Peran Iman Bagi Kehidupan Manusia

Peran Iman Bagi Kehidupan Manusia

Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,  

Pengantar

Iman kepada Allah ﷻ adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah ﷻ itu benar-benar ada dengan segala nama dan sifat keagungan, dan kesempurnaannya, kemudian diakui dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata. Jadi, seseorang dapat di katakan sebagai seorang mukmin (orang yang beriman) secara sempurna apabila telah memenuhi ketiga unsur keimanan di atas, Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.

Beriman kepada Allah ﷻ haruslah selalu dipegang oleh setiap orang karena iman tersebut akan menjadi  landasan jelas seseorang  dalam mengerjakan segala aktivitasnya serta menjadi penguat jiwa pada saat mengahadapi masalah sebagaimana firman Allah ﷻ, “Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.”(Q.S. an-Nisâ’ [4]: 136).[1]

Peran Iman Dalam Kehidupan

Iman memegang peranan penting dalam kehidupan, tanpa iman kehidupan manusia seperti kapas yang diterbangkan angin kian kemari. Orang yang tidak beriman hidupnya akan kacau, tidak terarah, dihanyutkan oleh hawa nafsu tanpa ada tujuan yang hakiki. Iman memperbaiki kehidupan manusia yang menggunakan hukum rimba menjadi manusia yang mengetahui bahwa kehidupan mempunyai tujuan.

Peran iman bagaikan cahaya yang menerangi hati, jiwa dan jantung manusia. Kehidupan orang beriman selalu taat kepada perintah Allah ﷻ dan apabila mereka menyimpang atau melanggar peraturan yang telah Allah ﷻ tetapkan maka iman dihatinya akan mengajak dan mengarahkan mereka untuk kembali taat agar tidak terjerumus kedalam kemaksiatan dan perbuatan buruk, seperti itu peran iman dalam kehidupan.

Biologi “Iman”

Dr. Muhammad Mahmud Abdul Qadir dalam bukunya yang telah diterjemahkan oleh Rusydi Malik, dengan judul “Biologi Iman” mengatakan bahwa orang beriman akan selalu dilindungi oleh Allah ﷻ dalam segala gerak-gerik, sikap dan tindak tanduknya, hal itulah yang menjadikan orang beriman selalu merasa tenang, nyaman dan jauh dari rasa stres, takut, pesimis dan  cemas sehingga orang beriman akan terhindar dari berbagai macam penyakit seperti stroke, hipertensi, diabtes dan penyakit dalam lainnya.

Dari segi ilmu biologi, tindakan manusia diatur oleh hormon yang ada dalam tubuhnya. Fungsi biologis tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh imannya, Imannyalah yang  mengatur hormon, selanjutnya membentuk gerak tingkah laku dan akhlak manusia. Kehidupan orang beriman selalu penuh dengan rasa berserah diri kepada Alla ﷻ. Dengan begitu ketenangan dalam hati menjadi mantap, meteran hidup berada di daerah aman, simponi hidup berjalan harmonis. Keseimbangan hormon tetap netral,  keserasian tubuh berjalan dengan wajar. Segala perasaan sedih dan tekanan jiwa berganti dengan kesenangan dan kegembiraan disebabkan mereka percaya bahwa dengan izin dan bantuan Allah ﷻ bagaimanapun masalah yang mereka hadapi pasti akan selesai.[2]

Iman yang kuat haruslah dimiliki oleh semua masyarakat, terkhusus para pemuda. Para pemuda dengan fisik yang masih sehat, kuat, penuh semangat, daya pikir yang masih segar, ditambah dengan kuatnya iman akan menjadikan mereka dapat menimba ilmu dan keterampilan sebanyak-banyaknya, mudah menerima pemikiran dan ide baru sehingga dengan begitu para pemuda akan  menjadi pelopor perubahan bangsa dan negara untuk menjadi lebih baik.

Para pemuda harus menyadari peran mereka sebagai agent of  change, moral force and sosial control selain itu keberadaan para pemuda dengan karakter yang kuat untuk membangun bangsa dan negaranya, memiliki kepribadian tinggi, semangat nasionalisme, berjiwa saing, mampu memahami pengetahuan dan teknologi untuk bersaing secara global akan menjadikan mereka generasi penerus dan pewaris terbaik bagi bangsa dan negara serta menjadi tolak ukur kualitas suatu negara di masa depan. Sebagai agent of  change, moral force and sosial control para pemuda tidak cukup hanya memiliki kemampuan memahami pengetahuan dan teknologi saja, namun mereka harus mampu meningkatkan kualitas iman dan takwa (Imtak) kemudian menjadikan keduanya sebagai kekuatan penguat diri agar mampu mengontrol diri dan tidak terhempas oleh arus perkembangan zaman.[3]

Banyak manusia di zaman ini berfikiran bahwa dunia dengan segala isinya seperti harta, tahta dan wanita merupakan segalanya bagi mereka, sehingga tanpa terasa mereka diperbudak oleh dunia sepanjang hidupnya, disamping itu ada kekhawatiran dan ketakutan yang mereka rasakan bahwa mereka akan mati nantinya dan meninggalkan segala yang mereka miliki. Disinilah peran penting iman bagi kehidupan manusia, iman akan menyadarkan manusia bahwa hakikat kehidupan dunia ini sementara oleh karena itu harus banyak mempersiapkan bekal yang akan dibawa saat meninggal nanti untuk kembali kealam yang abadi yaitu akhirat. Jadi iman itu sangat penting bagi manusia  khususnya bagi pemeluk agama islam agar mendekatkan kita diri kepada Allah ﷻ dan menjadi hamba yang beriman dan bertaqwa.

Cara Meningkatkan Iman

Menurut al-Qur’an, iman bukan semata-mata suatu keyakinan akan benarnya ajaran yang diberikan, melainkan iman itu sebenarnya menerima suatu ajaran sebagai landasan untuk melakukan perbuatan. Adanya iman tentu harus terus dipertahankan dan ditingkatkan, adapun cara meningkatkan iman adalah dengan meningkatkan ilmu tentang mengenal Allah ﷻ yang  mencakup 4 perkara:

  1. Beriman kepada adanya Allah ﷻ
  2. Beriman kepada rububiyah Allah ﷻ, yaitu Dia-lah yang satu-satunya yang menyandang hak rububiyah (menciptakan, mengatur dan memberi rezeki kepada seluruh mahluk-Nya)
  3. Beriman kepada uluhiyah-Nya, yakni Dialah satu-satunya yang berhak diibadahi
  4. Beriman kepada asma dan sifat-Nya (nama dan sifat Allah ﷻ)

Semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang terhadap Allah ﷻ dan kekuasaan-Nya, maka semakin bertambah tinggi iman dan pengagungan serta takutnya kepada Allah ﷻ, merenungkan ciptaan Allah ﷻ, keindahannya, keanekaragamannya, kesempurnaannya, senantiasa meningkatkan ketaqwaan dan meninggalkan maksiat kepada-Nya.

Dengan terus meningkatnya iman akan memberikan pengaruh besar bagi kehidupan manusia seperti menimbulkan ketenangan jiwa, seseorang dengan iman yang kuat pasti dalam menjalani hidupnya akan selalu diliputi rasa tenang dan nyaman semua itu karena dia percaya bahwa apapun masalah yang dihadapinya pasti akan selesai dengan izin dan bantuan Allah ﷻ.

Kemudian dengan meningkatnya iman maka rasa kasih sayang kita kepada sesama juga akan meningkat dengan begitu akan memperkuat tali persaudaraan, seseorang dengan iman kuat akan selalu menggantungkan hidupnya kepada Allah ﷻ semata sehingga tidak akan pernah bergantung dengan sesama manusia lainnya, iman yang dimiliki seseorang tanpa disadari dapat menjadikannya kuat dalam menjalani hidupnya, baik ketika mencari nafkah, mengejar impian dan amalan baik lainnya karena muncul kepercayaan bahwa apa yang dilakukannya merupakan perbuatan yang benar bahkan dapat membantu orang lain. Wallâhu A’lam bish shawwâb.[]

 

Penyusun:

Ghifari Ahmad Dzaky

Marâji’

[1] Azqiara, ‘Pengertian Iman, Islam Dan Ihsan’, IDpengertian.Com (2020)

[2] Ari Cahya Pujianto, ‘Pentingnya Iman Dalam Kehidupan Sehari-Hari’, Islampos.Com (November 2017)

[3] Zainal Abidin, ‘Peran Iman Dan Takwa Dalam Pembangunan Kepemudaan’, Radarsulteng.id (Palu, 2020)

Mutiara Hikmah

Nabi ﷺ bersabda,

لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

Janganlah engkau remehkan suatu kebajikan sedikitpun, walaupun engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang ceria/bermanis muka”. (H.R. Muslim no. 2626)

Download Buletin klik disini

Beberapa Dosa Yang Sering Dilakukan Anak Muda

Beberapa Dosa Yang Sering Dilakukan Anak Muda

Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,  

Kalau kita mau bandingkan anak muda saat ini dengan masa silam, sungguh jauh berbeda. Anak muda pada masa Nabi ﷺ adalah mereka yang peduli pada agamanya, bahkan membela agama dan nabinya. Mereka juga punya akhlak yang mulia seperti berbakti kepada kedua orang tuanya. Coba bandingkan dengan pemuda saat ini (zaman now). Ada empat dosa yang akan kita temukan dan empat dosa ini dianggap biasa.

1. Durhaka kepada Orang Tua

Sebagaimana di dalam al-Qur’an surah al-Isra Ayat 23 yang memerintahkan untuk berbakti pada orang tua. Allah ﷻ berfirman, “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Q.S. al-Isra’ [17]: 23)

Kata Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah yang dimaksud dengan ayat di atas, “Janganlah berkata ah, jika kalian melihat sesuatu dari salah satu atau sebagian dari keduanya yang dapat menyakiti manusia. Akan tetapi bersabarlah dari mereka berdua. Lalu raihlah pahala dengan bersabar pada mereka sebagaimana mereka bersabar merawatmu kala kecil.”

