Stay Positive dengan Berpikir Positif Pada Allah

Stay Positive dengan Berpikir Positif Pada Allah

Nida Nur Afifah

*Staf Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

 

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh.

Sahabat al-Rasikh yang semoga dirahmati Allah ﷻ. Setiap umat manusia yang beriman pasti akan diberikan ujian oleh Allah ﷻ. Umat beriman sejatinya bersabar saat ditimpa ujian. Namun, sebagai manusia biasa, pasti pernah merasa lelah dalam bersabar. Ujian merupakan objek stressor yang jika tidak dilandasi dengan keimanan secara langsung atau tidak langsung dapat berdampak buruk terhadap psikologis/mental maupun fisik seseorang. Menjadi mudah marah, galau, bahkan depresi. Sesungguhnya Allah Maha Besar lebih besar dari masalah kita. Dalam keadaan seperti ini perlu untuk mengubah mindset buruk (su’uzhan) menjadi pikiran positif (husnuzhan). Karena pikiran akan mempengaruhi sikap dan kondisi.

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi bersabda,

قَالَ: يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ.

Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (HR. Bukhari, no. 6970 dan Muslim, no. 2675).

Jangkauan manusia terhadap masa depan jauh lebih pendek daripada jangkauan Allah ﷻ. Maka sudah menjadi kewajiban bagi umat manusia untuk senantiasa berpikir positif terhadap ketentuan Allah ﷻ. Karena apapun yang telah Allah ﷻ tetapkan adalah sebaik-baik ketetapan.

Allah ﷻ berfirman,

وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216).

Definisi Berpikir Positif pada Allah

Berpikir positif pada Allah ﷻ adalah perilaku hati dan kebaikan akhlak yang senantiasa mendorong seseorang berprasangka baik kepada Allah ﷻ yang ditandai dengan sikap tawakkal, merasakan kasih sayang, dan ampunan Allah ﷻ. Berpikir positif merupakan proses kognitif yang dapat mengubah mindset seseorang terhadap kehidupannya, dirinya, maupun lingkungannya. Dalam ajaran Islam menjelaskan bahwa prasangka, keyakinan, dan pola pikir individu sangatlah berpengaruh terhadap realitas kehidupan individu tersebut. [1]

Terhadap permasalahan dengan situasi yang tidak dapat dikendalikan, manusia pada hakikatnya dapat mengatasi dengan kontrol diri dan pikiran. Pikiran dan tindakan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Pikiran akan mempengaruhi tindakan seseorang. Oleh karenanya mengatur pikiran adalah hal mendasar yang krusial dilakukan. Berpikir positif sejatinya adalah bagian dari sikap mental atau ungkapan hati yang mencerminkan sebuah keyakinan dan keteguhan seseorang kepada Allah. Menurut ahli jiwa, kesehatan dipengaruhi oleh 70% pola pikir. Orang yang berpikiran positif jiwanya menjadi tenang dan tubuh menjadi rileks.[2]

Manfaat Berpikir Positif pada Allah

Berpikir positif pada Allah memiliki dampak positif, baik untuk kesehatan mental/psikologis dan juga kesehatan fisik.  Dampak positif untuk kesehatan mental sendiri diantaranya:

  1. Tidak mudah kecewa serta terhindar dari rasa, galau, disforia, depresi
  2. Menumbuhkan sifat optimis dan daya juang yang tinggi
  3. Jiwa menjadi tenang dan damai

Meneladani Kisah Nabi Ayyub

Sifat berpikir positif dapat diteladani dari kisah hidup Nabi Ayyub. Sebelum sakit, Nabi Ayyub merupakan sosok laki-laki yang gagah, memiliki harta berlimpah, memiliki istri yang shalihah, dan keturunan yang baik. Kemudian beliau mendapat ujian dari Allah dengan penyakit yang tidak ada obatnya sehingga mengalami tiga kondisi sekaligus yaitu kesakitan, kesedihan, dan kesendirian.

Nabi Ayyub diberikan penyakit berupa badan yang membusuk sehingga banyak belatung yang menempel. Orang-orang disekitarnya meninggalkan beliau, termasuk isteri-isteri dan anak-anaknya kecuali satu orang yang paling setia dan baik akhlaknya. Anak-anak Nabi Ayyub meninggal satu demi satu. Nabi Ayyub dan istrinya kemudian diasingkan pada sebuah tempat yang jauh dari tempat tinggalnya. Bahkan di tempat tinggalnya yang baru, beliau dan istrinya pun dikucilkan. Beliau dengan sabar dan lapang dada menerima musibah penyakit itu selama 18 tahun lamanya. Penyakit itu menggerogoti seluruh tubuhnya kecuali lidah dan hati. Dengan lidah dan hatinya itulah beliau senantiasa berdoa dan berdzikir pada Allah ﷻ.

Nabi Ayyub tidak pernah berburuk sangka pada ketetapan Allah. Selalu optimis dan berikhtiar dengan doa. Ujian yang diberikan Allah pada Nabi Ayyub tidak merubah akhlak mulianya. Senantiasa berpikir positif pada Allah, taat, dan ikhlas dalam beribadah. Beberapa lama kemudian Allah mencabut ujian yang diberikan kepada Nabi Ayyub dan mengembalikan nikmat sehat dan harta.

Dari kisah Nabi Ayyub ada poin-poin berpikir positif yang patut diteladani diantaranya,[3]

  1. Merubah dan menghilangkan prasangka buruk

Selama ditimpa ujian Nabi Ayyub o senantiasa mengatur mindset, berprasangka positif kepada Allah yaitu dengan menganggap bahwa penyakitnya bukan karena Allah tidak suka atau marah, tapi karena Allah ingin menguji beliau. Di samping itu juga menghilangkan prasangka buruk terhadap orang-orang yang mengucilkan beliau. Beliau merubah mindset dari berpikir negatif (su’uzhan) dengan berpikir positif (husnuzhan). Husnuzhan meningkatkan kesehatan secara fisik dan psikologis, menghilangkan depresi, dan membuat seseorang berusaha lebih keras untuk mencapai harapannya.

  1. Sabar dalam kesakitan, kesedihan dan kesendirian

Mampu mengendalikan emosi terlebih saat tubuhnya sakit serta orang-orang terdekat beliau mulai meninggalkan beliau.

  1. Bersyukur

Wujud syukur Nabi Ayyub menekankan pada gratefulness. Tidak hanya menekankan pada bentuk ekspresi maupun ungkapan terimakasih yang terlihat, tetapi mengarahkan pada kondisi kesadaran dalam diri yang lebih mendalam terhadap kondisi beliau. Disamping itu menjadikan beliau pribadi yang merasa cukup (qana’ah).

Semoga kita dapat meneladani dan mengambil hikmah dari kisah Nabi Ayyub Alaihissalam dan semoga Allah senantiasa menjaga kita dari pikiran yang dapat meruntuhkan mental, perbuatan, dan segala hal yang menjauhkan kita dari rahmat-Nya.

Maraji’ :

[1] Rusydi, Ahmad. “Husn Al-Zhann: Konsep Berpikir Positif Dalam Perspektif Psikologi Islam dan Manfaatnya Bagi Kesehatan Mental” dalam Proyeksi, Vol. 7 (1), Tahun 2012, h.1-31.

[2] Rahmah, Mamluatur. “Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an Serta Implementasinya Dalam Memaknai Hidup” dalam Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy, Vol. 2, No. 2, Tahun 2021.

[3] Harmaini. “Pikiran Positif Ala Nabi Ayyub AS” dalam Proyeksi Vol. 15 (1) 2020, h.22-34.

Download Buletin klik disini

Setiap Kebaikan Adalah Sedekah

Setiap Kebaikan Adalah Sedekah 

Fathurrahman Al Katitanji

*Ketua DMI Sardonoharjo periode 2023-2027

 

Bismillâhi walhamdulillâh wash shalâtu was salâmu ‘ala rasûlillâh,

Sahabat al-Rasikh yang semoga dirahmati Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,

وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ

Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”(QS. al-Baqarah [2]: 215). Tidak ada kebaikan yang luput dari ilmu Allah ﷻ, begitu pula tidak ada amal buruk yang lepas dari pengawasan Allah ﷻ. Maka sudah seharusnya bagi kita untuk beramal dengan amal yang baik, karena setiap kebaikan adalah sedekah.

Berbuat Baik = Kehidupan Lebih Baik

Allah sudah menjamin kehidupan yang layak bagi yang mengerjakan amal shalih dari kalangan laki-laki dan perempuan dengan syarat ia beriman. Allah ﷻ berfirman,

مَنْ عَمِلَ صَٰلِحًا مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَىٰ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُۥ حَيَوٰةً طَيِّبَةً ۖ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal shalih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (QS. An-Nahl [16]: 97). Ini adalah balasan bagi orang mukmin di dunia, yaitu akan mendapatkan kehidupan yang baik, pada ayat selanjutnya

وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ

Dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16]: 97). Ini adalah balasan di akhirat kelak, dengan balasan yang lebih baik dari apa yang kita perbuat.

Nikmat yang besar bagi siapa saja yang Allah ﷻ mudahkan untuk melakukan amal  kebaikan (a’mâlush shâlihât) dalam kehidupannya karena tidak semua orang mendapatkan taufiq-Nya. Adakalanya Allah bukakan pintu kebaikan lewat pintu sedekah namun tidak dibukakan dalam pintu tahajud, ada pula yang Allah mudahkan lewat pintu  tahajud tapi sulit dalam amal sedekah, ada juga yang Allah mudahkan dalam amal puasa sunnah namun tidak Allah bukakan dalam amal sedekah hartanya dan seterusnya.

Teruslah Tebar Kebaikan 

Berkaitan dengan ini disebutkan dalam riwayat dari Jabir, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, bersabda,

كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ

“Setiap kebaikan adalah sedekah.” (HR. Bukhari, no. 6021. Diriwayatkan pula oleh Muslim, no. 1005 dari hadits Hudzaifah). Karena setiap kebaikan adalah sedekah maka teruslah tebar kebaikan kapanpun, dimanapun, dan kepada siapapun.

Ada banyak riwayat dari Nabi dalam amal kebaikan. Diantaranya hadits dari Abu Dzarr dia berkata, Rasulullah bersabda,

تَبَسُّمُكَ فِى وَجْهِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ.

Tersenyummu diwajah saudaramu untukmu adalah sedekah.”

وَأَمْرُكَ بِالْمَعْرُوفِ وَنَهْيُكَ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ

Kamu menyuruh kepada yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar adalah sedekah.”

وَإِرْشَادُكَ الرَّجُلَ فِي أَرْضِ الضَّلَالِ لَكَ صَدَقَةٌ

Kamu menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat jalan itu sedekah.”

وَبَصَرُكَ لِلرَّجُلِ الرَّدِيءِ الْبَصَرِ لَكَ صَدَقَةٌ

Dan kamu menuntun orang yang penglihatannya rabun adalah sedekah untuk kamu.”

وَإِمَاطَتُكَ الْحَجَرَ وَالشَّوْكَةَ وَالْعَظْمَ عَنْ الطَّرِيقِ لَكَ صَدَقَةٌ

Dan kamu menyingkirkan bebatuan atau duri atau tulang dari jalan sedekah untuk kamu.”

وَإِفْرَاغُكَ مِنْ دَلْوِكَ فِي دَلْوِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ

Dan kamu menuangkan air dari ember untuk ember saudaramu, itu adalah merupakan sedekah.” (HR. At-Tirmidzi no. 1956).

Sekiranya seseorang menanam tanaman, lalu tanaman itu tumbuh memberikan manfaat bagi makhluk-makhluk Allah ﷻ, niscaya hal itu menjadi sedekah baginya. Dari Jabir bin Abadullah z berkata, bahwa Nabi bersabda,

مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا إِلَّا كَانَ مَا أُكِلَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً، وَمَا سُرِقَ مِنْهُ لَهُ صَدَقَةً، وَلَا يَرْزَؤُهُ أَحَدٌ إِلَّا كَانَ لَهُ صَدَقَةً.

“Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kecuali apa yang dimakan darinya itu adalah sedekah untuknya, apa yang dicuri darinya adalah sedekah untuknya, dan apa yang diambil seseorang juga menjadi sedekah baginya.” (HR. Muslim, no. 1552).

Dalam riwayat lain disebutkan,

وَفيِ رِوَايَةٍ لَهُ: فَلَا يَغْرِسُ الْمُسْلِمُ غَرْسًا، فَيَأْكُلَ مِنْهُ إِنْسَانٌ وَلَا دَابَّةٌ وَلَا طَيْرٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ صَدَقَةً إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ.

“Tiada seorang muslim yang menanam tanaman, kemudian ada yang makan darinya baik manusia, hewan ternak atau burung, atau yang lainnya kecuali menjadi sedekah baginya sampai hari kiamat.” (HR. Al-Bukhari, no. 2320, 6012. Muslim no. 1552).

Adakah diantara kita yang sanggup dalam setiap harinya bersedekah dengan harta yang dimilikinya?

Tak Perlu Gelisah

Kita yang tidak memiliki harta banyak tidak perlu gelisah. Ada banyak pintu kebaikan yang Allah ﷻ berikan kepada umat Nabi Muhammad seperti dialog para sahabat dengan Nabi . Dari Abu Dzar, ia berkata,

أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالُوا لِلنَّبِىِّ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُورِ بِالأُجُورِ يُصَلُّونَ كَمَا نُصَلِّى وَيَصُومُونَ كَمَا نَصُومُ وَيَتَصَدَّقُونَ بِفُضُولِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ « أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُونَ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةً وَكُلِّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةً وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ وَفِى بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيَأْتِى أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ وَيَكُونُ لَهُ فِيهَا أَجْرٌ قَالَ « أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِى حَرَامٍ أَكَانَ عَلَيْهِ فِيهَا وِزْرٌ فَكَذَلِكَ إِذَا وَضَعَهَا فِى الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ.

Sesungguhnya sebagian dari para sahabat Rasulullah  berkata kepada Nabi , “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala, mereka mengerjakan shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bershodaqoh dengan kelebihan harta mereka”. Nabi  bersabda, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bersedekah? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah dan persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah“. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat pahala?” Rasulullah  menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi syahwatnya pada yang haram, dia berdosa. Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala”.  (HR. Muslim no.2376)

Contoh yang Baik

Memberikan contoh yang baik, maka baginya kebaikan (pahala) dengan kebaikan yang sama. Saat kita sudah berada pada kebaikan (diatas hidayah), maka tunjukilah saudara kita kepada kebaikan yang kita jalani. Dari Abu Mas’ud Uqbah bin Amr Al-Anshari, dia berkata Nabi bersabda,

مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ

Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893).

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda,

مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا

Barangsiapa yang menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala orang yang mengikutinya, tidak mengurangi pahala-pahala mereka sedikit pun. (HR. Muslim, no. 2674).

Bukan sebaliknya, saat kita berada pada jalan yang menyimpang jangan pernah terbesit mengajak saudara kita pada kesesetan yang kita lakukan karena kita akan mendapatkan dosa jariyah. Dilanjutkan pada hadits berikutnya,

وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا

Dan barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang-orang yang mengikutinya, tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun juga.” (HR. Muslim, no. 2674).

Download Buletin klik disini

Anxiety: Mencemaskan Takdir, ‘Nggak Yakin sama Allah?

Anxiety: Mencemaskan Takdir, ‘Nggak Yakin sama Allah?

Syaza Qanita

*Prodi Farmasi – FMIPA 2023

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Akhir-akhir ini ramai isu mental awareness di kalangan anak muda terutama mengenai anxiety atau tentang kecemasan dan kegelisahan dalam diri yang tak kunjung reda. Perasaan ini dapat dialami oleh siapa saja, tak terkecuali pada anak kecil, remaja, dan orang dewasa sekalipun. Tentu saja masalah kecemasan ini mengacu pada situasi kondisi yang ragu, tidak tenang, tidak yakin terkait masa depan yang dirancang dan dirahasiakan oleh Sang Pencipta Maha Agung, tak lain dan tak bukan adalah Allah ﷻ.

Lalu pertanyaannya, mengapa cemas? Mengapa gelisah? ‘Nggak yakin sama ketetapan Allah?

Manusia adalah makhluk Allah yang dianugerahi otak untuk berpikir dan bermuhasabah. Pikiran manusia sebenarnya tak jauh-jauh dari masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Namun, masa depan ini yang kerap kali menghantui pikiran alam bawah sadar manusia. Tidak ada salahnya memikirkan masa depan, tetapi kenali batasan dan jangan berlebihan. Pasti tau dong, kenapa ‘nggak boleh berlebihan? Yap, karena berdampak negatif, terutama pada kesehatan mental diri.

Manusia tempatnya salah dan lupa. Tanpa disadari, mungkin kita sering mengeluh. Mengadu protes kepada Allah, “Mengapa harus aku yang mengalami ini? Mengapa harus aku ya Allah?” ketahuilah saudaraku, perang terbesar selain berperang pada hawa nafsu adalah perang melawan perasaan diri kita sendiri. Kita sering kali merasa kurang, merasa tidak beruntung. Tetapi, pada hakikatnya manusia itu sifatnya tidak akan pernah puas dan akan terus-menerus seperti itu.

Padahal Itu Baik Bagimu

Boleh-boleh saja galau tentang masa depan. Tetapi jika sudah sampai tahap sangat cemas dan ragu akan takdir Allah ﷻ, maka cepatlah untuk bertaubat dan kembali lagi mengingat Allah. Kerisauan akan masa depan yang ada pada manusia sama saja dengan meremehkan kebijaksanaan dan kemampuan Allah ﷻ yang menyediakan masa depan.

Jika umat muslim harus khawatir tentang masa depan, hari penghakiman kelak adalah satu-satunya masa depan yang pantas dan selayaknya untuk dicemaskan. Manusia bisa berusaha mencegah hasil yang buruk dengan mengambil tindakan saat ini. Takutlah akan hukuman Allah dan tinggalkan urusan masa depan kehidupan sesuai atas kehendak Allah ﷻ. Mari mengingat kembali pada penggalan salah satu ayat yang terkenal ini.

Allah ﷻ berfirman,

وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ

“Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216).

Ayat Al-Quran ini mengingatkan kita untuk tetap husnuzon kepada Allah ﷻ dengan apapun keadaan kita. Sebagai manusia, pasti kita akan diberikan keadaan-keadaan sulit untuk menguji apakah kita layak naik ke tingkat yang lebih tinggi lagi.

Allah ﷻ menempatkanmu di tempatmu sekarang bukan karena kebetulan. Allah ﷻ telah menentukan jalan yang terbaik, Dialah yang sedang melatihmu untuk menjadi kuat dan hebat. Manusia yang bermental kuat tidak dihasilkan melalui kemudahan, kesenagan, dan kenyamanan. Mereka dibentuk dengan kesukaran, tantangan, dan air mata.

Gantungkan Segala Harapan Kepada Allah

Mintalah yang terbaik kepada Allah ﷻ, berdoalah yang khusyuk kepada Allah ﷻ. Sebaik-baik harapan adalah harapan yang langsung diharapkan hanya untuk meraih ridha dan restu dari Allah ﷻ. Sesungguhnya, Allah ﷻ menyukai orang-orang yang menggantungkan harapan kepada-Nya.

Allah ﷻ berfirman,

اَللّٰهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗوَفَرِحُوْا بِالْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا مَتَاعٌ

“Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki). Mereka bergembira dengan kehidupan dunia, padahal kehidupan dunia hanyalah kesenangan (yang sedikit) dibanding kehidupan akhirat.” (QS. Ar-Rad [13]: 26).

Tuh, guys! Sebenarnya maksud Allah itu baik, kok. Pasti suatu saat ada hikmah baiknya. Nantinya untuk masa depan kamu, kalau Allah sudah memberikan jalan hidupmu seperti itu, maka seperti itulah jalan hidupmu. Tak perlu berkecil hati karena tidak sesuai dengan apa yang kamu rencanakan sebelumnya. Ketahuilah, itu masih rencana yang disusun oleh dirimu sendiri, hidupmu yang sekarang inilah rencana yang disusun langsung oleh Allah. Cukup jalani saja dengan hati yang lapang dan Ikhlas. Percayalah hanya pada-Nya.

Allah ﷻ berfirman,

وَلَا تَهِنُوْا وَلَا تَحْزَنُوْا وَاَنْتُمُ الْاَعْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

“Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman.” (QS. Ali-Imran [3]: 139).

Allah bilang gitu, lho! Ceritanya disemangatin sama Allah langsung, nih. Jadi, jangan terlalu bersedih, terlalu cemas, terlalu gelisah, dan terlalu-terlalu lainnya, yaa! Bisa ‘kan? Ini bentuk rasa sayang kita terhadap hati, pikiran, jiwa, dan mental. Iya ‘nggak?

Maka dari itu, mulai sekarang jangan terlalu mencemaskan masa depan, lebih baik persiapkan saja masa depan itu. Sesungguhnya masa depan itu didapatkan dari apa yang mereka usahakan. Apa yang kau tanam, itu yang kau tuai. Namun, balik lagi dengan segala ketetapan Allah. Takdir-Nya lah sebaik-baiknya takdir. Terima saja, yakinlah hanya kepada Allah.

Meski setiap takdir-Nya tidak selalu seperti apa yang kita mau, tetapi semoga kita semua terus jatuh cinta dengan seluruh takdir yang sudah Allah tetapkan. Karena bagaimanapun, hidup ini adalah tentang apa yang Allah mau, bukan sekadar apa yang kita mau. Terakhir, ingatlah bahwa apa yang akan menjadi milikmu, maka pasti akan menghapiri dan menjadi milikmu. Put your trust just to Allah and you’ll get over it! Barakallahu fii kum.

Maraji’

[1] Corbin, Theresa. How to calm anxiety? Leave the future alone until it comes. https://aboutislam.net/reading-islam/finding-peace/trusting-allah/leave-the-futre-alone-until-it-comes/ . Diakses 27 September 2023.

[2] Islam Digest. Khawatir masa depan, ingatlah ketetapan Allah. https://islamdigest.republika.co.id/berita/ri871t430/khawatir-masa-depan-ingatlah-dengan-ketetapan-allah . Diakses 29 September 2023.

[3] Tim Humas. Dalil-dalil Penetapan Takdir Allah Ta’ala. https://an-nur.ac.id/dalil-dalil-penerapan-takdir-allah-taala/ . Diakses 5 Oktober 2023.

Download Buletin klik disini

Atasi Insecurity Dengan Dekatkan Diri Pada Ilahi

Atasi Insecurity Dengan Dekatkan Diri Pada Ilahi

Aura Rahadatul Aisyi

*Ahwal Syakhsiyah IP Universitas Islam Indonesia

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâhi, waba’du.

Insecure atau rasa tidak percaya diri tentunya pernah dirasakan setiap orang, tak jarang rasa insecure ini membuat seseorang merasa lebih rendah dari orang lain. Perasaan insecure sering kali dialami karena terlalu sering membandingkan diri dengan orang lain, kurangnya rasa penerimaan terhadap diri sendiri juga lingkungan yang kurang mendukung membuat rasa insecure tumbuh semakin besar dalam diri seseorang sehingga menutupi potensi potensi yang sebenarnya ia miliki. Sebenarnya perasaan ini adalah perasaan yang wajar dialami oleh setiap manusia, namun ketika perasaan ini mulai berlebihan dan membawa dampak negatif maka harus segera diatasi.

Nah, sebelum masuk ke pembahasan cara mengatasi insecure, hendaknya kita mengetahui apa yang dimaksud dengan insecure itu sendiri. Menurut direktorat pelayanan kesehatan kementrian kesehatan,  insecure adalah istilah untuk menggambarkan perasaan tidak aman yang membuat seseorang merasa gelisah, takut, malu, hingga tidak percaya diri. Ada beberapa faktor yang melatar belakangi munculnya perasaan insecure baik berasal dari diri sendiri maupun orang lain diantaranya adalah  perasaan kesepian, perfeksionis, pandangan orang lain dan beberapa faktor lainnya.

Bagaimana Islam memandang insecure?

Rasa insecure adalah wujud dari ketidak percayaan diri dan kurangnya rasa syukur terhadap nikmat yang telah Allah ﷻ beri. Beberapa kali Allah ﷻ menyebutkan dalam Al Qur’an agar manusia senantiasa bersyukur dan percaya bahwa Allah ﷻ telah menciptakan setiap dari kita dengan porsinya masing masing. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman,

وَلَا تَهِنُوا۟ وَلَا تَحْزَنُوا۟ وَأَنتُمُ ٱلْأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

“Janganlah kamu bersikap lemah, dan jangan (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang orang yang beriman”. (QS. Ali Imran [3]: 139).

Allah ﷻ telah menegaskan dalam ayat tersebut agar manusia tidak merasa lemah dan bersedih hati karena sungguh Allah ﷻ akan mengangkat derajat orang-orang yang senantiasa percaya akan adanya pertolongan Allah ﷻ. Jika merujuk pada surah At Tin ayat 4. Allah ﷻ  berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At Tîn [95]: 4).

Artinya manusia adalah makhluk paling sempurna yang Allah ﷻ ciptakan dibandingkan dengan mahkluk yang lainnya. Maka alangkah baiknya kita sebisa mungkin menjauhi perasaan insecure yang membuat kita lupa akan karunia yang telah Allah ﷻ berikan. Lalu jika perasaan insecure itu terlanjur datang, apa yang bisa kita lakukan?

Mengatasi insecurity

Sebenarnya setiap orang memiliki cara masing-masing untuk mengatasi rasa insecure, namun berikut ini beberapa hal yang mungkin dapat dilakukan saat insecure terasa mulai menghantui:

  1. Dekatkan diri pada Allah dan perbanyak dzikir

Memperbanyak dzikrullah menjadi salah satu cara untuk membuat hati tetap tenang sebagaimana tercantum dalam Al Qur’an surah Ar Ra’d ayat 28. Allah ﷻ berfirman,

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’d [13]: 28).

Mendekatkan diri pada Ilahi dapat juga dengan mengingat nikmat yang telah kita rasakan sampai saat ini, dengan banyak mengingat nikmat Allah akan meningkatkan rasa syukur terhadap karunia Allah ta’ala. Bagaimana perhatian Rasulullah kepada sahabat Mu’adz z, bahwa Rasulullah ﷺ memegang tangannya dan beliau berkata, “Wahai Mu’adz, demi Allah, aku mencintaimu.” Lalu beliau berkata, “Aku wasiatkan kepadamu, wahai Mu’adz, janganlah engkau sekali-kali meninggalkan doa ini di akhir setiap shalat,

اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ، وَشُكْرِكَ، وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ

Ya Allah, tolonglah aku dalam berdzikir, bersyukur, dan beribadah yang baik kepada-Mu.’ (HR. HR. Abu Daud, no. 1522; An-Nasa’i, no. 1304. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

  1. Belajar menerima dan mencintai diri sendiri

Tak jarang pencapaian dan penilaian orang lain membuat kita selalu merasa kurang terhadap diri kita sendiri, merasa diri lebih rendah dan tidak setara dengan orang lain. Padahal sebenarnya jika kita mau sedikit menghilangkan rasa rendah diri dan melihat pada diri sendiri, kita memiliki potensi yang dapat dikembangkan menjadi suatu hal yang dapat dibanggakan karena sesungguhnya nilai kita tidak terletak pada validasi orang lain. Jadi tak perlu selalu mendengarkan perkataan buruk orang lain, cukup fokus pada pengembangan diri sendiri.

  1. Maksimalkan kelebihan

Setiap orang pasti terlahir lengkap dengan kelebihan serta kekurangan, jangan selalu fokus pada kekurangan tetapi maksimalkan kelebihan yang kita miliki. Kelebihan tidak selalu terletak pada hal hal yang menghasilkan karya lahiriah, tetapi kelebihan juga bisa berwujud soft skill seperti kemampuan bersosialisasi yang baik, menjadi pendengar yang handal dan kelebihan kelebihan lainnya yang bahkan sering kali tidak kita sadari. jangan mengikuti standar kemampuan oraang lain, karena setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda beda.

  1. Bergerak dan tidak bermalas malasan

Inilah kunci utama dari mengatasi rasa insecure, tanpa pergerakan tentu saja semua niat yang telah kita rencanakan untuk menghilangkan insecurity akan sia sia. Niat dan tekad yang kuat juga harus disertai dengan pergerakan yang sepadan.

Pada dasarnya memiliki rasa insecure bukanlah suatu hal yang buruk jika rasa tersebut tidak terlalu berlebihan dan berdampak buruk, apalagi jika dengan insecurity kita mau berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Insecurity dapat menjadi trigger motivasi awal, yang tanpanya mungkin kita aan tetap seperti sebelumnya dan tanpa perkembangan. Jadi, kita membutuhkan secuil insecurity sebagai penggera awal. Jangan jadikan insecurity sebagai alasan kita enggan maju dan berkembang. Semoga bermanfaat.

Marâji’:

Alvi Syahrin. Insecurity Is My Middle Name. Surabaya: Alvi Ardhi Publishing. 2022 M. Cet.k-7.

Isna Syiamtari. “Insecure dalam perspektif islam”. https://rahma.id/insecure-dalam-perspektif-islam/. Diakses pada 6 September 2023.

Tim Promkes RSST – RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten. “Mengenal Insecure”.  https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/255/mengenal-insecure-dan-cara-mengatasinya. Diakses pada 6 September 2023.

Muhammad Firman Syahrani. “Cara Mengatasi Insecure Menurut Islam, Insecure Dapat Membuat Anda Terbujur”. https://senyummandiri.org/cara-mengatasi-insecure-menurut-islam-insecure-dapat-membuat-anda-terkujur/. Diakses pada 8 September 2023.

Download Buletin klik disini

Amalan yang Bisa Dilakukan Wanita Haid

Amalan yang Bisa Dilakukan Wanita Haid

Nur Diana Anggar Kusuma

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.

Sahabat Ar-Rasikh yang semoga senantiasa dirahmati Allah, satu bulan sudah kita menjalani ibadah di bulan Ramadhan, bulan yang mulia, juga sebagai madrasah untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah ﷻ. Hari kemenangan pun sudah kita rayakan, kemenangan melawan hawa nafsu pada diri kita.

Begitu luar biasanya keistimewaan bulan Ramadhan sehingga banyak orang berlomba-lomba dalam beribadah. Suasana selama bulan Ramadhan pun sangat luar biasa indah, bagaimana kita menyaksikan ibadah seperti candu, masjid-masjid dipenuhi dengan orang-orang bersahut-sahutan membaca Al-Qur’an, shalat berjamaah, berdzikir, iktikaf, dan kegiatan-kegiatan sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah ﷻ.

Akan menjadi kebiasaan yang sangat bagus jika pasca Ramadhan seseorang masih mampu menjaga tilawahnya, masih mampu menjaga shalat malamnya, mampu menjaga sedekahnya, mampu menjaga shalat berjamaah di masjid, mampu menjaga dan mengelola amarahnya dan menjaga segala sesuatu yang biasa dilakukan di bulan Ramadhan.

Karena sesungguhnya Rabb yang disembah dibulan Ramadhan itu sama saja dengan Rabb yang disembahnya di bulan Syawal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan seterusnya. Jika seseorang mampu istiqamah dengan pola hidup di atas maka sesungguhnya ini merupakan salah satu indikator diterimanya ibadah Ramadhan kita, karena pada hakikatnya, “Balasan kebaikan itu adalah kebaikan setelahnya, dan balasan keburukan adalah keburukan setelahnya”.[1]

Tak Ada Yang Menghalanginya

Namun, bagaimana dengan perempuan yang sedang berhalangan (haid)? Dalam hati ingin sekali istiqamah menjalankan ibadah sebagaimana yang dilakukan pada bulan Ramadhan, namun tidak bisa menunaikan ibadah terutama shalat dan puasa. Lalu bagaimana caranya agar perempuan yang sedang haid tetap bisa memaksimalkan ibadah?

Sesungguhnya Islam adalah agama yang sempurna, tentunya ada solusi dari setiap permasalahan. Wanita haid tetap boleh melaksanakan amalan-amalan ibadah, kecuali ibadah-ibadah tertentu yang dilarang syariah. Sebagaimana firman Allah ﷻ,

وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ

Beribadahlah kepada Tuhanmu sampai datang kepadamu Al-Yaqin” (QS. Al-Hijr [15]: 99)[2]. Para ulama tafsir sepakat bahwa makna Al-Yaqin pada ayat di atas adalah kematian.

Amalan yang Bisa Dilakukan Wanita Haid

Pertama, berdzikir dan berdoa.

Salah satu ibadah yang tetap dapat dilakukan saat sedang haid adalah berdzikir dan berdoa. Berdzikir artinya mengingat Allah ﷻ agar dapat mendekatkan diri kepada-Nya. Berdoa bisa dilakakukan kapan saja, misalnya doa setelah adzan, doa seusai makan, doa memakai baju atau doa hendak masuk WC, dll.

Imam Ibnu Baz mengatakan, “Wanita haid dianjurkan untuk berdzikir sebagaimana manusia lainnya, seperti membaca tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar, bertaubat, mendengarkan Al-Qur’an dari orang yang membacanya, ikut kajian, mendengarkan rekaman kajian ilmu atau tafsir, atau yang lainnya[3].

Hal ini didasarkan pada sabda Nabi Muhammad ﷺ ketika ‘Aisyah haid saat haji, Nabi ﷺ bersabda padanya,

فَافْعَلِى مَا يَفْعَلُ الْحَاجُّ، غَيْرَ أَنْ لاَ تَطُوفِى بِالْبَيْتِ حَتَّى تَطْهُرِى

Lakukanlah segala sesuatu yang dilakukan orang yang berhaji selain dari melakukan thawaf di Ka’bah hingga engkau suci.” (HR. Bukhari no. 305 dan Muslim no. 1211)[4].

Kedua, bersedekah, infak, atau amal sosial keagamaan lainnya.

Ibadah berikutnya yang bisa dilaksanakan saat sedang haid adalah sedekah. Amalan yang tetap bisa dilakukan  diantaranya berdoa, berdzikir,  dan  memperbanyak sedekah.[5] Sedekah adalah perbuatan yang memiliki dampak luar biasa, tidak hanya mengharap pahala dari Allah ﷻ tetapi juga memberi manfaat kepada orang lain.

Disebutkan dalam hadits dari Sa’id bin Abu Burdah, dari bapaknya, dari kakeknya, dari Nabi ﷺ bersabda, “Setiap muslim itu harus bersedekah”, para sahabat bertanya, “Bagaimana jika dia tidak memiliki sesuatu (harta) yang akan disedekahkannya?” Beliau menjawab, “Hendaklah ia bekerja hingga memperoleh hasil yang bermanfaat bagi dirinya dan dengannya ia dapat bersedekah”, mereka bertanya lagi: “Jika ia tidak sanggup melakukannya?” Rasulullah menjawab, “Hendaklah ia membantu orang yang membutuhkan pertolongan”, mereka kembali bertanya, “Jika hal itu tidak sanggup ia lakukan?” Rasulullah menjawab, “Hendaklah ia memerintahkan suatu kebaikan dan menahan diri dari berbuat mungkar, itu merupakan sedekah baginya” (HR. Bukhari dalam kitab Zakat no. 1445, dan Muslim no. 1008).[6]

Ketiga, belajar ilmu agama.

Setelah dzikir dan sedekah, wanita yang sedang haid juga bisa melaksanakan ibadah dengan belajar ilmu agama atau menuntut ilmu agama. Menuntut ilmu adalah suatu hal yang sangat penting untuk mewujudkan kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Tanpa adanya ilmu, manusia tidak bisa melakukan segala hal.

Dalam mencari nafkah perlu ilmu, beribadah perlu ilmu, dan bahkan makan dan minum pun memerlukan ilmu. Dengan begitu menuntut ilmu merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditolak apalagi menyangkut dengan kewajiban seseorang sebagai hamba Allah ﷻ. Jika seseorang tidak memahami kewajibannya sebagai hamba, maka bagaimana bisa dia memperoleh kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat.[7]

Menuntut ilmu bukan berarti harus mengikuti pendidikan formal, ilmu bisa didapatkan dari mana saja. Menghadiri kajian ilmu, tabligh akbar, membaca buku, atau menyimak majelis ilmu secara daring dari berbagai sosial media. Terlebih lagi, di era digitalisasi seperti saat ini kita bisa mendapatkan ilmu dari mana saja dalam genggaman tangan. Namun, kita juga perlu tabayyun dan memfilter berbagai ilmu yang kita dapat dengan memastikan kebenaran ilmu tersebut.

Sahabat Ar-Rasikh, masih banyak amal ibadah lainnya yang bisa menjadi sumber pahala bagi wanita haid. Karena itu, tidak ada alasan untuk bersedih atau tidak terima dengan kondisi haid yang dia alami. Dan begitu banyaknya kemudahan untuk mengerjakan ibadah meski sedang berhalangan sekalipun. Berdzikir, sedekah, dan menuntut ilmu adalah tiga contoh ibadah yang bisa dilakukan wanita yang sedang haid. Maka, tidak ada lagi alasan untuk tidak beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah ﷻ. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat seluas-luasnya kepada sahabat Ar-Rasikh sekalian. Wa Allahu ‘alam.

Marâji’:

[1] Ilmiah, Wardatul, dkk. 2021. Pendidikan Karakter dalam Puasa Ramadhan. Jurnal Pendidikan Karakter “JAWARA” (JPKJ) Vol 7. 1 Juni 2021. h. 51-60.

[2] Senja, Ratu Aprilia. 2018. Mencari Pahala Disaat Haid. Surabaya: Pustaka Media.

[3] Ibid.

[4] Muhammad Abduh Tuasikal “Mendapati Haid Ketika Thawaf Ifadhah”

https://rumaysho.com/3667-mendapati-haid-ketika-thawaf-ifadhah.html. Diakses pada Selasa, 26 Maret 2024.

[5] Rosana, H. M. (2016). Ibadah Penuh Berkah Ketika Haid dan Nifas. Lembar Langit Indonesia.

[6] Faris, Luthfi Ahmad, dkk. 2024. Keutamaan Sedekah Secara Sembunyi-Sembunyi. SYNERGY Vol (1) No. 4. h. 266-274.

[7] Lubis, Z. 2016. Kewajiban Belajar. Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sumut Medan.

Download Buletin klik disini

Agar Mudik Kita Lebih Bermakna

Agar Mudik Kita Lebih Bermakna

Erry Satya Panunggal (Tendik FTI UII)

 

Mudik menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi menyambut Hari Raya Idul Fitri di Indonesia. Secara bahasa, kata mudik berasal dari bahasa Jawa Kuno muḍik, yakni dari kata uḍik yang artinya naik; maju (berjalan) ke hulu; menuju ke darat.[1] Membuncahnya kerinduan akan kampung halaman dan keinginan bertemu orang tua serta sanak keluarga membuat animo mudik seakan tak pernah surut. Di tahun 2023 saja, tercatat 123,8 juta orang atau 45% dari total populasi penduduk Indonesia yang menjalani ritual mudik lebaran ke kampung halaman.[2]

Meski mudik memang lebih lekat dengan tradisi kultural di tanah air, namun tidak ada salahnya jika kita sebagai seorang muslim juga menggali nilai-nilai positif di dalamnya sehingga dapat lebih memaknainya. Berikut beberapa tips yang dapat kita coba untuk membuat mudik kita menjadi lebih bermakna.

Meluruskan niat: birrul walidain

Niat menjadi pondasi utama seorang muslim sebelum menjalankan berbagai aktivitas. Suatu aktivitas yang didasari oleh niat yang mulia yakni mencari rida Allah l dan mengikuti tuntunan Rasul-Nya akan membawa keberkahan dan pahala kebajikan.[3] Dari Amirul Mukminin, Abu Hafsh ‘Umar bin Al-Khattab, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى

Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya. Setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari, no. 1 dan Muslim, no. 1907)

Begitupun dengan mudik. Jika kita gali dari aktivitas mudik, salah satu yang paling kental adalah nilai berbakti kepada kedua orang tua dan menyambung tali silaturahmi.[4] Hal ini sejalan dengan ajaran birrul walidain. Allah ﷻ berfirman,

وَٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا۟ بِهِۦ شَيْـًٔا ۖ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا وَبِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱلْجَارِ ذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْجَارِ ٱلْجُنُبِ وَٱلصَّاحِبِ بِٱلْجَنۢبِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُكُمْ ۗ

Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.” (QS. An Nisâ’ [4]: 36).

Begitu pentingnya birrul walidain dalam Islam, sehingga Allah ﷻ kerap menyambungkan perintah beribadah kepada-Nya dengan berbakti kepada kedua orang tua. Oleh karena itu, niatkanlah mudik kita dengan tujuan mengamalkan birrul walidain dan menyambung silaturahmi.

Menghindari mudharat ketika dalam perjalanan

Jauh ataupun dekat jarak yang kita tempuh selama mudik, hendaknya kita selalu berupaya menghindari mudharat yang dapat timbul dalam perjalanan. Keselamatan jiwa adalah prioritas utama yang perlu diperhatikan setiap pemudik. Sebagaimana tujuan dari hukum Islam adalah li jalb al-mashaalihi wa lidaf’i al-mafaasid, yaitu mengambil kemaslahatan dan menghindari kemudharatan.

Memilih alat transportasi mudik yang aman dan nyaman menjadi ikhtiar yang tidak boleh disepelekan. Selanjutnya, mematuhi semua rambu-rambu lalu lintas jika kita berkendara dengan kendaraan pribadi. Sebab ketertiban dalam berlalu lintas adalah kemaslahatan, sedangkan melanggar lalu lintas adalah perbuatan yang mendatangkan mudharat.[5]

Kemudian menghormati hak-hak pengguna jalan lain. Selain itu, tidak memaksakan diri berkendara ketika badan sudah lelah atau sangat mengantuk. Tak kalah penting adalah mengawali perjalanan mudik kita dengan memanjatkan doa. Selama perjalanan, kita juga dapat menghiasi waktu-waktunya dengan berzikir maupun bershalawat.

Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Adzkar menjabarkan lima hal terkait doa berkendaraan, yaitu:[6]

  1. Membaca basmallah.
  2. Membaca doa, “Alhamdulillāhilladzī/subhānalladzī sakhkhara lanā hādzā wa mā kunnā lahū muqrinīna, wa innā ilā rabbinā lamunqalibūna”.
  3. Membaca hamdallah 3x.
  4. Membaca takbir 3x.
  5. Membaca doa, “Subhānaka innī zhalamtu nafsī faghfirlī fa innahū lā yaghfiruz dzunūba illā anta”.

Menanggalkan sifat sombong dan menyuburkan berbagi

Kerja keras dan kesuksesan yang kita upayakan dengan serius di tanah perantauan seringkali menjadi pintu bagi tumbuhnya benih-benih kesombongan. Secara tidak sadar, kita dapat terbujuk untuk membangga-banggakan kesuksesan yang berhasil diraih di depan sanak keluarga maupun tetangga secara berlebihan. Gus Baha dalam salah satu ceramahnya pernah berkata bahwa sesungguhnya sikap sombong dan tawadhu perbedaannya sangat tipis.[7] Oleh karena itu, semuanya kembali kepada niat dan tujuan diri kita ketika membincangkan kesuksesan tersebut.

Di sisi lain, mudik dapat menjadi waktu yang tepat untuk menyuburkan sikap berbagi dengan kerabat atau handai taulan yang kurang mampu di kampung halaman.[8] Hal ini akan meningkatkan solidaritas sesama serta menjadi bentuk syukur atas karunia Allah ﷻ kepada kita.

Menjaga lisan ketika bersilaturahmi

Mulutmu adalah harimaumu, demikian pepatah populer yang sangat familiar kita dengar. Di tengah asyiknya bersilaturahmi bersama keluarga, secara tak sadar meluncur perkataan atau pertanyaan yang dapat melukai hati saudara kita. Seperti di antaranya menanyakan hal-hal yang sifatnya masuk ranah privasi bagi lawan bicara. Sebagai contoh, menanyakan kapan akan berkeluarga, kapan akan punya atau menambah momongan, kapan akan membeli kendaraan, dsb.

Bagi penanya yang tidak sensitif, hal ini sering dianggap sebagai basa-basi untuk memantik pembicaraan yang lebih lanjut. Daripada tidak ada bahan obrolan, kilahnya. Namun bagi orang yang ditanya, pertanyaan tersebut dapat menyinggung atau melukai perasaan mereka. Oleh karenanya, bagi sebagian orang, momen silaturahmi yang seharusnya menyenangkan penuh suka cita, justru menjadi momok yang membuat tidak nyaman. Menyikapi hal ini, kita dapat berkaca pada sabda Rasulullah diriwayatkan oleh Bukhari dalam kitab Shahihnya hadits no.10 dari Abdullah bin Umar bahwa Nabi ﷺ bersabda,

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

Seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya” (HR. Al-Bukhari, no. 10).

Maka penting menjaga lisan dari ucapan-ucapan yang kotor atau menyakitkan.[9] Topik pembicaraan yang ringan seperti nostalgia masa kecil di kampung halaman, kuliner, dan hobi bisa menjadi hal yang menarik dan mendekatkan kita kepada lawan bicara.[10]

Demikian hal-hal yang penulis rangkum agar mudik kita di saat lebaran nanti dapat lebih bermakna. Semoga bermanfaat.

Marâji’:

[1] “Hasil Pencarian – KBBI Daring”. kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses pada 14 Maret 2024.

[2] Isna Rifka Sri Rahayu. “Survei Kemenhub: Jumlah Pemudik Tahun Ini 193,6 Juta Orang”. https://money.kompas.com/read/2024/03/12/163000326/survei-kemenhub–jumlah-pemudik-tahun-ini-193-6-juta-orang. Diakses pada 13 Maret 2024.

[3] M. Ngisom Al-Barony. “Niat Penentu Amal Perbuatan”. https://jateng.nu.or.id/keislaman/niat-penentu-amal-perbuatan-c3xT3. Diakses pada 13 Maret 2024.

[4] K.H. Ahmad Misbah. “Berbakti kepada Orang Tua”. https://banten.nu.or.id/ramadhan/berbakti-kepada-orang-tua-2SpSG. Diakses pada 13 Maret 2024.

[5] Agus Hermanto. “Fiqih Lalu lintas: Mendatangkan Maslahat dan Menghindari Kemudharatan dalam Berkendara”. https://lampung.nu.or.id/opini/fiqih-lalu-lintas-mendatangkan-maslahat-dan-menghindari-kemudharatan-dalam-berkendara-7MxMN. Diakses pada 13 Maret 2024.

[6] Alhafiz Kurniawan. “Berharap Perjalanan Lancar? Amalkan Bacaan Ini saat di Atas Kendaraan”. https://jatim.nu.or.id/keislaman/berharap-perjalanan-lancar-amalkan-bacaan-ini-saat-di-atas-kendaraan-zef8p. Diakses pada 13 Maret 2024.

[7] Khalilatul Azizah. “Gus Baha: Benang Tipis antara Tawaduk dan Sombong”. https://www.islamramah.co/2022/07/9706/gus-baha-benang-tipis-antara-tawaduk-dan-sombong.html. Diakses pada 13 Maret 2024.

[8] Aru Lego Triono. “Tips Mudik Berkah dan Berpahala menurut Ketua PBNU”. https://m.nu.or.id/nasional/tips-mudik-berkah-dan-berpahala-menurut-ketua-pbnu-MgNJg. Diakses pada 13 Maret 2024.

[9] Syarifudin. “Kenapa Anda Perlu Menjaga Lisan Saat Silaturahim Lebaran?”. https://www.indonesiana.id/read/163567/kenapa-anda-perlu-menjaga-lisan-saat-silaturahim-lebaran. Diakses pada 14 Maret 2024.

[10] Ega Syakila. “9 Bahan Obrolan Menyenangkan, Cocok untuk Kumpul Lebaran!”. https://www.idntimes.com/men/attitude/ega-syakila/bahan-obrolan-menyenangkan-cocok-untuk-kumpul-lebaran. Diakses pada 14 Maret 2024.

Download Buletin klik disini

I’tikaf: Self Healing Terbaik

I’tikaf: Self Healing Terbaik

Suci Putriani Azhari, S.Pd

 

Belakangan ini kata healing menjadi kata yang sangat akrab dan cukup fenomenal di kalangan gen Z, tagar #healing menjadi hastag terpopuler di dunia yang ada berbagai media sosial. Foto-foto atau video yang menggunakan caption healing yang terdapat di media sosial berisi konten tentang alam, quotes, edukasi, dan jalan-jalan yang dimaknai sebagai bentuk kegiatan proses healing.  Hal yang demikian, terjadi karena seseorang mengalami kelelahan secara emosional yang dikarenakan oleh hal tertentu, seperti halnya mahasiswa yang mengalami stres karena tuntunan tugas, dan lain sebagainya sehingga seseorang ini memerlukan yang namanya penyegaran agar tidak terjebak pada stres yang berkepanjangan.

Bahkan sering juga kita mendengar teman-teman dari kalangan mahasiswa yang berkata, seperti, “Healing ke Pantai yuk!” atau “Habis ujian kita healing yuk buat refreshing pikiran”. Apakah makna healing pada kalimat diatas sudah tepat? Dan apakah setiap kita mengalami banyak tekanan dilampiaskan dengan healing yang dimaksud liburan? Yuk kita bahas dulu makna healing yang sebenarnya.

Makna Healing

Kata healing berasal dari bahasa inggris, yakni heal yang artinya penyembuhan. Dalam kajian ilmu psikologi, ternyata healing termasuk salah satu macam teknik terapi atau Mind Healing Techniqe (MHT) yang dikenal dengan istilah self healing, yaitu serangkaian pengertian dan juga keterampilan yang merupakan proses seseorang untuk bisa mengelola diri secara fisik, mental, emosi maupun spiritual agar hidupnya lebih selaras, lebih sehat, lebih waras dan lebih bahagia.[1]

Dalam jiwa manusia terdapat tujuh unsur energi yang sangat mempengaruhi kehidupan yang menjadi pondasi kesehatan dan kebahagian, yaitu energi ruhiyah, energi fitrah, energi qalbiyah (perasaan, pikiran bawah sadar), energi aqliyah (pikiran sadar), energi nafsiyah (keinginan, desire), energi jasmaniyah (fisik), dan energi karimiyah (nilai, value).[2] Ketujuh energi ini yang paling penting untuk diperbaiki adalah energi qalbiyah, karena sumber kebaikan dan keburukan fisik seseorang terletak pada hati. Sebagaiman hadits dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Beberapa penjelasan diatas menunjukkan bahwa healing dapat dimaknai sebagai penyembuhan untuk mendapatkan ketenangan dalam jiwa. Dalam ajaran Islam menjelaskan bahwa cara untuk mendapatkan ketenangan dalam jiwa adalah melalui dzikir kepada Allah ﷻ. Sebagaimana Allah ﷻ jelaskan dalam Al-Qur’an surah Ar-Ra’ad ayat 28,

ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَتَطۡمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكۡرِ ٱللَّهِۗ أَلَا بِذِكۡرِ ٱللَّهِ تَطۡمَئِنُّ ٱلۡقُلُوبُ

“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentran dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram” (QS. Ar-Ra’d [13]: 28).

Healing dengan I’tikaf

Jika melihat arti healing sesunguhnya bahwa penyembuhan bukanlah tentang traveling yakni mengunjungi tempat wisata, karena bisa saja ketika kita telah melakukan traveling bukan menemukan ketenangan tetapi sebaliknya. Meskipun demikian, kita juga perlu hilang sejenak untuk healing. Hilang yang dimaksud di sini adalah mengasingkan diri sementara dari kesibukan duniawi. Para ulama salaf juga memiliki tradisi hilang untuk healing, dalam hal ini Al-Qur’an mengabadikan situasi ini, yaitu keluarga Zakaria termasuk anak yatim yang diasuhnya, Maryam binti Imran Ibunda Isa yang mengalokasikan sejumlah waktu untuk beribadah di mihrab disebut dengan bilik privasi.

Allah ﷻ berfirman,

كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيۡهَا زَكَرِيَّا ٱلۡمِحۡرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزۡقٗاۖ قَالَ يَٰمَرۡيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَاۖ قَالَتۡ هُوَ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ إِنَّ ٱللَّهَ يَرۡزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيۡرِ حِسَابٍ

“Setiap Zakaria masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakaria berkata, ”Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan ini) Maryam menjawab, “Makanan itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa saja yang dikendaki-Nya tanpa hisab” (QS. Maryam [19]: 37).

Para pakar tafsir mengatakan bahwa Zakaria menempatkan Maryam di tempat yang mulia yang terletak di dalam masjid tidak ada yang dapat menemuinya selain Zakaria. Maryam melakukan ibadah di tempat tersebut dan ia pun melakukan kewajibannya. Ia senantiasa melaksanakan Ibadah siang dan malam. Maryam pun dijadikan permisalan oleh Bani Israil karena ibadahnya.[3]

Pada momentum Ramadhan merupakan healing terbaik yakni dengan melakukan tadzakkur dan tafakkur dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ﷻ. Momen ini disebut dengan i’tikaf. I’tikaf artinya tinggal atau berdiam diri. I’tikaf merupakan momen menyibukkan diri, hati dan pikiran tertuju kepada Allah ﷻ dengan harapan bisa mendapatkan lailatul qadar, yakni malam yang dinilai lebih baik daripada seribu bulan. Konsep i’tikaf dari sekedar mengasingkan diri perlu memahami serba-serbi i’tikaf (fikih iktikaf) agar tidak terjebak kepada rutinitas tinggal di masjid, apalagi hanya beramai-ramai sehingga tidak memberikan dampak perubahan apapun sebelum dengan sesudah melakukan i’tikaf.

Serba-Serbi I’tikaf

Dalil bahwa hukum i’tikaf adalah mustahab, karena Nabi Muhammad ﷺ pernah melakukan i’tikaf di 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنِّى اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوَّلَ أَلْتَمِسُ هَذِهِ اللَّيْلَةَ ثُمَّ اعْتَكَفْتُ الْعَشْرَ الأَوْسَطَ ثُمَّ أُتِيتُ فَقِيلَ لِى إِنَّهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ فَمَنْ أَحَبَّ مِنْكُمْ أَنْ يَعْتَكِفَ فَلْيَعْتَكِفْ, فَاعْتَكَفَ النَّاسُ مَعَهُ

“Sungguh saya beri’tikaf di di sepuluh hari awal Ramadhan untuk mencari malam kemuliaan (lailat al-qadr), kemudian saya beri’tikaf di sepuluh hari pertengahan Ramadhan, kemudian Jibril mendatangiku dan memberitakan bahwa malam kemuliaan terdapat di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Barangsiapa yang ingin beri’tikaf, hendaklah dia beri’tikaf (untuk mencari malam tersebut). Maka para sahabat pun beri’tikaf bersama beliau.” (HR. Muslim no. 1167).

Rukun I’tikaf

  1. Orang yang beri’tikaf (mu’takif); Muslim, Akil, Mumayyiz, dan Suci dari hadast besar[4]
  2. Niat beri’tikaf
  3. Tempat i’tikaf (mu’takaf fihi)
  4. Menetap di dalam masjid[5]

Hal yang membatalkan I’tikaf

  1. Bersetubuh
  2. Keluar dari masjid tanpa udzur syar’i
  3. Murtad
  4. Mabuk
  5. Haid dan nifas

Adapun Adab-Adab yang harus Dijaga ketika I’tikaf

  1. Menyibukkan diri dengan melalukan ibadah, seperti shalat, tilawah Al-Qur’an, dzikir, dan berdo’a
  2. Menjauhi perkataan dan perbuatan yang tidak bermanfaat
  3. Tidak keluar dari masjid selama i’tikaf
  4. Menahan diri dari kecenderungan mengikuti hawa nafsu

Marâji’:

[1] Ajeng Pratiwi, dkk, Nilai Sufistik dalam Prosedur Self Healing, dalam jurnal Syifa al-Qulub: Jurnal Studi Psikoterapi Sufistik, 2020, h.19.

[2] E. Hafidhuddin Malik, Parenting Healing untuk Keluarga Bahagia, Jakarta: Adibintang, 2015, h.2.

[3] Brilly El-Rashid, Hilang untuk Healing dengan Istighfar, Jakarta: Brillyelrashid, 2024, h.7.

[4] Syaikh Samir bin Jamil bin Ahmad ar-Radhi,2005. I’tikaf Menurut Sunnah yang Shahih, Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.

[5] Ansory, Isnan. 2020, I’tikaf, Qiyam al-Lail, Shalat ‘ied, dan Zakat al-Fithr di Tengah Wabah, Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing.

Download Buletin klik disini

Sempurnakanlah Ramadhanmu! 

Sempurnakanlah Ramadhanmu! 

Muhammad Irfan Dhiaulhaq AR

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat istimewa bagi umat Islam. Pada bulan ini, kaum muslimin diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa selama satu bulan penuh yang dilaksanakan dari terbit hingga terbenam matahari.[1] Aktivitas yang dilaksakan ketika bulan Ramadhan sangatlah beragam. Namun, sebagai seorang muslim yang sangat menjaga esensi ibadahnya sepatutnya kita dapat memaksimalkan sepenuhnya seluruh kebaikan serta hakikat ibadah puasa yang kita laksanakan. Ramadhan bukanlah hanya sebuah bulan dalam Islam. Ia adalah sebuah pola hidup, bagaimana seseorang bisa mengatur dunia dan akhiratnya dengan semaksimal mungkin, melatih raga dan jiwa nya agar mampu beribadah hanya fokus kepada Allah l.[2] Apabila kita menjalankan ibadah puasa tanpa ridh-Nya, niscaya kita akan hanya mendapatkan  rasa lapar dan dahaga tanpa adanya berkah dari Allah ﷻ.

Oleh karena itu, sepatutnya kita sebagai orang muslim selalu menghindari kegiatan atau aktivitas yang dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan esesensi dan hakikat ibadah puasa. Kegiatan tersebut dapat berupa suatu kegiatan yang sia-sia atau tidak ada manfaatnya sama sekali. Berikut beberapa tips agar ibadah kita di bulan Ramadhan lebih sempurna sesuai dengan petunjuk syariat:

Qiyamul-Lail di malam Ramadhan

Menjaga sepertiga malam terakhir bulan Ramadhan merupakan salah satu amalan terbaik yang dapat memaksimalkan potensi ibadah kita. Selain itu, mengerjakan shalat tarawih serta tadarrus al-Quran juga merupakan amalan yang dapat menyempurnakan bulan mulia ini.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759)

Dengan selalu mengatur jadwal mengaji yang kita miliki serta menargetkan untuk khatam al-Qur’an beberapa kali dalam satu bulan seperti membaca one day one juz, dua lembar setelah shalat atau metode lainya. Hal tersebut dapat meningkatkan semangat kita untuk senantiasa membaca, memahami serta meningkatkan semangat al-Qur’an dalam jiwa kita.

Jauhi Perbuatan dan Ucapan Tercela

Perbuatan tersebut dapat berupa berbohong, memfitnah, menipu, berkata kotor, mencaci maki, membuat gaduh, menganggu orang lain berkelahi dan segala perbuatan yang dapat merugikan orang atau pihak lain serta tercela menurut ajaran Islam.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).
Maka sebagai seorang muslim, hendaknya menghindari seluruh aktifitas atau kegiatan yang tidak bermanfaat dan tidak sesuai dengan ajaran Islam. Apabila kita ada keinginan melakukan hal tersebut, maka sebaiknya kita selalu mengingat bahwa kita sedang menjalankan ibadah kepada Allah ﷻ yaitu berpuasa.

Tidak Berkumur atau Istinsyaq secara Berlebihan

Berkumur (Istinsyaq) merupakan salah satu rukun wudhu‘. Namun, apabila kita melakukanya berlebihan ketika berpuasa maka hal tersebut dapat mengurangi pahala puasa kita.

Dari Laqith bin Shabrah, Nabi ﷺ bersabda,

أَسْبِغِ الْوُضُوءَ، وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا

Sempurnakanlah wudhu, bersungguh-sungguhlah ketika istisyaq (menghirup air ke dalam hidung), kecuali ketika kamu sedang puasa.” (HR. Nasa’i 87, Abu Daud 142, Turmudzi 788 – hadis shahih)

Maka dari itu pembaca yang dirahmati oleh Allah ﷻ, hendaknya kita menghindari untuk berkumur-kumur terlalu lama dalam wudhu‘. Karena hal tersebut dapat mengurangi atau menghilangkan esensi ibadah puasa kita.

Mengakhirkan Sahur dan Menyegerakan Berbuka

Ketika waktu sahur telah tiba, Rasulullah ﷺ menganjurkan untuk mengakhirkan waktu sahur. Selain dapat memaksimalkan ibadah puasa kita nantinya, hal tersebut juga dapat meningkatkan simpanan energi yang kita miliki ketika menjalankan ibadah puasa sehingga kita dapat memperbanyak amalan kebaikan didalamnya.

Dari Anas bin Malik, Rasulullah ﷺ bersabda,

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً

Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.” (HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095).

Sahurnya Nabi ﷺ dekat dengan waktu shubuh. Dari Anas bin Malik, dari Zaid bin Tsabit berkata,

تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، ثُمَّ قَامَ إِلَى الصَّلاةِ، قَالَ: قُلْتُ: كَمْ بَيْنَ الأَذَانِ وَالسَّحُورِ؟ قَالَ: قَدْرُ خَمْسِينَ آيَةٍ

“Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah n lalu melaksanakan shalat. Anas berkata, Aku bertanya kepada Zaid, “Berapa jarak antara adzan dan sahur ?”. Dia menjawab : ‘seperti lama membaca 50 ayat’” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kemudian, ketika waktu berbuka tiba hendaknya kita dapat menyegerakan diri untuk berbuka dengan apa yang dapat kita konsumsi. Dari Sahl bin Sa’ad, beliau berkata bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,

نْ سَهْلِ بنِ سَعْدٍ، أَنَّ رسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ: لاَ يَزالُ النَّاسُ بخَيْرٍ مَا عَجلوا الفِطْرَ متفقٌ عَلَيْهِ.

Umat ini akan senantiasa tetap berada di dalam kebaikan selama mereka mempercepat berbuka (apabila telah masuk waktunya).” (HR. Bukhari dan Muslim)

I‘tikaf di Masjid

Ibadah ini merupakan salah satu tips untuk lebih dekat kepada Allah ﷻ dengan cara berdiam diri di masjid untuk beberapa saat, terutama pada sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Banyak masjid-masjid yang mengadakan i’tikaf berjamaah untuk meramaikan 10 malam terakhir di bulan Ramadhan.

Dari ‘Aisyah x, ia berkata,

أَنَّ اَلنَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَعْتَكِفُ اَلْعَشْرَ اَلْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ, حَتَّى تَوَفَّاهُ اَللَّهُ, ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

Bahwasanya Nabi  biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat.” (HR. Bukhari no. 2026 dan Muslim no. 1172).

Ketika hendak beri’tikaf di masjid, kita juga harus menjaga tata krama serta sopan santun sepanjang i’tikaf. Hal tersebut dapat kita lakukan dengan selalu menjaga kebersihan, ketertibah serta kerapian area tempat kita ber i’tikaf. Selain itu, kita dapat menyisipkan ibadah-ibadah didalamnya seperti berdzikir, membaca al-Qur’an serta menunaikan shalat  sunnah lainya. Dengan memaksimalkan seluruh perintah dan larangan tersebut, Insyaallah amalan puasa kita dapat penuh total dan berpahala maksimal dan diridhai oleh Allah l.[3]

Bârakallâhu fîkum.

Marâji’:

[1] Royanulloh, R., & Komari, K. (2019). Bulan Ramadan dan Kebahagiaan Seorang Muslim. Jurnal Psikologi Islam dan Budaya, 2(2), 51–62. https://doi.org/10.15575/jpib.v2i2.5587

[2] Ilmiah, W. (2021). Pendidikan Karakter Dalam Puasa Ramadhan. Jurnal Pendidikan Karakter, 7.

[3] Anwar, S. (2020). Tuntunan Ibadah Pada Bulan Ramadhan Di Masa COVID-19. Pimpinan Pusat Muhammadiyyah.

Download Buletin klik disini

Memetik Manfaat Waktu Sahar ketika Ramadhan

Memetik Manfaat Waktu Sahar ketika Ramadhan

Erry Satya Panunggal, S.IP.

*Kaur Data Akademik Fakultas Teknologi Industri UII

 

Bulan Ramadhan identik dengan aktivitas makan sahur guna mempersiapkan diri menjalani ibadah puasa hingga adzan maghrib. Selain bersantap sahur, sebenarnya banyak aktivitas lain yang tidak kalah mengandung keberkahan pada waktu tersebut. Hal ini utamanya banyak berhubungan dengan waktu sahar yang diyakini para ulama adalah waktu yang sangat baik untuk bermunajat dan memohon ampunan kepada Allah ﷻ.

Kapan Waktu Sahar itu?

Waktu sahar merujuk pada sesaat sebelum fajar shadiq tiba. Sedangkan kata “sahar” di dalam kamus bahasa bermakna akhir malam, sebelum terbit fajar, sedikit sebelum waktu subuh, dan ketika kegelapan malam bercampur dengan cahaya siang.[1]

Ustaz Adi Hidayat, dalam salah satu ceramahnya menyebut waktu sahar berlangsung pada 15-30 menit sebelum fajar.[2] Sedangkan Ustaz drh. Agung Budiyanto, M.P., Ph.D. dalam laman Universitas Islam Indonesia, berpendapat waktu sahar berlangsung sekitar 10-20 menit sebelum adzan subuh.[3]

Sebagaimana difirmankan Allah ﷻ dalam surah Ali ‘Imran ayat 17 yang berbunyi,

ٱلصَّٰبِرِينَ وَٱلصَّٰدِقِينَ وَٱلْقَٰنِتِينَ وَٱلْمُنفِقِينَ وَٱلْمُسْتَغْفِرِينَ بِٱلْأَسْحَارِ

“(Juga) orang-orang yang sabar, benar, taat, dan berinfak, serta memohon ampunan pada akhir malam” (QS. Ali ‘Imrân [3]: 17).

Keutamaan Waktu Sahar dan Amalan yang Dianjurkan

Ibnu Katsir ketika menafsirkan surah Ali Ali ‘Imran ayat 17 berpendapat bahwa ayat ini menunjukkan keutamaan beristighfar di waktu sahur. [4] Menurut sebuah riwayat, Nabi Ya’qub pada suatu waktu diminta oleh anak-anaknya untuk memohonkan ampun kepada Allah ﷻ atas kesalahan yang pernah mereka perbuat dalam kisah Nabi Yusuf u. Beliau menangguhkan memintakan pengampunan sampai waktu sahar. Sebab doa dan permohonan ampun terkabul pada waktu sahar.[5]

Di dalam ash-Shahihain dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ اْلآخِرُ، يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرُ لَهُ

Rabb kami Tabaaraka wa Ta’aalaa turun ke langit dunia pada setiap malam ketika tinggal sepertiga malam terakhir, lalu berfirman: ‘Barangsiapa yang berdo’a kepada-Ku, niscaya akan Aku kabulkan do’anya, barangsiapa yang meminta kepada-Ku, niscaya Aku akan penuhi permintaannya, dan barangsiapa yang memohon ampunan kepada-Ku, maka Aku akan mengampuninya.” (HR Al-Bukhari No. 1145 dan Muslim No. 758)

Di kalangan sahabat, Abdullah ibnu Umar memberikan teladan bahwa setelah menjalankan shalat sunnah di malam hari, ia bertanya kepada pembantunya, Nafi Maula Ibnu Umar, apakah sudah masuk waktu sahur. Jika dijawab belum, Ibnu Umar akan melanjutkan shalatnya. Ketika dijawab sudah, Ibnu Umar pun kemudian menutup ibadah shalat sunnahnya dengan berdoa dan memohon ampun kepada Allah ﷻ hingga waktu Shubuh.

Dalam riwayat lain, kita menemukan salah seorang Assabiqunal Awwalun, yakni sahabat Abdullah bin Mas’ud (Ibnu Mas’ud) yang melantunkan doa dalam sebuah sudut masjid, “Ya Tuhanku, Engkau telah memerintahkan kepadaku, maka aku taati perintah-Mu; dan ini adalah waktu sahur, maka berikanlah ampunan untukku.”

Sementara itu, Imam Nawawi berpendapat bahwa bentuk keberkahan makan sahur adalah umat muslim banyak yang berzikir maupun berdoa di waktu tersebut. Pada momen itulah, saat diturunkannya rahmat serta diterimanya doa dan istighfar.[6]

Berkaca pada uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa sangat dianjurkan bagi seorang muslim untuk memperbanyak istighfar, memohon ampun kepada Allah ﷻ, serta memanjatkan doa-doa terbaik kita di waktu sahar hingga azan subuh berkumandang.

Tidak mengherankan jika pada waktu tersebut dinilai sangat baik bagi kita untuk memohon ampun pada-Nya. Selain berkaitan dengan aspek spiritualitas, kondisi jiwa individu secara umum masih tenang dan belum banyak memikirkan hal-hal keduniawian. Terlebih dengan suasana malam yang hening, batin kita menjadi lebih terbuka untuk merenung dan bermuhasabah atas kesalahan yang pernah diperbuat sehingga meningkatkan ikatan penghambaan kepada Allah ﷻ.

Tantangan Memanfaatkan Waktu Sahar dan Kiat Mengatasinya

Meski telah menyadari besarnya manfaat dan keberkahan waktu sahar, tidak jarang diri kita dihinggapi rasa malas yang hebat untuk mengejar berbagai amalan utama di dalamnya. Salah satu tantangan adalah melawan rasa kantuk yang menghinggapi setelah santap sahur. Memang secara biologis, tubuh akan melepaskan hormon tertentu seperti serotonin dan melatonin ketika mencerna makanan. Peningkatan kedua hormon tersebut bisa menimbulkan rasa kantuk.[7]

Oleh karena itu, ada baiknya kita pandai-pandai mengatur asupan makanan yang masuk ke tubuh ketika sahur. Hindarilah makan secara berlebihan. Agar tidak mengantuk usai sahur, batasi diri dari menyantap makanan berat, berlemak, atau terlalu manis karena dapat membuat tubuh bekerja lebih keras untuk mencerna.[8]

Menyantap porsi asupan makanan secara proporsional juga akan memudahkan kita mengendalikan rasa kantuk yang datang setelahnya. Selain itu, minum air putih dengan baik juga membantu tubuh kita terhindar dari dehidrasi dan menghilangkan rasa kantuk usai sahur.

Selanjutnya, sejenak meletakkan gawai atau smartphone setelah sahur. Pascasahur, sering kita tertarik membuka gawai untuk mengakses update terkini pada kanal media sosial. Tidak kita sadari, aktivitas itu begitu mengasyikkan sehingga waktu sahur pun berlalu begitu saja tanpa amalan utama.

Terakhir adalah mempersiapkan waktu istirahat dengan sebaik-baiknya. Memiliki waktu tidur yang terjadwal dan berkualitas akan sangat membantu tubuh kita bangun dengan kondisi segar sehingga tidak berat dalam menjalankan berbagai amalan yang menunggu di waktu sahar.

Marâji’:

[1] Farahidi, Kitāb al-‘Ain, kata Sahr, jilid. 3, h. 136.

[2] Sri Malahayati. “Keajaiban Waktu Sahar, Ustadz Adi Hidayat: Sekitar 20 Menit Menjelang Waktu Subuh”. https://www.jabartranding.com/khazanah/pr-6304581896/keajaiban-waktu-sahar-ustadz-adi-hidayat-sekitar-20-menit-menjelang-waktu-subuh. Diakses pada 4 Maret 2024.

[3] Lulu Yahdini. “Keutamaan Memperbanyak Amalan di Waktu Sahar”. https://www.uii.ac.id/keutamaan-memperbanyak-amalan-di-waktu-sahar. Diakses pada 4 Maret 2024.

[4] “Tafsir Surah Ali Imran, ayat 16-17”. http://www.ibnukatsironline.com/2015/04/tafsir-surat-ali-imran-ayat-16-17.html. Diakses pada 4 Maret 2024.

[5] https://quran.nu.or.id/yusuf/98. Diakses pada 4 Maret 2024.

[6] Aya Ummu Najwa. “Mustajabnya Doa di Waktu Sahur”. https://narasipost.com/syiar/06/2021/mustajabnya-doa-di-waktu-sahur/. Diakses pada 4 Maret 2024.

[7] Nuriel Shiami Indiraphasa. “Sering Mengantuk setelah Sahur? Ahli Gizi Ungkap Penyebabnya”. https://www.nu.or.id/kesehatan/sering-mengantuk-setelah-sahur-ahli-gizi-ungkap-penyebabnya-ltP6J.  Diakses pada 4 Maret 2024.

[8] Nurul Faradila. “5 Tips Ampuh Usir Kantuk Setelah Santap Sahur, Dijamin Langsung Melek”. https://health.grid.id/read/353225328/5-tips-ampuh-usir-kantuk-setelah-santap-sahur-dijamin-langsung-melek. Diakses pada 4 Maret 2024.

Download Buletin klik disini

8 Hikmah Disyariatkannya Puasa

8 Hikmah Disyariatkannya Puasa

Yanayir Ahmad, S.T.

Alumni UII Teknik Elektro 2017

 

Alhamdulillāh washshalātu wassalāmu ‘alā rasūlillah, waba’du.

Allah memiliki nama-nama yang Husna, dan diantara Nama Allah k adalah Al-Hakim. Dan “Al-Hakim” merupakan pecahan kata dari “Al-Hukm” dan “Al-Hikmah”, bahwasannya hanya milik Allah ﷻ hukum-Nya, dan hukum-hukum Allah ﷻ penuh dengan hikmah, kesempurnaan, dan ketelitian.[1]

Sehingga kita paham kalau Allahﷻ tidaklah mensyariatkan suatu hukum melainkan pasti di dalamnya terdapat hikmah-hikmah yang besar. Yang mana bisa jadi kita mengetahui apa hikmah tersebut, namun bisa jadi pula mungkin akal kita tidak mampu mencerna dan menjangkau apa hikmahnya, dan bisa jadi pula kita tahu sebagian hikmahnya namun banyak hikmah lainnya yang samar bagi kita.

Allah ﷻ menyebutkan hikmah dari disyariatkannya puasa dan mewajibkannya atas kita pada firman-Nya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Telah diwajibkan atas kalian puasa sebagaimana hal itu juga telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian supaya kalian bertaqwa.” (QS. al-Baqarah [2]: 183).

Puasa adalah Wasilah Taqwa

Adapun Taqwa secara sederhana adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Thalq bin Habib, seorang tabi’in yang masyhur, yakni (taqwa adalah) engkau mengerjakan ketaan kepada Allah di atas ilmu dan karena mengharap pahala-Nya, serta engkau meninggalkan perbuatan maksiat kepada Allah di atas ilmu serta karena takut hukuman-Nya.[2] Dan puasa merupakan salah satu diantara sebab utama ketaqwaan, karena di dalamnya ada perbuatan melaksanakan perintah Allah k dan menjauhi larangan-larangan Allah.

Para ulama telah menyebutkan sebagian hikmah-hikmah disyariatkannya puasa, dan keseluruhan dari apa yang disebutkan merupakan perwujudan perilaku taqwa. Contohnya dalam tafsir As-Si’di saat menafsirkan ayat di atas (al-Baqarah ayat 183), disebutkan beberapa hikmah dari puasa (yang akan disebutkan juga setelah ini), setiap menyebutkan masing-masing hikmah tersebut, dijelaskan bahwa hal itu adalah bagian dari ketaqwaan. Maka, Puasa merupakan wasilah atau sarana untuk merealisasikan ketaqwaan.

Akan tetapi tentu tidaklah mengapa jika kita sebutkan kembali hikmah-hikmah tersebut untuk mengingatkan orang-orang tentangnya serta menambah semangat dalam melaksanakannya.

Diantara Hikmah-Hikmah Puasa

Diantara hikmah puasa adalah sebagai berikut:

  1. Puasa merupakan sarana untuk mensyukuri nikmat. Hal ini karena puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan jimak, dan semua itu termasuk diantara nikmat-nikmat yang tertingginya. Dengan menahan diri dari suatu nikmat dalam beberapa waktu, maka bisa membuat seseorang mengetahui kadar nilai nikmat tersebut. Dimana ketika nikmat itu tidak diketahui atau tidak dirasakan kadar nilainya, maka ketika nikmat tersebut sedang tidak ada, barulah bisa diketahui atau dirasakan kadar nilainya, betapa besar nikmat tersebut sebenarnya. Sehingga dengan dia mengetahui kadar nilai suatu nikmat, maka bisa membantunya untuk bersyukur atas kenikmatan tersebut.
  2. Puasa merupakan sarana untuk meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Karena ketika jiwanya bisa tunduk dan patuh untuk menahan diri dari perkara-perkara yang halal (seperti makan dan minum) karena mengharap ridha dari Allah k dan takut akan adzab ketika berpuasa, maka harusnya ia lebih bisa untuk menahan diri dari perkara-perkara yang haram. Maka puasa menjadi sebab untuk menjauhi perbuatan-perbuatan haram.
  3. Bahwasannya di dalam puasa ada proses mengalahkan hawa nafsu. Karena jiwa itu kalau kenyang kecondongannya itu mengangankan ini itu (condong ke syahwatnya), berbeda halnya kalau kondisi lapar, maka dia akan lebih menahan diri dari syahwat. Makanya dalam sebuah riwayat disebutkan dari Ibnu Mas’ud berkata, kami para pemuda bersama Nabi ﷺ tidak mempunyai harta apapun maka Rasulullah ﷺ mengatakan kepada kami,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

Wahai para pemuda! Barangsiapa dari kalian yang sudah mampu (secara biologis maupun secara materi) untuk menikah, maka hendaklah segera menikah, karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan, tapi bagi yang belum mampu nikah, maka puasa, karena itu bisa jadi benteng untuknya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400).

  1. Bahwasannya puasa itu mendatangkan rasa kasih sayang dan empati kepada orang-orang miskin. Karena orang yang berpuasa ketika ia merasakan tidak enaknya lapar selama beberapa jam misal, maka ia akan ingat dan bisa merasakan bagaimana halnya dengan orang-orang yang keadaan laparnya itu tidak cuma beberapa jam, tapi seharian atau bahkan lebih dari itu, maka ia akan menjadi empati, mengasihi orang-orang miskin, yakni dengan berbuat baik kepada mereka. Sehingga puasa adalah sebab lembutnya hati kepada orang-orang miskin.
  2. Dalam puasa itu ada proses mengalahkan setan dan melemahkannya. Karena bisikan-bisikan kejelekan dari setan kepada menusia melemah, maka potensi untuk berbuat maksiat juga ikut melemah. Hal ini karena setan itu masuk menyusup ke tubuh manusia melalui aliran darah, maka dengan puasa aliran darah akan menyempit sehingga setan akan lemah dan berkurang pergerakannya dalam mengganggu manusia.
  3. Puasa itu melatih seorang untuk punya rasa selalu diawasi oleh Allah k. Pada saat puasa dia meninggalkan apa yang diinginkannya seperti makan dan minum, yang mana bersamaan dengan itu sebenarnya ia mampu untuk melakukannya, akan tetapi ia tinggalkan itu semua karena ia sadar betul kalau Allah melihatnya.
  4. Puasa itu akan menumbuhkan sifat zuhud terhadap dunia dan syahwat, serta menumbuhkan rasa harap dengan kebaikan-kebaikan yang ada di sisi Allah k.
  5. Puasa itu membuat orang terbiasa berbuat banyak ketaatan, hal ini karena umumnya orang yang berpuasa itu banyak melakukan ketaatan dan akhirnya menjadi terbiasa dengan ketaatan tersebut.[3]

Itulah beberapa hikmah puasa yang bisa kita sebutkan, kita meminta kepada Allah k agar Dia memberikan taufiqnya kepada kita serta membantu kita untuk bisa beribadah dengan baik kepada-Nya.

Marâji’:

[1] Shalih Al-Munajjid. “الحكمة من مشروعية الصيام”. https://islamqa.info/ar/answers/26862. Diakses pada 5 Maret 2024.

[2] Ibnu Baz. “التقوى سبب كل خير”. https://binbaz.org.sa/articles/61/%D8%A7%D9%84%D8%AA%D9%82%D9%88%D9%89-%D8%B3%D8%A8%D8%A8-%D9%83%D9%84-%D8%AE%D9%8A%D8%B1. Diakses pada 6 Maret 2024.

[3] Shalih Al-Munajjid. “الحكمة من مشروعية الصيام”. https://islamqa.info/ar/answers/26862. Diakses pada 5 Maret 2024.

Download Buletin klik disini