Menyatakan Bertauhid Belum Cukup
Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,
Suatu keyakinan yang wajib dimiliki oleh kaum muslimin adalah tauhid. Tauhid merupakan asas, pokok, dan pondasi dalam agama. Jika tauhid seseorang benar maka akan kuat pula agamanya, dan jika tauhid seseorang rusak maka rusak pula agamanya.
Tauhid yang menjadi letak pembeda antara orang-orang muslim dan orang-orang kafir, karena orang-orang kafir mereka memberikan penyembahan peribadatannya kepada selain Allah ﷻ, dimana tidak ada Rabb di alam semesta ini kecuali hanya Allah ﷻ semata, karena hanya dengan keyakinan inilah yang dapat membawa seseorang selamat di dunia dan di akhirat.
Tauhid berasal dari bahasa Arab yang berarti “Mengesakan” yaitu menjadikannya satu. Secara istilah ialah mengesakan Allah dengan sesuatu yang menjadi kekhususan yang hanya dimiliki oleh Allah S.W.T. [1] .
Para ulama menjelaskan Tauhid kedalam beberapa macam diantaranya, keyakinan tentang keesaan Allah ﷻ dalam perbuatan-perbuatan-Nya[2] seperti meyakini hanya Allah yang mampu menciptakan, mengatur alam semesta, memberikan manfaat, mengabulkan doa, menolak kemudharatan, menghidupkan, mematikan dan sebagainya, tauhid ini disebut tauhid rububiyyah, Allah ﷻ berfirman, “Allah menciptakan segala sesuatu.” (Q.S. az-Zumar [39]: 62).
Allah ﷻ berfirman, “Dan tidak ada sesuatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. (Q.S. Hud [11]: 6).
Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya Rabb kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptkanNya pula) matahari, bulan, dan bintang (masing-masing) tunduk pada perintahNya. Ingatlah, menciptkan dan memerintahkan hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah Rabb semesta alam.” (Q.S. al-A’raf: 54)
Kemudian Tauhid dalam pengikhlaskan ibadah hanya ditujukan untuk Allah ﷻ semata bukan untuk makhluk-makhluk ciptaan-Nya[3]. Seperti ibadah berdoa, menyembelih kurban, bernadzar, rasa takut, pengharapan, tawakal dan lain-lain, tauhid ini disebut juga tauhid uluhiyyah.
Allah ﷻ berfirman, “Dan sesembahanmu adalah sesembahan Yang Maha Esa, tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (Q.S. al-Baqarah [2]: 163)
Allah ﷻ berfirman, “Janganlah kamu menyembah dua sesembahan. Sesungguhnya Dialah sesembahan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepadaKu saja kamu takut’.” (Q.S. an-Nahl [16]: 51)
Lalu yang terakhir adalah tauhid dengan menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah ﷻ dengan kesempurnaan yang mutlak[4], tauhid ini disebut tauhid asma’ wa shifat.
Allah ﷻ berfirman, “Hanya milik Allah al-Asma’ al-Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma’ Husna itu”.(Q.S. al-A’raf [7]: 180).
Allah ﷻ berfirman, “Bagi-Nya al-Asma’ al-Husna. Bertasbih kepadanya apa yang di langit dan di bumi, dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. al-Hasyr [59]: 24)
Dalam tauhid ini seseorang hanya perlu meyakini saja nama-nama dan sifat-sifat Allah ﷻ sesuai dengan apa yang Allah ﷻ tetapkan untuk diri-Nya, tanpa meniadakan atau menolaknya, tidak mengubah maknanya, tidak menyerupakannya dengan makhluk, dan tidak membagaimanakan hakikatnya.[5]
Seperti meyakini Allah ﷻ Maha Mendengar dan Maha Melihat yang pendengaran dan penglihatannya tidak sama seperti makhluk-makhluk-Nya, tidak menolak sifat tersebut, tidak mengubah maknanya, ataupun membagaimanakan hakikatnya, seseorang hanya perlu meyakini saja sifat tersebut ada pada Allah ﷻ yang telah Allah ﷻ tetapkan untuk diri-Nya, Allah ﷻ berfirman, “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat”. (Q.S. asy-Syura [42]: 11)
Setelah mengetahui hakikat dari tauhid maka seseorang perlu untuk mengetahui lawan dari tauhid itu yaitu syirik. Syirik adalah suatu bentuk perbuatan mensejajarkan (mengadakan tandingan) kepada selain Allah ﷻ dalam hal-hal yang menjadi kekhususan bagi Allah ﷻ yang mana hal itu hanya mampu dilakukan oleh Allah ﷻ semata, dimana kekhususan bagi Allah ﷻ ini meliputi tiga hal yang disebutkan diatas yaitu dalam rububiyyah, uluhiyyah, dan asma’ wa shifat[6].
Allah ﷻ berfirman, “Maka janganlah kalian menjadikan bagi Allah tandingan-tandingan.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 22)
Ketika seorang sahabat berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Berdasarkan kehendak Allah dan kehendakmu”kemudian Rasulullah ﷺ ` bersabda,“Apakah engkau menjadikan aku tandingan bagi Allah?”[7]
Tauhid seseorang tidak akan sempurna sampai ia menjauhi segala sesuatu bentuk perbuatan kesyirikan. Jika seseorang telah mengetahui tauhid tapi tidak mengetahui apa saja bentuk-bentuk perbuatan syirik, dikhawatirkan ia akan terjatuh kepada perbuatan kesyirikan tersebut[8]. Allah ﷻ selalu mengatakan di dalam al-Qur’an setelah memerintahkan beribadah hanya untuk diri-Nya, Allah ﷻ juga memerintahkan untuk menjauhi perbuatan syirik,
Allah ﷻ berfirman, “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukanNya dengan sesuatu apapun.” (Q.S. an-Nisâ’ [4]: 36). Allah subhânahu wa ta’âlâ berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thagut (sesembahan selain Allah) itu’.” (Q.S. an-Nahl [16]: 36)
Dan juga dijelaskan dalam hadits ketika Muadz bin Jabal a dibonceng oleh Nabi ﷺ` dan beliau berkata kepada Muadz, “Wahai Muadz, tahukah kamu apakah hak Allah yang harus dipenuhi hamba-hambaNya, dan apa hak hamba-hamba-Nya yang pasti dipenuhi oleh Allah?”, aku menjawab “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”, kemudian beliau bersabda, “Hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hamba-Nya ialah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, sedangkan hak hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah tidak akan menyiksa orang-orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.”[9]
Demikian hendaklah seorang hamba bersungguh-sungguh untuk menanamkan keihklasan di hatinya dalam beribadah, dengan cara menyempurkan sekuat mungkin ketergantungan dirinya hanya kepada Allah ﷻ serta mencari keridhoan dan pahalanya. Dan takutlah dari perbuatan syirik dengan mencoba menjauhi dari segala jalan atau wasilah-wasilah yang dapat mengantarkan seseorang kepada kesyirikan. Senantiasa mohonlah kepada Allahﷻ agar Allah ﷻ selalu melindungi dari perbuatan syirik. Wallâhu ta’ala a’lam.[]
Penyusun:
Much Diki Mualimin
Mahasiswa Ahwal Syakhshiyah
Universitas Islam Indonesia
[1] Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin – Penjelasan Inti Ajaran Islam – Solo – Pustaka Arafah – 2010 – Cetakan Pertama – Hal. 135
[2] Abu ‘Isa Abdullah bin Salam – Mutiara Faidah Kitab Tauhid – Yogyakarta – Pustaka Muslim Yogyakarta – 2011 – Cetakan keempat – Hal. 13
[3] Abu ‘Isa Abdullah bin Salam – Mutiara Faidah Kitab Tauhid – Yogyakarta – Pustaka Muslim Yogyakarta – 2011 – Cetakan keempat – Hal. 18
[4] Dr. Firanda Andirja, Lc., MA. – Syarah Kitab Tauhid – Jakarta – 2019 – Cetakan Pertama – Hal. 6
[5] Dr. Shalih bin Fauzan al-Fauzan – Kitab Tauhid – Jakarta Timur – Ummul Qura – 2019 – Cetakan Lima Belas – Hal. 96
[6] Abu ‘Isa Abdullah bin Salam – Mutiara Faidah Kitab Tauhid – Yogyakarta – Pustaka Muslim Yogyakarta – 2011 – Cetakan keempat – Hal. 40
[7] H.R. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad no. 783
[8] Dr. Firanda Andirja, Lc., MA. – Syarah Kitab Tauhid – Jakarta – 2019 – Cetakan Pertama – Hal. 69
[9] H.R. al-Bukhari no. 2856, 5967, 6267, 6500, 7373 dan Muslim no.