Mengenai maksud berkata uff (ah) dalam ayat, dikatakan oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah, “Segala bentuk perkataan keras dan perkataan jelek (pada orang tua, pen.)” Coba perhatikan bentuk kedurhakaan kepada orang tua yang dianggap jelek oleh ulama di masa silam.

Mujahid rahimahullah mengatakan, “Tidak sepantasnya seorang anak menahan tangan kedua orang tuanya yang ingin memukulnya. Begitu juga tidak termasuk sikap berbakti adalah seorang anak memandang kedua orang tuanya dengan pandangan yang tajam. Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya sedih, berarti dia telah mendurhakai keduanya.”

Ka’ab al-Ahbar pernah ditanyakan mengenai perkara yang termasuk bentuk durhaka pada orang tua, beliau mengatakan, “Apabila orang tuamu memerintahkanmu dalam suatu perkara (selama bukan dalam maksiat, pen) namun engkau tidak mentaatinya, berarti engkau telah melakukan berbagai macam kedurhakaan terhadap keduanya.”[1]

Coba perhatikan, banyak ataukah tidak kedurhakaan anak muda saat ini seperti yang ditunjukkan di atas? Betapa banyak anak muda saat ini dengan orang tua saja berbicara keras dan kasar.

2. Pacaran, Suka Nonton Video Porno, Hingga Onani dan Berzina

Padahal zina itu dilarang, dan segala jalan menuju zina pun dilarang. Di antara jalan menuju zina adalah melalui pacaran. Allah ﷻ berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. al-Isrâ’ [17]: 32)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan bahwa Allah ﷻ melarang zina dan mendekati zina, serta dilarang pula berbagai penyebab yang dapat mengantarkan kepada zina.[2]

Kita pun dilarang melihat aurat yang lainnya seperti yang terjadi pada video porno yang saat ini jadi kecanduan bagi anak muda. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain. Janganlah pula pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Janganlah seorang laki-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain. Janganlah pula pula seorang wanita berada satu selimut dengan wanita lain.” (H.R. Muslim, no. 338)

Adapun melakukan onani berarti tidak bisa menjaga kemaluannya. Allah ﷻ berfirman, “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S. al-Ma’ârij [70]: 29-31).

3. Shalat Masih Bolong-Bolong

Padahal shalat itu bagian dari rukun Islam. Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (H.R. Bukhari, no. 8; Muslim, no. 16)

Meninggalkan satu shalat saja begitu berbahaya. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan shalat.” (H.R. Muslim, no. 82)

4. Sukanya Meniru-Niru Gaya Orang Kafir

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda,  “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (H.R. Bukhari no. 7319).

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad, 2:50 dan Abu Daud, no. 4031)[3]

Kenapa sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir.”[4]

5. Sengsaranya Anak Muda adalah Kalau Jauh dari Agama

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Allah sangat membenci orang ja’dzari (orang sombong), jawwadz (rakus lagi pelit), suka teriak di pasar (bertengkar berebut hak), bangkai di malam hari (tidur sampai pagi), keledai di siang hari (karena yang dipikir hanya makan), pintar masalah dunia, namun bodoh masalah akhirat.” (H.R. Ibnu Hibban)[5]

Penyusun:

Ardimas

Prodi Teknik Elektro

NIM: 19524046

 

Marâji’

[1] Birr Al-Walidain, hal. 8 karya Ibnul Jauziy

[2] Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:71.

[3] Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269

[4] Majmu’ah Al-Fatawa, 22:154

[5] Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dalam tahqiq Shahih Ibnu Hibban menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih  sesuai syarat Muslim

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,  Nabi ﷺ bersabda,

مَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ تَعَالَى وَمَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ

“Senantiasa mendapat cobaan pada seorang mukmin dan mukminah, baik dari dirinya, anaknya, dan hartanya, hingga ia berjumpa Allah subhanahu wa ta’ala dalam keadaan tiada membawa dosa padanya.” (H.R. at-Tirmidzi, no.2399)

Download Buletin klik disini

5 Tips Mudah Menghafalkan Al-Quran

5 Tips Mudah Menghafalkan Al-Quran

Bismillâh, hamdan laka yâ Allâh. Shalâtan wa taslîman alaika yâ Rasûlallâh.

Teman-teman Pembaca buletin al-Rasikh, pernahkah mempunyai keinginan kuat bisa hafal al-Qur’an? Mungkin bisa dikatakan bahwa keinginan tersebut hampir dimiliki oleh sebagian umat Muslim. Akan tetapi, tak jarang juga orang beranggapan bahwa menghafalkan al-Qur’an itu sulit.

Perumpamaannya adalah seperti kita sedang mencari binatang buruan di hutan. Hafalan kita itu di ibaratkan seperti binatang. Pada awalnya kita akan sulit untuk menemukannya, akan tetapi ketika kita sudah mendapatkannya, maka kita tidak boleh melepaskannya. Jika sudah lepas, maka akan sulit mendapatkannya lagi. Sama halnya ketika kita mengahafal ayat per ayat, maka akan sulit jika kita tidak mengulang-ulangnya. Atau dalam bahasa lainnya disebut muraja’ah. Semakin sering kita mencari binatang buruan, semakin tajam juga naluri kita berburu. Semakin sering kita menghafal, semakin mudah juga kita mengingat firman-Nya. Lalu, apa saja tips menghafal Al-Quran? Yuk kita simak!

  1. Awali Dulu dengan Niat

Terkadang niat itu mudah, yang sulit adalah memantapkan niat di dalam hati. Hujamkan dalam hati kita niat lillahi ta’ala, tanpa mengaharapkan apapun kecuali Ridha-Nya. Perlu dicatat, niat ini sangatlah penting. Maka teman-teman harus bersungguh-sungguh dalam berniat. Karena niat ini adalah pintu pertama yang harus kita lewati sebelum memulai menghafal Al-Quran. Dan dengan niat pula, yakinlah bahwasanya Allah ﷻ akan memudahkan pintu-pintu kemudahan lainnya supaya terbuka. Dan tentunya semakin menyenangkan dalam menghafalkan firman-Nya!

  1. Mulai Hafalan dengan Surah-Surah Pendek

Pernahkan teman-teman mendengar istilah Juz ‘Amma? Juz ‘Amma ini merupakan Juz yang berisi surah-surah pendek Juz 30. Sebenarnya Juz Amma ini boleh dikatakan sebagai tahapan awal seseorang menghafal al-Qur’an. Akan menyenangkan jika kita bisa memulai hafalan-hafalan kita dengan ayat-ayat yang relatif pendek ini.

Teman-teman bisa awali dari Juz 30, sering-seringlah mengulang sampai benar-benar hafal dan menancap di otak. Lalu, teman-teman bisa meneruskan ke Juz 29 dan selanjutnya Juz 28. Kok mundur? Tenang, ini hanya tips berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Menurut salah seorang Ustadz semasa di Pesantren, perumpamaan Juz 28 adalah seperti Juz 1-10, mengapa demikian? Di dalam Juz 28 didominasi oleh ayat-ayat yang relatif panjang, sama halnya dengan Juz 1-10. Lalu Juz 29 itu layaknya Juz 11-20 karena dalam rentang Juz tersebut relatif berimbang antara ayat-ayat yang pendek maupun yang panjang. Terakhir adalah Juz 30 di ibaratkan seperti juz 21-30. Yang lebih banyak porsi ayat-ayat pendeknya. Dengan menerapkan tips ini, teman-teman bisa melakukan ‘pemanasan otak’ sebelum memulai dari Juz 1.

  1. Cari Waktu yang Pas, dan Tentukan Target

Memang ada? Tentu saja! Ada beberapa waktu yang disarankan untuk menghafal ayat baru dan me-muraja’ahnya. Jika teman-teman hendak menambah hafalan, sangat disarankan untuk menggunakan waktu sebelum dan setelah subuh. Mengapa demikian? Karena di waktu tersebut kita baru saja bangun tidur (jika pola tidur sesuai pada umumnya). Dan cenderung pikiran kita belum dipenuhi oleh perkara-perkara yang akan terjadi setelah satu hari dilewati. Jika kita baru bangun tidur, berwudlu, shalat Shubuh, lalu mulailah hafalan. Atau teman-teman bisa memulainya sebelum subuh. Bisa diawali dengan shalat malam, lalu sembari menunggu waktu Shubuh bisa digunakan untuk menambah hafalan. In sya Allâh ayat yang dihafal akan cepat masuk otak. Hikmah dibalik waktu tersebut salah satunya adalah bahwa Allah l membukakan pintu ilham selebar-lebarnya.

Selain itu, ada waktu yang pas untuk murojaah hafalan yaitu waktu setelah shalat lima waktu. Muraja’ah bisa juga dilakukan dengan melafalkan hafalannya ketika shalat. Yang perlu dicatat, pasanglah target harian, mingguan, atau bulanan dalam menghafal supaya hafalan kita terencana sesuai target yang dipasang. Tidak perlu langsung memasang target tinggi dalam menghafal. Kita bisa memulainya dengan pelan-pelan. Barulah setalah memulai kebiasaan, datanglah kemudahan. Jangan pernah lupa Ketika sudah menghafal dihari itu juga harus di muraja’ah. Karena hafalan yang baru masuk akan mudah hilang ketika tidak diulang.

  1. Mintalah Tolong Teman Untuk Menyimak Hafalan

Proses ini akan melibatkan orang-orang di sekitar teman-teman sebagai unsur pendukung yang sangat penting. Alangkah baiknya Ketika teman-teman sudah mendapat hafalan, maka mintalah tolong kepada teman yang minimal bacaan al-Qur’annya bagus untuk menyimakkan hafalan tersebut. Atau sebisa mungkin mencari teman penyimak yang juga dalam proses menghafal. Akan jauh lebih baik lagi jika meminta tolong kepada teman yang hafal al-Qur’an. Hal tersebut akan membantu memvalidasi hafalan teman-teman. Jika tahapan ini telah dilakukan, In sya Allah akan meminimalisir kesalahan dalam menghafal. Karena jika ada kesalahan walau satu huruf pun akan berakibat fatal karena akan merubah arti dari ayat yang dihafalkan.

