Anjuran Istiqamah
Anjuran Istiqamah
Abdurrahman Triadi Putro
*Alumni Ma’had al ‘Ilmi Yogyakarta
Segala puji bagi Allahﷻ, shalawat dan salam semoga tercurahkan atas Rasulullah ﷺ, beserta keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya.
Para pembaca budiman yang semoga dirahmati Allah ﷻ.
Sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah tempat untuk berlomba dan melakukan berbagai kebaikan. Sungguh Allah ﷻ telah memudahkan jalan-jalan kebaikan dan membuka pintu-pintunya. Allah ﷻ telah menyeru hamba-Nya agar berjalan di atasnya dan Allah pun telah mengabarkan tentang balasan yang akan diterima dari jalan-jalan kebaikan tersebut.
Diantara jalan-jalan kebaikan adalah shalat 5 waktu yang merupakan rukun Islam yang paling agung setelah 2 kalimat syahadat. Dengan mengerjakan shalat 5 waktu berjamaah dalam sehari semalam, Allah ﷻ akan melipatgandakan semisal dengan 50x shalat dalam timbangan dan balasan amal. Berikut diikuti dengan shalat sunnah rawatib yang mengiringi shalat wajib.
Barangsiapa yang mengerjakan shalat sunnah rawatib dalam sehari semalam maka Allah l akan bangunkan baginya rumah di surga. Sebagaimana hal ini terdapat dalam hadits, dari Ummu Habibah –istri Nabi n- Rasulullah ﷺ bersabda,
مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa mengerjakan shalat sunnah dalam sehari-semalam sebanyak 12 raka’at, maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah rumah di surga.” (H.R. Muslim).
Kebaikan berikutnya adalah shalat witir, yang merupakan sunnah Rasulullah ﷺ yang hampir tidak pernah ditinggalkannya. Inilah shalat-shalat sunnah (zikir-zikir) yang dapat dikerjakan setelah shalat wajib. Barangsiapa yang menjaga shalat-shalat sunnah tersebut, maka akan diampuni kesalahan-kesalahannya meskipun kesalahannya tersebut sebanyak buih di lautan.
Kebaikan berikutnya adalah wudhu (sebagai syarat sahnya shalat) untuk shalat-shalat yang memiliki keutamaan yang agung.
Kebaikan berikutnya adalah sedekah harta yang mana seorang muslim akan diberikan ganjaran atas sedekah yang dilakukannya, meskipun sedekah itu ia berikan untuk dirinya sendiri, istri ataupun anaknya, ketika dia berharap wajah Allah ﷻ dari sedekah yag dilakukan tersebut.
Sesungguhnya Allah ﷻ benar-benar ridha kepada seorang hamba yang makan sebuah makanan kemudian ia memuji Allah ﷻ atas makanan yang telah diberikan kepadanya tersebut, dan juga kepada seorang hamba yang minum sebuah minuman kemudian ia memuji Allah ﷻ atas minuman yang diberikan kepadanya tersebut. Dalam sebuah hadits Nabi ﷺ bersabda, dari Abu Hurairah, berkata, Rasulullah ﷺ bersabda,
السَّاعِي عَلَى اْلأَرْمَلَةِ وَالْمَسَاكِيْنِ، كَالْمُجَاهِدِ فِي سَبِيْلِ اللهِ، وَكَالَّذِي يَصُوْمُ النَّهَارَ وَيَقُوْمُ اللَّيْلَ
“Orang yang berusaha menghidupi para janda dan orang-orang miskin laksana orang yang berjuang di jalan Allah. Dia juga laksana orang yang berpuasa di siang hari dan menegakkan shalat di malam hari.”(H.R. Bukhari no. 5353 dan Muslim no. 2982)
Hadits di atas menunjukkan keutamaan seseorang yang ia berusaha mencari rezeki untuk dapat menolong janda dan orang-orang miskin, serta ia berusaha untuk memenuhi kebutuhan mereka. Termasuk juga orang-orang yang dibantu dalam hal ini dari anggota keluarga yaitu anak-anak yang masih kecil dan yang lainnya yang mana mereka belum mampu untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Oleh karena itu, kita mengetahui bahwasanya jalan-jalan kebaikan sangatlah banyak, maka manakah yang telah kita tempuh? Pintu-pintu kebaikan itu terbentang dengan luas, maka manakah yang sudah kita masuki? Sungguh jelas tidaklah seseorang itu berpaling dari kesempatan-kesempatan kebaikan tersebut, kecuali ia termasuk orang-orang yang merugi.
