMENA JILBAB DI BULAN RAMADHAN

Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya (ke seluruh tubuh mereka)”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun dan Maha penyayang” (QS al-Ahzab [33]: 59.

Dalam kontruksi pemikiran kontemporer tentang hukum jilbab dijelaskan bahwa masalah jilbab yang ada pada ayat tersebut memunculkan beberapa kontroversi mengenai tafsir para ulama tentang jilbab itu sendiri. Seorang mufassir, Al-Alusi menyatakan bahwa  Kata “Alaihinna”  adalah seluruh tubuh mereka. Akan tetapi ia juga berpendapat bahwa “Alaihinna”  itu yang dimaksud adalah di atas kepala atau wajah mereka karena memang yang biasa nampak yaitu bagian wajah.

Pendapat para mufasir yang lain juga sangat kompleks menafsirkan ayat ini yang pada intinya berbicara masalah jilbab. jika yang dimaksud jilbab adalah pakaian  berarti semua pakaian yang menutupi badan seorang wanita termasuk tangan dan kakinya, namun jika jilbab diartikan sebagai kerudung maka perintah mengulurkannya itu menutupi wajah dan  lehernya. Terlepas dari apa makna jilbab yang diyakini oleh para mufassir, hal yang lebih penting yaitu mengulurkan jilbab tidak hanya berlaku pada zaman rasul akan tetapi sepanjang masa.

Persoalan terkait jilbab bagi wanita muslimah rupanya sangat kompleks,  apalagi ketika kita dihadapkan pada sebuah fenomena sosial berupa pelecehan seksual yang disebabkan oleh defisit berpakaian. Perempuan merasa tidak bersalah atas keputusan sebagai manusia bebas dan menyalahkan laki-laki yang berpikiran kotor, laki-laki juga tak mau disalahkan dengan alasan bahwa ia merasa dirinya bermoral dan menyalahkan perempuan sebagai biang defisitnya moral. Semuanya saling tuding serta saling mengkambing hitamkan satu sama lain.

Wanita dalam bahasa arab adalah al-Mar`ah yang artinya perempuan, tapi hati-hati jangan sampai dibaca al-Mir’ah yang bermakna cermin. Namun mar’ah dan mir’ah ini seperti dua sisi dari satu koin yang tak bisa dipisahkan. Tanpa cermin perempuan mengalami penyakit yang namanya “ga pede” untuk bergaul dengan orang lain, bahkan dengan adanya cermin seorang wanita bisa berjam-jam memandangi dirinya sendiri sampai ia merasa yakin bahwa penampilannya telah sempurna. Memang sudah fitrah seorang wanita ingin diperhatikan, tampil menarik di depan orang lain sehingga secara tidak sadar terkadang “wanita tampil menarik” telah melewati batas ketentuan syariat mengenakan hijab untuk menutup auratnya. Namun sebagai muslimah tentunya penampilan yang menarik adalah penampilan yang sesuai syariat Allah yang memerintahkan kita seorang muslimah untuk menyempurnakan kewajiban dengan mengenakan jilbab.

Jilbab secara bahasa berasal dari bahasa arab, yaitu dari kata “jalbaba yujalbibu jilbaaban” artinya baju kurung yang panjang. Jadi pengertian jilbab adalah pakaian yang panjang, yang bisa diartikan pakaian yang dapat menutupi anggota tubuh seorang wanita kecuali wajah dan telapak tangan. Meski demikian, tidak sedikit muslimah yang menyimpang dari aturan ini, bahkan hanya untuk menyandang “tampil menarik” di depan manusia.

Jilbab yang sekarang telah terkontaminasi oleh budaya baru, sehingga ketika mengikuti trend yang sedang berkembang maka mereka bangga disebut sebagai wanita modern yang tak ketinggalan zaman. Niatnya menggunakan jilbab untuk menutup aurat, namun malah memperlihatkan auratnya sendiri. Inilah fakta yang bisa kita lihat sekarang, alih-alih kita menyebutnya menutup aurat tapi lebih tepat dianggap membalut tubuh saja. Trend yang mengeksploitasi lekuk tubuh wanita seperti telanjang ini dikatakan jilbab seksi.

Para wanita yang ingin selalu tampil modis inilah yang menjadi jilbab seksi (jilboobs) semakin marak diikuti, apalagi wanita yang ingin menutup aurat tapi tidak ingin ketinggalan modis akhirnya juga mengikuti. Fenomena seperti ini bukan lagi hal yang tabu untuk sekarang, karena ternyata sudah banyak wanita terpengaruh oleh mode jilbab seksi ini. Bahkan artis sekalipun juga tak mau kalah untuk ikut andil meramaikan suasana jilbab gaul ini.

Jilbab seksi merupakan sebuah trend jilbab, dimana kepala ditutup oleh kain penutup kepala yang tidak sampai menutupi dada, bahkan menonjolkan sesuatu yang tak layak diperlihatkan. Wanita yang mengenakan “jilbab gaul” ini hanya sekedar gaya bukan untuk menutup aurat.

Jilbab Musiman

Ramadhan telah tiba, fenomena yang terjadi biasanya adalah jilbab tiba-tiba jadi trend yang cukup digandrungi oleh para wanita. Pamor jilbab di bulan Ramadhan ini meningkat pesat, mulai dari kalangan wanita berbagai latar belakang dan profesi biasa sampai wanita berkarir bahkan artis sekalipun mendadak jadi islami, yang biasanya aurat ditebar dimana-mana kini dibungkus rapi oleh balutan jilbab. Ini akan menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka karena menonjolkan simbol identitas keislaman seorang wanita muslimah yang kemudian diekspos lewat sosial media.

Namun, identitas keislaman hanya berlaku di bulan yang suci, setelah ramadhan berlalu semuanya juga berlalu dan “cuti” dari kebiasaan berjilbab yang hanya sebatas formalitas di depan manusia bukan karena niat dari hati karena Allah untuk benar-benar menutupi aurat mereka dari pandangan para lelaki jalang. Hal ini hanya untuk memamerkan jilbab yang mereka kenakan. Bahkan rela mengeluarkan kocek di kantong hanya untuk membeli dan memamerkan busana yang mahal dibandingkan bersedekah untuk mereka yang berhak serta membutuhkan. Tidak hanya itu kawan, bahkan selain rasa pamer pada orang lain, ada sebagian orang yang ingin dirinya dianggap sebagai muslimah sejati sehingga layak untuk ditiru. Yaitu dengan rasa ujub yang telah mereka semai di hati tanpa mungkin mereka sadari. Jilbab musiman seolah telah mengakar bagi sebagian wanita. Banyak sekali artis yang biasanya berpakain minimalis tiba-tiba berbusana rapi dengan jilbab yang sempurna, namun ketika Ramadhan usai lepaslah jilbab dan busana tertutupnya dari kulit mereka.

Jilbab sebagai Topeng

Jilbab musiman telah mampu mengubah wujud prilaku manusia secara spontan, seperti bunglon yang berubah-ubah warnanya sesuka hati mengeksploitasi jilbab demi mencari legitimasi publik.

Jilbab yang ada sekarang bahkan hanya dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk berbagai kepentingan. Semisal kepentingan politik. Para politisi dengan senang hati memakai jilbab hanya untuk memperoleh dukungan dan simpati masyarakat. Ketika kampanye digalakkan di masyarakat para politisi menyulap dirinya menjadi seorang muslimah shalihah dengan busana muslimah yang ia kenakan. Semua tidak lain niatnya hanya untuk mengambil hati masyarakat agar menganggap dirinya layak dijadikan pemimpin mereka dengan kualitas keislaman yang nampak dari penampilan mereka, dan pada akhirnya dukungan masyarakat pada dirinya sungguh luar biasa.

Selain itu ada juga jilbab yang digunakan para wanita pemuja cinta yang ingin tampil menarik di depan pujaan hatinya bahkan dengan jilbabnya pula wanita bisa menaklukkan hati lelaki idamannya. Pada intinya jilbab yang dipakai oleh sebagian wanita saat ini bukan untuk menutup aurat sehingga memperoleh ridla Allah akan tetapi pemakaian jilbab hanya karena beberapa kepentingan pribadi yang jauh dari niat seharusnya.

Jika jilbab yang kita kenakan karena kepentingan-kepentingan pribadi bukan karena Allah semata, maka wajar jika ada sebagian dari kita berjilbab tapi ada sebagian aurat yang terbuka, prilaku masih belum berubah semisal berjilbab tapi masih suka bercanda gurau secara bebas dengan lelaki yang bukan mahram serta ketika kepentingannya sudah terpenuhi maka sampai di situ pula jilbabnya, karena memang dari awal niatnya sudah berbelok arah bukan karena niat menutupi aurat.

Aurat disini kawan bukan hanya sebatas fisik yang ditutupi akan tetapi batiniahnya juga ikut tertutupi oleh jilbab yang kita pakai. Sehingga jilbab ini bisa kita jadikan sebagai lampu aba-aba untuk mengontrol prilaku kita sehari-hari. Tentu malu jika jilbab telah terjuntai namun akhlak kita lebih parah dari mereka yang belum berjilbab. Jilbab dengan sendirinya akan memandu kita untuk terus memperbaiki akhlak, melakukan kebaikan dan senantiasa melindungi kita. Yah jilbab akan melindungi kulit kita dari panasnya matahari agar tidak terpapar langsung menembus kulit, dan jilbab juga akan melindungi kita dari panasnya api neraka di akhirat.