  1. Istiqamah dan Berurutan

Pada dasarnya, inilah bagian yang paling sulit dalam proses menghafal al-Qur’an. Tapi tenang, penulis akan memberikan tips pamungkas di bagian akhir artikel untuk mengatasi kesulitan bagian ini. Mengapa Istiqamah atau kontinuitas menjadi bagian paling sulit dalam proses menghafal? Karena sebagai manusia biasa, seringkali kita dilanda kemalasan karena menuruti hawa nafsu lain. Tapi tak mengapa. Hal tersebut manusiawi. Istiqamah menjadi hal penting karena dengan kontinuitas, kita akan mencapai garis akhir dalam proses menghafal ini setelah kita memulainya dengan susah payah. Percayalah bahwa ketika kita bisa mencapai garis akhir itu dan sekuat mungkin melawan kemalasan, kita akan mendapatkan kepuasan yang tak tertandingi harganya.

Namun, perlu dicatat juga bahwa dalam menghafal kita juga harus mengurutkan juz yang akan kita hafal. Dalam hal ini, kesampingkan dulu tips nomor 2. Jadi, sebenarnya tak salah jika kita loncat hafalan semau kita. Tapi percayalah bahwa itu akan menyulitkan proses menghafal. Karena setelah itu kita dituntut untuk mengurutkan Kembali hafalan yang sudah ‘diloncat-loncat’ tersebut. Merepotkan bukan?

Ikhtitâm

Itulah 5 tips mudah dalam menghafal Al-Quran. Sebagai penutup, penulis akan memberikan tips pamungkas. Yaitu tips jika mengalami kemalasan dalam menghafal. Caranya sangat mudah. Teman-teman bisa melakukan kegiatan apapun yang teman-teman suka selain menghafal. Dan tentunya dengan catatan kegiatan tersebut positif. Bisa dengan bermain sepak bola, badminton, voli, atau olahraga apapun yang teman-teman suka. Atau jika memang mempunyai kebiasaan traveling, gemar menikmati alam, maka tidak perlu ditahan. Kan Allah ﷻ sudah berfirman juga “Sîrû fil Ardhi”, berjalan-jalanlah kamu sekalian di muka bumi ini. Lakukanlah semua kegiatan tersebut secukupnya. Ingat bahwasanya kita mempunyai tanggung jawab menghafal dan menjaga firman-Nya. Percayalah setelah tips pamungkas ini dilakukan, teman-teman akan kembali menghafal dengan hati yang senang dan ikhlas.

Bagaimana? Sudah tertarikkah ingin menghafal firmanNya? Mengapa harus ragu? Cukup sekian, Wal ‘afwu minkum.[]

Penyusun:

Alfaa Rizy

Prodi: Hubungan Internasional, FPSB UII

Mutiara Hikmah

Dari Abu Umamah al-Bahili  a, Nabi ﷺ bersabda,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ

“Rajinlah membaca al-Quran, karena dia akan menjadi syafaat bagi penghafalnya di hari kiamat.” (H.R. Muslim no.1910).

Download Buletin klik disini

Perkembangan Dakwah Di Era Digital

Perkembangan Dakwah Di Era Digital

Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,  

Pengantar

Dakwah berasal dari bahasa Arab yakni da’ȃ-yad’ȗ, yang artinya menyeru atau memohon, sedangkan dakwah adalah masdar dari da’ȃ-yad’ȗ- da’watan yang berarti seruan atau permohonan. Seperti surat al-Baqarah ayat 186, “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, (maka jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu dalam keadaan kebenaran.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 186).

Dalam ayat ini, dakwah berarti permohonan. Maka, dakwah bisa saja diartikan sebuah ajakan yang bisa saja baik dan juga bisa ajakan yang buruk. Tetapi masyarakat Islam sering memahami bahwa dakwah merupakan ajakan baik yang maksudnya adalah mengajak orang menuju jalan yang benar, jalan yang diridhai Allah ﷻ.

Dari beberapa definisi tentang dakwah, ada yang mengatakan dakwah mempunyai dua pengertian yakni arti sempit dan arti luasnya. Jika arti sempitnya, maka dakwah hanya diartikan sebagai ajakan baik untuk manusia, yang sering disebut dakwah bil-lisȃn, dan biasanya seperti ceramah-ceramah agama yang terjadi di masjid-masjid atau suatu daerah, yang bentuknya hanya sekedar pidato atau memberi ilmu dengan perkataannya. Dakwah bil-lisȃn ini sekarang berkembang menjadi dakwah bil-kitȃbah seperti tulisan-tulisan tentang dakwah atau pengetahuan Islam yang dijadikan buku atau yang ada di majalah.

Sedangkan untuk arti luasnya, maka dakwah tak hanya mengajak dengan perkataannya saja didepan orang banyak, bahkan ia bisa mempengaruhi sekaligus, tentunya dengan cara yang sesuai dengan suasana di tempat atau daerah yang didakwahi. Dakwah yang seperti ini disebut dengan dakwah bil-hȃl, yakni dakwah yang dapat mempengaruhi orang lain dengan perilaku yang dilakukan oleh pendakwah tersebut, jadi tak hanya dengan perkataannya tetapi juga mencerminkan perilaku atau akhlaknya kepada sekelompok orang sehingga mereka dapat terpengaruh karena amal perbuatan pendakwah tersebut dan mulai memilih jalan yang diridhoi oleh Allah ﷻ.

Dakwah Pada Masa Awal Islam

Melihat sejarah Nabi Muhammad ﷺ yang berusaha mengerahkan segala yang dipunya hanya untuk mengajak orang agar berada dalam jalan yang benar. Saat itu, ada beberapa tahapan dakwah, dakwah periode Makkah ada tiga tahapan, yaitu[1]:

  1. Tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang berlangsung selama tiga tahun.
  2. Tahapan dakwah secara terang-terangan yang berlangsung mulai dari tahun ke-4 nubuwah hingga akhir tahun ke-10.
  3. Tahapan dakwah diluar Makkah, yang saat itu dimulai dari tahun ke-10 nubuwah sampai hijrah ke Madinah.

Usaha Nabi Muhammad ﷺ untuk menyebarkan Islam memang sangat besar, dan begitu banyak tantangan yang dihadapi Nabi Muhammad ﷺ saat mulai mengajak orang-orang untuk memeluk agama Islam. Yang awalnya Nabi Muhammad ﷺ berdakwah secara sembunyi-sembunyi, karena melihat masyarakat Makkah saat itu yang menyembah patung-patung dan berhala-berhala, maka akan membuat mereka tambah berontak jika dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ saat itu secara tiba-tiba. Maka dari itu, Nabi Muhammad  ﷺ menampakkan ajaran Islam kepada kerabat terdekat Nabi ﷺ, seperti keluarganya saat itu. Dan orang-orang terdekat Nabi ﷺ saat itu juga tidak meragukan ajakan Nabi ﷺ untuk memeluk agama Islam, mereka mempercayai itu karena mereka juga melihat Nabi ﷺ merupakan orang yang terkenal dengan kejujurannya.

Maka, setelah dakwah secara sembunyi-sembunyi, Rasulullah ﷺ memulai dakwah secara terang-terangan. Dan ini adalah tahapan dakwah yang kedua yang terjadi di Makkah. Rasulullah ﷺ memulai dakwah kepada keluarganya yang masih menyembah berhala. Banyak sekali tantangan yang harus dihadapi Rasulullah ﷺ saat memulai dakwah secara terang-terangan ini, tetapi Rasulullah ﷺ tetap sabar dalam menghadapinya, dan Allah ﷻ juga selalu memberi pertolongan kepada ummat manusia yang berada di jalan-Nya. Terutama pada tahapan dakwah yang ketiga, dakwah diluar Makkah, tantangan yang dihadapi bertambah besar, bahkan ada kaum yang sampai ingin menghabisi Rasulullah ﷺ saat itu, hingga akhirnya pertolongan Allah ﷻ datang untuk melindungi Rasulullah ﷺ.

Dakwah Pada Era Digital

Dengan adanya perkembangan teknologi di era digital ini, maka bertambah sulit pula masalah yang dihadapi. Strategi dakwah dengan adanya perkembangan teknologi juga harus berkembang. Pengembangan strategi dakwah, yaitu dengan mengembangkan nilai-nilai Islam yang dipadukan secara kreatif dan inovatif dan dikaitkan dengan kehidupan masyarakat saat ini. Dakwah seperti ini juga harus mampu mengisi kekosongan hati masyarakat tentang ilmu agama, dan juga mengajarkan tentang perkembangan di masa depan tetapi tetap terkandung nilai-nilai Islam didalamnya.[2]

Dakwah pada era digital sekarang ini juga harus menggunakan strategi, yakni dengan menggunakan teknologi yang ada dengan cara yang bijak dan dapat menebarkan pengaruh positif kepada masyarakat. Karena perkembangan teknologi sekarang tidak bisa dikendalikan, sampai ada juga masyarakat yang tidak bisa mengikuti perkembangan tersebut karena begitu cepatnya,  orang tinggal duduk dan dia juga dapat mendapatkan apa yang ia mau.

Sepesat itu teknologi saat ini berkembang, zaman sekarang juga orang tidak perlu lagi menyibukkan diri untuk pergi jauh, karena semua sudah tersedia dan serba instan. Maka dari itu, media yang digunakan untuk dakwah juga harus memanfaatkan teknologi yang sedang berkembang pesat ini. Media yang digunakan oleh pendakwah harus dapat menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dan sesuai dengan keadaan masyarakat saat itu.

Teknik yang digunakan untuk berdakwah juga harus sesuai dengan adat masyarakat, karena dakwah ini bermaksud untuk mengajak masyarakat berbuat baik, dan agar ajaran-ajaran agama Islam bisa sampai kepada mereka. Antara cara dakwah yang berhikmah adalah dengan kelembutan, karena dengan kelembutan seseorang akan merasakan senang karena perilaku lembut yang dilakukan oleh pendakwah, dan dengan cara itu juga orang-orang mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh pendakwah tersebut.[3] Karena kelembutan itu akan datang dari hati, dan hal tersebut dapat mempengaruhi orang-orang sekitar. Tak hanya dengan kelembutan, dakwah juga dengan kesabaran. Seperti Rasulullah ﷺ, kesuksesan dakwah Rasul ﷺ karena kesabaran yang beliau miliki sehingga dapat mengetuk pintu hati orang-orang yang dahulu pernah menganggap remeh terhadap Rasulullah ﷺ. Dan dakwah yang dilakukan juga harus dengan rendah hati dan juga rendah diri terhadap semua masyarakat yang beriman.

