KECEMASAN DAN RELIGIUSITAS
Kecemasan (Anxietas ) merupakan kondisi emosional yang biasanya disebabkan oleh persepsi yang berbahaya atau mengancam keamanan individu. Seperti yang telah didefenisikan diatas maka salah satu hal yang sangat mempengaruhi kecemasan adalah adanya persepsi yang berbahaya dalam pikiran manusia terhadap sesuatu hal. Terkadang persepsi yang datang dan mengakibatkan kecemasan berlebih itu dikarenakan suatu hal yang sejatinya tidak begitu patut untuk untuk dicemaskan tetapi rasa cinta yang berlebihan seringkali membuat seseorang lebih mudah terserang gangguan kecemasan ini.
Beberapa penelitian yang diungkap dalam buku farmakoterapi penyakit sistem saraf pusat, menjelaskan bahwa kecemasan merupakan salah satu gangguan mental yang paling banyak dijumpai di masyarakat. Gangguan kecemasan merupakan salah satu gangguan yang seringkali menjadi jalan awal bagi banyak gangguan lain yang lahir akibat kecemasan kecil yang tidak diatasi sehingga menjadi suatu penyebab lahirnya jenis penyakit kesehatan mental lain.
Ketika mental seseorang terserang penyakit mental, maka secara otomatis manusia menjadi kurang memperhatikan kesehatan fisiknya atau bahkan terlalu memperhatikan fisiknya (pada gangguan OCD), sehingga yang terjadi justru fisiknya menjadi terkena dampak yang serius.
Terganggunya mental dan fisik seseorang bukan saja mengganggu aktivitas pribadi dan keluarga. Tetapi juga dapat menggangu aktivitas harian dan ekonomi. Hasil studi bank dunia tahun 2000 menunjukan global burden of disease akibat masalah kesehatan jiwa di dunia dan mencapai 8,1% dibanding jenis penyakit lain.
Hal tersebut diatas kemudian membuat saya tertarik untuk membaca dan mencari tahu lebih banyak mengenai gangguan mental seperti kecemasan dan lain sebagainya yang kemudian mempengaruhi kinerja fisik manusia. Fakta unik dan mencengangkan yang saya temukan justru membuat saya berfikir, mengapa orang harus mempelajari psikologi, padahal jika dia mendalami Islam dengan mencoba menerapkan ajarannya dengan baik maka seluruh hidupnya akan lebih baik tanpa satupun penyakit baik fisik juga psikologis.
Yang perlu diperhatikan pada bahasan sebelumnya ialah satu fakta bahwa gangguan kecemasan lahir dari keadaan khawatir seseorang terhadap sesuatu benda, materi maupun keadaan dan pemikiran yang berlebihan pada suatu stimulus ketakutan tertentu. Dalam kajian farmakologi orang-orang dengan gangguan kecemasan dapat diberi obat setelah melihat tingkat keparahan. Akan tetapi sebelum pemberian obat biasanya akan disarankan agar pasien menjalankan terapi non farmakologi yang mana ini ditangani oleh orang-orang psikologi.
Ada banyak terapi yang bisa diberikan antara lain terapi CBT (Cognitive behavioura therapy), ET (Exposure therapy),ACT (acceptance and commitment therapy), DBT (Dialektical behavioural theraphy), IT (Interpersonal Therapy) dan EMDR (eye movement desensitization reprocessing). Tapi satu hal yang perlu digaris bawahi ialah bahwa sebanyak apapun pasien mengikuti terapi itu tidak akan bermanfaat jika ia tidak mendorong dirinya sendiri untuk sembuh dan menerima keadaan aslinya. Mengapa?, karena apapun bentuk terapinya, inti dari teknik tersebut adalah sama, yakni mereka mendorong klien untuk menghadapi dan tidak menghindari sumber-sumber ketakutan dan kecemasan mereka.
Dari penjelasan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa yang harus dilakukan oleh setiap pasien sesungguhnya ialah menerima apapun kondisi yang mereka alami secara lapang dada sehingga mereka tidak perlu terlalu banyak mengalami tekanan psikis akibat dari kemasan yang berlebihan atas pemikiran mereka yang belum tentu benar pada suatu hal yang dipersepsi merusak. Seperti ke dokter gigi, disuntik, kegagalan saat ujian, kalah dalam pemilihan umum, diputuskan kekasih, bangkrut, dipecat, kecelakaan, kecacatan, ketakukan pada serangga, hewan buas dan lain sebagainya.
Inilah Fakta Ilmiah dalam Islam
Secara ilmiah religiusitas ternyata sangat mempengaruhi kesehatan fisik juga psikis. Sebuah penelitian antropologi yang dilakukan oleh Macphere di kota Morocco menunjukkan bahwa, berdasarkan hasil observasinya ternyata kegiatan membaca al-Quran dengan rutin membuat ibu–ibu disana memiliki emosi dan kemampuan menanggulangi tekanan hidup lebih baik. Ibu–ibu tersebut menyebut al-Qur’an sebagai obat hati.
Studi correlasional dan longitudinal yang dilakukan Koenig et al memperlihatkan bahwa religiusitas memiliki kaitan erat dengan status kesehatan seperti hipertensi, kegagalan fungsi organ dll. McCullough, Hoyt, Larson, Koenig and Thoresen juga melakukan penelitian dengan metode metaanalisis dan menemukan bahwa ternyata tingkat religiusitas pada individu menurunkan perilaku melanggar seperti meminum alkohol dan pelanggaran lain, sehingga secara tidak langsung hal ini mengurangi keresahan dan kecemasan pada sebagian besar manusia. Kamal and Loewenthal meneliti umat hindu dan islam di amerika dan menemukan lebih banyak orang islam yang tidak berlaku menyimpang dan hidup tenang dengan menerapkan ajaran agamanya dibandingkan umat hindu.
Islam Ajaran Paling Sempurna
Islam memang merupakan agama dengan konsep pengaturan kehidupan yang paling sempurna di dunia. Islam memperhatikan mulai awal kehidupan seorang bayi hingga bagaimana mengurus seorang jenazah beserta cara menghormatinya. Islam sangat memperhatikan adab-adab dalam kehidupan sehari-hari mulai dari aktivitas bangun tidur sampai tidur kembali. Sungguh ajaran Islam sangat sempurna. Allah telah menegaskan hal ini dalam firman-Nya, yang artinya,
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu” (QS al-Ma’idah [5]: 3).
Islam memiliki tata cara ibadah yang telah ditentukan oleh Allah dan rasul-Nya, salah satunya adalah shalat. Dimana ini merupakan konsep ibadah paling utama dalam Islam. Beberapa penelitian menunjukan bahwa gerakan-gerakan shalat dapat meredakan hampir semua penyakit fisik dan tambah sempurna jika ditambah dengan puasa sunnah maupun wajib. Shalat itu secara psikologis menentramkan hati individu, karena jika dia khusuk dan sholat dengan sungguh-sungguh maka semua keluh kesahnya juga keletihan selama bekerja sekaligus emosi seperti amarah, kesal dan lain sebagainya menjadi lebih stabil, karena dalam sehari 5 kali ia curhat dan menggantungkan semua masalah pada Tuhannya.
Dalam Islam ada konsep berdoa, ikhtiar dan tawakkal. Konsep ini menjelaskan bahwa dalam setiap urusan kehidupannya, seorang manusia haruslah berdoa pada Tuhan untuk meminta perlindungan dan keridhaan Allah l atas apa yang diusahakannya, kemudian ia harus berikhtiar atau berusaha sungguh-sungguh untuk mendapatkan apa yang dicita-citakannya dan setelah berusaha ialah harus bertawakkal atau menyerahkan semua usahanya pada ketentuan Allah l. Jika dikehendaki baik ia harus bersyukur dan jika tidak baik ia tetap harus bersyukur dan berbaik sangka dengan dasar bahwa apa yang gagal tersebut bukan merupakan yang terbaik baginya.