Jika ada yang berkata “jilbabi dulu hati baru jilbabi kepala kita” maka kapan akan berjilbab? Jika menunggu sempurnanya hati dalam kebaikan dan kesempurnaan akhlak seseorang maka tidak ada yang sempurna. Secara fitrah, memang kita makhluk Allah yang ajz dan serba kurang, maka apalagi yang mau ditunggu? Segera jilbabi tubuh kita, in sya allah dengan jilbab segala kesempurnaan hati dan akhlak sedikit demi sedikit akan kita peroleh kawan. Perbaiki diri kita dimulai dari jilbab.

Mari kita jadikan bulan Ramadhan yang suci ini untuk mensucikan diri baik lahir maupun bathin, jangan sampai kita memakai jilbab hanya pada saat bulan ramadhan saja dan niatkan berjilbab untuk menutup aurat kita sebagai wanita muslimah bukan karena pamer dan ingin dianggap baik di mata manusia. Diusahakan agar budaya berjilbab ini juga tidak hanya ketika di bulan Ramadhan tapi untuk selamanya, menjilbabi diri berdasarkan pemahaman bahwa menutup aurat bagi wanita merupakan kewajiban yang tak bisa dinego. Sehingga sehingga jilbab bukan lagi sebagai trend yang hanya musiman karena lepasnya jilbab hanya akan mengeksploitasi rendahnya harkat dan martabat kaum wanita.

 

Tasyrifatur Rahmah
Kimia UII 2012

 

Mutiara Hikmah
Dari ‘Abdillah bin Amr bin Al-’Ash . dari Rasullah telah bersabda: Dosa-dosa besar ialah: menyekutukan Allah, berani (durhaka) kepada kedua orang tua, membunuh orang dan sumpah palsu.
(H.R. Bukhari).

Memaknai Kembali Arti Sebuah Kesuksesan

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا تَعۡمَلُونَ ١٨

Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya di masa lalu (dunia) untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Hasyr [59]: 18)

Jika kita ditanya, apakah kita ingin hidup sukses? Pasti kita akan menjawab “Ya saya ingin sukses”. Setiap orang pasti mengidam-idamkan kesuksesan. Tidak ada orang yang menginginkan kegagalan. Namun demikian, benarkah kita memahami apakah hakikat kesuksesan?
Secara umum, kita sering memahami kesuksesan sebagai capaian atau wujud nyata dari harapan, keinginan dan cita-cita. Bila memang demikian makna sukses, lalu muncul lagi pertanyaan, apa ukuran kesuksesan seseorang? Jika memang itu sebuah harapan, keinginan atau cita-cita, maka apa bentuk harapan yang hendak diwujudkan? Keinginan apa yang mau diraih? Dan cita-cita seperti apa yang dimaksud untuk menggapai sebuah kesuksesan?

Bila kita mengamati, tidak sedikit yang mengukur kesuksesan hanya sebatas materi dan urusan duniawi semata. Kesuksesan diukur dengan banyaknya harta benda, popularitas, penghargaan, memiliki kekuasaan dan kedudukan yang tinggi dll. Begitulah tolok ukur kesuksesan dalam pandangan sementara orang di era modern nan-materialistik ini.

Laode M. Kamaludin dalam sebuah pengantar buku berjudul On Islamic Civilization menuliskan beberapa kisah faktual yang patut untuk kita renungkan bersama dalam rangka memahami kembali makna sebuah kesuksesan. Salah satunya adalah kisah berikut: saat musim dingin tahun 1932, kota Amsterdam gempar oleh kematian seorang ilmuan ternama kebanggaan kota seribu kincir tersebut, yaitu Profesor Paul Ehrenfest. Yang lebih mencengangkan lagi dia meninggal bersama istri dan anaknya. Enherfest dikenal sebagai seorang pemuja akal, rasio, dan ilmu pengetahuan. Dia adalah ateist tulen dari Amsterdam yang dibangga-banggakan pengikutnya. Publik mengenalnya sebagai intelektual di garda depan yang tengah berada di puncak karir intelektualnya. Kedudukan terhormat dan limpahan harta benar-benar berada dalam genggaman tangannya.

Tanda tanya besar kemudian muncul, bagaimana mungkin orang yang tengah di puncak kejayaannya, tiba-tiba mati bunuh diri. Tak cukup mati sendiri dia juga menyertakan istri dan anaknya ke liang lahat bersamanya. Benarkah ia mati bunuh diri? Begitulah pertanyaan publik Amsterdam pada saat itu.

Pertanyaan publik Amsterdam itu terjawab tak berselang lama setelah pernyataan resmi dari Dinas Kepolisian Amsterdam, bahwa Paul Enherfest benar-benar mati bunuh diri, bukan dibunuh. Setelah sebelumnya dia terlebih dulu membunuh anak dan istrinya.
Enherfest mati bunuh diri hanya karena merasa tak puas dengan prinsip dan apa yang sudah dimilikinya saat itu. Ia kecewa dengan rasio, akal, dan ilmu pengetahuan yang ‘dituhankannya’ bertahun-tahun. Dari rasio, akal, dan ilmu pengetahuan, ia ‘merasa’ tak mendapatkan apa-apa selain hidup yang absurd, gamang dan penuh kecemasan. Ia merasa harus mengakhiri hidupnya, karena baginya, hidup tak lagi memiliki makna. Hal ini terungkap dari surat yang sebenarnya ditunjukkan untuk temannya bernama Kohnstamm tergeletak tidak jauh dari jasadnya. Di sepenggalan surat itu tertulis,

“Yang tidak saya miliki adalah kepercayaan kepada Tuhan. Padahal itu perlu. Seseorang mungkin akan binasa karenanya, tidak beragama. Mudah-mudahan tuhan menolong kamu, yang aku lukai saat ini.”

Kisah di atas setidaknya dapat memahamkan kita, bahwa betapa arti kesuksesan tidak bisa diukur semata-mata dengan hal-hal yang bersifat material-duniawi. Islam mengajarkan kita untuk menempatkan harta, kedudukan, pangkat dan jabatan sebagai sarana untuk berbuat baik dan taat kepada Allah, bukan tujuan. Kesuksesan bagi seorang muslim bukan semata-mata tercapainya cita-cita keduniawian, karena semua hal yang bersifat metari dan dunia adalah nisbi. Seorang muslim harus menjadikan tujuan akhirat sebagai tujuan utama. Kesuksesan akhirat sebagai tujuan. Dalam hal ini ketika kita, misalnya, menjadi pengusaha dengan harta berlimpah dan menjadi penguasa dengan kedudukan yang tinggi, maka kita harus menyertai kesuksesan tersebut dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah . Ridha Allah adalah tujuan yang seharusnya menjadi cita-cita dalam setiap aktivitas duniawi yang kita kerjakan.

Mari kita sama-sama membaca al-Qur’an untuk memahami kembali arti kesuksesan. Dalam surat Ali Imran ayat 185, Allah berfirman:

كُلُّ نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوۡنَ أُجُورَكُمۡ يَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِۖ فَمَن زُحۡزِحَ عَنِ ٱلنَّارِ وَأُدۡخِلَ ٱلۡجَنَّةَ فَقَدۡ فَازَۗ وَمَا ٱلۡحَيَوٰةُ ٱلدُّنۡيَآ إِلَّا مَتَٰعُ ٱلۡغُرُورِ ١٨٥

Artinya:
Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung (sukses). Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. (QS. Ali Imran [3]: 185).

Ayat ini menegaskan kepada kita tentang arti kesuksesan hakiki. Bahwa terhindar dari api neraka dan mendapatkan surga adalah kesuksesan hakiki yang hendaknya kita gapai sebagai manusia. Sungguh sangat-sangat beruntung orang-orang yang terhindar dari neraka dan mendapatkan surga Allah. Setiap individu memiliki kesempatan untuk menjadi sukses, dengan profesi dan bidang apapun, selama profesi dan pekerjaaanya tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Seorang dosen bisa sukses, karayawan swasta bisa sukses, dokter bisa menjadi sukses, pengusaha bisa sukses, pejabat bisa sukses, ilmuwan bisa sukses, petani bisa sukses, lurah bisa sukses, buruh bisa sukses dan semua profesi lainnya, asalkan semuannya benar-benar menjadi sarana kita dalam rangka mencari keridhaan Allah.

Para sahabat generasi awal adalah contoh terbaik dari orang-orang yang telah mendapatkan kesuksesan sejati. Mereka adalah didikkan langsung Rasulullah.  Di antara mereka adalah Abu Bakar Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin Awwan, Thalhah bin Abdullah, Said bin Zaid, Saad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Mereka semua adalah orang-orang yang mengabdikan harta, jiwa dan raganya untuk kepentingan Islam dan keridhaan Allah. Oleh karenanya pantas rasanya Allah menghadiahkan bagi mereka surga-Nya.