Maka dari itu, melihat penjelasan diatas dan berkembangnya zaman melalui perkembangan teknologi saat ini, baiknya dakwah dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai wawasan dan pengetahuan yang cukup dengan menggunakan metode dan media yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan kondisi masyarakat saat ini.

Penyusun:

Qonitah Cahyaning Tyas

Prodi PAI 2017

Marâji’

[1] Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri.1414 H. Ar-Rohiq Al-Makhtum. Riyadh: Darussalam. hal. 72

[2] Murniaty Sirajuddin. Pengembangan Strategi Dakwah Melalui Media Internet dalam Jurnal Al-Irsyad An-Nafs, Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam, Vol. 1, No. 1 Desember 2014, hal. 11-23 (13-14)

[3] Khoirun Nisa’. Dakwah Masa Kini (Peran Teknologi Dan Hilangnya Sebuah Keteladanan) dalam Jurnal Ummul Qura, Vol. IX, No. 1 Maret 2017, hal. 1-15 (6)

Mutiara Hikmah

Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadits:

فَإِنَّ الرِّفْقَ لَمْ يَكُنْ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ شَانَهُ

Sesungguhnya lemah lembut tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan memperkeruhnya”(H.R. Abu Dawud, sanad: shahih).

Download Buletin klik disini

Berkata Yang Baik Atau Diam

Berkata Yang Baik Atau Diam

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Pembaca budiman yang senantiasa dirahmati Allah ﷻ. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ, bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar menjelaskan, “Ini adalah sebuah ucapan ringkas yang padat makna; semua perkataan bisa berupa kebaikkan, keburukan, atau salah satu di antara keduanya. Perkataan baik (boleh jadi) tergolong perkataan yang wajib atau sunnah untuk diucapkan. Karenanya, perkataan itu boleh diungkapkan sesuai dengan isinya. Segala perkataan yang berorientasi kepadanya (kepada hal wajib atau sunnah) termasuk dalam kategori perkataan baik. (perkataan) yang tidak termasuk dalam kategori tersebut berarti tergolong perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan. Oleh karena itu, orang yang terseret masuk dalam lubangnya (perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan) hendaklah diam.”

Perkataan Sumber Masalah?

Perkataan memang kerap sekali menjadi sumber masalah. Pertengkaran dan perkelahian sering kali terjadi di sekitar kita. Penyebabnya? Hampir semua akar dari permasalahan itu dimulai dari lisan. Mulai dari kesalahpahaman dan adegan saling sindir yang keluar dari mulut. Hal itulah yang menyebabkan perkelahian dan pertengkaran itu terjadi.

Seseorang datang kepada seseorang yang lain dan berkata kepadanya, “Hai gendut, kemarilah! Aku punya sesuatu.” Orang yang dipanggil merasa dirinya dihina dan mengatakan, “Apa maksudmu kawan?” lalu dimulailah adegan perang antara kedua orang itu.

Apa yang bisa kita ambil dari contoh sederhana di atas? Apa hikmah yang dapat kita petik lalu kemudian kita olah sebagai bahan refleksi yang kemudian menelurkan sikap dan perilaku yang lebih baik? Contoh di atas mengajarkan kita untuk membedakan mana benar dan mana baik. Kapan kita harus mengucapkan benar dan kapan juga kita harus mengucapkan baik. Dan organ apakah yang bisa membedakan baik benar tersebut.

Orang yang memanggil tadi benar, karena memang secara fisik orang yang dipanggilnya itu adalah mempunyai lemak berlebih. Akan tetapi itu tidak baik. Kenapa? Ada etika pengucapan yang harus dipikirkan oleh si pemanggil. Pandangan orang kebanyakan, kondisi gendut, miskin, dan lain-lain adalah sebuah aib. Jika sebuah aib itu disebut maka yang muncul adalah rasa penghinaan.

Berpikir Sebelum Berkata

Dibutuhkan pertimbangan dalam mengungkapkan sesuatu, dan kabar baiknya Allahﷻ telah menitipkan sesuatu itu kepada kita yang berbentuk akal. Hal ini senada dengan yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi menyebutkan dalam Syarah Arbain, bahwa Imam Syafi’i  mengatakan, “Jika seseorang hendak berbicara maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu. Jika dia merasa bahwa ucapan tersebut tidak merugikannya, silakan diucapkan. Jika dia merasa ucapan tersebut ada mudharatnya atau ia ragu, maka ditahan (jangan bicara).” Sebagian ulama lain berkata, “seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara.”

Seiring berkembangnya zaman yang super cepat ini maka berbicara tidak sebatas pada apa yang terucap dalam lisan. Bahkan kabarnya, jempolpun bisa berkata-kata. Bisa lewat media sosial dan bisa juga lewat media elektronik lainnya. Sehingga pengendalian dalam menyebar informasi makin tidak terbatas. Semua orang bisa mengomentari segala hal, semua orang, dan apapun yang ada di dunia ini. Hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat akibat yang ditimbulkan juga tidak sedikit.

Belajar Solusinya

Kualitas bicara seseorang sangat bergantung kepada 3 hal; 1. Memori (ingatan), 2. Bagaimana ia belajar, dan 3. Apa yang ia pelajari. Belajar merupakan proses mendapatkan informasi yang memungkinkan suatu hal terjadi. Mengingat adalah mempertahankan dan menyimpan informasi tersebut. Apa yang dipelajari oleh seseorang melalui penglihatan dan pendengarannya membentuk tata nilai yang ia yakini. Tata nilai tersebut membentuk prosedur baku dalam otak yang berfungsi sebagai processor atas segala masukan informasi penglihatan, pendengaran dan perasaan hatinya. Keluaran dari processor tersebut berupa kata-kata yang diucapkan, ekspresi wajah, sikap dan tindakan.

Apabila seseorang banyak melihat, mendengar dan merasakan sesuatu yang negatif, maka yang masuk dalam memorinya adalah hal-hal negatif. Tata nilai yang terbnetuk dan diyakininya juga menjadi negatif. Akibatnya ia akan mudah bicara dan bertindak negatif.  Sebaliknya apabila banyak melihat, mendengar dan merasakan sesuatu yang positif, maka yang masuk dalam memorinya adalah hal positif pula.

Analogi mudahnya adalah seperti tersaji dua jenis makanan yang berbeda, satu berasal dari makanan yang sehat-sehat, dan satunya lagi berasal dari tumpukan sampah berbau busuk. Manakah yang akan anda pilih? Orang yang waras dan sehat akalnya akan memilih yang pertama. Sayangnya, banyak yang memberikan makanan kepada otaknya berupa informasi-informasi dari tumpukan sampah melalui penglihatan, pendengaran dan perasaan hatinya.

Allah ﷻ berfirman,Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua akan dimintai pertanggungjawabannya.” (Q.S. al-Isra [17]: 36)

Nasehat Imam Abu Hatim

Imam Abu Hatim Ibnu Hibban al-Busti berkata dalam kitabnya, Raudhah Al-‘Uqala, hal. 45,Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara, karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan.”

Beliau menambahkan lagi di hal. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi dua telinga, sedangkan diberi hanya satu mulut, supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Sering kali orang menyesal pada kemudian hari karena pekataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan itu lebih mudah darpiada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mempu mengontrol perkataan-perkataanya.”

Tidak ada obat terbaik untuk masalah di atas kecuali tetap introspeksi dan terus belajar. Melatih diri untuk tidak terjerumus dalam hal-hal yang tidak berguna yang bisa berdampak buruk, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.

Rasulullah ﷺ bersabda,Barang siapa yang dapat menjamin untukku lisan dan kemaluannya, aku akan menjamin untuknya surga.” (H.R. Ahmad). Wallâhu a’lam bis shawâb.

 

Marâji’

https://umma.id/post/serial-kutipan-hadits-berkata-baik-atau-diam-304347?lang=id

http://m.muhammadiyah.or.id/id/artikel-berbicara-baik-atau-diam-detail-1391.html

https://tafsirweb.com/4640-quran-surat-al-isra-ayat-36.html

Fatkhur Rohman Khakiki

Mahasiswa Teknik Kimia

FTI UII

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat

(HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Download Buletin klik disini

Keseimbangan Antara Doa Dan Usaha

Keseimbangan Antara Doa Dan Usaha

Bismillahi walhamdulillahi wash-shalatu wassalamu ‘ala rasulillah,

Tujuan utama manusia diciptakan adalah beribadah hanya kepada Allah ﷻ, meskipun ada tujuan lainnya yaitu duniawi. Allah ﷻ berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”(Q.S. adz-Dzariyat [51]: 56).

Tujuan yang bersifat duniawi dapat terhitung sebagai ibadah jika diniatkan untuk ibadah. Contohnya adalah ketika seseorang rutin melakukan aktivitas olahraga dengan niat mendapatkan jasmani yang sehat sehingga dapat beribadah kepada Allah ﷻ dengan maksimal, maka olahraga yang dilakukan dapat dihitung sebagai amal ibadah.

Berusaha dan berdoa merupakan dua hal yang penting ketika seseorang menginginkan sesuatu. Akan tetapi selain dua hal tersebut, terdapat beberapa hal penting yang harus dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh apa yang ia inginkan, yaitu:

  1. Diiringi dengan niat yang baik

Ketika seseorang menginginkan sesuatu, harus diiringi dengan niat yang baik. Ketika seseorang ingin kuliah di jurusan kedokteran, maka harus diniatkan untuk kebaikan dimana ketika lulus dan menjadi dokter, akan membantu orang lain. Niat merupakan suatu hal yang sangat penting, Rasulullah ﷺ bersabda, “Semua amal perbuatan tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Hadits tersebut menjelaskan bahwa perbuatan yang baik dan bermanfaat, jika diiringi dengan niat yang baik, ikhlas dan mengharap keridhaan Allah ﷻ, maka perbuatan tersebut merupakan ibadah.[1] Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan keridhaan Allah ﷻ, sehingga Allah ﷻ memudahkan seseorang untuk memperoleh apa yang diinginkannya.