Sesungguhnya orang-orang yang telah memanfaatkan jalan-jalan dan pintu-pintu kebaikan tersebut di bulan Ramadhan, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menjadikan dirinya berusaha terus menetapi jalan dan pintu amal saleh tersebut selepas Ramadhan. Sehingga boleh jadi juga diantara hikmah pensyariatan puasa 6 hari di Bulan Syawal adalah hal-hal berikut:
Pertama, sebagai bentuk rasa syukur hamba kepada Allah ﷻ.
Kedua, melatih jiwa agar terbiasa untuk mengikuti sebuah kebaikan dengan kebaikan.
Ketiga, mengabarkan bahwasanya amal saleh tidaklah terbatas hanya dilakukan di bulan Ramadhan, namun hendaknya terus meneru dilakukan pada setiap waktu. Allah ﷻ berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱرْكَعُوا۟ وَٱسْجُدُوا۟ وَٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمْ وَٱفْعَلُوا۟ ٱلْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (Q.S. Al-Hajj [22]: 77).
Istiqamah dalam beramal saleh adalah bukti atas keimanan kepada Allah ﷻ. Allah l berfirman,
إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُوا۟ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسْتَقَٰمُوا۟ تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ ٱلْمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَبْشِرُوا۟ بِٱلْجَنَّةِ ٱلَّتِى كُنتُمْ تُوعَدُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuham kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (Q.S. Fushshilat [41]: 30).
Dahulu, ada seorang laki-laki[1] bertanya kepada Nabi ﷺ, ia berkata,
قُلْتُ يَارَسُوْلَ اللهِ قُلْ لِيْ فِي الإِسْلامِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدَاً غَيْرَكَ؟ قَالَ: “قُلْ آمَنْتُ باللهِ ثُمَّ استَقِمْ” رَوَاهُ مُسْلِمٌ
“Aku berkata: “Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah: aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (H.R. Muslim, no. 38).
Maka hendaklah kita istiqamah pada waktu yang tersisa dari Bulan Ramadhan ini dan juga pada waktu setelahnya. Berhati-hatilah dari perusak dan pembatal amal-amal saleh yang telah kita lakukan. Berhatilah-hatilah dari keadaan dimana ada seorang perempuan yang tidak berilmu yang mana ia telah memintal benangnya dengan kuat kemudian ia uraikan benang tersebut sehingga menjadi tercerai-berai. Allah ﷻ berfirman,
وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَٰثًا
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai-berai kembali.” (Q.S. An-Nahl [16]: 92).
Perempuan tersebut sudah memintal benangnya dengan kuat di siang hari, kemudian ia menguraikannya di malam hari.
Wahai orang yang telah bersunguh-sungguh bertaubat kepada Allah ﷻ dengan taubat nasuha, berhati-hatilah dari kembali kepada jeratan setan dan mengikuti langkah-langkahnya.
Ya Allah, berikanlah kepada kami karunia istiqamah, serta jalan-jalan agar dapat bersungguh-sungguh dalam kebaikan hingga kami berjumpa dengan-Mu. Kami berlindung kepada-Mu dari terjerembab kepada hukuman-hukuman-Mu, dan berlindung dari kehinaan setelah datangnya kemuliaan. Kami memohon kepada-Mu Ya Allah, ampunan dan keselamatan, serta pemaafan dari-Mu di dunia dan akhirat.
Semoga Allah ﷻ melimpahkan shalawat dan salam kepada Nabi kita, Muhammad ﷺ, beserta keluarga dan para sahabat beliau seluruhnya.[]
Marâji’:
Kitab Durus fi Ramadhan karya Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah Ar-Rajhi. h. 91-93,
Mutiara Hikmah
Dari sahabat Abu Ayyub Al Anshari, beliau ﷺ bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka dia berpuasa seperti setahun penuh.” (H.R. Muslim)
[1] Laki-laki yang dimaksud adalah Abu ‘Amr—ada yang menyebut pula Abu ‘Amrah—Sufyan bin ‘Abdillah z, ia berkata, … (teks hadits)