Dengan demikian, tepatlah apa yang dikatakan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengenai ciri-ciri orang sukses dan orang gagal. Beliau mengatakan, bahwa diantara ciri-ciri kebahagiaan dan kesuksesan seorang hamba adalah bila ilmu pengetahuannya bertambah, bertambah pula kerendahan hati dan kasih sayangnya. Setiap bertambah amal-amal shalih yang dilakukan, bertambah pula rasa takut dan kehati-hatiannya dalam menjalankan perintah Allah. Semakin bertambah usianya, semakin berkuranglah ambisi-ambisi keduniaannya. Ketika bertambah hartanya, bertambah pula kedermawanan dan pemberiannya kepada sesama. Ketika bertambah tinggi kemampuan dan kedudukannya, bertambahlah kedekatannya pada manusia dan semakin rendah hati kepada mereka. Namun, sebaliknya ciri-ciri kegagalan adalah ketika bertambah ilmu pengetahuan, semakin ia bertambahlah kesombongannya. Setiap bertambah amalnya, kian bertambah kebanggaannya kepada diri sendiri dan penghinaannya kepada orang lain. Semakin bertambah kemampuan dan keududukannya, semakin bertambah pula kesombongannya.

Demikianlah makna kesuksesan yang sejati, kesuksesan yang mengantarkan seorang hamba kepada Jannah-Nya kelak di akhirat. Kesuksesan yang mendatangkan rahmat Allah kepada dirinya. Tentu semua itu tidak bisa diraih dengan tangan hampa tanpa perjuangan. Ibadah puasa yang sedang kita amalkan di bulan suci ini adalah momentum terbaik bagi kita untuk memperbaiki dan membersihkan diri dari segala dosa dan keburukan yang telah kita lakukan di masa lalu, demi meraih keridhaan dan kecintaan Allah. Sehingga pada akhirnya nanti, kelak di akhirat, kita bisa meraih kesuksesan yang sejati.

 

Tian Wahyudi

Alumni FIAI UII

 

MUTIARA HIKMAH

Imam Hasan al-Bashri berkata:
“Di antara tanda-tanda bahwa Allah berpaling dari hamba-Nya adalah ketika seorang hamba sibuk dengan perkara-perkara yang tidak bermanfaat.”

TIDAK ADA MANUSIA YANG HIDUP SEMPURNA

Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan.” (QS al-Isrâ’ [02]: 70)

Sejatinya manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna di antara ciptaan Allah yang lainya, manusia dengan otaknya dapat berpikir, membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, dengan otaknya pula manusia dapat berinovasi dalam menciptakan sesuatu yang baru, dan manusia juga merupakan makhluk sosial yang saling melengkapi. Tapi dalam kesempurnaan manusia ternyata Allah tidak menciptakan semua manusia di dunia ini dengan sangat sempurna, setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, dan Allah telah menentukan takdir setiap manusia yang hidup di dunia ini.

Ahmad merupakan anak dari keluarga miskin, kehidupannya serba kurang dan jauh dari cukup, Ahmad memiliki ayah yang bekerja sebagai tukang becak berpenghasilan kecil, serta ibu yang hanya dapat memulung sampah dan adik kecil yang masih duduk di bangku SD. Suatu hari Ahmad tidak mau berkerja dan memanjakan dirinya untuk jalan-jalan ke taman kota. Ahmad melihat setiap manusia di taman tersebut bahagia dan sempurna seakan dirinya manusia yang paling tidak beruntung di dunia.

Sampai akhirnya dia bertemu dengan seseorang yang tampan nan kaya duduk sendiri di pojok taman kota, “Hai saya Ahmad, mengapa kamu hanya duduk sendirian tanpa melakukan kegiatan seperti orang lain di sini?” ucap Ahmad. “Iya, aku menunggu seseorang datang menjemputku, dia adalah pamanku”. “Kenapa pamanmu? Kenapa kamu tidak dijemput ayah atau ibu kamu?”. “Ibuku telah meninggal setahun yang lalu saat liburan ke Thailand, dan ayahku sedang ada tugas di Prancis, aku sekarang dirawat oleh pamanku.” Jawabnya. “Oh maaf, bukanya aku ingin buka luka lamamu”. “Tidak apa kawan, bukanya setiap manusia sudah memiliki taqdir masing-masing?”

Lalu dalam hati Ahmad berkata “Alangkah beruntungnya saya masih memiliki kedua orang tua yang selalu mencintaiku dengan sepenuh hati”. “Emangnya kamu habis dari mana? Kok tau-tau ada di sini?” Tanya Ahmad. “Aku habis dari rumah sakit di sebelah taman kota, aku kena kanker darah stadium akhir” Jawabnya. “Oh maaf, bukan bermaksud saya menyinggung kamu”. “Tak apa kawan, inilah jalan hidupku, walaupun aku kaya tetap saja aku tidak merasakan harta yang melimpah, tidak bisa merasakan kehangatan berkumpul bersama keluargaku, bahkan aku diasuh oleh paman, bukan oleh keluarga kandungku sendiri, aku baru sadar di dunia ini tidak ada yang sempurna, dan kesempurnaan yang paling besar adalah bersyukur atas pemberian Allah terhadap kita, saat ini aku hanya bisa bersyukur atas apa yang aku rasakan, menikmati saat-saat indah hidup di dunia ini.” Mendengar kata-kata itu Ahmad berhenti sejenak dan mensyukuri nikmat yang telah ia dapat. Dan ia sadar, walaupun ia miskin, tetapi masih diberi kesehatan yang mahal harganya, dan masih bisa merasakan kehangatan bersama keluarga di rumah walau sederhana.

Selain kisah di atas, ada satu kisah lagi yang menceritakan tentang serang pemuda ingin mencari seorang gadis sempurna yang akan dijadikan istrinya. Setelah berminggu-minggu ia mencari ke sana kemari, akhirnya ia mendapatkan gadis yang sempurna menurutnya, ia cantik jelita meskipun tidak memakai makeup. Tapi ia tidak menikahinya, karena ia tidak bisa memasak.

Lalu ia mencari dan mencari lagi hingga akhirnya ia menemukan gadis yang lebih cantik dan pintar memasak, tapi ia tidak mau menikahinya karena ia bodoh, gadis ini belum menamatkan pendidikannya, ia hanya pintar memasak, gadis itu belum cukup sempurna baginya. Setelah itu ia mencari lagi hingga berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan hingga ia menemukan gadis yang sangat sempurna baginya, ia cantik pintar memasak bahkan ia mempunyai restoran, tapi ia tidak bisa menikahinya, karena ia juga ingin mencari pria yang lebih sempurna.

Manusia Makhluk Ciptaan Allah yang Sempurna

Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk Allah yang lainnya seperti Malaikat, setan dan hewan. Kemuliaan Malaikat adalah tidak pernah berhenti untuk selalu bertasbih kepada Allah, dan memuji akan kebesaran Allah. Sedangkan setan hanya terfokus untuk merusak dan menyesatkan manusia. Hewan tidak memiliki otak sesempurna manusia, dari postur tubuh juga tidak sesempurna manusia, hewan hanya memiliki nafsu makan, minum dan biologis seperti manusia, tetapi tidak dapat berpikir seperti manusia.

Allah telah memilih manusia sebagai khalifah di dunia, dan Allah menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi ini karena kemampuan berpikirnya, dan manusia pula memiliki bentuk fisik maupun non fisik seperti akal dan hati kecil (dhamir) yang sempurna di bandingkan dengan ciptaan Allah yang lainnya, demikian juga gerak mekaniknya yang indah dan dinamis.

Namun demikian, kemuliaan manusia erat kaitannya dengan komitmen mereka menjaga-menjaga kelebihan tersebut sebaik mungkin dengan cara mengoptimalkan kelebihan mereka dengan hal-hal yang bermanfaat bukan menggunakan kelebihannya untuk merusak bumi ini. Manusia merupakan makhluk yang mulia selama ia mampu mengoptimalkan keistimewaan yang telah diberikan Allah kepadanya, yaitu spiritual, intelektual dan emosional dalam diri mereka sesuai misi dan visi penciptaan mereka. Namun apabila terjadi penyimpangan misi dan visi hidup, mereka akan hina, bahkan lebih hina dari hewan maupun iblis. Dan bukankah Allah menciptakan manusia di dunia ini untuk beribadah? Sudahkah anda bersujud kepada-Nya serta bersyukur atas segala pemberian-Nya?

Belajar Dari Kelebihan dan Kekurangan Manusia

Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, sebagai makhluk sosial sudah seharusnya kita bisa toleran kepada kekurangan orang lain. Tidak ada manusia yang hidup sempurna di dunia ini, tidak ada manusia yang memiliki sifat maupun karakter yang sempurna, setiap manusia diciptakan dengan berbagai karakter dan sifat-sifat yang berbeda.

Kita dapat belajar dari orang sukses bagaimana ia dapat mewujudkan cita-citanya, bagaimana ia dapat lari dan bangkit dari kegagalan dan rasa putus asa. Belajarlah dari orang yang taat beribadah bagaimana ia dapat istiqamah dalam beribadah kepada Allah. Belajarlah dari seorang ibu bagaimana ia dapat mendidik dan merawat anak – anaknya dengan sabar dan penuh kasih sayang. Belajarlah dari seorang ayah bagaimana ia dapat bekerja keras dalam memenuhi kehidupan keluarganya. Bukan hanya itu, kita juga dapat belajar dari orang miskin bagaimana ia dapat hidup dalam kesederhanaan.

Belajarlah dari orang yang jauh dari Allah bagaimana ia dapat jauh dari Allah, sehingga kita bisa menjauh dari segala perilaku-perilakunya yang melenceng. Manusia memiliki berbagai karakter dan sifat yang harus kita pahami juga demi terciptanya sebuah ukhuwah yang erat dan hubungan sosial yang kuat antara manusia. Alangkah indahnya jika manusia dapat bersatu dalam perbedaan. Selama karakter dan sifat mereka masih sesuai dengan kaidah agama dan tidak melanggar ketentuan hukum maka kita harus menghargainya.

Janganlah melihat seseorang dari cover-nya saja, belum tentu orang yang kita anggap rendah lebih baik dari kita, dan belum tentu orang yang kita anggap sempurna lebih sempurna dari kita. Lihatlah bagaimana pergaulannya? Bagaimana ibadahnya? Bagaimana akhlaknya? Jangan terlalu mudah untuk menilai seseorang baik atau buruk. Manusia adalah makhluk yang saling menyempurnakan kekurangan sesama.

Menjadi Manusia yang Mulia

Setiap orang ingin menjadi makhluk yang mulia, mulia derajatnya, mulia jabatannya dan mulia hidupnya. Tapi sedikit yang ingat kewajibannya sebagai hamba Allah, kewajibannya sebagai khalifah Allah untuk menjaga bumi ini. Belum tentu orang yang tinggi derajatnya, orang kaya, orang yang selalu bahagia itu mulia dan tinggi derajatnya di mata Allah.

Bersyukur merupakan cara terbaik untuk menjadi makhluk yang mulia di mata Allah, tidak hanya itu, bersyukur juga akan menambah rizqi di dunia dan akhirat. Rizqi bukan hanya uang ataupun harta yang melimpah ataupun derajat yang tinggi, rizqi juga dapat berupa teman yang baik, keluarga sakinah, ilmu yang banyak nan bermanfaat, dimudahkan dalam segala hal, dsb. Bersyukur itu sangatlah gampang, hanya saja kita sering melupakannya.

Menjadi manusia yang berguna bagi diri sendiri dan bagi orang lain. Menjadi orang yang berguna lebih berarti dari pada menjadi orang kaya, namun masih banyak orang ingin menjadi kaya dari pada menjadi orang yang berguna, jadilah orang berguna dan suka membantu, mengeluarkan hartanya untuk orang fakir miskin, menggunakan tenaganya untuk bekerja dan membantu sesama atau bergotong royong. Untuk menjadi orang yang berguna tidak harus kaya, tapi orang yang bergunabagi sesama dan suka berbagi kebaikan pasti akan bahagia dalam hidupnya karena Allah akan memudahkan segala pekerjaan – pekerjaannya dan akan melapangkan rizqinya.

Untuk jadi orang yang mulia di mata Allah, cukuplah menjadi diri sendiri dan tidak perlu seperti orang lain, hanya saja kita juga harus banyak belajar dari kelebihan tiap orang. Kita juga harus dapat menerima nasihat orang lain walaupun ia lebih muda atau lebih rendah dari kita. Berusaha untuk tetap istiqamah dalam beribadah di jalan Allah. Dibenci orang merupakan hal yang biasa, tapi bagaimana kita harus menyikapi orang yang membenci kita dengan hal – hal yang positif, biarlah orang menilai kita apa adanya, jangan merasa menjadi manusia sok benar di dunia dan jadilah orang yang rendah diri dan menghargai sesama, maka niscaya kita akan dihargai dan dimuliakan banyak orang.

Di dunia tidak ada manusia yang sempurna, kita yang menyempurnakannya. Di dunia ini tidak ada manusia yang hidup sempurna, kita yang akan membuat hidup kita sempurna. Berhentilah mengeluh akan kekurangan kita, akan tetapi bersyukurlah atas semua kelebihan dan apa yang kita punya saat ini.

Allah  berfirman: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim [14]: 7).

Wildan Maulana
Mahasiswa Teknik Informatika UII

Mutiara Hikmah
Dari Asma’ binti Abi Bakr, Rasulullah : Infaqkanlah hartamu. Janganlah engkau menghitung-hitungnya (menyimpan tanpa mau mensedekahkan). Jika tidak, maka Allah akan menghilangkan barokah rizki tersebut. Janganlah menghalangi anugerah Allah untukmu. Jika tidak, maka Allah akan menahan anugerah dan kemurahan untukmu.” (HR al-Bukhari no. 1433 dan Muslim no. 1029)

SIAPAKAH ORANG EGOIS ITU ?

Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena seorang buta telah datang kepadanya,
dan tahukah kamu (Muhammad) barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) dan dia
(ingin) mendapatkan pengajaran yang member manfaat kepadanya (Qs. ‘Abasa [80] : 1-4)

Dalam kamus bahasa Indonesia serapan kata-kata asing, kata egois yang berarti orang yang mementingkan diri sendiri, tidak peduli akan orang lain atau masyarakat. Dalam kamus bahasa indonesia online, kata egois berari tingkah laku yang didasarkan atas dorongan untuk keuntungan diri sendiri dari pada untuk kesejahteraan orang lain atau segala perbuatan atau tindakan selalu disebabkan oleh keinginan untuk menguntungkan diri sendiri.

Ketika ada orang yang lebih mementingkan kepentingan dirinya sendiri ketimbang orang lain, maka kita juga sering menggunakan istilah egois. Begitu juga, ketika ada orang yang selalu ingin menang sendiri kita sebut orang itu dengan sebutan yang sama, yaitu egois. Pernahkah kita melakukan tindakan yang menurut orang lain itu egois? Padahal dalam diri kita sendiri, tindakan itu sama sekali tidak ada unsur egoisnya sama sekali, malah tindakan itu adalah tindakan yang terbaik menurut pendapat kita.

Keegoisan itu selalu menjadikan pelakunya dibenci dan tidak disukai oleh orang lain. Bahkan tak sedikit yang memusuhinya. Ketika belum lama berteman, sifat keegoisannya belum kelihatan, tetapi setelah ia tahu bahwa temannya itu memiliki sifat egois, bisa jadi ia akan menjaga jarak atau memilih tidak menjadi temannya lagi. Ada juga yang berakhir dengan permusuhan.

Selain itu, coba kita bayangkan jika keegoisan itu tumbuh dalam sebuah rumah tangga. Biasanya, ketika masih  menjadi pengantin baru, sifat egois tidak kelihatan, tetapi seiring berjalannya waktu akhirnya kelihatan juga. Jika tidak pintar dalam menyikapinya bisa dipastikan hubungannya tidak bertahan lama, dan berakhir dengan perceraian hanya kerena sifat egois.

Nabi Juga Pernah Egois

Semua manusia pasti pernah egois, tetapi dalam perakteknya kadang kita tidak sadar dalam melakukannya. Menurut sebuah riwayat yang disampaikan oleh Ibnu Jarir Ath-Thabari, demikian juga riwayat dari Ibnu Abi Hatim, yang diterima dari Ibnu Abbas:

“Rasulullah menghadapi beberapa orang terkemuka Quraisy, yaitu Utbah bin Rabi’ah, Abu Jahal dan Abbas bin Abdul Muthalib dengan maksud memberi keterangan kepada mereka tentang hakikat Islam agar mereka sudi beriman. Di waktu itu masuklah seorang laki-laki buta, yang dikenal namanya dengan Abdullah bin Ummi Maktum.

Dia masuk ke dalam majlis dengan tangan meraba-raba. Sejenak Rasulullah terhenti bicara, Ummi Maktum memohon kepada Nabi agar diajarkan kepadanya beberapa ayat Al-Qur’an. Mungkin karena terganggu sedang menghadapi pemuka-pemuka itu, kelihatanlah wajah beliau masam menerima permintaan Ibnu Ummi Maktum itu, sehingga perkataannya itu seakan-akan tidak beliau dengarkan dan beliau terus juga menghadapi pemuka-pemuka Quraisy tersebut. Akhirnya Allah menurunkan surat ‘Abasa [80] :

Artinya : Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya, tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) dan dia (ingin) mendapatkan pengajaran yang member manfaat kepadanya. (Qs. ‘Abasa [80] : 1-4)

Setelah ayat itu turun, sadarlah Rasulullah akan kekhilafannya itu. Lalu segera beliau hadapilah Ibnu Ummi Maktum dan beliau perkenankan apa yang dia minta dan dia pun menjadi seorang yang sangat disayangi oleh Rasulullah. Allah begitu halus mengingatkan Rasulullah ketika beliau sedikit saja melakukan kesalahan karena menurut Rasulullah melobi para pembesar Quraisy lebih penting dibandingkan dengan Ummi Maktum.

Apakah Anda Tipe Orang Egois?

Sikap egois bisa kita temukan dimana pun, lebih tepatnya adalah dalam kehidupan kita sehari-hari. Tidak mengenal siapapun orangnya, tua-muda, lelaki-perempuan atau orang yang memiliki strata jabatan yang tinggi atau juga orang yang sama sekali hidup dalam kekurangan. Salah satu ciri orang yang egois dari beberapa sumber bacaan yang ditemukan di antaranya adalah :

Pertama, mendustakan ayat-ayat Allah. Dalam hal ini cakupannya sangat luas sekali. Salah satunya mencakup orang yang mengaku muslim (orang islam) tetapi tidak melaksanakan perintah-perintah Allah maka termasuk kedalam orang-orang egois. misalnya saja tidak melaksanakan sholat lima waktu, dan amalan-amalan yang lain yang Allah perintahakan, serta tidak menianggalkan apa yang Allah larang, misalnya mabuk-mabukan, berfoya-foya, dan lain sebagianya.

Pengertian egois yang dimaksud disini mereka egois terhadap dirinya sendiri dan seolah tidak peduli dengan pahala dan ancaman Allah swt. Padahal akibat ke-egois-an merekalah, Allah memberikan sebuah peringatan,  melalui banjir, angin puting beliung, longsor, gempa bumi dan lainnya.

Kedua, ingin menang sendiri. Menang dan kalah dalam sebuah pertandingan merupakan hal yang lumrah, tetapi menjadi bermasalah ketika ada orang yang ingin menang sendiri. Buat apa menang kalau tidak sportif, menang seperti ini sama saja kalah. Kemenangan sesungguhnya adalah menang secara sportif, tentu lebih terhormat. Orang yang ingin menang sendiri, kurang lebih bisa dianalogikan seperti itu. Akibat sifatnya inilah ia dijauhi serta di musuhi teman-temannya.

Orang yang ingin menang sendiri biasanya tidak peduli dengan apa yang ia lakukan, walaupun itu sebetulnya salah. Untuk itu berhati-hatilah bila memiliki teman yang seperti ini, sedini mungkin untuk diiangatkan sebelum hal-hal yang diinginkan terjadi. Jika bukan anda sebagai sahabatnya maka siapa lagi.

Ketiga, suka mengatur tapi tidak mau diatur. Seorang pemimpin dituntut untuk mempu memimpin anggotanya. Tetapi masa menjadi seorang pemimpin itu ada batas dan jangka waktunya. Ketika menjadi seorang pemimpin ia bisa mengatur anggotanya seperti apa yang diinginkan, tetapi ketika ia sudah kembali menjadi anggota maka harus siap diatur seperti dirinya mengatur ketika menjadi seorang pemimpin.

Saat ini, banyak sekali kita temukan orang-orang yang siap memimpin tetapi tidak siap dipimpin. Ketika ia sudah tidak lagi memegang jabatan sebagai pemimpin, ia memilih keluar. Inilah potret yang saat ini terjadi dan sudah membudaya. Akhirnya bermusuhan dan saling menjatuhkan satu sama lain sehingga perseteruan ini tanpa akhir alias jadi “musuh bebuyutan”.

Keempat, keras kepala. Keras kepala identik dengan sebutan kepala batu, artinya isi kepalanya sangat keras sehingga sangat sulit untuk dihancurkan. Orang bekepala batu yaitu orang yang tidak bisa menerima masukan dari orang lain. Orang yang berkepala batu biasanya berpasangan dengan muka tembok dan tangan besi. Jika tiga unsur ini sudah menyatu, maka sangat sulit untuk mengubahnya apa lagi untuk diingatkan.

Orang yang keras kepala pada masa Nabi Musa adalah Fir’aun, dan akhirnya Allah tenggelamkan Fir’aun dan tentaranya di tengah lautan. Tak hanya itu, pada masa Nabi Nuh. umatnya juga sangat keras kepala. Sehingga Allah swt mengirimkan banjir bandang yang sangat dahsyat, sehingga tak ada yang selamat dari umatnya Nabi Nuh walau pun lari ke atas gunung. Kecuali yang ikut naik kapal dengan Nabi Nuh.

Penutup

Egois adalah sifat yang tumbuh alami dari dalam diri manusia. Karena benar-benar alami, sampai manusia tidak menyadari kehadiran sifat egois itu sendiri. Sampai sekarang pun belum ada obat yang bisa menghilangkan sifat egoisme dari dalam diri manusia. Setiap orang pasti pernah bertindak egois, baik secara sadar maupun tidak sadar.

Perang melawan hawan nafsu adalah perang yang sesungguhnya filsafat kuno juga menyebutkan, musuh terbesar adalah diri sendiri. Karena bisa dilihat, dalam diri manusia terdapat sifat-sifat yang buruk. Amarah, dendam, benci adalah contoh sifat manusia yang buruk. Begitu juga dengan egois.

Maka sebenarnya mau tidak mau kita secara tidak langsung juga berperang melawan diri sendiri. Berperang melawan sifat-sifat buruk yang timbul secara alami di dalam diri kita. Mungkin hanya kebesaran iman kita lah yang mampu melawan itu semua, dan  iman kita lah, sebenarnya obat untuk melawan egois itu sendiri.
Melawan diri sendiri menurut Rasulullah sangatlah berat.

Kita baru kembali dari satu peperangan yang kecil untuk memasuki peperangan yang lebih besar…’, yang membuat para Sahabat terkejut dan bertanya, “Peperangan apakah itu wahai Rasulullah ?”Rasulullah berkata, “Peperangan melawan hawa nafsu.” (Riwayat Al-Baihaqi)

Abu  Bakar Al-Warraq berkata :“Jika hawa nafsu mendominasi, maka hati akan menjadi kelam, Jika hati menjadi kelam, maka akan menyesakkan dada. Jika dada menjadi sesak, maka akhlaknya menjadi rusak. Jika akhlaknya, maka masyarakat akan membencinya dan iapun membenci mereka”.

Dengan mengedepankan iman, tentu sifat-sifat egois yang terdapat dalam diri kita akan bisa diredam. Bantuan Allah swt lah yang menjadi tumpuan terakhir agar kita terbebas dari sifat-sifat buruk tersebut, dan selalu dalam bimbingan Allah. Semoga kita termasuk kedalam hamba-hamba yang mendapat perlindungan Allah . Amiin [amr]

Hamzah

Belajar di UII

TERAMPIL MEMAINKAN HIDUP

لَهُۥ مُعَقِّبَٰتٞ مِّنۢ بَيۡنِ يَدَيۡهِ وَمِنۡ خَلۡفِهِۦ يَحۡفَظُونَهُۥ مِنۡ أَمۡرِ ٱللَّهِۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُواْ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَآ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمٖ سُوٓءٗا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ وَمَا لَهُم مِّن دُونِهِۦ مِن وَالٍ ١١

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
(Q.S. al-Ra’du [13]: 11).

 

Saudaraku, coba bayangkan, misalkan ada sebuah pesawat yang sedang parkir di Bandara Adisutjipto. Ukuran pesawatnya cukup besar, panjang dan pastinya sangat berat. Pesawat tersebut harus dipindahkan ke tempat parkir selanjutnya, karena ada peswat lain yang akan segera landing dan mengisi tempat parkir tersebut. Jarak tempat parkir pertama dan kedua sejauh 500 Meter.

Nah, kebetulan Anda adalah orang yang ditugaskan untuk memindahkan pesawat tersebut. Dikarenakan Anda tidak mengerti cara mengoperasikan pesawat, terpaksa Anda harus mengumpulkan 100 orang untuk dapat menarik badan pesawat sehingga berpindah ke tempat yang dituju. Kenapa Anda harus mengumpulkan begitu banyak orang? Jawaban pertama, karena Anda tidak mengerti cara mengoperasikan pesawat, dan jawaban yang kedua, karena kalau sendiri Anda tidak akan mampu untuk menarik badan pesawat yang berukuran begitu besar.

Namun coba Anda bayangkan, seandainya Anda seorang pilot, mengerti cara mengoperasikan pesawat, maka Anda tidak perlu repot-repot untuk mengumpulkan banyak orang. Cukup Anda sendiri yang memindahkannya. Bukan saja memindahkan, Anda juga mampu menerbangkan pesawat tersebut ke seluruh belahan dunia yang Anda inginkan.

Begitulah perumpamaan bagi kita yang tidak terampil menjalani kehidupan. Terkadang pekerjaan yang sebenarnya begitu mudah, menjadi begitu payah ketika pekerjaan tersebut berada di tangan kita. Tidak jarang permasalahan yang begitu kecil, menjadi begitu besar ketika permasalahan tersebut hadir dalam kehidupan kita. Hanya karena kita kurang terampil, pekerjaan yang seharusnya bisa kita selesaikan sendiri, malah kita merepotkan orang lain.

Hidup adalah keterampilan. Untuk bertahan dalam kehidupan, kita harus terampil. Hidup tidak pernah bermakna jika kita tidak terampil memainkannya. Kita tidak akan bisa menikmati sebuah perjalanan jika tidak terampil dan cermat dalam mengendarai kendaraan. Salah-salah nyawa menjadi taruhannya.

Begitu pula dengan diri kita. Disaat mampu memilih kata-kata yang tepat, maka kita akan menjadi seorang pembicara yang hebat. Disaat mampu melangkah dengan tepat, maka kita akan menjadi orang-orang yang selamat. Jika tidak, kita akan menjadi orang-orang yang mendatangkan mudharat, baik mudharat di dunia maupun di akhirat.

Seperti kata Aa Gym, “untuk terampil dan ahli dalam suatu perkara, kita butuh dua hal, yaitu ilmu dan latihan”. Seorang Ustadz Muallaf, Felix Siauw, pernah juga berkata, “untuk terampil kita butuh dua hal, latihan dan pengulangan”. Sebuah latihan yang serius, disertai pengetahuan yang maknyus dan pengulangan yang terus-menurus akan mengantarkan seseorang pada puncak keberhasilan yang mulus.

Sebuah permasalahan seringkali berawal dari kurangnya menguasai keterampilan untuk hidup. Jujur saja, terkadang untuk menentukan tujuan hidup kita masih mengalami kesulitan dan kebingungan. Ketika ditanyai apa cita-cita masa depanmu? Kebanyakan dari kita belum mampu menjawab dengan spontan. Jangankan untuk membangun bangsa dan negara, keterampilan merancang cita-cita masa depan saja masih sulit kita lakukan. Apa yang ingin kita kerjakan hari ini? Besok? Lusa? Apa yang ingin kita capai dalam bulan ini? Apa yang harus kita targetkan dalam tahun ini? Semua itu merupakan pertanyaan yang masih sulit kita jawab. Jangankan untuk menjawab, terkadang terpikirpun tidak.

Padahal, Rasulullah mengajarkan kepada kita agar hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dari hari ini, tahun ini harus lebih baik dari tahun kemarin, dan tahun depan harus lebih baik daripada tahun ini. Itulah yang namanya pribadi muslim yang beruntung, yang selalu terampil merancang kualitas kepribadiannya dengan terus melakukan muhasabah diri dalam setiap pergantian waktu.

Semua kita menyadari dan mengetahui bahwa waktu adalah modal terbesar dalam hidup. Bagaimana kita mempergunakan waktu yang kita miliki di dunia akan menentukan pintu mana yang akan kita masuki di akhirat nanti, apakah akan menghantarkan ke dalam indahnya surga, atau panasnya neraka. Di penghujung hayat, lagi-lagi waktu yang kita habiskan di dunia ini akan menentukan apakah kita husnul khatimah atau sebaliknya.
 

Tujuan dan Cita-cita

Seseorang yang tahu bahwa ujian akan dilaksanakan jam tujuh, maka ia pasti akan bergegas untuk datang lebih awal agar tidak ketinggalan ujian. Mereka yang tahu bahwa pesawat akan take off jam sembilan, maka mereka akan bersungguh-sungguh untuk dapat menyediakan diri sampai di bandara minimal sejam sebelumnya agar tidak ketinggalan pesawat. Hanya bagi mereka yang punya arah dan tujuan pasti sajalah yang akan bergegas memanfaatkan waktunya untuk sebuah kemajuan. Hanya bagi orang-orang yang mengerti akhir tujuan dari hidup inilah yang terus menyibukkan diri dengan kemanfaatan.

Orang-orang yang terampil melihat tujuan dan cita-cita, maka tidak ada istilah bermalas-malasan dalam kamus kehidupan mereka. Bagi mereka setiap detik adalah kesempatan untuk terus menyusun tangga menuju pucuk untuk memetik indahnya buah cita-cita. Keterampilan menyusun tujuan adalah langkah awal menuju manisnya hidup. Bagi kita yang belum berhasil meraih kesuksesan dalam hidup, tidak ada kata terlambat untuk memulai sebuah kebaikan. Tidak ada istilah kuno untuk sebuah perubahan. Mulai sekarang, mari kita tentukan arah dan tujuan hidup kita. Ingin jadi seperti apa kita? Ingin menjadi seorang pengusaha kaya dan mampu menyantuni ribuan anak yatim? Ingin mendirikan sekolah tahfidz gratis? Buat target berapa persen uang gaji yang akan kita keluarkan untuk bershadaqah.
 

Menyusun Rencana

Setiap hari, kita tidak pernah bisa terlepas dari berbagai aktivitas. Mulai dari bangun tidur, makan, mandi, ibadah, menonton televisi, update status, membaca buku, berpergian, dan berbagai aktivitas lainnya. Nyaris, kita tidak memiliki rencana dengan aktivitas-aktivitas harian tersebut. Bayangkan, begitu banyak waktu berharga yang terlewatkan setiap harinya. Padahal, jika kita menyusun rencana, maka bisa saja dalam satu hari kita mampu melakukan banyak hal.

Kata pepatah, disaat gagal untuk merencakanan, berarti saat itu pula kita sedang merencanakan sebuah kegagalan. Kalau merencakanan saja tidak mampu, bagaimana untuk mewujudkannya? Semua berawal dari sebuah perencanaan yang baik. Masa depan sebuah negara, perusahaan, organisasi, bahkan keluarga sekalipun tidak bisa lepas dari yang namanya perencanaan.

Janganlah selalu kita berlindung dibalik kata tawakkal. Tawakkal hanya akan memiliki makna apabila kita sudah berusaha semaksimal mungkin menggunakan potensi yang ada. Setelah usaha yang maksimal, baru kita diperintahkan untuk bertawakkal. Sering sekali kata tawakkal digunakan oleh mereka yang ‘pasrah’ dengan hidupnya. Kepasrahan yang berpondasikan kemalasan dan beratapkan keputus asaan. Ini adalah ‘pasrah’ yang tidak tepat.

Setelah berusaha dan berdoa dengan maksimal, maka semuanya kita kembalikan kepada Allah, biarlah Allah yang menolong kita dengan izinNya. Itulah yang dinamakan Tawakkal. Sebagaimana pesan Allah dalam surat Ali Imran [3] ayat 159-160.

Mulai sekarang, mari menyusun rencana hari-hari kita. Tuliskan apa saja yang ingin dilakukan hari ini. Buat target untuk mencapainya. Misalkan, dalam satu hari kita harus membaca satu Juz al-Qur’an, istighfar seratus kali, shalawat sekian kali, bersedekah minimal sekian ribu, membaca buku minimal satu jam, menulis satu halaman, dan seterusnya. Sekecil apapun aktivitasnya, tetap buatlah perencanaan. Pekerjaan kecil akan menjadi besar jika direncankan dengan baik dan maksimal.  

Hidup ini adalah sebuah perjalanan. Sebuah proses transformasi diri. Dan setiap perjalananan pasti ada akhirnya. Maka, agar penghujung perjalanan berakhir pada kebaikan, kita harus mempersiapkan banyak hal agar kebaikan tersebut tercapai. Terampil menyusun rencana adalah modal terbesar yang bisa kita miliki sekarang.
 

Konsistensi

Kebaikan terasa nikmat apabila kita istiqomah (konsisten) untuk terus melakukan kebaikan tersebut. Kebaikan yang terbaik itu adalah kebaikan yang terus-menerus dilakukan, walaupun hanya kebaikan kecil. Lagipula, memiliki tujuan dan cita-cita hidup yang terarah memang sebuah keharusan. Kemampuan dalam menyusun rencana-rencana harian memang sebuah kedisiplinan, yang tidak semua orang mampu memilikinya.

Namun yang jauh lebih penting adalah konsisten dan istiqomah dalam melakukan kedua hal tersebut. Tujuan dan cita-cita hidup sering sekali berubah-ubah tanpa haluan jika pelakunya tidak konsisten. Perencanaan-perencanaan harian hanya mampu dilakukan pada awal minggu pertama saja jika pelakunya tidak istiqomah. Konsisten dan istiqomah adalah dua hal penting dalam menebarkan kebaikan. Semoga, kita bisa meraih husnul khotimah di akhir penghujung perjalanan ini. Aamiin!

Wallahu a’lam.
 

Yevi Yusnanda Usman

Mahasiswa Majanemen FE
Universitas Islam Indonesia

 

MUTIARA HIKMAH
“Wahai anak Adam! Kalian tidak lain hanyalah dari sekumpulan hari. Setiap satu hari berlalu maka sebahagian dari diri kalian pun ikut pergi”
(Imam Hasan Al-Bashri)

UNTUK KITA YANG SERING BERMAKSIAT

وَلَيۡسَتِ ٱلتَّوۡبَةُ لِلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلسَّيِّ‍َٔاتِ حَتَّىٰٓ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ ٱلۡمَوۡتُ قَالَ إِنِّي تُبۡتُ ٱلۡـَٰٔنَ وَلَا ٱلَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمۡ كُفَّارٌۚ أُوْلَٰٓئِكَ أَعۡتَدۡنَا لَهُمۡ عَذَابًا أَلِيمٗا ١٨

Dan tidaklah taubat itu diterima Allah dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan (yang) hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan: “Sesungguhnya saya bertaubat sekarang”. Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.(QS al-Nisâ’ [4]: 18)

 

Saudaraku, yang semoga Allah l rahmati. Sesungguhnya kita paham betul dengan yang namanya dosa, apa lagi maksiat dan kita saat ini berada di zaman yang dikelilingi dosa. Saat keluar rumah mata kita bermaksiat karena banyak dari kita yang tidak bisa menjaga pandangan, telinga kita bermaksiat karena kita mendengar gosip-gosip yang beredar, lisan kita bermaksiat karena susah untuk menjaga ucapan, fikiran dan hati kita bermaksiat karena selalu berprasangka buruk terhadap sesama dan berprasangka buruk terhadap Allah l dan saya pikir jangankan diluar rumah, didalam rumah saja kita masih bisa bermaksiat, karena banyak tayangan-tayangan yang masya Allah, bisa dikatakan kurang mendidik para generai umat. Semoga kita termasuk orang yang dapat menjaga indra kita dan selalu memohon ampunan kepada Allah l. Âmîn.
 