  1. Berusaha dengan maksimal

Untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan, seseorang harus berusaha dengan semaksimal mungkin agar keinginannya tercapai. Jika seseorang berkeinginan untuk kuliah di jurusan kedokteran, maka ia harus belajar dengan sungguh-sungguh agar bisa kuliah di jurusan kedokteran.

Berusaha untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan tidak boleh dengan cara yang haram, seperti suap-menyuap. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada zaman saat ini banyak orang yang menginginkan sesuatu tetapi tidak ingin berusaha atau dengan kata lain melalui jalan pintas yakni dengan cara suap. Rasulullah ﷺ bersabda, “Semoga laknat Allah ditimpakan kepada penyuap dan yang disuap” (H.R Ahmad, Ibnu Majah, dll).[2]

  1. Berdoa kepada Allah ﷻ 

Memperoleh sesuatu tidak bisa hanya dengan cara berusaha saja, tetapi harus melibatkan Allah ﷻ di dalamnya, salah satu caranya adalah dengan berdoa. Allah ﷻ berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 186).

Ibnu Qoyyim berkata, “Doa merupakan sebab terkuat bagi seseorang untuk selamat dari hal yang tidak disukai dan sebab utama meraih hal yang diinginan.[3] Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah selain doa” (H.R. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Dalam berdoa, harus diikuti dengan keyakinan bahwasannya Allah ﷻ akan mendengar doa kita, memberikan pertolongan kepada kita dan mengabulkan doa kita. Rasulullah ﷺ bersabda, “Berdoalah kepada Allah dengan keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai” (H.R. Tirmidzi).

  1. Tawakkal kepada Allah

Ibnu Rojab  dalam Jami’ul Ulum wal Hikam mengatakan, “Tawakkal adalah benarnya penyandaran hati pada Allah l untuk meraih berbagai kemaslahatan dan menghilangkan bahaya baik dalam urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan semua urusan kepada-Nya serta meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan mendatangkan manfaat kecuali Allah ﷻ semata”.[4]

Tawakkal bukan berarti hanya pasrah dengan keputusan Allah ﷻ, tetapi harus diikuti dengan usaha beribadah kepada Allah ﷻ dengan ikhlas, karena jika seseorang selalu beribadah untuk urusan akhiratnya dan menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka urusan dunianya akan mudah untuk didapatkan. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.” (H.R. Imam Ahmad, Ibnu Majah, Imam Ibnu Hibban, al-Baihaqi).[5]

Jika empat hal diatas dilakukan sebagai bentuk upaya seseorang dalam memperoleh sesuatu, maka keinginannya tersebut dapat terpenuhi tentunya dengan izin dan kehendak Allah ﷻ. Akan tetapi, sering ditemukan bahwasannya seseorang menginginkan sesuatu tetapi ia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan walaupun sudah diiringi niat yang baik, berusaha dengan keras, berdoa kepada Allah ﷻ setiap saat hingga berserah diri kepada Allah ﷻ.

Dalam keadaan seperti itu, yang perlu diperhatikan adalah bahwasannya hanya Allah ﷻ yang mengetahui apa saja yang baik dan tidak baik bagi manusia. Sering terlintas di pikiran kita kalau apa yang ingin kita peroleh adalah sesuatu yang baik untuk dilakukan. Akan tetapi hanya Allah ﷻ yang mengetahui baik tidaknya sesuatu, Allah ﷻ berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui” (Q.S. al-Baqarah [2]: 216).

Selain itu, ketika kita sudah melakukan empat hal diatas tetapi tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, hal lain yang harus dilakukan adalah introspeksi diri, bisa jadi dalam usaha kita memperoleh sesuatu, ada sebab-sebab yang menjadi penghalang sehingga apa yang kita inginkan tidak kita dapatkan, contohnya adalah dalam berdoa. Ada beberapa sebab yang menjadi penghalang terkabulnya doa, diantaranya penghalang doa adalah selalu menggunakan barang yang haram, baik makanan, minuman dan pakaian yang kita pakai. Minuman, makanan dan pakaian yang kita pakai yang pada awalnya adalah halal, dapat menjadi haram apabia diperoleh dengan cara yang haram pula, seperti mendapatkannya dengan mencuri, berasal dari harta riba dan lainnya yang dilarang oleh syari’at. Semoga Allah ﷻ memberikan kemudahan kepada kita semua dalam melaksanakan urusan-rurusan yang ada.[]

Muhammad Romzi Wicaksono

Prodi Ahwal Syakhshiyyah, FIAI UII

 

Marâji’

[1] Musthafa Dieb al-Bugha Muhyiddin Mistu. Al-Wafi Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah. Jakarta: Al-I’tishom. 1998 M. Cet.k-10. hal. 5

[2] https://muslim.or.id/19963-budaya-sogok-menyogok.html

[3] https://rumaysho.com/1734-allah-begitu-ekat-pada-orang-yang-berdoa.html

[4] https://rumaysho.com/68-tawakkal-yang-sebenarnya.html

[5]  https://almanhaj.or.id/12638-jadikanlah-akhirat-sebagai-niatmu-2.html

Mutiara Hikmah

Doa Agar Bisa Mencintai Orang yang Mencintai Allah ﷻ

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ

“Saya memohon agar dapat mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai amal yang dapat mendekatkan diriku kepada cinta-Mu.”

(H.R. Tirmidzi no. 3235 dan Ahmad 5: 243).

Download Buletin klik disini

Sedekah

Sedekah

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Sedekah,  sebuah amalan dalam kehidupan seorang muslim yang bisa mendatangkan keberkahan. Dilihat dari maknanya, sedekah (Bahasa Arab transliterasi: shadaqah) berarti  pemberian seorang muslim  kepada orang lain secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Sedekah lebih luas dari sekedar zakat maupun infak. Karena sedekah tidak hanya berarti mengeluarkan atau menyumbangkan harta. Namun sedekah mencakup segala amal, atau perbuatan baik. Dalam sebuah hadits digambarkan, dari Abu Dzar, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu[1] (H.R at-Tirmidzi no. 1956, Ibnu Hibban no. 474 dan 529)[2]

Bersedekah bukan hanya identik dengan amalan orang yang kaya saja, orang yang tajir melintir semata.  Banyak cara untuk kita semua bisa melakukan amal yang satu ini. Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Setiap ruas tulang manusia harus disedekahi setiap hari selagi matahari masih terbit. Mendamaikan dua orang (yang berselisih) adalah sedekah, menolong orang hingga ia dapat naik kendaraan atau mengangkatkan barang bawaan ke atas kendaraannya merupakan sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, setiap langkah kaki yang engkau ayunkan menuju ke masjid adalah sedekah dan menyingkirkan aral (rintangan, ranting, paku, kayu, atau sesuatu yang mengganggu) dari jalan juga merupakan sedekah.” (H.R. Bukhari, no. 2989 dan Muslim, no. 1009).

Bersedekah mengingatkan kita bahwa  dunia ini hanyalah tempat persinggahan sementara, jauh dari kata selamanya alias abadi, penuh fatamorgana dan banyak melenakan diri. Dengan bersedekah kita  tau  apa itu arti berbagi, apa itu arti saling mengasihi, melatih diri untuk tidak egois pada apa yang dimiliki, menyadarkan diri bahwa hidup tidak lepas dengan diri kita sendiri, memberi berjuta hikmah dalam perjalanan hidup ini. Dengan bersedekah dapat menjauhkan kita dari banyaknya fitnah dunia terkhusus fitnah harta seperti yang diriwayatkan Ka’ab bin ‘Iyadh a, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, sedangkan fitnah ummatku adalah harta.” (H.R. Tirmidzi no.2336).[3]

Yakinlah bahwa sedekah sama sekali tidak akan mengurangi harta. Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bersabda, “Sedekah tidak akan mengurangi harta” (H.R. Muslim no.2558). Sebuah perhitungan yang tidak bisa dijangkau oleh pola pikir logikanya manusia. Sejatinya, belum ada kisah di dunia ini orang yang sering bersedekah malah tambah miskin, yang ada mereka malah bertambah-tambah hartanya.

Untuk hamba yang gemar bersedekah, Allah ﷻ hadiahkan pahala nan berlipat ganda, penyelamat diri dari marabahaya dunia. Terhindar dari siksa neraka yang panasnya tiada dapat dikata, juga bersedekah bukan memandang seseorang dari status laki-laki atau wanita, semua bisa. Allah ﷻ telah firmankan dalam al-Qur’an bahwa, “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Q.S. al Hadid [57]: 18).

Tidak hanya pahala nan banyak saja, Allah ﷻ menyediakan pintu khusus di surga nanti yang khusus diperuntukan bagi hamba-Nya yang melakoni amalan sedekah semasa di dunia. Pintu surga itu bernama pintu sedekah. Hal ini diperkuat oleh hadits berikut ini “Orang (yang) memberikan dan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu Sholat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.” (H.R. Bukhari no.3666, Muslim No. 1027).

Keajaiban Sedekah

Berkaitan dengan sedekah ada sebuah kisah menarik yang dapat kita sibak hikmahnya. Kisah yang diangkatkan ini diambil dari kajian Ustad Khalid Basalamah yang diunggah di youtube dengan judul “kisah nyata sedekah”.[4] Ini kisah mashyur antara seorang ibu di Riyad (Saudi) dikenal dengan sebutan majikan dengan seorang pembantu dari Indonesia. Ibu  majikan tersebut ialah seorang yang  menderita kanker ganas, ia akan  menjalani  operasi  yang terakhir kalinya dalam waktu sebulan lagi dan vonisnya ia tidak akan bertahan lama lagi untuk bisa tetap hidup. Menurut ilmu medisnya keberhasilan operasi tersebut sangat kecil. Berpeluang  10% untuk ia bisa tetap hidup, dan  90% nya lagi berkemungkinan hidupnya berakhir.

