Berbuat Baiklah Karena Allah Menyukai Orang Yang Berbuat Baik

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Para pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah ﷻ, ibadah kepada Allah ﷻ tidak akan sempurna apabila kita tidak memberikan pelayanan yang baik terhadap makhluk Allah ﷻ (terkhusus kepada manusia) baik yang besar maupun yang kecil karena sejatinya export dari penghambaan kita kepada Allah minimal lima waktu sehari adalah supaya manusia tercegah dari perbuatan keji dan mungkar (Q.S. al-Ankabut [29]: 45) pada akhirnya manusia berakhlak mulia dalam bergaul.

Berbuat baik terhadap makhluk Allah ﷻ wajib bagi setiap muslim. Ada banyak ayat al-Qur’an yang selain manusia dituntut untuk mengingat Allah ﷻ juga untuk berbuat baik terhadap makhluk lainnya. Perbuatan baik tersebut dapat berupa pemisahan harta yang telah kita kumpulkan maupun dalam bentuk toleransi. Allah ﷻ memerintahkan membayar zakat, berinfaq dan bershadaqah agar supaya saudara kita yang tidak memiliki kecukupan dalam hidupnya dapat melangsungkan hidup dan tenang beribadah kepada Tuhannya. Itu menjadi salah satu bentuk hubungan dengan sesama makhluk.

 

Amal Shalih

Percaya atau tidak, manusia cenderung kepada sifat yang tidak pernah puas akan pendapatannya dalam suatu hal. Manusia akan mencari lembah lain apabila lembah miliknya sudah penuh. Beruntungnya kita memeluk agama Islam yang mengatur mengenai kepemilikan.

Allah ﷻ tidak melarang manusia mengumpulkan harta benda akan tetapi Allah ﷻ melarang kita tamak terhadap harta benda yang dimiliki. Oleh karena itu agama Islam memberikan syariat mengeluarkan harta benda yang dimiliki di jalan Allah ﷻ. Ganjarannya bukan hanya di akhirat akan tetapi juga di dunia ini, Allah ﷻ telah berjanji harta yang dikeluarkan di jalan Allah ﷻ tidak akan berkurang.

Allah ﷻ berfirman, “Barangsiapa yang beramal shalih dari laki-laki dan perempuan, sedang dia beriman, maka akan Kami hidupkan dia dengan kehidupan yang baik…”(An-Nahl [16]: 97). Maksud ‘hidup yang baik’ banyak mufassir yang menjelaskan bahwa kehidupan tersebut akan tenang dan tentram (jiwa dan hartanya) walaupun banyak datang ujian.[1]

Percayalah apa-apa saja yang dikeluarkan di jalan Allah ﷻ berbeda dengan apa-apa saja yang hanya untuk kepentingan sendiri. Hal ini disebut juga sebagai amal shalih, di mana amalan inilah yang akan menemani kita di liang lahat nanti, bukan apa-apa saja yang kita sayangi saat ini. Rasulullah bersabda, “Apabila anak adam wafat, maka terputuslah pahalanya kecuali tiga yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak shalih yang mendoakannya” (HR. Muslim)

Mungkin kita bisa korelasikan hadits di atas dengan amal shalih (perbuatan baik) kita yang bisa menjadi bekal untuk melangsungkan kehidupan setelah kematian kita yang perantaranya adalah perbuatan baik terhadap makhluk Allah ﷻ.

Seperti seorang hamba yang mendedikasikan sedikit waktu luangnya untuk memberikan pelajaran Agama. Ketika ajaran Agama yang diajarkannya diamalkan oleh muridnya, maka bukan tidak mungkin amalan itu akan memberikan kita pahala yang terus mengalir sehingga perbuatan baik kita menjadi sedikit bermanfaat untuk kehidupan setelah kematian kita.

 

Panduan Allah Dalam Hubungan Dengan Manusia.[2]

Di dalam Al-Quran setidaknya Allah ﷻ telah memberikan tiga panduan dalam mencari keridhaan-Nya melalui perantara makhluk.

Pertama, menafkahkan harta yang dicintai di jalan Allah ﷻ kepada orang-orang yang membutuhkan. Bahwa sudah dijelaskan sebelumnya, sifat dasar manusia adalah tidak rela untuk mengeluarkan harta yang sudah dikumpulkannya susah payah (bakhil). Akan tetapi Allah ﷻ memberikan kita sebuah tuntutan agar mengeluarkan harta yang telah susah payah dicari siang dan malam tersebut. Tentu saja ini berat bukan? Namun inilah ujian Iman yang mana untuk menyempurnakan kebajikan.