Kita Terhalang Oleh Dosa.

Sangat miris memang, di negara yang mayoritas umat Muslim, banyak kemaksiatan yang beredar, tidak hanya satu atau dua hari tapi setiap hari kita melihat kemaksiatan, setiap hari kita melakukan dosa namun why?, kenapa dibiarkan berlalu lalang, seakan-akan menjadi kewajaran bagi sebagian orang. Pernahkah kalian berfikir seperti ini, “Kenapa yah, sekarang saya jarang pergi ke masjid, rasanya sulit untuk berjalan kesana, kenapa yah saya susah untuk bangun malam, kenapa yah hidup saya tidak tenang”. we said why…?” Kenapa sebagian dari kita enggan pergi kemasjid, susah bangun malam, hidup tidak tenang?

Karena hidup kita terhalang dosa, kita terhalang oleh dosa yang kita perbuat, berleha-leha karena hiburan yang kita nikmati, terlalu asik dengan dosa yang kita kerjakan, sehingga setan menjadikan dia temannya dan saat Allah panggil dengan suara adzan yang berkumandang, setan menutup telinga kita, dia mengencingi telinga kita dan dia tertawa karena keberhasilannya, Allahu akbar.
 

Mengapa Allah Tidak Langsung Memberi Adzab.

Saya bertanya-tanya, kenapa Allah tidak mengadzab langsung orang yang terus-menerus melakukan maksiat. Mungkinkah kita dibiarkan? Tidak, karena Allah cinta kepada kita, Dia sayang terhadap kita sehingga Allah menunda adzab kita dan Allah ingin agar kita bergegas untuk bertaubat meminta ampun kepadanya, subhan Allah. Betapa pengasihnya Dia, Allah ingin kita bertaubat kepada-Nya saudaraku. Maka bergegaslah terhadap ampunan Allah l kemudian beramal shalihlah serta tinggalkanlah maksiat, karena kita tidak tahu kapan maut akan menjemput, mungkin hari ini, besok atau saat ini juga, kita tidak tahu.

Demikianlah kebanyakan dari kita lalai dalam mengingat kematian, bahwa kita tidak akan hidup selamanya didunia, kita akan mati saudaraku, kita akan memasuki liang lahat dan satu persatu teman-teman kita bahkan keluarga, akan meninggalkan kita dan hanya amal yang akan menemani kita di alam kubur.

Allah l berfirman, “

Dimana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun.” (QS al-Nisâ’ [4]: 78)

Saudaraku, bila seseorang diajak berbisnis dalam perkara duniawi, maka ia akan berpikir akan keuntungan dan kerugian yang dia peroleh, dan siap menerima konsejuensi yang akan diperoleh, dia berbicara panjang lebar mengenai dunia. Disisi lain ketika kita diajak berbicara mengenai akhirat, tentang keuntungannya kemudian apa yang terjadi?, Kita enggan mendengarkan, kita berfikir hidup kita masih lama, kita berfikir kita akan tekun ibadah ketika mencapai umur 45-50 tahun. Allahu akbar.
 

Nasihat dari Ibrahim Ibn Adham.

Seorang yang shalih bernama Ibrahim ibn Adham didatangi oleh orang yang suka berbuat dosa, dia berasal dari kalangan Muslim masa awal. Jadi dia memberitahunya “Berikan aku nasihat karena aku selalu berbuat dosa.” Kemudian Ibrahim ibn Adham, mencoba membuatnya malu agar dia tak lagi berbuat dosa kepada Allah.

Jadi dia berkata “Jika kau mau berbuat dosa dihadapan Allah, maka lakukan saja, tapi janganlah kau makan dan minum, jangan kau makan dari rizqi Allah, dan jangan minum dari rizqi Allah, jangan gunakan rizqi-Nya. Jadi pria itu berkata “Bagaimana mungkin aku melakukan hal itu, karena semuanya rizqi Allah.” Dia berkata, “Apakah masuk akal untuk berbuat dosa dihadapan Allah sementara kau memakan rizqi-Nya?” orang itu berkata, “Kau benar, berikan aku nasihat yang kedua.” Jadi dia berkata “Jika kau masih ingin berbuat dosa selagi makan dan minum dari rizqi yang diperuntukan kepadamu, maka paling tidak jangan melakukan dosa ditanah-Nya”. Orang itu berkata, “Itu bahkan lebih besar lagi, karena semua tanah di bumi ini milik Allah”. Dia memberitahu, “dengan begitu, apakah pantas, kau berbuat dosa sementara makan dan minum dari rizqi Allah  dan melakukan ditanah-Nya?”. Dia berkata “berikan aku nasihat yang ketiga”.

Ibrahim ibn Adham berkata, “Jika kau masih saja mau melakukan dosa, paling tidak berbuat dosalah di tempat yang tidak bisa dilihat oleh Allah”, si penanya berkata, “Ini bahkan lebih besar lagi”. Ibrahim berkata, “maka masuk akalkah kau berbuat dosa dihadapan Allah, ditanah Allah, dengan memakan rizqi Allah?” Jadi orang itu berkata, “oke berikan aku nasihat yang keempat”. Ibrahim berkata “jadi jika kau masih ingin melakukan dosa setelah mendengar semua ini, maka lakukan saja, tapi ketika malaikat maut menjemputmu, katakana pada mereka untuk menunggumu melakukan shalat dua raka’at, dank au bertaubat kepada Allah”. Dia berkata “malaikat maut tidak akan mengizinkanku”, Ibrahim berkata “ kalau begitu ketika kau dijebloskan ke neraka oleh malaikat suruhan Allah, maka jangan mau dijebloskan.” Orang itu berkata “mereka tidak akan mengizinkanku, oke cukup,cukup”. Maka dia telah mengerti nasihat yang diberikan kepadanya, telah mengerti teguran yang diberikan padanya dan diriwayatkan sejak saat itu orang tersebut tidak pernah melakukan dosa dihadapan Allah l.
 

Air Mata Taubat

Seseorang yang meneteskan air matanya sering dia bertaubat kepada Allah l. Subhan Allah, air mata tersebut sangat bernilai dimata Allah l. Pernah seketika Jibril p datang kepada Rasulullah ` dan berkata: ”Wahai Rasulullah, para malaikat sedang menimbang setiap amal manusia, tapi kami tidak dapat menimbang beratnya air mata manusia.” Rasulullah ` bertanya “mengapa begitu”, Dia menjawab “Allah memberikan ganjaran yang besar bagi air mata, jadi air mata tidak dapat ditimbang di mizan.”

Ketahuatuialah satu tetes air mata dapat memadamkan sungai api (neraka) yang disebabkan dosa seseorang, Allahu akbar begitu luas ampunan Allah l. Jadi Saudaraku, setan ingin menjauhkanmu dari Allah, tapi janganlah kamu pergi, pertarungan kita dengan setan berlangsung seumur hidup, dia menarikmu kepada kesesatan dan kejahatan, tapi seharusnya kita berlari menuju ketaqwaan.

Jangan putus asa terhadap hidayah Allah, hendaknya kita senantiasa berdoa kepada Allah l, beristighfar kepadanya, semoga Allah l senantiasa melindungi dari kejahatan hawa nafsu, kejahatan setan, kejahatan lisan, mata hati, pendengaran, dan dari angan-angan yang buruk. Sesungguhnya ampunan Allah l sangatlah luas maka jangan sampai kita lupa kepada-Nya, menolak rizqi-Nya, apalagi sampai menyekutukannya, semoga kita selalu berada pada jalan yang lurus dan diridhai oleh Allah l. Ya Allah, saya sudah kabarkan dan saya sudah sampaikan. Wa Allâhu a’lam bi al-Shawwâb.[]
 

Rusman Ibn Rasmani

Mahasiswa Universitas Islam Indonesia
 

MUTIARA HIKMAH
 
Allah l berfirman (artinya), “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS al-Tahrîm [66]: 8)

PEMUDA-PEMUDI QURANI, PEMIMPIN DAN PEMBANGUN PERADABAN MASA DEPAN

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

 

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh karena itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.
(QS. al-Nisâ [4]: 9).

Akhir-akhir ini, negeri kita tengah dilanda kasus-kasus kemanusiaan yang membuat kita miris. Terlebih pelakunya adalah pemuda-pemudi dengan kisahnya yang beraneka macam. Mulai dari kasus mahasiswi di salah satu universitas yang ditemukan sudah tak bernyawa karena mencoba menggugurkan kandungan hasil hubungan gelapnya, kasus mahasiswi yang menganaiaya temannya sendiri hanya karena tato hello kitty, para pemuda di sebuah sekolah menengah atas yang saling tawuran atau kasus begal yang tengah membuat masyarakat resah.

Kasus-kasus yang membuat miris tersebut semestinya membuat kita umat Islam tergugah untuk melakukan sesuatu. Sebagai umat yang Allah beri tugas sebagai umat terbaik di bumi-Nya ini, melihat kondisi sekarang ini, tentu kita tidak boleh hanya berdiam diri, cuma prihatin, atau hanya menjadi penonton. Terlebih, sebagai seorang akademisi atau seorang yang punya ilmua, kita harus bergerak dan bertindak dalam aksi nyata.

