IDUL ADHA DI ERA SECOND-WAVE COVID-19

Oleh: Shofi Latifah Nuha Anfaresi*

 

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Idul Adha atau yang kerap kali disebut sebagai hari raya lebaran haji merupakan perayaan yang dilakukan umat Muslim di belahan dunia manapun, tidak terkecuali Indonesia, negara dengan penganut agama Islam terbanyak di dunia. Di dalam agama Islam, setiap Muslim melaksanakan shalat Idul Adha dan menyembelih hewan qurban. Hal ini ditujukan sebagai bentuk ketakwaan, ketaatan dan kecintaan kepada Allahﷻ. Qurban secara bahasa, berasal dari bahasa Arab yang memiliki arti dekat atau mendekatkan diri kepada Allahﷻ. Qurban dapat pula disebut sebagai Udhhiyah atau Dhahiyyah yakni hewan sembelihan. Pelaksanaan ibadah  dilaksanakan oleh seluruh umat Islam pada bulan Dzulhijjah, yakni pada tanggal 10 (nahar), 11, 12 dan 13 (tasyrik).

 

Sejarah Ibadah Qurban

Sejarah munculnya ibadah qurban erat kaitannya dengan kisah Nabi Ibrahim a.s yang memiliki posisi yang dekat dengan Allahﷻ dan juga mulia di dalam agama Islam. Nabi Ibrahim mengorbankan putranya, yakni Ismail a.s, sang buah hati satu-satunya yang sangat ia cintai. Perintah yang disampaikan melalui mimpinya itu kemudian disetujui oleh anaknya dan dilaksanakan oleh Nabi Ibrahim a.s dengan sepenuh hati. Ismail a.s melalui penyembelihan tersebut kemudian diganti oleh Allahﷻ dengan seekor domba. Hal ini merupakan petunjuk dari Allahﷻ kepada umat manusia bahwa praktik pengorbanan terhadap manusia tidak diperkenankan karena kasih sayang-Nya semata[1].

Di dalam sebuah hadits dikatakan bahwa ibadah qurban merupakan suatu ibadah yang sangat disenangi Allahﷻ yang dilaksanakan tepat pada hari raya Idul Adha, “Amalan manusia pada saat hari raya Idul Adha yang paling dicintai Allah adalah menyembelih hewan qurban. Sesungguhnya hewan itu akan datang pada hari kiamat (sebagai saksi) dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah hewan qurban itu telah terletak di suatu tempat di sisi Allah sebelum mengalir ke tanah. Karena itu bahagiakanlah dirimu dengannya.” (Hakim, Ibn Majah, dan Tirmidzi; ia mengatakan hadits ini hasan gharib).

 

Ketentuan Penyembelihan Qurban

Dalam fiqih penyembelihan hewan, terdapat standar ataupun ketentuan yang perlu diperhatikan oleh umat muslim yang terlibat dalam prosesi penyembelihan,[2] yakni:

  1. Hewan yang disembelih haruslah dalam keadaan hidup saat akan disembelih dan telah memenuhi standar kesehatan hewan dari lembaga yang berwenang.
  2. Penyembelih haruslah beragama Islam, telah baligh, memahami cara penyembelihan syar’i, memiliki keterampilan dan kemampuan menyembelih.
  3. Alat penyembelihan yang digunakan khusus untuk penyembelihan halal, harus tajam, halus, tidak bergerigi, berlubang, retak atau kerusakan lainnya. Ukuran alat disesuaikan minimal 1,5x lebar leher hewan dan tersedia minimal 2 pisau untuk penyembelihan. Pisau harus dicuci dan diasah untuk memastikan ketajamannya setiap selesai menyembelih.
  4. Pada proses penyembelihan, hewan disunnahkan untuk dihadapkan kearah kiblat dengan niat menyembelih dan menyebut bismillahi Allahu akbar. Penyembelihan dilakukan dengan mengalirkan darah hewan melalui pemotongan saluran makanan, pernafasan, dan dua pembuluh darah dalam satu kali proses secara cepat (< 10 detik), tanpa mengangkat pisau dan tidak memutus tulang leher hewan.
  5. Pasca penyembelihan, hewan yang telah mati dipindahkan ke ruang pemotongan dengan adanya karkas terpisah untuk ruang penanganan jeroan, kulit, kaki dan kepala. Proses pengeluaran jeroan ini harus hati-hati supaya saluran pencernaan, kantong kemih dan empedu tidak mencemari karkas.

