MAKNA SILATURRAHIM DI HARI RAYA IDUL FITRI
MAKNA SILATURRAHIM DI HARI RAYA IDUL FITRI
Oleh: Nur Laelatul Qodariyah*
Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,
Saudaraku kaum muslimin yang dirahmati Allah ﷻ, telah sampai kita pada penghujung Ramadhan. Yang kemudian datanglah hari yang sering disebut sebagai hari yang suci yaitu hari raya idul fitri, maka dari itu masyarakat di Indonesia sering merayakan hari itu sebagai hari dimana untuk bisa menjalin silaturrahim dengan keluarga, kerabat maupun tetangga. Berbicara terkait silaturrahim konteksnya tidak harus pada hari raya saja. Tetapi bisa dilakukan hari-hari biasa. Karena menjalin silaturrahim itu sangat penting, demi menjaga ketentraman bersama.
Menjalin silaturrahim di momen idul fitri ini merupakan salah satu harapan dan doa bagi seorang muslim agar dosa-dosa yang telah dilakukan baik itu kesalahan yang berkaitan dengan hubungannya dengan manusia maupun dengan Allah ﷻ bisa dimaafkan. Sehingga dengan itu akan menimbulkan perbuatan yang baik dalam hal kebersamaan dan juga dengan hubungannya dengan Allah ﷻ. Oleh karena itu memutuskan tali silaturrahim sangat diancam dan dilarang oleh Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman, “Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?. Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; lalu tuli (pendengarannya) dan dibutakan dengan penglihatannya.” (Q.S. Muhammad [47]:22-23)
Hakikat manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya, maka dari itu terlepas daripada hubungan muamalah yang dilakukan manusia pasti ada kalanya melakukan kesalahan yang tidak disadari bahwa hal itu menyakiti saudara kita sendiri. dengan menjalin silaturrahim dan mengakui kesalahan yang dilakukan hal itu bisa meleburkan atau menghapus dosa kita sendiri.
Mengunjungi kerabat
Berkunjung secara langsung dan menemui kerabat dekat merupakan salah satu contoh agar kita bisa mengetahui keadaan secara langsung. Bukan hanya kerabat dekat saja tetapi tetangga sekitar kita yang bersebelahan dianjurkan sekali untuk mengunjunginya secara langsung. Karena biasanya tetangga yang dekat dengan rumah kita itu memungkinkan terjadinya percecokan antar tetangga secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Al-Ghazali, kerabat yang terdekat atau tetangga yang bersebelahan dengan rumah kita itu berpeluang menimbulkan percekcokan dan permusuhan yang mengakibatkan hubungan kekeluargaan terputus. Hal itu seperti istilah lebih baik hidup yang berjauhan tetapi saling mengunjungi satu sama lainnya daripada dekat tapi saling bermusuhan.[1]
Berikut hadits yang berkaitan dengan anjuran silaturrahim, “Seorang yang menyambung silaturrahim bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silaturrahim adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturrahim setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain”.[2]
Memaafkan serta ikhlas dan berlapang dada
Mungkin kita pernah merasakan rasa kecewa atau marah pada sesorang yang telah berbuat kesalahan terhadap kita atau bahkan ingkar janji pada suatu hal yang telah disepakati bersama. Memang tidak mudah untuk memaafkan seseorang yang telah melakukan sesuatu sehingga membuat kita sakit hati bahkan itu menimbulkan trauma yang berat bagi kita. Namun kita telah diajarkan oleh Allah ﷻ untuk ikhlas dan memaafkan segala sesuatu yang menyebabkan kecewa akan suatu hal itu. Allah ﷻitu maha adil, jika kau ihklas menerima kekecewaan dalam hidup dikarenakan seseorang dan kemudian mendekat kepada Allah ﷻ.
Suatu saat Allah ﷻ pasti akan membalasmu dengan kebaikan-kebaikan atas rasa sabar dan ikhlas dalam menerima dan memaafkan seseorang. Dibalik rasa kecewa, rasa marahmu. Memaafkan merupakan salah satu kunci pahala yang bisa kamu dapatkan di dunia ini. Allah ﷻ berfirman, “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.” (Q.S. Al-A’raf [7] : (199).
Bisa dipahami bahwa memaafkan merupakan sesuatu yang mulia, karena memaafkan terciptalah kebersamaan lagi, dan menimbulkan ketentraman hati dan berlapang dada. Siapa tau jika kau menerima dan ikhlas dalam memaafkan orang lain. Allah ﷻ juga akan memaafkan kesalahanmu. Dengan itu munculah perasaan sifat saling menyayangi sesama saudara, dan membuka lembaran baru atau hubungan akan terjalin kembali dengan baik.[3]
Menjalin silaturrahim mencegah dari perbuatan berburuk sangka.
Ketika kita datang dan berkunjung kerumah saudara kita, tentu saja selain bercakap-cakap dan bersalam kita akan menemukan arti sebuah kebersamaan dan ketentraman dalam menjalin silaturrahim. Dengan itu sifat dan perbuatan berburuk sangka terhadap orang lain sewajarnya jauh dalam pikiran kita sendiri. hal itu bisa terjalin dan mengalir begitu saja dengan rasa bahagia bisa berkumpul bersama tanpa ada rasa untuk saling menjatuhkan satu sama lainnya.
Allah ﷻ berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha penerima Tobat. Maha Penyayang.” (Q.S. al-Hujurat [49]: 12).
Berdasarkan ayat diatas dapat dipahami bahwa, berburuk sangka atau bahkan menggunjing merupakan salah satu perbuatan yang bahaya. Bahkan sampai pada dianalogikan orang yang mengghibah sama halnya dengan memakan daging saudaranya sendiri. Dengan itu ketika kita berkunjung kemudian meminta maaf satu sama lainnya sehingga dengan menjalin silaturahmi akan tercipta kedekatan dan juga kekompakan bersama.
Terciptanya kerukunan bersama
Kebersamaan keluarga di hari raya idul fitri merupakan momen yang ditunggu-tunggu bagi keluarga untuk berkumpul bersama. Apalagi budaya kita yang diidentikan ketika lebaran sanak keluarga akan berbondong-bondong balik mudik ke kampung halamanya masing-masing. Oleh karena itu menjalin silaturahmi di hari raya idul fitri menjadi salah satu kesempatan untuk berkumpul bersama sanak saudara. Apalagi ditambah dengan sajian berbagai macam kue lebaran maupun opor, ketupat sebagai pelengkap dalam mencapai keakraban bersama di hari kemenangan ini.
Makna hari Raya Idul Fitri
Setelah melewati puasa selama satu bulan, dan melewati berbagai tantangan agar dapat melawan hawa nafsu kita akan pada sampai hari dimana hari tersebut merupakan hari yang disucikan yaitu hari raya idul fitri. Selain itu di bulan ramadhan merupakan momen dimana kita bisa menemukan malam lailatul qadar yaitu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. sebelum hari raya idul fitri umat islam diwajibkan untuk membayar zakat, dengan membayar zakat kita akan lebih menghargai dan bersyukur atas pemberian dan karunia Allah ﷻ kepada kita. selain itu momen hari raya idul fitri merupakan sebagai bentuk untuk membersihkan jiwa kita dari sifat iri, dengki terhadap orang lain.[4] Dengan itu semoga kita selalu diberikan keselamatan dunia dan akhirat dan mendapatkan syafaat Nabi Muhammad di yaumil akhir.
Mutiara Hikmah
Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda,
تَصَافَحُوْا يَذْهَبُ الغِلُّ ، وتَهَادَوْا تَحَابُّوا ، وَتَذْهَبُ الشَحْنَاءُ
“Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah kedengkian (dendam). Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai dan akan hilang kebencian.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 2/ 908/ 16. Syaikh Al-Albani menukilkan pernyataan dari Ibnu ‘Abdil Barr bahwa hadits ini bersambung dari beberapa jalur yang berbeda, semuanya hasan)
* Ahwal Al-Syakhshiyah FIAI UII, NIM: 19421133
[1] Lilik Ummi Kaltsum, ‘Hubungan Kekeluargaan Perspektif Al-Qur’an (Studi Term Silaturahmi Dengan Metode Tematis)’, Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al- Qur’an Dan Tafsir, 6.1 (2021), 20 <https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Al-Bayan/article/view/9539>.
[2] Syamsur Rizal, ‘Model Pembelajaran Hadist Integratif Dengan Tema Silaturahmi’, 1.1 (2019), 183 <https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/edisi/article/view/1339>.
[3] Moh Khasan, ‘Perspektif Islam Dan Psikologi Tentang Pemaafan’, At-Taqaddum, 9.1 (2017), 80 <https://doi.org/10.21580/at.v9i1.1788>.
[4] Ihyaul Ulumuddin, ‘Makna Perayaan Hari Raya Idul Fitri Dan Hari Natal’, 2010.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!