Allah telah menegaskan dalam firman-Nya, yang artinya, “Diwajibkan atas kamu berperang padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu”. (QS al-Baqarah [2]: 216)
Dalam konteks pergaulan, Islam sangat memperhatikan kemaslahatan diri individu juga orang lain disekitar individu yang bersangkutan. Bahkan bagaimana seorang anak bersikap pada orang tua dan sebaliknya, bagaimana seorang menghormati tetangga dan bagaimana sikap seorang guru terhadap murid, sampai adab marah-pun diatur dalam Islam.
Dalam sebuah hadits yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thâlib dikatakan bahwa saya telah menghafal dari Rasulullah `, “Tinggalkan perkara yang meragukanmu menuju kepada perkara yang tidak meragukanmu. Karena kejujuran itu adalah ketenangan di hati sedangkan kedustaan itu adalah keraguan.” (HR Tirmidzi, no. 2518). Hal ini kemudian menjelaskan pada kita bahwa ketika kamu merasa cemas akan sesuatu, tinggalkan kecemasan yang merugikan itu dan lakukanlah sesuatu yang menghilangkannya dengan cara yang baik dan jujur. Kejujuran ini bukan saja pada orang lain tapi juga pada diri sendiri, sehingga kamu tidak akan mengalami penyakit-penyakit yang dapat membuat pikiranmu terkuras dan menjadi sakit.
Dalam firman Allah l, disebutkan yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya prasangka itu dosa.” (QS al-Hujurât [49]: 12). Kita tahu bahwa berprasangka akan menjerumuskan seseorang ke dalam dosa. Apalagi prasangka itu lahir dari sebuah dugaan, tuduhan, atau sakwasangka belaka. Hal ini berarti dia telah menaburkan aib dan tuduhan buruk kepada mereka, sementara mereka terbebas dari tuduhan itu. Berburuk sangka seperti inilah yang dilarang dalam Islam.
Dalam hadits yang berasal dari Abu Hurairah a, dikatakan bahwa, “Jauhilah olehmu prasangka, karena sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dustanya pembicaraan.” (HR Bukhari dan Muslim). Hadits ini mengajarkan manusia untuk menghindar dari persangkaan yang terlalu dibuat-buat dan melebihi aslinya, padahal kita belum tau kebenarannya. Yang demikian ini akan membuat kita terhindar dari gangguan kecemasan. Satu obat manjur yang diajarkan nabi agar kita bisa terhindar dari gangguan kecemasan ialah sebelum umat islam tidur maka seharusnya ia bermuhasabah dan mengingat kesalahannya hari itu untuk kemudian bertaubat dan mengikhlaskan semua kesalahan orang pada dirinya juga meletakkan semua urusan dunia pada penjagaan Allah l.
Sejatinya masih banyak ajaran Islam yang membuat seseorang terhindar dari kecemasan akan tetapi satu yang pasti adalah bahwa ber-islam secara kaffah dengan mengomplementasikan semua ajarannya dalam hidup jelas akan membuat seseorang menjadi lebih sehat secara psikis dan fisik serta terhindar dari kecemasan. Wallahu a’lamu bi al-sawwâb.[]
Ummi Jani Abdul Rajab
Jurusan Psikologi &
Staff Dai Hijrah Mahasiswa UII
Mutiara Hikmah
Dari Abdullah bin Umar a, dia berkata: “Sesungguhnya seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihi wasallam, manakah ajaran Islam yang lebih baik?” Rasul Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Hendaklah engkau memberi makanan, mengucapkan salam kepada orang yang kamu kenal dan yang tidak.” (HR al-Bukhari dengan Fathul Bari 1/55, Muslim 1/65).