Risalah Singkat Fiqih Qurban

Risalah Singkat Fiqih Qurban

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Pengertian Qurban

Qurban yang bahasa arabnya “القُرْبَان” berasal dari kata “قَرِبَ” yang artinya mendekat, kata Qurbân merupakan bentuk mashdarnya. Dalam surat Al-An’âm ayat 152, Allah berfirman :“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat.”

Adapun dalam kajian fiqih Islam kurban yang dimaksud diatas diistilahkan dengan “الأُضْحِيَّةِ”, yaitu dengan mendhomahkan huruf hamzah-nya, mensukunkan huruf dhod-nya dan mentasydid huruf yaa-nya, artinya adalah :“Apa yang disembelih pada hari Idul Adha pada musim haji.” (Al-Mu’jam Mustholahât Fiqhiyyah).

Adapun pengertian secara fiqih adalah :“Penyembelihan hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri pada waktu tertentu. Atau apa yang disembelih berupa hewan ternak dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah ﷻ pada hari-hari penyembelihan.” (al-Fiqh al-Islâmiy wa Adilatuhu, IV/2702).

Waktu Berqurban

Al-Imam asy-Syaukani rahimahullah dalam kitabnya “ad-Durar al-Bahiyyah” menerangkan secara ringkas waktu berkurban, yaitu :“Waktu berkurban adalah setelah sholat Iedhul Adha sampai akhir hari-hari tasyrik.”Kemudian dalam kitabnya “ad-Duraariy al-Madhiyyah” yang merupakan syarah dari kitabnya beliau diatas, al-Imam asy-Syaukani menyebutkan dalil terkait waktu berkurban adalah setelah sholat Iedhul Adha, berdasarkan hadits Jundab bin Sufyan radhiyallah anhu bahwa Rasulullahpernah bersabda :“Barangsiapa yang menyembelih sebelum sholat, maka ulangi lah penyembelihannya tadi dengan (hewan kurban) lainnya…”. (H.R. Muttafaqun alaih).

Jenis Hewan Yang Dijadikan Qurban

Pendapat yang benar adalah yang disampaikan oleh mayoritas ulama bahwa berkurban hanyalah sah dengan binatang ternak, yaitu : Kambing, Sapi dan Unta. Imam Abu Ishaq asy-Syairaziy dalam kitabnya “al-Muhadzdzab” mengatakan : “tidak sah berkurban kecuali dengan binatang ternak yaitu Unta, Sapi dan Kambing, berdasarkan Firman Allah Azza wa Jalla :”dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.” (QS.Al-Hajj 22: Ayat 28). -selesai- (I/425, Daar al-‘Alamiyyah).

Adapun kerbau, maka para ulama mutaakhirin sepakat menganggap itu adalah termasuk jenis Sapi. Dalam “al-Ma’ushuu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah” ditulis :“Syarat pertama dan ini disepakati oleh semua mazhab bahwa hewan tersebut termasuk jenis binatang ternak, yaitu Unta baik Unta Arab atau Unta Bakhâtiy (selain ras Arab) dan sapi peliharaan diantaranya adalah Kerbau, dan kambing baik domba maupun kambing kacang. Sah berkurban dengan hewan-hewan tersebut baik jantan maupun betina.” (V/81-82, Kementerian Waqaf dan agama Kuwait). 

Umur Hewan Qurban

Syariat mempersyaratkan bahwa hewan kurban harus memenuhi syarat umur tertentu, tidak boleh kurang dari umurnya. Yang menjadi dasar hal ini diantaranya adalah hadits Jaabir radhiyallahu anhu secara marfu’ dari Nabi ﷺ :“Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah. Namun jika terasa sulit bagi kalian, maka sembelihlah jadza’ah dari domba.” (H.R. Muslim no. 1963).

Para ulama memberikan penjelasan tentang umur musinnah untuk masing-masing hewan sebagai berikut: 1). Unta musinnah, yaitu :√  jika umurnya 5 tahun menurut Hanafiyyah dan Hanabilah.  √ Malikiyyah dan Syafi’iyyah berpendapat umurnya telah genap 5 tahun masuk tahun keenam, walaupun masih hitungan hari pada tahun keenamnya. 2). Sapi Musinnah, yaitu :√  jika umurnya telah genap 2 tahun menurut Hanafiyyah dan Hanabilah. √ Syafi’iyyah berpendapat telah genap berumur 2 tahun dan memasuki tahun ketiga. √ Sedangkan Malikiyyah berpendapat jika Sapi tersebut telah berumur 3 tahun dan masuk tahun keempat, sekalipun baru hitungan hari. 3). Kambing kacang (al-Ma’az) dan Domba (adh-Dho`nu) musinnah, yaitu :√  jika umurnya telah genap 1 tahun menurut Hanafiyyah dan Hanabilah.√ Sedangkan Malikiyyah mengatakan jika umurnya 1 tahun dan benar-benar memasuki tahun kedua, misalnya sudah lebih dari 1 bulan dari tahun kedua berjalannya.√ Syafi’iyyah mempersyaratkan lebih tua lagi, yaitu untuk kambing kacang jika umurnya sudah genap 2 tahun memasuki tahun ketiga dan untuk Domba pendapatnya sama dengan Malikiyyah. 4). Domba Jadza’ah, yaitu :√ ketika umurnya telah genap 6 bulan menurut Hanafiyyah dan Hanabilah. Dalam pendapat lainnya, mereka mengatakan jika umurnya telah lebih dari 6 bulan. √ Syafi’iyyah mengatakan jika umurnya genap 1 tahun, namun jika  gigi depannya sudah tanggal setelah berumur 6 bulan, walaupun belum 1 tahun, sudah mencukupi. √ Adapun menurut Malikiyyah adalah jika umurnya sudah 1 tahun dan memasuki tahun kedua, sekalipun hanya sekedar masuk, misalnya setahunnya lebih dari hitungan hari. (Lihat Ma’ushuu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, V/82-83 dan Minhaaj ath-Thalibin, hal.  320).

Adab-Adab Menyembelih Hewan Qurban

Al-Imam Nawawi rahimahullah dalam kitabnya “Raudhah ath-Thâlibîn” (III/204-207) menyebutkan beberapa adab-adab berkurban dan termasuk yang lainnya dalam masalah penyembelihan yaitu: 1). Menajamkan alat potongnya. 2). Memotong kurbannya dengan sekali potong. 3). Menghadapkan hewan kurbannya ke arah kiblat. 4). Mengucapkan Tasmiyyah ketika hendak menyembelih. 5). Untuk Unta dengan cara Nahr, sedangkan Sapi dan Kambing dengan cara disembelih. 6). Dianjurkan pada saat me-Nahr Unta dengan memperdirikannya dengan 3 kakinya yang satu kaki diikat. Untuk sapi dibaringkan sebelah sisi kirinya, 3 kakinya diikat dan dibiarkan satu kaki kanannya. 7). Jika urat nadi dan kerongkongannya sudah putus, maka ditahan kepala, jangan biarkan bergerak begitu saja. Jangan buru-buru untuk mengulitinya dan biarkan di tempatnya dulu, sampai ruhnya benar-benar tercabut. 8). Dianjurkan membaca doa berikut sebelum menyembelih :“Allahumma minka wa ilaika, taqabbal minnî”, yang artinya “Ya Allah ini dariMu dan ditujukan kepadaMu, maka terimalah kurban dariku.” -selesai-.

Cacat Hewan Qurban Yang Disepakati Menjadikannya Tidak Sah Untuk Berqurban

Al-Imam Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’i dan Ibnu Majah meriwayatkan dalam kitab sunannya masing-masing bahwa Ubaid bin Fairuz berkata: “Aku pernah bertanya kepada Al Bara` bin ‘Azib radhiyallahu anhu, hal apakah yang tidak diperbolehkan dalam hewan kurban? Kemudian beliau menjawab : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdiri diantara kami, jari-jariku lebih pendek daripada jari-jarinya dan ruas-ruas jariku lebih pendek dari ruas-ruas jarinya, kemudian Beliau bersabda : “ada Empat hal yang tidak boleh ada di dalam hewan kurban, yaitu: 1. buta sebelah matanya yang jelas kebutaannya; 2. sakit yang jelas sakitnya; 3. pincang yang jelas pincangnya; dan 4. Yang pecah kakinya yang tidak memiliki sumsum.(Ini adalah lafazh Abu Dawud, dinilai hasan shahih oleh Imam Tirmidzi).

Musta’in Billah

Alumni FMIPA UII

Mutiara Hikmah

Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi ﷺ mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ  ` يَصُومُ تِسْعَ ذِى الْحِجَّةِ وَيَوْمَ عَاشُورَاءَ وَثَلاَثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ أَوَّلَ اثْنَيْنِ مِنَ الشَّهْرِ وَالْخَمِيسَ

Rasulullah ` biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah (1 s/d 9 Dzulhijjah), pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, awal bulan di hari Senin dan Kamis.” (H.R. Abu Daud no. 2437 dan An-Nasa’i no. 2374. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Download Buletin klik disini

Birrul Walidayin Dimasa Pandemi Covid 19

Birrul Walidayin Dimasa Pandemi Covid 19

Mujahid Bin Jabr  berkata,

لَا يَنْبَغِي لِلوَلَدِ أَنْ يَدْفَعَ يَدُ وَالِدِهِ عَنْهُ إِذَا ضَرْبَهُ. وَمَنْ شَدَّ النَّظَرُ إِلَى وَالِدَيْهِ لَمْ يَبِرَّهُمَا، وَمَنْ أَدْخَلَ عَلَيْهِمَا حُزْنًا فَقَدْ عقَّهُمَا

“Tidaklah pantas bagi seorang anak untuk menahan tangan orangtuanya ketika ia hendak memukulnya, barangsiapa yang memandang dengan garang kepada orangtuanya maka ia tidak dikatakan berbakti padanya dan barangsiapa yang menjadikan sedih orangtuanya maka ia telah durhaka kepadanya.” (Birru wa Shilah libni Jauzi: 145)

Dari perkataan Mujahid bin Jabr diatas menggambarkan bahwa bagaimana seorang anak tidak boleh sekali-kali untuk melawan orang tuanya. Karena bukan hanya membuatnya merasa kecewa, namun akan ada terbesit dalam hatinya sebuah kesedihan. Orang tua memukul seorang anak, bukan tanpa sebab. Melainkan untuk kebaikan anaknya kelak. Banyak sekali kita sebagai anak, sering merasa jika sudah berpendidikan tinggi, maka kita bisa melawan siapapun, temasuk orang tua. Padahal, kedudukan orang tua tidak ada tandingannya dengan siapapun. Karena pengorbanan orang tua dalam melahirkan, menyusui bahkan menyapih, tidak bisa kita gantikan dengan apapun.

Apakah kita sudah tau berapa lama seorang ibu mengandung anaknya? Seberapa besar perjuangan seorang ayah dalam mencari nafkah untuk menghidupi anak dan istrinya? Mari kita simak firman Allah , “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembali.” (Q.S Luqman [34]: 14).

Sudah 3 bulan terakhir ini pandemi covid 19 telah melanda dunia, menggemparkan seluruh umat manusia dengan kehadirannya. Memberikan kesadaran kepada seluruh umat manusia, nikmat bersyukur dan memanfaatkan waktu yang ada. Karena pandemi banyak para keluarga di PHK, para mahasiswa/i memilih pulang ke kampung halaman karena diberlakukan kuliah daring. Hal ini membuat banyak manusia lebih sering dirumah. Dimana mahasiswa yang biasa pulang sekali setahun atau tidak pernah pulang ke rumah, memilih untuk pulang dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Namun apakah kita menyadari bahwa ini adalah takdir  Allah ﷻ  yang terbaik? Maka bisa kita maksimalkan waktu di rumah bersama orang tua maupun keluarga.

Sisi positif dari pandemi covid 19 ini membuat lingkaran baru, yaitu lingkaran pemersatu antara manusia dengan alam, orang tua dengan anak, ataupun teman SMA menjadi teman hidup. Namun, jika kesempatan ini tidak kita manfaatkan sebaik mungkin, akankah menjadi lebih berhikmah? Sungguh, masa ini adalah kesempatan terbesar bagi seorang anak untuk berbakti kepada orang tua. Sekadar berbagi cerita kisah kuliah, ataupun berbagi cerita tentang  bagaimana aslinya kehidupan ditanah rantau. Jangan sampai kita sudah berlama-lama di rumah, namun lupa memaksimalkan berbakti kepada orang tua karena terlalu sibuk dengan kuliah online. Bagi yang masih lengkap dengan keluarga, akankah melewatkan kesempatan ini? bagi yang sudah tiada, ia bisa memaksimalkan dengan sering berziarah dengan niat bisa selalu bersyukur dengan keadaan yang ada dan memaknai bahwa kematian itu sangat dekat.

Ingat birrul walidayyin, ingat kisah Uwais al-Qarni. Kisah yang bermula dari awal pertemuan dengan Umar bin al-Khattab a dan beliau disebut sebagai tabi’in yang terbaik sesuai dalam hadits yang berbunyi “Sesungguhnya tabi’in yang terbaik adalah seorang pria yang bernama Uwais, ia memiliki seorang ibu dan dulunya berpenyakit kulit (tubuhnya ada putih-putih). Perintahkanlah padanya untuk meminta ampun untuk kalian.” (H.R. Muslim no. 2542) (Rumasyo.com).

Bersyukurlah bagi kita yang bisa berkumpul dengan keluarga, dan masih lengkap tanpa ada yang pergi meninggalkan dunia. Masih ada orang yang diluar sana yang tidak memiliki uang untuk pulang kampung, dan tidak memiliki seorang ayah yang senantiasa menjadi tulang punggung selama ini.

Maka tetaplah bersyukur bagi yang masih memiliki keluarga yang lengkap, dan tetaplah bersabar bagi yang sudah kehilangan salah satu diantara mereka. Namun tidak ada yang lebih utama, selain tetap berbakti kepada mereka, mendo’akan mereka selalu. Setiap engkau selesai mengerjakan tugas-tugas mu, sebelum tidur cobalah untuk melihat mereka dan menatap mereka lebih dalam. Dan mintalah permohonan maaf, karena selama ini belum bisa berbakti sebaik mungkin. Entah karena keadaan atau karena kita yang sering lupa bahwa dibelakang kita ada do’a orang tua yang senantiasa mngiringi jalan kita.

Do’a ibu terutama yang harus engkau minta, mohonlah ridhonya terhadap setiap pekerjaanmu. Karena akan ada kelapangan dan jalan yang indah disetiap langkah yang selalu diiringi oleh do’a ibu. Tahukah kamu, bahwa berkata “ah” saja kepada mereka itu tidak boleh? Pernah dengar ayatnya tidak? Mari kita simak, Allah  berfirman, Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: “ah”. Apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan: “Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar”. Lalu dia berkata: “Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka”. (Q.S. al-Ahqaf [46]: 17). Sudah jelas bahwa satu kata saja bisa mempengaruhi semuanya, terutama kedaan hati orang tau. Jangan sekali-kali membuat mereka sedih dan marah, karena ketika kita ingin melakukan apapun di rumah akan serba dirasa tidak enak.

Selalu buatlah mereka tersenyum dan bahagia dengan kehadiran kita, masaklah makanan kesukaan mereka. Ikutlah membantu ayahmu di kebun jika engkau memiliki waktu luang; diluangkan jika bisa. Kehidupan dalam sebuah keluarga akan sangat terlihat tentram dan adem, jika seorang anak bisa memahami kedudukannya sebagai anak. Menjalani perintah orang tua, tidak menunda jika disuruh untuk mengambil barang ibu yang ketinggalan.

Jika orang tuamu sudah berumur lebih dari 40 tahun, maka beliau akan berdo’a untuk kebaikan dirinya di akhirat dan untuk anak-anaknya. Allah berfirman, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri”.” (Q.S al-Ahqaf [46]: 15).

Cinta orang tua, tidak akan bisa kita dapatkan dari siapapun, dan kapanpun. Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kita tidak perlu menunggu kehilangan baru tersadar akan kenikmatan kehadirannya? Semoga kita senantiasa selalu Allah berikan hidayah untuk tetap berbakti kepada orang tua dan diberikan hati yang selalu beryukur serta bersabar terhadap sesuatu yang ada dalam diri kita. Semoga pandemi ini juga segera selesai, agar kita bisa merasakan bersilaturrahim dari rumah ke rumah.[]

Ainun Mardiah

Teknik Lingkungan UII

Mutiara Hikmah

Asy-Syaikh Al-Allamah Abdurrahman As-Sa’di berkata,

اْلعِلْمُ شَجَرَةٌ تُثَمِّرُ كُلَّ قَوْلٍ حَسَنٍ وَ عَمَلٍ صَالِحٍ، وَاْلجَهْلُ شَجَرَةٌ تُثَمِّرُ كُلَّ قَوْلٍ وَ عَمَلٍ خَبِيْثٍ

“Ilmu agama ialah pohon yang buahnya adalah perkataan yang baik dan amal shalih, dan kejahilan ialah pohon yang buahnya adalah setiap perkataan dan perbuatan menjijikkan.” (Majmu’ Muallafatuh: 7/132)

Download Buletin klik disini

Zhalim Termasuk Perbuatan Hipokrit?

Zhalim Termasuk Perbuatan Hipokrit?

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh

Pembaca budiman yang senantiasa dirahmati Allah . Dalam hidup, kita selalu dianjurkan untuk berbuat jujur, adil, berpenampilan sopan, berkata lemah lembut dan perilaku bijak lainnya. Kepada sesama manusia siapapun mereka. Baik kepada adik, tetangga sekitar atau bahkan kepada orang yang lebih tua daripada kita seperti orang tua dan guru-guru kita. Allah  telah menganugerahi kira akal untuk berpikir sehingga bisa membedakan baik-buruk, benar-salah yang itu semuanya menegaskan perbedaan antara manusia dengan makhluk lainnya.

Pengertian Munafik

Hipokrit merupakan sinonim dari kata munafik. Dalam bahasa arab, munafik adalah seseorang yang berbuat nifak. Sedangkan nifak sendiri adalah perilakunya. Nifak berarti penjelasan apa yang di lahir berbeda dengan apa yang di batin. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, munafik adalah berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebaginya, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak.

Kita sering mendengar istilah munafik ini sejak dalam pendidikan dasar atau dalam kelas mengaji. Munafik umumnya mempunyai tiga ciri utama, yaitu: berdusta, ingkar janji, dan berkhianat. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah  bersabda, “Tanda orang munafik ada tiga; apabila berkata ia berbohong, apabila berjanji mengingkari, dan bila dipercaya mengkhianat”. (H.R Bukhari)

Contoh Perbuatan Munafik

Perbuatan munafik sangatlah banyak contohnya seperti seorang teman yang menyanjung dan memuji seseorang ketika berhadapan dengannya dan mencaci maki serta menyumpah serapahi ketika sedang tidak bersama dengannya. Hal ini sering dikenal dalam masyarakat umum sebagai orang yang bermuka dua.

Ada juga bermuka dua digambarkan dengan mengatakan apa yang disukai atau dibenci oleh kelompok tertentu dan mengatakan hal sebaliknya di kelompok yang lain. Kebenaran yang ditutupi oleh fakta yang dibuat-buat seolah-olah benar dapat berakibat buruk pada diri sendiri dan diri orang lain. Tindakan seperti itu sudah sangat sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari akan tetapi kadang kala kita lalai untuk menyadarinya.

Zhalim Termasuk Munafik

Berdasarkan hadits riwayat muslim nomor 58, dari Abdullah bin ‘amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata Rasulullah  bersabda, “Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu jika diberi amanat, khianat; jika berbicara, dusta; jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi; jika berselisih, dia akan berbuat zhalim”. Dari hadits di atas dapat kita simpulkan ciri orang munafik adalah: Khianat, Berdusta, Ingkar janji, dan zhalim.

Tentunya kita harus melihat teks aslinya sebelum kemudian menghakimi secara serius perilaku zhalim ini. Dalam hadits di atas terdapat kata: “Wa idzâ khâsama fajara,” tidak ada sama sekali ada teks “zhalim” dalam kalimat tersebut, akan tetapi kita bisa menggali makna dari kata “fajara” ini. Yang dimaksud denga al-fujûr di sini adalah keluar dari kebenaran secara sengaja, sehingga dia menjadikan yang benar menjadi keliru dan yang keliru menjadi benar.

Contoh Perbuatan Zhalim

Kita sering menyaksikan perdebatan-perdebatan yang panas dan menggebu-gebu. Apalagi perdebatan itu berdasarkan tema politik dan agama yang semua saja seperti berhak menghukumi orang lain tanpa dasar yang jelas.

Dalam perdebatan itu sudah barang tentu ada selisih-selisih dan silat lidah. Apalagi perselisihan itu untuk mempertahankan kebatilan. Dia menyuarakan kepada orang-orang bahwa kebatilan itu sebagai sesuatu yang benar, serta menyamarkan yang benar dan menampilkannya sebagai suatu kebenaran. Hal seperti itu merupakan keharaman karena argumen yang dipakai adalah untuk mempertahankan kebatilan.

Dalam situasi yang lain kita sering mendapati orang yang bersikukuh akan argumennya, padahal perilaku yang dilakukannya adalah jelas salah. Hal itu karena mereka takut akan kehilangan jabatan, ketenaran, nama, harta dan hal-hal buruk yang akan menimpanya sebagai konsekuensi atas tindakan yang telah diperbuatnya. Hal ini sesuai dengan pepatah, “Apa yang kita tanam, akan kita tuai jua,” apa-apa yang kita lakukan dan perbuat nantinya akan berbuah sesuai dengan apa yang kita perbuat.

Zhalim dalam bahasa Arab berarti menempatkan sesuatu tidak pada tempatnhya, atau zhalim adalah lawan kata dari pada adil, menempatkan sesuatu pada tempatnya. Inti dari perbuatan zhalim dalam munafik ini adalah ketika ada perselisihan dan terjadi perdebatan, ada potensi penutupan atau penyamaran kebenaran dengan kebatilan yang dibuat seolah-olah benar dengan cara rekayasa kata dan argumen. Pernyataan ini mempertegas pengertian munafik: Apa yang dikatakan berbeda dengan apa yang sebenarnya terjadi.

Bagaimana Menghindari Perilaku Hipokrit?

Pertama, menghindari atau menjauhi perbuatan nifak harus menjadi watak dan juga karakter setiap muslim dan muslimat. Salah satu upaya agar terhindar dari perbuatan munafik adalah dengan berdo’a. Rasulullah  mengajarkan do’a, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kefakiran, kekufuran, kefasikan, kedurhakaan, kemunafikan, sum’ah, dan riya’”. (H.R al Hakim no 1944, Shahih)

Kedua, bertaubat. Menyadari kesalahan dari diri sendiri dan memohon ampun kepada Allah atas segala kesalahan lalu berjanji untuk tidak mengulangi lagi, dalam hal ini adalah perilaku munafik.

Ketiga, selalu berkata jujur dalam bertutur kata, tidak ingkar janji dan selalu menetapi akan janji yang telah dibuatnya dan siap sedia dengan amanah yang dibebankan. Segala hal ini lama-kelamaan akan membantu seseorang terhindar dari perilaku munafik itu sehingga terciptalah kedamaian hati dan terbebas dari rasa was-was dan khawatir.

Balasan bagi Orang Munafik

Sudah barang tentu setiap amal perbuatan akan mendapat balasan yang sesuai. Hal ini senada dengan pepatah yang sudah dipaparkan sebelumnya, “Apa yang kita tanam akan kita tuai juga”. Orang yang memaki atau menghinakan orang lain, maka suatu saat dia akan terhina dengan sendirinya. Entah penghinaan itu berupa caci maki, sumpah serapah, ataukah dalam bentuk lain seperti ketidakbahagiaan dan kesulitan hidup sehingga menjadikannya terhina. Apapun itu segala amal pasti ada balasannya.

Allah , “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih”. (Q.S an-Nisâ’ [4]: 138). Di surat yang sama, Allah  berfirman, “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka”. (Q.S an-Nisâ’ [4]: 145)

Pembaca budiman yang senantiasa dirahmati oleh Allah ﷻ  sudah seyogyanya kita menghindari daripada perbuatan munafik. Zaman perselisihan dan perdebatan dalam dunia maya maupun nyata seringkali menggelincirkan seseorang dalam perbuatan zhalim yang bisa jadi masuk dalam kategori munafik tersebut. Alih-alih mendapat kenikmatan hidup sesuai ekspektasinya, hidupnya selalu dirundung kewas-wasan dan kekhawatiran. Naudzubillâhi min dzalik.[]

 

Marâji’

https://tafsirweb.com/1670-quran-surat-an-nisa-ayat-138.html

https://rumaysho.com/10836-barangkali-kita-termasuk-munafik.html

https://www.islampos.com/4-ciri-orang-munafik-hati-hati-anda-mungkin-salah-satunya-132288/

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/munafik

 

Fatkhur Rohman Khakiki

Teknik Kimia FTI UII

Mutiara Hikmah

Doa dari kekufuran dan kemunafikan

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْفَقْرِ وَالْكُفْرِ، وَالْفُسُوقِ، وَالشِّقَاقِ، وَالنِّفَاقِ، وَالسُّمْعَةِ، وَالرِّيَاءِ

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kefakiran, kekufuran, kefasikan, kedurhakaan, kemunafikan, sum’ah, dan riya’.”(H.R. al-Hakim no.1944)

Download Buletin klik disini

New Normal, New Life and New Iman

New Normal, New Life and New Iman

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Pembaca yang mencintai Allah ﷻ dan semoga dicintai Allah ﷻ, adakah yang menyangka bahwa di tahun 2020 ini kita akan menghadapi musibah yang begitu besar, dimana hampir semua umat manusia tidak berdaya dibuatnya. Ada yang kehilangan nyawa, harta, pekerjaan dan lain sebagainya. Semua terjadi dalam satu masa yang tidak pernah kita sangka. Bukan hanya yang miskin yang merana bahkan tidak sedikit yang kaya pun merasa nelangsa. Namun, adakah dari kita yang kemudian sadar bahwa musibah corona ini adalah bentuk kasih sayang Allah ﷻ kepada kita.

Jika dipandang dari satu sisi saja mungkin kita hanya akan berfikir bahwa wabah corona adalah musibah yang menyakitkan, yang membuat kita tidak bisa beraktifitas normal seperti biasa. Dalam beberapa waktu belakangan ini tidak ada lagi kumpul bersama teman-teman, tidak ada mudik ke kampung halaman, dan tidak ada banyak hiburan duniawi yang kita pandang menyenangkan. Sekali lagi, jika kita hanya memandang dari satu sisi pasti musibah ini sangatlah menyebalkan, membosankan, dan menjengkelkan. Namun, sudahkah kita lihat musibah ini dari sisi lainnya?

Dipandang dari sisi lain, sadar ataupun tidak, wabah Corona yang melanda hampir di seluruh dunia menjadi bukti nyata bahwa Allah ﷻ ingin kita menjadi lebih dekat pada-Nya dan kembali mengingat-Nya, karena mungkin selama ini kita hanya disibukkan dengan urusan dunia dan lupa dengan tujuan kita selanjutnya yaitu akhirat.

Padahal berulang kali Allah ﷻ katakan dalam al-Qur’an bahwa dunia ini hanya tempat bermain dan bersenda gurau.  “wa mâ al-hayâtu ad-dunya illâ matâ’un wa lahwun” (dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka). (Q.S. Al-An’am [6]: 32)

Tidak hanya dalam Q.S Al-An’am, Allah ﷻ menyebutkan kata la’ibun dan segala bentuk derivatifya sebanyak 20 kali dan menyebutkan kata lahwun dengan berbagai derivatifnya sebanyak 16 kali baik berupa fi’il madhi, mudhari’ maupun mashdar-nya. Adapun lafaz la’ibun dan lahwun yang terdapat dalam satu ayat disebut 6 kali dalam 5 surat.[1]  Banyaknya penyebutan kedua kata ini tentulah bukan tanpa alasan. Semua itu adalah bentuk peringatan Allah ﷻ kepada kita semua untuk memahami arti kehidupan di dunia.

Dalam hemat penulis, beberapa ulama dan mufasir ada yang menyamakan pengertian la’ibun dan lahwun namun ada pula yang membedakanya seperti al-Qurtubi dalam bukunya al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an mengartikan kata la’ibun dan lahwun sebagai bãthil dan gurũr atau kesia-siaan. Sebagaimana yang Allah ﷻ firmankan dalam QS. al-`Imran ayat 185, “Sesungguhnya kehidupan dunia adalah kesenangan yang sia-sia.”[2]

Penting kita ketahui bahwa kata la’ibun dan lahwun merujuk pada makna negatif, makna yang melekat padanya selalu mengasosiasikan pada pola atau tindakan yang jauh dari prilaku dan karakter seorang mukmin dan sangat sia-sia. Jika kita telusuri setiap kali Allah ﷻ berfirman mengenai kehidupan dunia maka kata la’ibun dan lahwun acapkali dijadikan gambarannya.

Menggapai New Iman di Masa New Normal

Saudaraku yang dirahmati Allah ﷻ, Wabah corona yang sampai saat ini masih melanda patutnya kita jadikan sebagai batu loncatan untuk menyegarkan iman kita, menambah dayanya dan memastikan bahwa tujuan kita selanjutnya adalah pulang kepada Allah ﷻ dalam waktu yang tidak lama lagi. Mungkin besok, lusa, atau bahkan tak lama setelah ini. Bukankah Allah ﷻ sudah benar-benar menunjukan kuasanya bahwa kematian bisa datang kapan saja, dimana saja dan kepada siapa saja tanpa ada kabar sebelumnya.  Sehingga yang seharusnya kita lakukan adalah menyiapkan amalan terbaik kita untuk berjumpa dengan sang pemilik segalanya yakni Allah ﷻ.

Di masa ini khususnya masa-masa new normal dimana aktifitas sudah bisa kembali berjalan meski mungkin tak sama dengan sebelumnya, kita harus membenahi iman kita dan menjadikannya  iman yang baru yang lebih baik dan lebih dekat kepada Nya, karena siapa kita tanpa Allah ﷻ, Lâ haulâ wa lâ quwwata illâ billâh. Sudah lama tentunya kita dirumah aja, sudah banyak kegiatan baru yang mungkin kita lakukan selama korona, namun sudahkah kita lebih banyak berdoa kepadanya, lebih mengingatnya dengan berdzikir dan mempelajari ayat-ayat-Nya ? atau jangan-jangan kita hanya rebahan saja ?

Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk merubah habit atau kebiasaan buruk kita dalam menghadapi new normal agar kita bisa menjalani new life dan mendapatkan new iman seperti:

Pertama, membaca dzikir pagi dan petang.

Kedua, melakukan meditasi atau muhasabah diri sebelum melakukan aktivitas pagi.

Ketiga, menyempatkan 10 menit berolahraga karena kesehatan jasmani menopang kesehatan berfikir kita sehingga kita terhindar dari pikiran-pikiran negatif.

Keempat, memulai pekerjaan kita dengan niat lillahi ta’âlâ.

Kelima, menjalani pekerjaan kita dengan ikhlas dan menjadikannya sebagai ibadah.

Keenam, kembali merekatkan silaturahim meski hanya lewat telepon dan senyuman.

Ketujuh, terus berusaha agar bisa shalat tepat waktu.

Kedelapan, memaksimalkan segala usaha dan ikhtiyar.

Kesembilan, tidak lupa bersedekah dan shalat sunnah meski hanya beberapa rupiah dan beberapa rakaat.

Sepuluh, totalitas bertawakal kepada Allah ﷻ.

Sedikit Demi Sedikit Sampai Pada Tujuan

Saudaraku yang diberkahi Allah ﷻ, Dalam mengaplikasikan usaha diatas tentu tidak mudah, semudah kita membalikan telapak tangan. Pasti butuh waktu, butuh pengulangan hingga semua itu bisa menjadi kebiasaan yang meningkatkan keimanan kita kepada Allah ﷻ. Namun, meski mungkin memulainya sulit, apalagi membiasakannya, tetaplah dicoba salah satunya, satu-satu saja, pelan-pelan saja, sedikit demi sedikit saja sampai tawakal kita sampai kepada Nya.

Ustadz Fahrudin Faiz, dalam salah satu ceramahnya mengatakan bahwa untuk menggapai ridho Allah ﷻ kita harus melakukannya sepenuh hati, pelan-pelan saja, sedikit demi sedikit saja sampai ilaihi râji’un-nya sampai. Demikian yang disampaikan ustad Fahrudin Faiz menandakan bahwa untuk meraih ridho Allah ﷻ kita harus terus berusaha, tidak perlu tergesa-gesa lantas lupa akan tujuan kita, karena dalam beribadah biar pelan asal dalam, biar sedikit asal sampai. Semua harus dilakukan dengan ikhlas, sehingga ketika iman kita sudah meningkat, kita tidak akan mudah terlena dengan dunia.

Hari ini, kita bisa menyaksikan banyak diantara kita orang-orang besar, orang-orang Islam yang ilmunya tinggi dan lengkap, yang ibadahnya nonstop siang dan malam, yang tahu bathil dan haq, namun akhirnya lupa dengan tujuan utamanya dan terlena dengan kesenangan dunia. Ilmu yang selama ini dimiliki hanya menjadi referensi namun tidak bisa menjadi refleksi baginya untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Na’ûdzu Billahi Min Dzâlik.

Akhirnya dengan adanya tulisan ini semoga kita semua bisa memetik hikmah dari adanya wabah corona dan bersiap dalam menjalani new normal dengan keimanan kita yang baru yang tentunya lebih baik lagi agar kedepan kita bisa mendapatkan ampunan dan kemudahan dari Allah ﷻ serta syafaat nabi Muhammad ﷺ Semoga kita termasuk umatnya yang beriman dan beramal shalih. Âmîn yâ rabbal ‘âlamîn.[]

[1] M. Fuad ‘Abd Al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras li al-fadz al-Qur’an, (Beirut: Daar al-Fikr, 1992) hal.869

[2] Imam Al-Qurtubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, (Lebanon: Dar al-kutub Al-Ilmiyah. 2010). hal.267

Eva Fadhilah

Alumni FakultasIlmu Agama Islam

Universitas Islam Indonesia

Mutiara Hikmah

Allah ﷻ berfirman:

قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ فَمَن كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا

Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Rabbnya“. (Q.S. al-Kahfi [18]: 110)

Download Buletin klik disini

Karena Sesama Muslim Adalah Bersaudara

Karena Sesama Muslim Adalah Bersaudara

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Persaudaraan Sesama Muslim

Pembaca  yang semoga dirahmati Allah ﷻ, pernahkah kita melihat seseorang mencaci maki saudara sesamuslim? Atau pernahkah kita mendengar berita seseorang yang menipu rekan atau client bisnisnya hingga rugi dalam jumlah besar padahal mereka sama-sama beragama Islam? Tidakkah kita mengetahui bahwa semua perbuatan itu dan perbuatan-perbuatan semisalnya melanggar larangan-larangan yang telah ditetapkan oleh Allah ﷻ dan Rasul-Nya?

Dikarenakan seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Persaudaraan ini adalah persaudaraan karena iman/agama. Allah ﷻ berfirman dalam surat al-Hujurat ayat ke-10, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat” (Q.S. al-Hujurat [49]: 10).

Dalam Kitab Tafsir “Al-Mukhtashar fii At-Tafsîr” dijelaskan tentang ayat ini, “Yaitu orang-orang beriman adalah saudara dalam Islam. Persaudaraan dalam Islam ini berkonsekuensi agar mendamaikan diantara 2 muslim yang sedang berselisih. Kemudian, bertakwalah kepada Allah ﷻ dengan melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya, dengan berharap agar mendapat rahmat-Nya”[1]

Perkara ini juga dijelaskan oleh Rasulullah ﷻ, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah kalian (wahai muslim) saling hasad (dengki), saling najsy, saling membenci, saling membelakangi, dan janganlah kalian melakukan transaksi harta yang berdampak pada gagalnya transaksi orang lain. Jadilah kalian wahai hamba-hamba Allah orang-orang yang bersaudara. Orang Muslim itu saudara bagi muslim lainnya. Tidak menzhaliminya, tidak membiarkannya dizhalimi, tidak membohonginya, dan tidak merendahkannya. Takwa itu letaknya di sini –beliau menunjuk ke arah dadanya tiga kali-. Cukuplah seseorang itu jahat ketika ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim haram mengganggu muslim yang lain, baik mengganggu darah, harta ataupun kehormatan dan nama baiknya.” (H.R.Muslim).

Hak-Hak Antar Sesama Muslim

Syaikh Dr. Shalih al-‘Ushaimi hafizhahullahu Ta’ala menjelaskan dalam, “Dalam hadits ini terdapat 5 buah larangan:

Pertama, dalam perkataan Nabi ﷺ, “Janganlah saling hasad (dengki)”. Ini merupakan larangan berbuat hasad. Hakikat hasad adalah seseorang tidak menyukai tersampaikannya nikmat kepada orang lain, meskipun  ia tidak menginginkan hilangnya nikmat tersebut. Sehingga semata-mata ada rasa tidak suka saja sudah termasuk ke dalam hasad. Demikianlah kajian mendalam tentang hasad dari Ibnu Taimiyyah al-hafîdz.

Kedua, dalam perkataan Nabi ﷺ, “Jangan saling najsy”. Ini adalah larangan tindakan najsy. Najsy yaitu meninggikan sesuatu dengan trik dan tipu daya. Sehingga yang dimaksudkan dari hadis adalah larangan untuk mendapatkan sesuatu dengan makar, akal-akalan dan tipu daya. Kemudian bagian dari najsy adalah jual beli yang telah dikenal dengan nama ini (jual beli najsy). Yaitu menambah harga bukan karena menginginkan barang yang dijual, namun karena ingin menaikkan harganya, agar dengannya penjual mendapatkan manfaat berupa naiknya harga barang tersebut.

Ketiga, dalam sabda Nabi ﷺ, “Jangan saling membenci”. Yaitu larangan dari saling membenci. Penempatan larangan ini yaitu apabila tidak dijumpai alasan syariat padanya. Ketika dijumpai alasan syariat (alasan pembenar) untuk membenci salah seorang dari kaum muslimin, maka maksiat salah seorang muslim tersebut yang dibenci namun bukan orangnya. Sehingga terkumpul dalam diri seorang muslim 2 hal, yaitu rasa cinta dan benci. Rasa cinta pada pokok agamanya (Islam) dan rasa benci pada jeleknya perbuatannya (maksiatnya).

Keempat, dalam sabda Nabi ﷺ, “Jangan saling membelakangi”. Yaitu larangan untuk saling membelakangi. Dengan bentuk saling boikot dan saling putus hubungan. Dinamakan ‘tadaabur’ karena antar kedua orang tersebut saling membelakangi/memboikot.  Hal ini terlarang apabila saling membelakangi ini terjadi karena perkaran dunia. Apabila terjadi karena perkara agama maka hukumnya boleh, namun dengan syarat yaitu seukur terwujudnya maslahat dari saling boikot tersebut. Ketika seseorang mengetahui atau mempunyai sangkaan kuat dengan boikot tersebut akan terwujud masalahat yang diinginkan, maka boleh memboikot. Namun apabila ia mengetahui atau mempunyai sangkaan kuat tidak akan terwujud maslahat/perbaikan dengan boikotnya, maka tidak boleh lakukan boikot tersebut.

Kelima, dalam perkataan Nabi ﷺ, “Jangan diantara kalian melakukan transaksi harta yang membatalkan transaksi orang lain”. Yang dimaksudkan adalah larangan transaksi harta/finansial seluruhnya dengan berbagai macam bentuk transaksinya (tidak hanya dalam jual beli, dapat dalam transaksi sewa menyewa, memperkerjakan orang lain dan transaksi-transaksi finansial lainnya, baik profit oriented seperti contoh-contoh sebelumnya ataupun tidak seperti pemberian hadiah), bahwa seorang muslim tidaklah dapat mengalahkan saudaranya setelah berlangsungnya akad dari saudaranya.”.

Karena Setiap Muslim adalah Bersaudara

Syaikh Dr. Shalih Al-‘Ushami hafizhahullahu ta’ala melanjutkan penjelasannya, “Kemudian Nabi ﷺ mengiringi 5 larangan yang telah disebutkan dengan 1 hal, beliau bersabda, ‘Jadilah kalian wahai hamba-hamba Allah orang-orang yang bersaudara’. Sabda beliau ini dimungkinkan dimaknai kepada 2 makna:

Pertama, kalimat tersebut adalah kalimat perintah, yang tidak diinginkan dengannya makna hakikinya, namun yang diinginkan dengannya adalah kalimat berita. Yaitu artinya, apabila kalian menjauhi saling hasad, saling najsy, saling membenci, saling membelakangi, dan tidak melakukan transaksi harta yang membatalkan transaksi orang lain, maka kalian akan menjadi hamba-hamba Allah ﷻ yang bersaudara.

Kedua, kalimat tersebut adalah kalimat perintah yang diinginkan dengannya adalah makna hakikinya, yaitu perintah. Yaitu artinya, jadilah wahai hamba-hamba Allah ﷻ orang-orang yang bersaudara. Ini adalah perintah untuk mewujudkan semua sebab yang mewujudkan persaudaraan karena agama (sebab-sebab yang disebutkan sebelumnya) dan menguatkannya.

Nabi ﷺ bersabda, “Muslim adalah saudara muslim lainnya” adalah persaudaraan yang diikat karena agama. Lalu beliau melanjutkan sabdanya dengan penyebutan hak-hak yang termasuk hak-hak persaudaraan muslim yang paling penting, beliau bersabda, ‘Tidak menzaliminya, tidak membiarkannya dizalimi, tidak membohonginya, dan tidak merendahkannya’.

Lalu Nabi ﷺ berkata, ‘Takwa itu letaknya di sini –beliau mengisyaratkan ke arah dadanya sebanyak tiga kali-‘. Artinya, pondasi takwa letaknya ada di dalam hati. Sehingga dari sana Nabi ﷺ mengisyaratkan ke arah dadanya, untuk menunjukkan tempat tinggal asli dari takwa berada di dalam hati seorang hamba, yang mana letak dari hati (jantung) itu berada di dalam dada.

Penyebutan faktor yang dengannya seseorang dapat tercegah dari jiwa merendahkan orang lain, dengan memberi tahu jiwa bahwa yang menjadi penilaian adalah yang menjadi substansi/inti, bukanlah pada apa yang tampak. Sehingga boleh jadi orang itu rambutnya acak-acakan, pakaiannya berdebu dan diusir di berbagai pintu, namun seandainya apabila ia meminta sesuatu kepada Allah ﷻ, niscaya Allah ﷻ akan langsung mengabulkannya. Oleh karena itu, siapa yang memandang seseorang dengan tampilan rupanya yang lahiriah, maka ia tidak akan menganggap orang itu memiliki nilai apapun. Sehingga dengan disebutkan pada sabda Nabi ﷺ, ‘Takwa itu letaknya di sini –beliau menunjuk ke arah dadanya tiga kali-‘ terdapat peringatan dari merendahkan orang lain dikarenakan tampilan lahiriahnya.”.

Buruknya Sikap Merendahkan Sesama Muslim

Di akhir penjelasannya, Syaikh Dr. Shalih Al-‘Ushaimi hafizhahullahu ta’ala menjelaskan, “Sabda Nabi ﷺ sebagai penjelasan tentang sangat berbahanya tindakan merendahkan seorang muslim dengan sabda beliau, ‘Cukuplah seseorang itu jahat dengan merendahkan saudaranya sesama muslim’. Ketahuilah betapa kerasnya kalimat ini bagi siapa yang memikirkannya. Yaitu seseorang menjadi wadah kejelekan dan kejahatan akibat merendahkan muslim lainnya.

Lalu Nabi ﷺ  tutup sabda beliau ini dengan kalimat yang menghentikan orang yang berbuat jahat dengan menjelekkan sesama muslim, beliau bersabda, ‘Setiap muslim itu haram mengganggu muslim lainnya, baik mengganggu darah, harta, kehormatan dan nama baiknya.[2]. (Faidah transkrip kajian online Syarah Al-Arbain An-Nawawi bersama Ustadz Aris Munandar, S.S., M.PI. hafizhahullahu ta’ala)

 

[1]  Markaz Tafsir li Ad-Dirasati Al-Qur’an. Saudi: “Al-Mukhtashar fii At-Tafsiir”. 1436/2015. Hal. 516

[2] Syaikh Dr. Shalih bin ‘Abdullah bin Hamad Al-‘Ushaimi. Madinah: ”Syarh Al-Arba’in An-Nawawi”. 1436 H. Hal. 100-103

*Abdurrahman Triadi Putro

S1 Teknik Pertanian dan Biosistem UGM

Mutiara Hikmah

Nabi Muhammad ﷺ bersabda,

لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Tidaklah beriman seseorang dari kalian sehingga dia mencintai (kebaikan) untuk saudaranya sebagaimana dia mencintai untuk dirinya sendiri.” (H.R. Bukhâri dan Muslim)

Download Buletin klik disini

Mencari Keadilan Yang Sempurna Di Dunia?

Mencari Keadilan Yang Sempurna Di Dunia?

Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alârasûlillâh,

Pembaca yang di rahmati Allah ﷻ, beberapa hari ini kita dihebohkan dengan pemberitaan kasus kekerasan dimana butuh waktu yang lama untuk menangkap pelakunya. Akan tetapi, tuntutan hukuman untuk pelaku tersebut dianggap tidak adil dan tidak memuaskan. Banyak kita temukan di kolom komentar berbagai sosial media perkataan seperti “Nyari pelakunya lebih lama daripada hukumannya”, “Wah karena dianggap gak sengaja hukumannya singkat, enak banget”, “Semakin terlihat hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas”, dan sejenisnya yang pada intinya menganggap hukuman untuk kasus tersebut tidak adil dan tidak setimpal karena telah mengakibatkan korban mengalami cacat pada fisiknya seumur hidup.

Disini penulis tidak akan berkomentar apapun tentang kasus tersebut. Akan tetapi perlu kita ingat dan ketahui bahwa tidak akan pernah kita temukan keadilan yang sempurna di dunia ini. Ketidaksempurnaan itulah ciri khas dunia ini dan setiap apa yang ada di dunia ini ada masanya.

Keadilan yang Sempurna Hanya Milik Allah ﷻ

Allah ﷻ adalah Rabb yang Maha Adil, dimana keadilan tersebut berdasarkan ilmu yang sempurna. Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya tidak ada sedikitpun urusan langit ataupun bumi yang tersembunyi bagi Allah” (Q.S. ali-’Imran [3]: 5). Maka keadilan Allah ﷻ adalah keadilan yang sempurna yang tidak ada yang tersembunyi di atas-Nya. Sehingga Allah ﷻ tidak akan menghukum kecuali dengan alasan yang benar. Dan Allah ﷻ tidak akan menghukum kecuali telah menerangkan, mana yang benar dan mana yang salah. [1]

Adapun di dunia kita tidak akan pernah mendapatkan keadilan yang sempurna sebagaimana keadilan Allah ﷻ, karena terkadang manusia bisa berbuat adil dan bisa saja berbuat zhalim. Maka hendaknya kita tidak perlu terlalu pusing memikirkan ketidakadilan yang kita temui di dunia ini karena Allah ﷻ yang akan membalas setiap perbuatan dengan balasan yang setimpal di hari akhir nanti.

Tidak Ada yang Tersembunyi di Hadapan Allah ﷻ

Di akhirat nanti, Allah ﷻ akan membalas seluruh perbuatan yang kita lakukan di dunia, termasuk perbuatan zhalim dan perbuatan ketidakadilan. Walaupun perbuatan tersebut amat kecil dan amat tersembunyi pasti akan terlihat dan dibalas oleh Allah ﷻ. Hal ini sesuai dengan kaidah dalam agama kita yaitu al-jaza min jinsil amal yang artinya “Balasan akan didapat sesuai dengan amal perbuatan”. Orang yang berbuat baik, akan mendapat balasan kebaikan. Dan orang yang berbuat jahat, akan mendapat balasan yang buruk. [2]

Allah ﷻ berfirman, “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula).” (Q.S. ar-Rahman [55]: 60). Allah ﷻ juga berfirman, “Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi pembalasan dengan kejahatan itu dan ia tidak mendapat pelindung dan tidak (pula) penolong baginya selain dari Allah.” (Q.S. an-Nisâ’[4]: 123).

Luqman menasihati anaknya bahwa setiap perbuatan baik maupun perbuatan buruk akan ada balasannya kelak di hadapan Allah ﷻ, sesuai dengan firman-Nya, “(Luqman berkata): “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (Q.S. Luqman [31]: 16).

Ibnu Katsir rahimahullâh berkata, “Ini adalah wasiat yang amat berharga yang Allah ceritakan tentang Lukman Al Hakim supaya setiap orang bisa mencontohnya. Kezhaliman dan dosa apa pun walau seberat biji sawi, pasti Allah akan mendatangkan balasannya pada hari kiamat ketika setiap amalan ditimbang. Jika amalan tersebut baik, maka balasan yang diperoleh pun baik. Jika jelek, maka balasan yang diperoleh pun jelek” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 11: 55)[3]

Asy Syaukani rahimahullâh menerangkan, “Meskipun kejelekan dan kebaikan sebesar biji (artinya: amat kecil), kemudian ditambah lagi dengan keterangan berikutnya yang menunjukkan sangat samarnya biji tersebut, baik biji tersebut berada di dalam batu yang jelas sangat tersembunyi dan sulit dijangkau, atau di salah satu bagian langit atau bumi, maka pasti Allah akan menghadirkannya (artinya: membalasnya)” (FathulQodir, 5: 489)[3]

Allah ﷻ juga berfirman, “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan” (Q.S. al-Anbiya’ [21]: 47)

Juga serupa dengan firman Allah ﷻ yang lain, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (Q.S. al-Zalzalah [99]: 7-8)

Walaupun kezhaliman tersebut sangat tersembunyi, Allah ﷻ akan tetap membalasnya. Karena Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (Q.S. Luqman [32]: 16)

Pada hari ketika nanti manusia dihisab di akhirat, tidak ada yang tersembunyi di hadapan Allah ﷻ sesuai dengan firman-Nya, “Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah).” (Q.S. al-Haqqah [69]: 18)

Tetaplah Berusaha untuk Berbuat Adil

Walaupun tidak akan pernah kita temukan keadilan yang sempurna di dunia ini, hendaknya kita tetap berusaha untuk berbuat adil setiap saat karena yang demikian itu merupakan perintah dari Allah ﷻ sesuai dalam firman-Nya, “Dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. al-Hujurât [49]: 9].

Bila dua kelompok dari orang-orang yang beriman bertikai, maka kalian (wahai orang-orang beriman) harus mendamaikan mereka, dengan menyeru mereka agar berhakim kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah ﷺ dan rela menerima hukum keduanya. Bila salah satu dari kedua kelompok melanggar dan menolak seruan kepada Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ, maka perangilah mereka hingga mereka kembali kepada hukum Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ. Bila mereka telah kembali, maka damaikanlah mereka dengan adil. Berlaku adillah dalam hukum kalian, jangan melampaui hukum Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ dalam mengambil keputusan. Sesungguhnya Allah ﷻ mencintai orang-orang yang berlaku adil dalam hukum mereka yang memutuskan dengan keadilan diantara makhlukNya. Dalam ayat ini terdapat penetapan sifat “mahabbah” bagi Allah ﷻ secara hakiki sesuai dengan keagungan Allah subhanahu wata’ala. [4]

Di ayat lain Allah ﷻ berfirman, “Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Maidah [5]: 8).

Ibnu Qayyim rahimahullah menukil ucapan seorang ulama salaf yang menafsirkan sikap adil dalam ayat ini, beliau berkata, “Orang yang adil adalah orang yang ketika dia marah maka kemarahannya tidak menjerumuskannya ke dalam kesalahan, dan ketika dia senang maka kesenangannya tidak membuat dia menyimpang dari kebenaran.” (Ar-Risalatut tabuukiyyah, hal.33) [5]

Sekali lagi, keadilan yang sempurna di dunia adalah mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan karena keadilan yang sempurna hanya milik Allah ﷻ yang Maha Adil. Semoga kita dimudahkan untuk berbuat keadilan dalam segala sesuatu dan dalam setiap waktu, serta dimudahkan dalam beramal kebaikan kepada Allah ﷻ dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah ﷻ.

Galih Enggartyasto

Teknik Mesin 2017

FTI UII

Marâji’

[1] https://bimbinganislam.com/apa-perbedaan-keadilan-allah-dan-keadilan-manusia/

[2] https://firanda.com/724-balasan-sesuai-perbuatan.html

[3] https://rumaysho.com/2373-nasehat-lukman-pada-anaknya-5-setiap-perbuatan-akan-dibalas.html

[4] https://tafsirweb.com/9779-quran-surat-al-hujurat-ayat-9.html

[5] https://muslim.or.id/6169-atasi-marahmu-gapai-ridho-rabbmu.html#_ftn12

Mutiara Hikmah

Rasulullah ﷺ bersabda,

لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ

Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah” (H.R. al-Bukhari no. 5763 dan Muslim no. 2609).

Download Buletin klik disini

Strategi Bisnis Islam Di Tengah Pandemi Covid-19

Strategi Bisnis Islam Di Tengah Pandemi Covid-19

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Islam merupakan salah satu agama universal, ia mewajibkan pemeluknya khususnya yang memiliki tanggungan untuk bekerja. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan agar bisa melapangkan bumi. Allah ﷻ sudah menyediakan berbagai fasilitas yang dapat dimanfaatkan manusia untuk mencari rezeki di bumi ini,  hal ini sudah termaktub dalam al-Qur’an surat al-Mulk ayat 15, “Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (Q.S al-Mulk: [67]: 15).

Salah satu fitrah manusia ialah membutuhkan harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Sudah lazim jika manusia akan bekerja untuk memperoleh harta kekayaan tersebut, salah satu dari ragam bekerja ialah berbisnis. Kenapa berbisnis? Karena berbisnis merupakan salah satu pekerjaan yang sangat dianjurkan dalam Islam, bahkan nabi Muhammad sebagai Rasul Allah saja sudah berbisnis sejak usianya masih belia. Rasululah ﷺ  merupakan bukti dan contoh nyata bagi umat Islam dalam berbisnis. Kesuksesan beliau dalam menjalankan bisnis tidak diragukan lagi, bahkan cara dan strategi berbisnis beliau dikagumi para tokoh Quraisy pada masanya.

Pada dasarnya Strategi merupakan salah konsep yang mencangkup perencanaan dan pengambilan keputusan untuk mencapai tujuan organisasi atau bisnsi yang sedang dilakukan. Dalam Islam manajemen strategis dikendalikan oleh nilai-nilai transendental (aturan halal-haram), baik dari cara pengambilan keputusan sampai implementasinya. Berbeda dengan manajemen strategis konvensional, manajemen strategis non Islami (konvensional) tidak memperhatikan aturan halal-haram dalam setiap perencanaan, pelaksanaan dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih tujuan organisasi.

Perencanaan Strategi Bisnis

Perencanaan terkait strategi bisnis bukanlah sesuatu yang instan, terdapat beberapa proses di dalamnya, diantaranya;

Pertama, perencanaan strategi ( strategi Planning) yang merupakan proses penentuan tujuan kemudian mengevaluasi berbagai kondisi berdasarkan sudut pandang yang luas untuk menentukan target dalam jangka panjang,

Kedua, perencanaan taktis ( tactical planning) pelaksanaan apa yang telah ditentukan ketika strategi strategis dalam jangka waktu pendek, dan ketiga;  perencanaan operasioanal (operational planning) merupakan penetapan standar terperinci yang mengarah kepada pengimplementasian rencana taktis seperti pemilihan target kerja spesifik atau penugasan tim atau karyawan untuk pelaksanaan rencana tersebut.

Ketiga, perencanaan tersebut akan dilanjutkan pada tahap implementasi dalam bentuk tindakan (action), namun sebelumnya harus dibuat program kerja jangka pendek, anggaran yang dibutuhkan dan kebijakan-kebijakan operasional.

Mengingat kondisi saat ini, mewabahnya virus Corona (covid-19) dan beberapa kebijakan pemerintah untuk menekan perkembangan virus ini  membuat pola hidup masyarakat berubah, himbauan #DirumahAja membuat masyarakat cenderung melakukan berbagai akivitas di rumah saja. Kondisi demikian menjadi salah satu tantangan dan peluang bagi pembisnis atau perusahaan dalam menyusun strategi yang tepat untuk keberlangsungan bisnis mereka.

Tidak bisa dipungkiri bahwa adanya pandemi covid-19 menyebabkan banyak bisnis yang mengalami penurunan bahkan sampai gulung tikar, sebab strategi yang diterapkan tidak bisa beradaptasi dengan kondisi saat ini. Pada akhir bulan maret tercatat bahwa omset UKM (Unit Usaha Kecil dan Menengah) mengalami penurunan sampai 70%, hal ini menunjukkan bahwa dampak dari wabah Covid-19 ini sangat tinggi terhadap pelaku usaha, terutama UKM. Oleh karena itu, perusahaan atau pelaku usaha harus bisa menyusun strategi bisnis yang sesuai dengan kondisi dan situasi yang dihadapi masyarakat saat ini.

Dalam dunia Islam, adanya wabah penyakit dalam suatu negeri bukanlah hal yang baru. Pada zaman Rasulullah ﷺ  sudah pernah ada wabah penyakit, walaupun pada saat itu kondisi perekonomian kurang baik tapi Rasulullah ﷺ  berhasil mempertahankan bisnisnya. Strategi yang digunakan Nabi Muhammad ﷺ. dalam menjalankan bisnisnya tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, beliau menghindari unsur yang bertentangan dengan syariah seperti gharar dan riba yang dapat merugikan orang lain.

Perumusan Strategi Bisnis

Beberapa strategi yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan bisa diterapkan pelaku usaha untuk keberlangsungan bisnis mereka selama pandemi covid-19 berlangsung antara lain;

Pertama, perusahaan harus jujur dan transparan mengenai kondisi keuangan perusahaan. Adanya transparanasi dan kejelasan mengenai kondisi perusahaan akan membuat karyawan dan pihak yang berkepentingan mengetahui kondisi perusahaan, dengan demikian semuanya bisa saling gotong royong memberikan solusi dan membantu untuk keberlangsungan bisnis yang dijalankan. Hal ini senada dengan salah satu firman Allah ﷻ, “Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan. Dan janganlah tolong –menolong dalam berbuat dosa dan pelanggran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya siksa Allah sangat berat’. (Q.S. al-Maidah [5] : 2).  