Tiga hari pasca vonis tersebut, datang pembantunya dari Indonesia. Setelah seminggu bekerja, Ibu ini senang, dan sangat puas karena begitu telatennya pekerjaan yang dipersembahkan pembantu. Namun selama seminggu itu pula ada suatu hal yang mengganjal bagi si Ibu karena jika sudah siap segala pekerjaannya, pembantu masuk ke kamar mandi, entah apa yang dia lakukan dan lama sekali untuk keluar. Ibu majikan merasa aneh, tapi segan untuk bertanya yang pada akhirnya beliau beranikan juga. Setelah bertanya, pembantu menangis dan berkisah tentang apa yang sedang dialaminya. Ternyata, 12 hari sebelum berangkat, pembantu baru saja melahirkan. Disebabkan kendala problem ekonomi, terpaksa ia tinggalkan anaknya yang masih dalam keadaan menyusu dan diputuskan untuk tetap berangkat ke Saudi. Lamanya di kamar mandi adalah untuk mengeluarkan air susunya yang mestinya diminum oleh anaknya, sebab  jika tidak melakukan hal ini maka akan menyakitkan bagi payudaranya dan membahayakan bagi kesehatannya.

Dalam suasana haru mendengar cerita, ibu majikanpun menangis, ia mengambil keputusan untuk  meminta balik pembantunya ke Indonesia, membelikannya tiket, dan menggaji penuh selama dua tahun. Pada saat itu gaji pembantu adalah sebesar 800 Riyal dikali 24 bulan.  Bagi pembantu ia aman saja untuk tetap bekerja,  tapi bagi Ibu majikan, anak pembantu lebih penting bagi dirinya untuk diurusi. Jika setelah dua tahun tersebut dan ingin berbalik bekerja bersamanya kembali ibu majikan menitipkan nomor handphonenya.

Semenjak pembantunya berangkat, Ibu majikan setiap hari menangis. Menangis karena sangat terharu dan bersyukur karena Allah telah memberinya petunjuk dan jalan untuk melakukan keputusannya tersebut. Dalam setiap tangisnya, si Ibu merasakan keadaannya menjadi lebih baik. Ringkas cerita, tiba masanya untuk melakukan operasi terakhirnya, semua alat  operasi telah disiapkan, akan menemui ajal secara medisnya, setelah di cek, sungguh ajaib. Dokterpun bertanya “kemana Ibu berobat?” karena kankernya sudah tidak ada, tuntas sampai keakar-akarnya, hilang lenyap semuanya, sembuh total. Lalu si Ibu menjawab tidak kemana-mana dan sungguh jika yang dikatakan dokter tersebut benar  itu semua terjadi karena sedekahnya sembari menceritakan kisah yang telah dilaluinya. Subhanallah, dokterpun menangis dan terkesima dengan kisah si Ibu.

Sungguh Allah ﷻ adalah pemilik semua kesembuhan. Kisah ini memberi pelajaran bagi kita semua betapa amalan sedekah itu begitu ajaibnya bagi seorang muslim. Sebagai muslim tentu kita diharuskan untuk berikhtiar menuju kesembuhan. Berobat ke dokter misalnya, sah-sah saja. Memperbanyak berdoa, tentu ini andalannya. Namun ada sebuah amalan yang dapat mempercepat penyembuhan semua. Apakah itu? Ya, bersedekah. Sedekah ini membuktikan kebenaran dari sabda Rasulullah ﷺ “Ujian yang menimpa seseorang pada keluarga, harta, jiwa, anak, dan tetangganya bisa dihapus dengan puasa, shalat, sedekah, dan amar makruf nahi munkar.” (H.R.Bukhari no.3586 dan Muslim no.144)[5]

Darnela Putri

Mahasiswa Magister Ekonomi Islam

MIAI UII

 

Marâji’

[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Sedekah

[2] Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 1956, Ibnu Hibban no. 474 dan 529, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, dan dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani dalam “ash-Shahihah” no. 572.

[3] Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2336; Ahmad 4/160; Ibnu Hibbân no. 3223; al-Hâkim 4/318; al-Qudhai dalam Asy-Syihâb no. 1022; dishahihkan oleh syaikh Salîm al-Hilâli dalam Silsilah al-Manahi asy-Syar’iyyah, 4/194

[4] https://www.youtube.com/watch?v=nqTPt2x9NSQ

[5] Diriwayatkan oleh Bukhari no. 3586 dan Muslim no. 144. Kata Ibnu Baththol, hadits ini semakna dengan firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Q.S. Ath Thagabun [64]: 15) (Lihat Syarh al-Bukhari, Ibnu Baththol, 3/194, asy-Syamilah)

Mutiara Hikmah

Dari Jabir, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ

Setiap kebaikan adalah sedekah.” (H.R. Bukhari, no.6021 dan Muslim, no.1005 dari hadits Hudzaifah)

Download Buletin klik disini

Agar Rasa Cintamu Di Ridhai

Agar Rasa Cintamu Di Ridhai

Bismillâhi wal hamdulillâh wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,  

Rasa cinta merupakan anugerah yang diberikan Allah ﷻ terhadap makhuk-Nya. Sungguh Maha Besar Allah ﷻ telah menciptakan makhluk-Nya berpasang-pasangan dari berbagai suku dan ras untuk saling mengenal. Seperti yang sudah tercantum dalam Al-Quran surat Al-Hujurat ayat 13.

Allah ﷻ berfirman, “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti.” (Q.S. al-Hujurat [49]: 13).

Sudah menjadi fitrah apabila seorang manusia memiliki rasa cinta terhadap lawan jenis. Cinta memiliki dampak negatif apabila disandarkan pada perbuatan zhalim. Jika cinta tidak dipupuk dengan baik maka akan lahir menjadi akhlak tercela dan memberikan stigma buruk dalam mengarungi kehidupan.

Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Islam datang untuk memberikan solusi. Melalui syariatnya, Allah ﷻ memerintahkan bagi umat Islam agar tidak berpacaran ketika rasa cinta itu hadir. Namun menganjurkan untuk saling mengenal (ta’aruf), selanjutnya memastikan calonnya (nazhar), dilanjutkan lamaran (khitbah) dan berakhir pada akad nikah. Lantas, agaimana jika seseorang itu belum memiliki kesiapan dalam menjalankan komitmen namun rasa cinta selalu saja menghantui dalam lubuk hatinya?

Agar Cinta diridhai Allah ﷻ

Ada beberapa anjuran dalam agama Islam yang perlu diketahui, salah satu diantaranya agar rasa cinta di ridhai oleh Allah ﷻ adalah:

Pertama, perbanyak melakukan hal yang baik dan bermanfaat. Dengan melakukan hal yang positif semisal aktif dalam kegiatan sosial, mengembangkan soft skill, dan menggali ilmu akan membawa kita kepada kebaikan dan lambat laun perbuatan buruk yang terbiasa dilakukan akan berkurang dengan sendirinya. Dalam Al-Quran Allah ﷻ berfirman, “… Perbuatan-perbuatan baik itu menghapus kesalahan-kesalahan. Itulah peringatan bagi orang-orang yang selalu mengingat (Allah).” (Q.S. Hud [11]: 114).

Apabila perbuatan baik telah bersatu dalam diri maka Allah ﷻ selalu membimbing hambanya menuju kebaikan. Memperbanyak perbuatan yang baik akan menjadi solusi untuk mengatasi kegalauan pada hati. Dalam Al-Quran Allah ﷻ berfirman, “Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka.” (Q.S. al-Fath [48]:4).

Kedua, mengurangi perbuatan maksiat dan berusaha untuk meninggalkannya. Sejatinya perubahan suatu keadaan membutuhkan proses. Namun pada dasarnya, manusia memiliki potensi hidayah yang diberikan oleh Allah ﷻ sejak lahir. Adanya potensi hidayah menjadikan manusia memiliki ikatan dengan Allah ﷻ. Dalam Al-Quran Allah ﷻ berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan,”Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini,” (Q.S. al-Araf [7]: 172).

Ketiga, perbanyak doa. Mohonlah kepada Allah ﷻ agar senantiasa dimudahkan menjalani proses untuk menjadi lebih baik. Doa merupakan senjata ummat muslim untuk meraih segala upaya dan harap. Dalam doa terdapat hubungan antara hamba dan Rabb-Nya. Ada banyak waktu mustajab dalam berdoa, salah satunya di waktu sepertiga akhir malam.

Imam Asy-Syafi’i mengatakan bahwa doa disaat tahajud adalah umpama panah yang tepat mengenai sasaran. Selain itu, waktu mustajab terdapat juga ketika berbuka puasa bagi orang yang berpuasa, setiap selepas shalat fardhu, sesaat pada hari jumat, pada waktu bangun tidur pada malam hari bagi seseorang yang sebelum tidur dalam keadaan suci dan berdzikir kepada Allah ﷻ dan doa diantara adzan dan iqomah. Berikanlah keyakinan dalam berdoa dan janganlah takut untuk banyak meminta kepada-Nya. Sesungguhnya Allah ﷻ sangat senang apabila terdapat seorang hamba yang meminta dan berdzikir kepada-Nya.

Tiga Nilai Keberkahan

Dalam istiqamah Allah ﷻ memberikan keberkahan hidup dan kemuliaan yang begitu berharga. Ada tiga nilai pada keberkahan:

Pertama, menjadikan kita dekat dengan Allah ﷻ. Semakin kita taat kepada perintah-Nya, semakin Allah mencintai hamba-Nya. Seorang hamba apabila memiliki ketaatan pada Tuhannya, Ia merasa dekat walaupun dalam keadaan susah. Ada rasa cinta kepada Allah ﷻ di hati seorang mukmin, sehingga membutakan nafsu dan kezhaliman dalam dirinya. Bagi seseorang yang belajar istiqamah hatinya tidak merasakan kesedihan dan kekecewaan. Karena dirinya mengetahui bahwa apa yang terjadi adalah sebuah hikmah dan taufiq dari Allah subhânahu wa ta’âlâ.

Kedua, menjadikan hati lebih tenang. Seseorang yang istiqamah maka Allah ﷻ akan memberikan ma’rifat di dalam hatinya. Ma’rifat adalah ketetapan hati yang tak pernah goyah karena mempercayai wujud adanya Allah ﷻ dan menggambarkan segala kesempurnaan-Nya. Dan hati selalu mendapatkan cahaya Allah ﷻ karena selalu berinterakasi dengan Rabb-Nya. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Quran, “ Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya.” (Q.S an-Najm [53]: 11).