Prosesi tersebut diatas tentu memerlukan tenaga dan keterlibatan masyarakat secara inklusif sehingga dapat terciptanya tujuan ibadah Idul Adha yang sesuai syari’at. Sayangnya, di Indonesia sendiri, wabah COVID-19 masih belum sepenuhnya terkendali. Belum lagi, adanya jenis virus COVID-19 baru, yaitu virus COVID-19 yaitu B.117 yang berasal dari Inggris, B.1351 dari Afrika Selatan dan varian mutasi ganda yang baru-baru ini diperoleh dari India, yakni B. 1617. Hal inilah yang kemudian mengundang kekhawatiran dan kewaspadaan masyarakat di Indonesia terkait peningkatan penularan virus COVID-19. Lalu, bagaimana dengan pelaksanaan Idul Adha agar tetap sesuai dengan pedoman fiqih namun berusaha pula untuk tidak menambah kasus COVID-19?

 

Qurban Saat Wabah Covid 19

Fatwa MUI mengenai Shalat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Qurban Saat Wabah COVID-19 telah diterbitkan dan dapat dijadikan sebagai acuan masyarakat yang menganut agama Islam di Indonesia untuk menjalankan ibadah di hari raya Idul Adha (MUI, 2020). Beberapa fatwa yang perlu diketahui masyarakat pada pelaksanaan hari raya Idul Adha yaitu:[3]

  1. Melaksanakan ibadah qurban hukumnya sunnah muakkad, dilaksanakan dengan melakukan penyembelihan hewan ternak.
  2. Ibadah qurban tidak dapat diganti dengan uang ataupun barang lain yang senilai, meski ada hajat dan kemaslahatan yang dituju. Apabila hal itu dilakukan, maka hal ini dihukumi sebagai shadaqah.
  3. Ibadah qurban dapat dilakukan dengan cara taukil, yaitu pequrban menyerahkan sejumlah dana seharga hewan ternak kepada pihak lain, baik individu maupun lembaga sebagai wakil untuk membeli hewan qurban, merawat, meniatkan, menyembelih, dan membagikan daging qurban.
  4. Pelaksanaan penyembelihan qurban harus tetap menjaga protokol kesehatan untuk mencegah dan meminimalisir potensi penularan
  5. Pemerintah memfasilitasi pelaksanaan protokol kesehatan dalam menjalankan ibadah qurban agar dapat terlaksana sesuai dengan ketentuan syari’at Islam dan terhindar dari potensi penularan Covid-19.

Mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 114/Permentan/PD.410/9/2014 dan Surat Edaran Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Nomor: 0008/SE/PK.320/F/06/2020[4] , maka;

  1. Masyarakat sangat dianjurkan untuk melakukan pembatasan jumlah petugas penyembelihan dan pendistribusian dengan mematuhi protokol kesehatan dan memastikan seluruh petugas terbukti sehat.
  2. Masyarakat direkomendasikan untuk tidak memaksakan pelaksanaan penyembelihan hanya pada tanggal 10 Dzulhijjah saja, namun dapat dilakukan pada hari tasyrik sehingga pada tanggal tersebut tidak terjadi penumpukan jumlah petugas dan sibuknya golongan masyarakat yang ikut terlibat dalam penerimaan. Hal ini akan menjamin pula produk hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH).
  3. Masyarakat harus melakukan perencanaan pengaturan desain lokasi, alur proses dan pembagian tugas personil yang tepat sehingga proses penyembelihan berjalan efektif dan efisien sehingga dapat meminimalisir potensi penularan virus COVID-19.

Masyarakat melalui acuan peraturan pemerintah diharapkan dapat saling bekerjasama dan berikhtiar semaksimal mungkin untuk melaksanakan ibadah qurban dengan menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan, yakni selalu menggunakan APD (alat pelindung diri) berupa masker, sabun cuci tangan/hand sanitizer dan menjaga jarak. Semoga Allahﷻ meridhai ikhtiar kita semua.Âmîn.[]

 

Marâji’:

 

* Alumni FTSP UII

[1] Jayusman. 2012. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Ibadah Qurban Kolektif. Al-’Adalah 10(4), pp. 435-446

[2] Handoko, S., Satyadarma, W., Nugroho, W.S. 2020. Panduang Praktis  di Era New Normal. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada. Hal 65-67

[3] Fatwa MUI mengenai Shalat Idul Adha Dan Penyembelihan Hewan Qurban Saat Wabah COVID-19 No. 36 Tahun 2020

[4] Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 114/Permentan/PD.410/9/2014

 

Mutiara Hikmah

 

Dari Abu Ayyub a yang mengatakan,

كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ

”Pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya.” (H.R. Tirmidzi, ia menilainya shahih, Minhaajul Muslim, Hal. 264 dan 266).

 

Download Buletin klik disini

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *