Stay Positive dengan Berpikir Positif Pada Allah
Stay Positive dengan Berpikir Positif Pada Allah
Nida Nur Afifah
*Staf Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia
Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh.
Sahabat al-Rasikh yang semoga dirahmati Allah ﷻ. Setiap umat manusia yang beriman pasti akan diberikan ujian oleh Allah ﷻ. Umat beriman sejatinya bersabar saat ditimpa ujian. Namun, sebagai manusia biasa, pasti pernah merasa lelah dalam bersabar. Ujian merupakan objek stressor yang jika tidak dilandasi dengan keimanan secara langsung atau tidak langsung dapat berdampak buruk terhadap psikologis/mental maupun fisik seseorang. Menjadi mudah marah, galau, bahkan depresi. Sesungguhnya Allah Maha Besar lebih besar dari masalah kita. Dalam keadaan seperti ini perlu untuk mengubah mindset buruk (su’uzhan) menjadi pikiran positif (husnuzhan). Karena pikiran akan mempengaruhi sikap dan kondisi.
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Nabi ﷺ bersabda,
قَالَ: يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي، وَإِنْ ذَكَرنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ.
“Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat).” (HR. Bukhari, no. 6970 dan Muslim, no. 2675).
Jangkauan manusia terhadap masa depan jauh lebih pendek daripada jangkauan Allah ﷻ. Maka sudah menjadi kewajiban bagi umat manusia untuk senantiasa berpikir positif terhadap ketentuan Allah ﷻ. Karena apapun yang telah Allah ﷻ tetapkan adalah sebaik-baik ketetapan.
Allah ﷻ berfirman,
وَعَسَىٰٓ أَن تَكْرَهُوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّوا۟ شَيْـًٔا وَهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2]: 216).
Definisi Berpikir Positif pada Allah
Berpikir positif pada Allah ﷻ adalah perilaku hati dan kebaikan akhlak yang senantiasa mendorong seseorang berprasangka baik kepada Allah ﷻ yang ditandai dengan sikap tawakkal, merasakan kasih sayang, dan ampunan Allah ﷻ. Berpikir positif merupakan proses kognitif yang dapat mengubah mindset seseorang terhadap kehidupannya, dirinya, maupun lingkungannya. Dalam ajaran Islam menjelaskan bahwa prasangka, keyakinan, dan pola pikir individu sangatlah berpengaruh terhadap realitas kehidupan individu tersebut. [1]
Terhadap permasalahan dengan situasi yang tidak dapat dikendalikan, manusia pada hakikatnya dapat mengatasi dengan kontrol diri dan pikiran. Pikiran dan tindakan merupakan dua hal yang saling berkaitan. Pikiran akan mempengaruhi tindakan seseorang. Oleh karenanya mengatur pikiran adalah hal mendasar yang krusial dilakukan. Berpikir positif sejatinya adalah bagian dari sikap mental atau ungkapan hati yang mencerminkan sebuah keyakinan dan keteguhan seseorang kepada Allah. Menurut ahli jiwa, kesehatan dipengaruhi oleh 70% pola pikir. Orang yang berpikiran positif jiwanya menjadi tenang dan tubuh menjadi rileks.[2]
Manfaat Berpikir Positif pada Allah
Berpikir positif pada Allah memiliki dampak positif, baik untuk kesehatan mental/psikologis dan juga kesehatan fisik. Dampak positif untuk kesehatan mental sendiri diantaranya:
- Tidak mudah kecewa serta terhindar dari rasa, galau, disforia, depresi
- Menumbuhkan sifat optimis dan daya juang yang tinggi
- Jiwa menjadi tenang dan damai
Meneladani Kisah Nabi Ayyub
Sifat berpikir positif dapat diteladani dari kisah hidup Nabi Ayyub. Sebelum sakit, Nabi Ayyub merupakan sosok laki-laki yang gagah, memiliki harta berlimpah, memiliki istri yang shalihah, dan keturunan yang baik. Kemudian beliau mendapat ujian dari Allah dengan penyakit yang tidak ada obatnya sehingga mengalami tiga kondisi sekaligus yaitu kesakitan, kesedihan, dan kesendirian.
Nabi Ayyub diberikan penyakit berupa badan yang membusuk sehingga banyak belatung yang menempel. Orang-orang disekitarnya meninggalkan beliau, termasuk isteri-isteri dan anak-anaknya kecuali satu orang yang paling setia dan baik akhlaknya. Anak-anak Nabi Ayyub meninggal satu demi satu. Nabi Ayyub dan istrinya kemudian diasingkan pada sebuah tempat yang jauh dari tempat tinggalnya. Bahkan di tempat tinggalnya yang baru, beliau dan istrinya pun dikucilkan. Beliau dengan sabar dan lapang dada menerima musibah penyakit itu selama 18 tahun lamanya. Penyakit itu menggerogoti seluruh tubuhnya kecuali lidah dan hati. Dengan lidah dan hatinya itulah beliau senantiasa berdoa dan berdzikir pada Allah ﷻ.
Nabi Ayyub tidak pernah berburuk sangka pada ketetapan Allah. Selalu optimis dan berikhtiar dengan doa. Ujian yang diberikan Allah pada Nabi Ayyub tidak merubah akhlak mulianya. Senantiasa berpikir positif pada Allah, taat, dan ikhlas dalam beribadah. Beberapa lama kemudian Allah mencabut ujian yang diberikan kepada Nabi Ayyub dan mengembalikan nikmat sehat dan harta.
Dari kisah Nabi Ayyub ada poin-poin berpikir positif yang patut diteladani diantaranya,[3]
- Merubah dan menghilangkan prasangka buruk
Selama ditimpa ujian Nabi Ayyub o senantiasa mengatur mindset, berprasangka positif kepada Allah yaitu dengan menganggap bahwa penyakitnya bukan karena Allah tidak suka atau marah, tapi karena Allah ingin menguji beliau. Di samping itu juga menghilangkan prasangka buruk terhadap orang-orang yang mengucilkan beliau. Beliau merubah mindset dari berpikir negatif (su’uzhan) dengan berpikir positif (husnuzhan). Husnuzhan meningkatkan kesehatan secara fisik dan psikologis, menghilangkan depresi, dan membuat seseorang berusaha lebih keras untuk mencapai harapannya.
- Sabar dalam kesakitan, kesedihan dan kesendirian
Mampu mengendalikan emosi terlebih saat tubuhnya sakit serta orang-orang terdekat beliau mulai meninggalkan beliau.
- Bersyukur
Wujud syukur Nabi Ayyub menekankan pada gratefulness. Tidak hanya menekankan pada bentuk ekspresi maupun ungkapan terimakasih yang terlihat, tetapi mengarahkan pada kondisi kesadaran dalam diri yang lebih mendalam terhadap kondisi beliau. Disamping itu menjadikan beliau pribadi yang merasa cukup (qana’ah).
Semoga kita dapat meneladani dan mengambil hikmah dari kisah Nabi Ayyub Alaihissalam dan semoga Allah senantiasa menjaga kita dari pikiran yang dapat meruntuhkan mental, perbuatan, dan segala hal yang menjauhkan kita dari rahmat-Nya.
[1] Rusydi, Ahmad. “Husn Al-Zhann: Konsep Berpikir Positif Dalam Perspektif Psikologi Islam dan Manfaatnya Bagi Kesehatan Mental” dalam Proyeksi, Vol. 7 (1), Tahun 2012, h.1-31.
[2] Rahmah, Mamluatur. “Husnuzan Dalam Perspektif Al-Qur’an Serta Implementasinya Dalam Memaknai Hidup” dalam Academic Journal of Islamic Principles and Philosophy, Vol. 2, No. 2, Tahun 2021.
[3] Harmaini. “Pikiran Positif Ala Nabi Ayyub AS” dalam Proyeksi Vol. 15 (1) 2020, h.22-34.