Ketiga, menjadikan seseorang lebih baik. seseorang yang hatinya telah terpaut dengan amalan shalih dan berbuat kebaikan. Allah ﷻ senantiasa memberikan keberkahan dalam hidupnya. Baik berupa rezekinya, waktu, dan hajatnya, Allah subhânahu wa ta’âlâ selalu bimbing menuju jalan di ridhai-Nya. Begitulah Allah subhânahu wa ta’âlâ berfirman dalam Al-Quran, “Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki meupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik. Dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (Q.S an-Nahl [16]: 98).

Rasa cinta merupakan amanah dari Allah ﷻ. Bukan suatu kesalahan apabila seorang hamba memiliki rasa cinta. Rasa cinta akan muncul berawal dari hati. Apabila hati seseorang itu baik maka baiklah seluruh perbuatannya. Hiasilah rasa cinta itu dengan penuh ketaqwaan semata-mata untuk Allah ﷻ. Agar rasa cinta yang dimiliki di ridhai oleh-Nya dan mendapatkan kebahagian di dunia dan akhirat.[]

Aisyah Amalia Putri

PAI-UII 2015

Mutiara Hikmah

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ.

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (H.R. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Download Buletin klik disini

Taqwa Dan Kelapangan

Taqwa Dan Kelapangan

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Berbagai ujian menjadi pengingat bahwa ada satu tempat kembali yang harus dituju. Saat dunia disesaki oleh masalah hasil ulah manusia, bencana alam yang menghampiri tanpa tahu waktu, problem sosial, politik yang semakin komplek, tentu fenomena ini mendorong hampir seluruh manusia untuk berpikir akan solusi dan jalan keluar terbaik untuk menjawab setiap kecemasan, khawatir, dan takut. Allah ﷻ ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Q.S. al Baqarah [2]: 155)

Bagaimana rasanya? Saat tertidur nyenyak, di pertengahan malam tiba-tiba ada gempa yang mengguncang seluruh isi rumah. Sedang asyik-asyiknya bertamasya dengan keluarga di pantai, namun tiba-tiba Allah ﷻ memerintahkan ombak untuk mengekspresikan kegeramannya terhadap manusia, dalam hitungan menit ombak itupun mematuhi perintah Allah ﷻ untuk menyapu daratan yang ada di depannya. Seperti ujian yang baru-baru ini telah didatangkan Allah ﷻ, beberapa gempa kecil di wilayah Yogyakarta, banjir yang menimpa saudara kita di Luwu Utara, covid 19 sebagai bencana non alam yang sampai saat ini masih tak kunjung reda, serta berbagai bencana lainnya. Identitas manusia sebagai hamba yang lemah saat dihadapkan oleh berbagai motif ujian dan bencana dari Allah ﷻ akan tampak jelas, di tengah bencana dan musibah terombang ambing tak ada pilihan selain berserah. Harta dan keluarga, Allah ﷻ cabut dengan cepat sedang tidak ada bekal apapun sebagai petahanan terakhir kecuali taqwa.

Mengapa Taqwa?

Setiap kali membaca al-Qur’an, seringkali kita menjumpai kata:

“…taqwa…” “…agar kamu bertaqwa…” “…disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa…”

            “…pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa…” “…dan bertaqwalah kepada Allah…” Lantas, mengapa Allah ﷻ seringkali menyebutkan kata taqwa ini?

Allah ﷻ menyebut kata taqwa berulang kali agar kita senantiasa mengingat apa hakikat dan esensi taqwa. Pada dasarnya, setiap manusia memiliki sifat pelupa, semakin sering Allah ﷻ mengingatkan, menjadi sebuah tanda bahwa manusia memang sering melupakan hal ini. Salah satu Firman Allah ﷻ yang mengupas tentang taqwa, terdapat pada surat Ali Imran ayat 133-135, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. (Q.S. Ali Imran [3]: 133-135). Ayat ini memuat peringatan yang terletak pada kata “bersegeralah”. Kata bersegera berarti menunjukkan betapa terbatasnya  usia dan kesempatan untuk meraih taqwa yang sebaik-baiknya.

Ayat ini ibarat penghibur bagi para pendosa, termasuk kita yang pada saat-saat tertentu masih mudah dihampiri oleh pesimis dan keraguan untuk mengakui kesalahan dan bertaubat di hadapan Allah ﷻ. Kata bersegera tersebut, apabila dipahami dengan pemahaman yang baik memiliki muatan spirit dan panggilan untuk kembali memperjuangkan sesuatu yang kekal, apa itu? Taqwa.

Seseorang yang memiliki tekad untuk memupuk dan memperjuangkan taqwa dengan baik, hidupnya akan dipenuhi oleh kelapangan dan kemudahan dalam menjalankan sesuatu. Tidak akan ada rasa khawatir, takut, dan keraguan. Ia percaya, bahwa taqwa adalah langkah awal untuk memperbaiki diri. Allah ﷻ berfirman dalam surat Ath-Thalaq ayat 2-3, “Barang siapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar Dan memberinya rezeki yang tiada disangka-sangkanya.” (Q.S. Ath-Thalaq [65]: 2-3).

Janji Allah kepada Orang yang Bertaqwa

Janji Allah ﷻ kepada orang bertaqwa, pertama adalah akan diberi solusi dan pertolongan langsung dari Allah ﷻ  untuk menyelesaikan setiap permasalahan.

Kedua, Allah ﷻ akan memberikan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.

ketiga yang diperuntukkan bagi orang bertaqwa adalah terbukanya pintu ampunan yang luas atas kesalahan yang diperbuat sebelumnya dan diberi ganti berupa pahala yang besar dari Allah ﷻ. Hal ini menjadi bukti bahwa kasih sayang dan rahmat Allah ﷻ terharap orang yang bertaqwa sangatlah besar.

Taqwa akan mengubah hal yang mustahil bagi manusia menjadi sangat mungkin di mata Allah ﷻ. Ada beberapa kisah perjalanan taqwa yang bisa kita teladani. Pertama, adalah kisah Nabi Ibrahim  yang akan dibakar oleh Raja Namrud. Pada saat pasukan Raja Namrud membuat manjaniq (semacam meriam) dan meletakkan Nabi Ibrahim di dalamnya dengan melontarkannya ke dalam api, sekatika api itu menjadi dingin karena rasa berserah dan ketakwaan Nabi Ibrahim kepada Allah ﷻ.

Kedua, adalah pelajaran dari kisah perjuangan Nabi Musa. Saat itu Nabi Musa dan para pengikutnya dikejar oleh Fir’aun dan tentaranya hingga tibalah mereka di laut yang sangat luas. Ketakwaan Nabi Musa telah menghadirkan pertolongan yang sangat besar dari Allah ﷻ melalui wasilah tongkatnya. Allah ﷻ memerintahkan Nabi Musa untuk memukul tongkatnya ke laut dan seketika laut itu menjadi terbelah sehingga Nabi Musa bersama pengikutnya mampu menyebrangi lautan tersebut sedangkan pasukan Fir’aun yang mengikuti dari belakang ditenggelamkan oleh Allah ﷻ. Beberapa peristiwa ini sudah seharusnya menjadi cerminan dan teladan bagi seluruh umat muslim agar tidak berputus asa dalam meraih predikat taqwa terbaik di hadapan Allah ﷻ.

Perjuangan untuk meraih taqwa terbaik memang tidak mudah. Banyak sekali godaan yang datang dari dalam maupun luar yang berusaha meruntuhkan tekad untuk memperkuat ketaqwaan. Bagi seorang mukmin, senjata untuk bisa istiqomah meraih taqwa adalah dengan mendawamkan amal sholeh dan memelihara dzikir. Sekecil apapun amal perbuatan baik yang ditujukan hanya untuk meraih ridho Allah apabila didawamkan akan membentuk pribadi yang robbani dan berbuah taqwa.

Ketaqwaan ibarat pelita bagi orang mukmin, taqwa adalah sebaik-baik bekal yang harus dipersiapkan, karakter terkuat, dan perilaku yang paling tinggi. Taqwa berarti memelihara diri dan murka dan siksa Allah ﷻ, taqwa berarti senantiasa merasakan pengawasan dari Allah ﷻ, taqwa berarti berhati-hati dalam menjaga diri agar tidak terjerumus ke dalam larangan Allah ﷻ. Taqwa berarti menginternalisasikan dan mengimplementasikan setiap ajaran Allah ﷻ dalam kehidupan nyata dan berkomitmen untuk menjauhi seluruh laranganNya. Taqwa berarti keterikatan pada nilai-nilai agung syariah Islam. (Suharto, 2016)

Oleh karena itu hendaklah setiap umat muslim bersungguh-sungguh untuk memperbaiki dan menghiasi diri dengan ketaqwaan karena taqwa adalah mahkota kemuliaan terbaik. Allah ﷻ sudah memberikan motivasi yang komplit untuk seluruh umat muslim agar bersegera dalam memperbaiki taqwa, salah satunya dimuat dalam surah al-Hujurat ayat 14, “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti. Orang-orang Arab Badui itu berkata: “Kami telah beriman”. Katakanlah: “Kamu belum beriman, tapi katakanlah ‘kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasulnya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu. Sesungguhnya, Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penyayang.[]

Maraji’

Husein Zaid. (1995). Kisah 25 Nabi dan Rasul. (Pustaka Amani: Jakarta)

Suharto Ahmad. (2016). Ayat-ayat Perjuangan. (YPPWP Guru Muslich: Tangerang Selatan).

Al-Qur’an dan Tarjamahnya. (CV.Al-Hanan: Surakarta). 2009.

Husna Amalia Rahamwati

Pendidikan Agama Islam

NIM: 17422178

Mutiara Hikmah

Tholq bib Habib  mengatakan,

التَّقْوَى : أَنْ تَعْمَلَ بِطَاعَةِ اللَّهِ عَلَى نُورٍ مِنْ اللَّهِ تَرْجُو رَحْمَةَ اللَّهِ وَأَنْ تَتْرُكَ مَعْصِيَةَ اللَّهِ عَلَى نُورٍ مِنْ اللَّهِ تَخَافَ عَذَابَ اللَّهِ

Takwa adalah engkau melakukan ketaatan pada Allah atas petunjuk dari Allah dan mengharap rahmat Allah. Takwa juga adalah engkau meninggalkan maksiat yang Allah haramkan atas petunjuk dari-Nya dan atas dasar takut pada-Nya.” (Lihat Majmu’atul Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 7: 163 dan Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam karya Ibnu Rajab Al Hambali, 1: 400).