Allah ﷻ mensyaratkan ini adalah agar manusia dapat merasakan indahnya berbagi, merasakan kebahagiaan dalam berbagi, dan merasakan kebahagiaan orang lain yang mendapatkan rezeki dari kita. Bukankah itu indah melihat seseorang yang kita berikan sebagian dari rezeki kita tersenyum kepada kita dan tak jarang kita juga didoakan olehnya?

Karena sifat kita yang bakhil, dan Allah ﷻ Maha Tahu atas keadaan hati kita, maka Allah Yang Maha Rahmah memberikan kemudahan dalam mengeluarkan harta kita, yaitu berikanlah kepada keluarga dekat yang membutuhkan. Bahkan ulama berpendapat bahwa  keluargalah yang paling berhak atas shadaqah kita sebelum orang lain. Maha besar Allah ﷻ dengan segala kasih sayangnya. (Q.S Al-Baqarah [2]: 177)

Kedua, bersedekah diam-diam tanpa ada perasaan riya. Sebagai manusia setidaknya ada perasaan ingin dipuji oleh orang lain. Tidak masalah apabila kita mendapatkan pujian tetapi jangan dijadikan pujian tersebut sebagai alasan kita besar kepala dan jangan mencari cara agar dapat pujian.

Berbeda apabila shadaqah yang dikeluarkan secara terang-terangan agar orang lain berlomba-lomba juga dapat bershadaqah. Hal demikian diperbolehkan, biasanya perbuatan demikian adalah cara berbuat baik untuk membantu memajukan lembaga sosial dan mengajak lainnya untuk mengikutinya seperti kita memberikan wakaf terhadap pembangunan sekolah Islam, dll.

Ada perbuatan yang lebih mulia lagi dari shadaqah secara terang-terangan tersebut. Yaitu secara diam-diam. Biasanya shadaqah ini diperuntukan apabila kita memberi kepada seseorang yang fakir dan miskin (shadaqah pribadi). Selain cara ini mulia, cara ini juga menjaga perasaan yang diberikan santunan, karena kadang walaupun niat kita ingin mengajak orang lain untuk bershadaqah dengan menunjukan kegiatan kita yang sedang bershadaqah tapi ada beberapa fakir miskin yang tersinggung apabila dirinya diposting. [3]

Dari berbuat baik tersebut di atas, hendaknya tinggalkan rasa riya karena akan menghilangkan pahalanya dan malahan bisa menyebabkan renggangnya hubungan bersosial.

Ketiga, mengubah struktural dan sistematis menuju tatanan kehidupan yang lebih baik demi kebaikan bersama. Amal ini juga bisa dijadikan patokan orang-orang memiliki jiwa kepemimpinan. Panduan ini terdapat pada Surat Al-Balad ayat 11-16. Dalam tafsir Al-Azhar karya Buya Hamka, di mana orang-orang yang menempuh jalan yang sukar ketika senantiasa kesukaran tersebut ditempuh dengan penuh ketabahan maka selamatlah jiwanya. Jalan kesukaran dalam surat tersebut adalah memerdekakan budak, memberi makan pada musim kelaparan, dan memberi makan anak yatim. [4]

Banyak Yayasan untuk membantu anak-anak yatim yang didirikan agar anak-anak yatim tersebut tidak sengsara di masa kedepannya. Inilah amal yang derajatnya tinggi, orang-orang ini menuju kedalam kesukaran dengan susah payah untuk membantu mengeluarkan orang lain dari kesengsaraan.

Barangkali akhir dari sebuah tulisan ini adalah muhasabah kita, sudah sejauh apa perbuatan kita untuk orang-orang sekitar, untuk lingkungan sekitar. Umat Nabi Muhammad ﷺ berumur paling pendek, selain itu umur juga tidak ada yang tahu, sehingga hendaknya mari manfaatkan kehidupan ini untuk banyak-banyak mencari investasi akhirat.

 

Marâji’:

[1] Buya Hamka.Tafsir Al-Azhar Juz 5. Depok: Gema Insani. 2020 M. Cet.k-3. hal. 214.

[2]Imam Jamal Rahman. Al-Hikam Al-Islamiyyah. 2013. Terj. Satrio Wahono,  Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.2016 M. Cet.k-1. hal.190.

[3] Buya Hamka.Tafsir Al-Azhar Juz 1…hal. 542.

[4] Buya Hamka.Tafsir Al-Azhar Juz 9…hal. 584.

           

Penyusun:

Arviyan Wisnu Wijanarko

Alumni FIAI UII

 

Mutiara Hikmah

 

لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَّكُم ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ

“Jangan kalian mengira itu buruk bagi kalian, padahal itu baik bagi kalian” (Q.S. an Nûr [24]: 11).

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *