Tameng Jeratan Pinjaman Online
Tameng Jeratan Pinjaman Online
Seiga Khuzaema Cahyati*
Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.
Kebiasaan Berutang
Kebanyakan masyarakat masih keliru dalam penyebutan kata utang yang acapkali menyebutnya sebagai hutang. Menurut Kamus Besar Bahsa Indonesia (KBBI) kata baku yang benar adalah utang. Utang merupakan uang yang dipinjam dari orang lain. Orang yang berutang wajib untuk mengembalikan uang yang dipinjam tersebut.[1] Kebiasaan berutang dalam masyarakat dilakukan tidak hanya atas dasar pemenuhan kebutuhan, namun sebagian lain merasa seperti sudah menjadi gaya hidup. Bahkan ada yang beranggapan utang sebagai sebuah tantangan.
Faktor kebiasaan dan tingginya minat masyarakat dalam hal utang yang kemudian juga diamini oleh perkembangan teknologi digital fintech, membuat kemunculan berbagai platform penyedia jasa pinjaman secara digital. Masyarakat lebih mengenalnya sebagai pinjaman online (pinjol). Aplikasi pinjol baik yang legal maupun ilegal semakin marak bak jamur yang tumbuh di musim hujan. Merebaknya minat masyarakat terhadap pinjol tidak lepas dari masifnya metode iklan pinjol yang muncul di berbagai media sosial maupun dalam bentuk short message service (sms) yang mengatasnamakan lembaga keuangan.
Jeratan Pinjol
Mayoritas aplikasi pinjol menawarkan iming-iming kemudahan dalam berutang dengan berbagai jargon misalnya, “satu menit langsung cair”. Bermodalkan hanya dengan swafoto memegang Kartu Tanda Penduduk (KTP) bahkan tanpa adanya agunan. Mudahnya syarat, membuat pinjol semakin digandrungi oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Tidak sedikit masyarakat yang akhirnya tergiur untuk berutang via aplikasi pinjol dan mengikuti tren yang berkembang sehingga dibalik kemudahan yang ditawarkan, banyak masyarakat yang tertipu oleh aplikasi pinjol abal-abal karena masih minimnya tingkat literasi masyarakat dalam hal keuangan digital (fintech).
Sering kali masyarakat juga lupa akan adanya jeratan pinjol yang memiliki tingkat suku bunga yang cenderung lebih tinggi. Biaya administrasi yang tidak transparan membuat peminjam berisiko harus membayar utang lebih besar. Adanya denda keterlambatan pembayaran dan denda lainnya yang bisa dikatakan tidak masuk akal.[2] Belum lagi cara penagihan yang intimidatif serta kemungkinan penyalahgunaan data pribadi peminjam.
Banyak diberitakan di berbagai media akibat dari jeratan pinjol. Dilansir dari CNBC Indonesia dengan artikel berita berjudul ”Efek Negatif Pinjol: Keluarga Berantakan sampai Bunuh Diri”.[3] Berita dari detikNews “Terlilit Pinjol, Pria di Jaktim Nekat Merampok Minimarket-Ancam Bakar Kasir”[4], ”Pilu Karyawati Gorontalo Diduga Bunuh Diri Gegara Tertipu Pinjol”[5] hingga berita yang sempat viral di media sosial tentang mahasiswa IPB yang terlilit pinjol hingga Rp 650 juta, sungguh menjadi sebuah ironi di masyarakat belakangan ini.
Utang dalam Islam
Utang menurut Rasulullah ﷺ cenderung membuat seseorang (yang berhutang) banyak bicara (mencari alasan-alasan untuk menunda pembayaran) sehingga berpotensi untuk melakukan kedustaan, banyak memberikan janji mengenai tanggal dan hari pelunasan yang juga berpotensi untuk diingkari. Rasulullah ﷺ juga pernah diriwayatkan menolak mensalatkan jenazah seseorang yang diketahui masih meninggalkan hutang dan tidak meninggalkan harta untuk melunasinya.[6]
Islam, dalam hal mu’amalah menghukumi utang sebagai hal yang dibolehkan namun juga tidak dianjurkan. Utang dibolehkan sepanjang terdapat akad ta’awun (tolong-menolong) dan akad tabarru (sosial). Tentunya dengan menghindari utang yang bersifat riba karena Islam melarang dengan tegas praktik riba. Sebagaimana firman Allah ﷻ dalam Al-Qur’an,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَذَرُوا۟ مَا بَقِىَ مِنَ ٱلرِّبَوٰٓا۟ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman (QS. al-Baqarah [2]: 278).
Aturan dalam Utang
Islam juga mengatur adab dalam utang baik untuk pemberi maupun penerima utang sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Utang dilakukan ketika sudah tidak ada jalan lain selain berutang dalam kondisi yang mendesak, terpaksa, dan bukan untuk memenuhi gaya hidup. Apabila utang memang benar-benar sebagai jalan terakhir dalam penyelesaian masalah hendaknya utang dilakukan sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Diantara aturan dalam utang adalah (1) mencatat atau membukukan utang, (2) mendatangkan saksi, (3) niat dan tekad untuk melunasi utang tersebut, (4) pihak pemberi utang sebaiknya memberikan utang kepada orang yang benar-benar membutuhkan, (5) memberi utang dengan niat tolong-menolong, (6) tidak mensyaratkan tambahan imbalan atas utang yang diberikan. Adab dalam berutang perlu dilakukan agar di kemudian hari tidak timbul perselisihan ataupun timbul dampak yang dapat merugikan bagi pihak yang berutang maupun pihak pemberi utang.
Syukur adalah Kunci
Utang dapat menjadi solusi dalam suatu persoalan ekonomi, menjadi sebuah pertolongan kepada seseorang yang sedang mengalami kesulitan financial.[7] Sebelum memutuskan untuk berutang alangkah baiknya apabila kita mempertimbangkan alasan berutang dengan bijak. Dengan maraknya pinjol, sebaiknya tidak terlibat di dalamnya dan memperbanyak literasi tentang keuangan digital. Kalaupun memang terpaksa untuk berutang, masih ada opsi lembaga keuangan yang bersifat syariah baik bank yakni Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) maupun lembaga keuangan non bank yaitu Baitul Maal wat Tamwil (BMT) yang sudah terjamin oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Namun demikian, jangan sampai utang dijadikan sebagai sebuah kebiasaan apalagi gaya hidup. Pisahkan antara keinginan dan kebutuhan. Mana hal yang benar-benar sedang kita butuhkan, mana yang hanya nafsu semata. Padahal dengan menuruti gaya hidup dan nafsu yang tidak pernah ada kata puas bisa jadi bentuk dari kufur nikmat. Mensyukuri setiap nikmat yang telah Allah karuniakan dapat membentengi diri dari utang maupun iming-iming semu pinjol.
Apabila kita mensyukuri setiap nikmat yang Allah berikan, In syâ Allah Allah akan menambah karunia nikmat-Nya seperti janji Allah dalam Al-Qur’an Surat Ibrahim ayat 7,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِن شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِن كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِى لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih (QS. Ibrahim [14]: 7). Wallâhu ‘alam bishawâb.
Maraji’ :
* Staf Divisi Administrasi Keuangan Fakultas Ilmu Agama Islam.
[1] KBBI Daring. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/utang. Diakses pada 25 Juli 2023.
[2] Tantri Dewayani.”Menyikapi Pinjaman Online, Anugerah atau Musibah”. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-jabar/baca-artikel/14040/Menyikapi-Pinjaman-Online-Anugerah-atau-Musibah.html. Diakses pada 25 Juli 2023.
[3] Novina Putri Bestari.”Efek Negatif Pinjol: Keluarga Berantakan sampai Bunuh Diri”. https://www.cnbcindonesia.com/tech/20210621171909-37-254825/efek-negatif-pinjol-keluarga-berantakan-sampai-bunuh-diri. Diakses pada 25 Juli 2023.
[4] Wildan Noviansah.”Terlilit Pinjol, Pria di Jaktim Nekat Merampok Minimarket-Ancam Bakar Kasir”. https://news.detik.com/berita/d-6729030/terlilit-pinjol-pria-di-jaktim-nekat-merampok-minimarket-ancam-bakar-kasir. Diakses pada 25 Juli 2023.
[5] Apris Nawu.”Pilu Karyawati Gorontalo Diduga Bunuh Diri Gegara Tertipu Pinjol”. https://news.detik.com/berita/d-6771576/pilu-karyawati-gorontalo-diduga-bunuh-diri-gegara-tertipu-pinjol. Diakses pada 25 Juli 2023.
[6] Ady Cahyadi.”Mengelola Hutang dalam Perspektif Islam” dalam Jurnal Esensi Vol. 4 No. 1, Tahun 2014.h.75.
[7] Anita Mar’atus Zhulaiha.”Analisis Mengelola Hutang dalam Perspektif Islam” dalam Jurnal An Nahdhoh Vol. 2, No. 2, Tahun 2022.h.55.