Download Buletin klik disini

Semarak Idul Qurban 1441 H Yang Berbeda

Semarak Idul Qurban 1441 H Yang Berbeda

Bismillâh wal hamdulillâh wash shalâtu was salâmu’alâ rasûlillâh

Semarak Idul Adha  

Hari Raya Iduul Adha, 10 Dzulhijah adalah  hari yang identik dengan hewan qurban (daging), orang haji, amal-amal ibadah yang menggiurkan pahalanya dan juga gema takbir yang kita dengarkan. Hari dimana bagi mereka yang menunaikan ibadah haji sedang melaksanakan wukuf di Arafah dan hari disunnahkan untuk menyembelih hewan qurban, maka wajar jika penyebutan Hari Raya Idul adha banyak penyebutannya, ada yang menyebut dengan sebutan Idhul Qurban, Hari Raya Haji, Hari Raya Besar atau ada yang menyebut dengan sebutan Idhul Nahr (hari raya penyembelihan). Masing-masing negara memiliki sebutan masing-masing, sama halnya dengan Negara Turki yang menyebut Idul adha dengan Baqri-ied (festival sapi).

Keramaian Idul Adha disetiap negara pun berbeda-beda. Di Indonesia suasana Idul adha tak seramai Arab Saudi yang menjadikan Idul adha menjadi hari besar dan makan besar karena setiap rumah menyembelih hewan qurban. Kemeriahan Idul adha di Amerika Serikat pun berbeda, mereka memiliki tradisi merayakan Idul adha dengan liburan selama satu hingga tiga hari dan pemotongan hewan qurban dilakukan di tempat pemotongan hewan, tidak dilakukan oleh sekelompok orang layaknya di Indonesia. Berbeda halnya dengan Cina yang sudah melakukan takbiran satu hari sebelum perayaan berlangsung dan hanya laki-laki saja yang diizinkan Shalat Ied di masjid. Perbedaan suasana dan teknis perayaan Idul adha di berbagai negara tentunya tidak merubah semarak perayaan Idul adha di berbagai negara.

Kesamaan historis perayaan Idul adha yang pastinya sama disemua negara menjadi satu kunci bahwa Idul adha akan tetap semarak dengan cara dan suasananya masing-masing. Semua berangkat dari kisah sejarah yang sama yaitu kisah keluarga Nabi Ibrahim alaihi salam, keluarga yang terkenal dengan ketakwaannya pada Allah . Kita akan diajak flashback menelaadani kisah perjuangan keluarga ini. Mulai dari perintah Allah pada Nabi Ibrahim  alaihi salam untuk meninggalkan istrinya yaitu Hajar bersama anaknya yang masih menyusu di lembah tandus tak tersedia air dan tak ada pohon sama sekali. Hingga akhirnya Hajar tidak bisa menyusui bayinya (Nabi Ismail), meskipun sudah mencari tak ditemui air sedikit pun. Hajar berlari dari bukit ke bukit, bukit tersebut kita kenal dengan bukit Sofa dan bukit Marwah, Hajar berlari dari bukit Sofa ke bukit Marwah sebanyak 7 kali hingga akhirnya Allahsubhânahu wa ta’âlâ memerintahkan Malaikat Jibril membuat mata air zam-zam dan akhirnya Hajar dan Nabi Ismail memperoleh penghidupan. Hal ini membuat persedian air di kota ini melimpah ruah dan mendatangkan kemakmuran bagi kota ini.

Berkat doa Nabi Ibrahim alaihi salam, Allah ﷻ  mengabulkan doanya dan Makkah menjadi kota yang makmu, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, “Dan ingatlah ketika Ibrahim berdoa “Ya tuhanku, jadikan negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa diberikan rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat”. (Q.S. al-Baqarah [2] : 126). Dari kisah tersebut memberikan hikmah hingga kini bagi jama’ah haji di Makkah untuk sa’i dari bukit Shofa ke bukit Marwah.

Selain kisah tersebut, Nabi Ibrahim ‘alaihi salam diperintah mengorbankan anaknya. Diawali dari pertanyaan orang kepada Nabi Ibrahim ‘alaihi salam “milik siapa ternak ini?” pertanyaan yang mengisyaratkan kepemilikan ternak, karena saat itu Nabi Ibrahim ‘alaihi salam memiliki ternak yang banyak, kemudian Nabi Ibrahim ‘alaihi salam menjawab “Kepunyaan Allah , tapi kini masih milikku, sewaktu-waktu jika Allah menginginkannya, akan aku serahkan semuanya, jangankan ternak, anak kesayanganku saja, Ismail akan aku serahkan”. Dari perkataan tersebut Allah menguji iman dan takwa Nabi Ibrahim ‘alaihi salam melalui mimpinya yaitu agar ia mengorbankan anaknya. Ketaatan dan iman yang kuat membuat bulat tekad Nabi Ibrahim ‘alaihi salam melakukannya dalam kenyataan. Hingga hari dimana penyembelihan itu dilaksanakan, dengan izin dan kasih sayang Allahserta sebagai imbalan dari Allah , Allah ﷻ  mencukupkan dengan seekor kambing sebagai qurban. Kisah tersebut menjadikan hikmah awal kita ummat muslim untuk berqurban sebagai bentuk ketakwaan dan keimanan yang kuat pada Allah .

Ibadah qurban dapat ditunaikan selama hari tasyrik, hari dimana tidak boleh orang berpuasa. Tepatnya tanggal 11,12,13 Dzulhijah, hari dimana orang gegap gempita memotong hewan dan membaginya keseluruh masyarakat. Hari dimana masjid, mushola, lapangan, dan tempat-tempat yang digunakan untuk menyembelih hewan qurban akan ramai, ramai orang yang akan menyembelih juga si pemilik hewan qurban yang menyaksikan penyembelihan hewan qurbannya dan anak-anak yang pasti senang melihat hewan-hewan yang akan disembelih.

Hari-hari yang biasanya kita semua nikmati keramaian dan semarak berqurban agaknya tahun ini sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya. Mengingat pandemi covid-19 masih terus merebak di Indonesia, tak hanya di Indonesia namun seluruh dunia, hingga Haji tahun ini tidak dibuka bagi jama’ah dari luar Arab Saudi, jumlah pasien terdeteksi penyakit ini juga terus meningkat mengakibatkan Menteri Agama menerbitkan Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Shalat Idul adha dan Penyemebelihan Hewan Qurban Tahun 1441 H/2020 M Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covd-19. Dalam Surat Edaran (SE) tersebut terdapat protokol pelaksanaan shalat ‘ied dan penyembelihan hewan qurban.

Protokol Pelaksanaan Shalat ‘Ied    

Protokol pelaksanaan shalat ‘ied antara lain: 1). Menyiapkan petugas untuk mengawasi protokol kesehatan di area tempat shalat ‘ied, 2). Dilakukan pembersihan tempat shalat ‘ied dengan cairan disenfektan, 3). Menyediakan pengecekan suhu badan, tempat cuci tangan, pembatasan jarak minimal satu meter, 4). Tidak menjalankan kotak infak. Selain tempat himbauan, 5). Bagi jama’ah juga diterapkan bagi jama’ah yang sakit tidak boleh ikut shalat ‘ied, 6). Membawa alat shalat sendiri, 7). Menggunakan masker, 8). Menghindari salaman.

Protokol Pelaksanaan Penyembelihan

Protokol pelaksanaan penyembelihan hewan qurban antara lain: 1). Hanya boleh dihadiri oleh panitia dan pihak yang bersangkutan, 2). Alat yang digunkaan untuk mengeksekusi hewan qurban tidak boleh bergantian, 3). Jaga jarak panitia dalam pemotongan, pengulitan, pencacahan dan pengemasan daging hingga pendistribusian daging qurban.

Protokol pelaksanaan shalat ‘ied dan penyembelihan qurban yang mengakibatkan berbeda suasana, suasana yang tak biasa dan akan kita rasakan nanti, tepatnya tanggal 10 Dzulhijah. Semarak Idul adha/ Idul Qurban yang berbeda, tak ada keramaian di lapangan, mushola dan masjid bahkan mungkin hari terasa biasa saja tanpa ada tanda-tanda bahwa itu hari besar.

Tak ada bincang santai antar jamaa’ah shalat ‘ied, anak kecil yang tetap di rumah saja tanpa ramai dan berisik di sekitaran tempat penyembelihan hewan qurban. Mungkin tak ada gelak tawa sekedar gurau antar panitia penyembelihan hewan qurban, karena bagaimana mereka bisa saling melontarkan gurau jika jarak mereka tak bersebelahan, masker yang menutup tawa, hening tak biasa. Sungguh semarak yang berbeda, namun meski berbeda semoga tak membedakan kekhusyukan kita dalam beribadah, karena inti dari beribadah adalah niat dalam diri bukan pada suasana sekitar, suasana sekitar hanyalah hiasan dan hadiah dari sebuah gegap gempita dalam diri. Selama hati menafsirkan kebahagian dalam suasana kondisi bagaimana pun tetap bisa kita ciptakan semarak ibadah baik dalam menyambut maupun melaksanakan rangkaian ibadah Idul adha 1441 H atau 2020 M tahun ini.

Marâji’

  1. http://amp.kompas.com/nasional/read/2020/06/23/05480031/terbatas-arab-saudi-tetap-gelar-ibadah-haji-tahun-ini
  2. http://amp.kompas.com/nasional/read/2020/07/01/09103231/ini-panduan-shalat-idhul-adha-dan-penyembelihan-hewan-qurban-saat-pandemi
  3. http://www.amalqurban.com/sejarah-dan-makna-idul-adha/

*Wiwi Dwi Daniyarti

Alumni Magister Pendidikan Islam

Universitas Islam Indonesia

Mutiara hikmah

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda,

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rizki) dan tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ibnu Majah no. 3123. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Download Buletin klik disini