Seperti kata pepatah, tidak ada asap tanpa api. Begitupun dengan kasus-kasus  di atas. Bila kita tinjau lebih jauh tentu ada sesuatu yang salah. Bukan hanya harus menyelidiki siapa yang salah, namun harus pula diselidiki kesalahan tersebut secara lebih luas lagi dan bagaimana cara menangani kesalahan itu dengan solusi terbaik.

Ketika kita berharap ingin menyelesaikan sebuah permasalahan dengan solusi terbaik, kita harus mengenali lebih detail apa sebenarnya pokok permasalahan yang ada, apa penyebabnya dan mengapa kesalahan tersebut bisa terjadi. Dengan demikian, cara yang nanti kita ambil untuk dijadikan solusi akan tepat sasaran dan tidak melenceng dari tujuan.

Menganalisis kasus-kasus yang akhir-akhir ini terjadi, penulis mengasumsikan bahwa kasus-kasus di atas terjadi akibat krisis moral. Moral para pemuda saat ini telah merosot sampai pada titik nadir. Lebih membuat misis lagi adalah nirmoral pemuda saat ini memiliki kecenderungan untuk terus berlangsung seakan tanpa bisa dibendung dan dihentikan. Padahal mereka adalah generasi emas penentu peradaban, dan sebagian besar mereka adalah generasi Islam.

Kebanyakan pemuda-pemudi Islam sekarang hidup dalam lingkungan jahiliyah. Dari satu sisi mereka tetap muslim, tetapi di sisi yang lain pemikiran, perasaan dan tingkah laku mereka sangat jauh dari ajaran Islam yang sejati. Cara berpikir, berpakaian dan bergaul mereka telah dicemari oleh pemikiran, perasan dan tingkah laku tidak islami yang kebanyakan bersumberkan dari pemikiran Barat yang dimotori oleh para pemodal berkolaborasi dengan pihak-pihak yang memusuhi Islam. Mereka dengan bersungguh-sungguh telah melakukan proses pembaratan (westernisasi) melalui racun sesat pemikiran Barat (westoxication), mereka berusaha mempengaruhi dan membelokkan pemahaman kaum muslimin terutama kaum mudanya agar jauh dari nilai-nilai Islam yang murni.

Di bidang ekonomi, mereka mengembangkan kapitalisme yang berintikan asas kebebasan untuk mencari manfaat (profit). Menurut mereka, apa saja boleh dilakukan bila menguntungkan secara material, tidak peduli sekalipun bertentangan dengan nilai agama atau moral. Di bidang budaya, mereka menyebarkan westernisme yang dikemas dengan wajah seni dan estetika, namun sebenarnya berintikan amoralisme jahilliah. Bagi mereka, tidak ada pantang larang, termasuk seks bebas atau pakaian tidak senonoh, selagi tidak menggangu kepentingan orang lain.

Padahal, seperti kita ketahui pemuda adalah harapan bangsa yang kelak akan memimpin bangsa ini. Bagaimana wajah dan kondisi bangsa Indonesia, termasuk wajah dan kondisi umat Islam nanti di masa depan, tercermin dari wajah dan kondisi para pemudanya saat ini. Sungguh mengkhawatirkan bila pemuda saat ini dibiarkan saja memiliki moral yang antah-berantah tanpa ada usaha yang sungguh-sungguh dari kita semua umat Islam yang masih punya kepedulian.

Islam sesungguhnya telah memberikan solusi untuk memperbaiki moral pemuda yang mengalami krisis ini. Al-Quran sebagai kitab suci umat islamlah yang sesungguhnya dapat dijadikan pedoman untuk memperbaiki moral para pemuda. Dalam surat al-A’râf [7] ayat 52  Allah berfirman: Dan sesungguhnya kami telah mendatangkan sebuah kitab (al-Quran) kepada mereka yang kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan kami; menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.

Inilah yang menjadi tugas besar bagi kita selaku umat Islam; menanamkan akhlaq qurani pada diri sendiri dan mentransfernya kepada para pemuda lainnya, baik secara langsung (melalui nasihat-nasihat dan pengajaran) atau tidak langsung (melalui keteladanan akhlak dan perilaku terpuji). Bila penanaman akhlaq qurani ini kuat bercokol pada setiap pemuda, pasti tidak akan ada lagi pelanggaran-pelanggaran moral yang terjadi. Sehingga para pemuda qurani ini akan siap menjadi pemimpin-pemimpin terbaik bagi bangsa dan pemimpin umat di masa depan.

Sebuah ungkapan Arab yang barangkali sering kita dengar, “syubbân al-yaum rijâl al-ghad” (pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan), adalah sebuah ungkapan yang telah dibuktikan oleh sejarah. Karenanya, mau tidak mau, suka tidak suka, akhlaq pemuda harus ditransformasi menjadi akhlaq qurani. Bukan tidak mungkin pemuda yang tadinya tak bermoral bisa hijrah dengan sendirinya dengan hidayah Allah sebagai sebuah rahasia dari-Nya. Namun, tentu lebih indah dan memang semestinya bila banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Karena Allah sendiri juga mewajibkan kita umat Islam untuk berdakwah, untuk saling menasihati dalam kebenaran dan berlomba dalam kebaikan. Terutama dari para orangtua dan guru untuk menasehati para pemuda baik secara formal ataupun nonformal. Kemudian dari seorang pemuda kepada teman-teman pemudanya yang lain untuk senantiasa melakukan kebaikan.

Semua orang adalah pemimpin, hanya kadar dan tanggung jawabnya saja yang berbeda. Maka dari itu sebagai calon pemimpin masa depan, para pemuda harus mempersiapkan bekal yang matang. Dengan bekal akhlaq qurani, maka In syâ Allah para pemuda akan kembali mencapai masa emas kepemimpinan Islam.

Bagaimana sebenarnya menjadi pemuda-pemudi qurani itu? Di antara ciri-ciri pemuda qurani adalah sebagai berikut:

  1. Beraqidah yang mantap
  2. Menanamkan dalam hati dan perbuatannya bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah . Dalam setiap nafas dan geraknya, hanya ridha Allah yang diharapkannya.

  3. Mencintai Rasulullah
  4. Meneladani rahasia sukses beliau dalam memimpin umat Islam, yaitu berlaku shiddiq (benar), tabligh (menyampaikan), amanah (dapat dipercaya), dan fathonah (cerdas).

  5. Mengenal dirinya sendiri (self awareness)
  6. Mengenal diri sendiri berarti mengetahui kemampuan dan kekurangan, serta kebutuhan pokok dirinya, yang berarti pula menahan ego. Ali ibn Abi Thalib mengatakan, “barangsiapa mengenal dirinya maka ia akan mengenal Rabb-Nya.” Dalam al-Quran, Allah berfirman: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (QS. Fushshilât [41]: 53).

  7. Berilmu pengetahuan
  8. Seorang pemimpin haruslah orang yang cerdas, bila tidak tentu ia akan mudah dibodohi oleh orang-orang jahat yang dipimpinnya. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Kelebihan seorang yang berilmu terhadap ahli ibadah adalah seperti bulan purnama terhadap seluruh bintang-bintang di langit” (HR. Muslim).

  9. Amar ma’ruf nahi munkar
  10. Bukti cinta kita kepada sesama karena Allah adalah saling nasehat-menasehati dalam kebenaran dan senantiasa mengajaknya melakukan kebaikan.

  11. Menjunjung tinggi musyawarah, kerjasama, adil, dan peduli terhadap sesama.
  12. Dengan poin-poin di atas diharapkan akan bermunculan pemuda-pemudi qurani yang berintelektual tinggi sebagai calon pemimpin bangsa dan umat di masa depan.

Para rekan pemuda-pemudi, penulis berpesan, estafet kepemimpinan telah menunggumu. Ingin tahu hari esokmu seperti apa? Lihatlah dirimu hari ini. Tak ada kata mumpung masih muda, bersantai-santai saja, tapi, mumpung masih muda, masih bisa kerja keras, mari bersama bersatu, bergandengan tangan, memaksimalkan usaha. Turut aktif mewarnai organisasi-organisasi dakwah dan sejenisnya yang bermanfaat untuk sesama, untuk memajukan peradaban.

Semoga Allah senantiasa memberikan taufiq dan hiadayahNya kepada kita semua, khususnya para pemuda dan pemudi bangsa Indonesia dan umat Islam, agar kuat dan sabar dalam menghadapi godaan dunia dan senantiasa teguh berpegang pada agama Allah .

 

Chumairoh
Mahasiswi Statistika 2013

 

MUTIARA HIKMAH

Abul ‘Aliyah Ar-Riyahi rahimahullah berkata:
“Aku bepergian mencari seorang guru selama berhari-hari. Urusan yang pertama kali aku perhatikan darinya adalah masalah sholat. Jika kudapati dia menegakkan dan menyempurnakan sholatnya, aku singgah dan mendengarkan ilmu darinya. Namun jika kudapati ia menyianyiakan sholatnya, aku akan kembali pulang dan tidak mendengarkan ilmu darinya. Dan kukatakan, ‘Untuk selain sholat, dia pasti lebih melalaikannya’”
(Shiffat al-Shofwah, III/212).