Kedua, menentukan strategi yang tepat untuk bisnis yang dijalankan. Pada aspek sumber daya manusia, perusahaan bisa melakukan bipartie atau diskusi dengan karyawan mengenai kebijakannya agar kondisi perusahaan tidak memburuk, sehingga semua pihak dapat memahami dan mendukung jika perusahaan harus membuat beberapa kebijakan seperti PHK, melakukan no work no pay, dan atau tidak memperpanjang kontrak jika cash flow sedang merangkak atau mengalami kesulitan. Kendati demikian, perusahaan juga harus memberikan hak-hak pegawai yang mendapatkan dampak kurang baik dari kebijakannya.

Pada aspek pemasaran perusahaan harus bisa menggunakan teknologi secara maksimal, sebab dalam kondisi saat ini masyarakat cenderung menghabiskan waktu mereka dengan dunia digital. Selain gencar melakukan penjualan secara online, perusahaan dituntut mempunyai hubungan yang baik dengan pelanggan, bahkan perusahaan harus bisa mengambil hati pelanggan agar tetap mengkonsumsi produk yang mereka tawarkan.

Ketiga, perusahaan atau pembisnis harus bisa merumuskan strategi manajemen hubungan atau relasi agar tidak kalah saing dengan perusahaan lainnya. Ketika perusahaan bisa berkolaborasi secara baik dengan konsumen atau perusahaan lain maka dapat dipastikan strategi manajemen hubungan yang telah disusun sudah cukup baik.

Dewasa ini, tidak semua perusahaan bisa melakukan hal tersebut sehingga mereka membutuhkan bantuan dari perusahaan lainnya. Aliansi dengan perusahaan lainnya bisa membantu perusahaan mengembangkan keterampilan dan pengalaman yang dibutuhkan untuk memasuki segmen pasar baru atau meningkatkan pelayanan kepada konsumen lama. Contohnya perusahaan General Electri yang beralisi dengan perusahaan lainnya untuk meningkatkan kualitas perusahaan.

Namun, seberapa bagusnya rumusan strategi dan implementasinya tidak akan diketahui tanpa adanya penilaian atau evaluasi dan umpan balik, inilah tahapan  akhir perencanaan strategis. Penilaian atau evaluasi berpatokan kepada prosedur yang sudah ditetapkan oleh perusahaan yakni mengacu pada tolak ukur strategi dan operasional.

Evaluasi

Dalam evaluasi ini, perusahaan dituntut untuk tetap tenang dan tidak panik walaupun hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan yang diharapkan. Jika hasil evaluasi menunjukkan kondisi perusahaan semakin memburuk maka hal utama yang dilakukan adalah berusaha tenang dan berfikir cara mengatasi kondisi tersebut. Jika perusahaan panik, maka akan berdampak kepada pegawai dan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan dalam perusahaan seperti investor, konsumen dan lain sebagainya. Keharusan bersikap tenang ini sesuai dengan salah satu pernyataan Ibnu Sina, salah satu filsuf dan ilmuwan muslim pada abad ke 10, ia mengatakan, “Kepanikan adalah separuh penyakit, ketenangan adalah separuh obat, dan kesabaran adalah permulaan kesembuhan”.

Dari penjabaran diatas, dapat ditarik benang merah bahwa adanya wabah covid-19 menuntut pelaku bisnis bisa menyusun strategi yang tepat agar bisnis yang dijalankan tetap bisa bertahan walaupun perekonomian nasional mengalami penurunan. Strategi yang diterapkan harus sesuai dengan nilai-nilai Islam, sehingga bisnis yang dijalankan bisa bertahan dan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan syariah.

Nafilatur Rohmah

Mahasiswa Magister Ilmu Agama Islam

Universitas Islam Indonesia

Mutiara Hikmah

عَنْ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ قَالَ: قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ: عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ

Dari Rafi’ bin Khadij ia berkata, ada yang bertanya kepada Nabi ﷺ: ‘Wahai Rasulullah, pekerjaan apa yang paling baik?’. Rasulullah ﷺ menjawab: “Pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan tangannya dan juga setiap perdagangan yang mabrur (baik)” (H.R. Al Baihaqi dalam Al Kubra 5/263, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 607)

Download Buletin klik disini

Sabar Di Era New Normal

Sabar Di Era New Normal

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

New normal sebuah kata baru yang kita dengar setelah melewati masa pandemi Covid-19 yang sudah melanda bumi kurang lebih selama empat bulan ini. Definisi new normal yang dikemukakan Pemerintah Indonesia adalah sebuah tatanan baru untuk beradaptasi dengan Covid-19. Beradaptasi yang dimaksud  melestarikan kebiasaan hidup yang baik selama pandemi ini dalam menyongsong kehidupan layaknya normal kembali, namun penuh ekstra hati-hati.

Untuk di Indonesia sendiri melirik dari updatetan informasi yang dirilis oleh gugus tugas percepatan penanganan Covid-19  per hari ini 7 Juni 2020  dapat diperoleh data kasus komulatif korban yang positif adalah sebanyak 31.186 jiwa yang tersebar dari 34 provinsi yang ada di Indonesia. Dilihat dari grafik penyebarannya, masih ada terjadi penambahan kasus namun tidak melambung tinggi. Ini menandakan  Covid-19 nya masih ada dan tetap diwaspasai penyebarannya dalam menjalani kehidupan new normal saat ini.

Sebuah keniscayaan yang tidak pernah sama sekali kita duga untuk terjadi, Covid-19 menyerang dalam kemasifan yang mengakibatkan interaksi satu dan lainnya sangat dibatasi di seantero jagad bumi. Begitu banyak himbauan dalam gerak memutus rantai penyebaran virus ini. Begitu banyak kebijakan demi kebijakan yang muncul dalam menghadapi perkara ini. Sungguh ditekankan untuk melakukan social distancing dan stay at home dengan sangat ketat menjaga kebersihan diri dan lingkungan.

Di era new normal ini banyak hal yang membuat rasa sabar dan syukur  kita harus di lejitkan. Selama pandemi ini keluar ungkapan bahwa “rasa sabar mana lagi yang harus ku pendam dalam mengagumi dirimu wahai Covid-19” bukan nyayi ya, tapi realita kehidupan yang kita hadapi bersama. Betapa tidak, bisa kita rasakan begitu kagetnya kita yang tiba-tiba bebas bergerak dalam beraktifitas sekarang begitu banyak petatah-petitihnya. Semua memang harus dijalankan dengan penuh rasa sabar agar hidup tidak terasa hambar.

Kata sabar sendiri berasal dari bahasa arab yaitu as-Shabru, merupakan masdar dari fi’il madhi yang berarti menahan diri dari keluh kesah. Ada juga yang mengatakan as-Shibru dengan mengkasrahkan shad-nya yang berarti obat yang sangat pahit dan tidak enak. Imam Jauhari memahami kata sabar yang bentuk jamaknya berupa lafad (صُبُرٌ) dengan menahan diri ketika dalam keadaaan sedih atau susah. Dari kata sabar ini dapat disarikan bahwa dalam kondisi apapun, berjuanglah untuk  menahan diri  hal yang dapat merusak keteguhan diri yang mendekatkan pada keputusasaan.

Salah satu penyebab munculnya kondisi new normal adalah jika sudah melewati masa-masa sulit dari wabah yang menglobal. Untuk abad ke-21 ini, wabah yang melanda bernama Covid-19. Perlu kita ketahui bahwa wabah juga pernah terjadi  di zaman Rasulullah ﷺ, yakni ketika Nabi ﷺ melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah. Diceritakan saat itu di Madinah dalam keadaan buruk dengan air keruh dan penuh wabah penyakit. Nabi ﷺ pun meminta para sahabat agar menghadapi wabah itu dengan sabar dengan tetap berharap pertolongan dari Allah ﷻ.

Seperti diceritakan Aisyah, mereka yang bersabar dijanjikan syahid. “Kematian karena wabah adalah surga bagi tiap muslim (yang meninggal karenanya)”. (HR Bukhori). Jika umat muslim menghadapi hal ini, seperti yang kita hadapi sekarang, dalam sebuah hadis disebutkan janji surga dan pahala yang besar bagi siapa saja yang bersabar ketika menghadapi wabah penyakit.

Wabah lainnya yang juga pernah terjadi di zaman Rasulullah ﷺ yaitu wabah penyakit Thaun,  Rasulullah ﷺ bersabda: “Tha’un merupakan azab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Allah kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum Mukminin.” (HR. Bukhari). Dalam menghadapi wabah ini lagi dan lagi solusi jitu dari Rasulullah ﷺ adalah sabar mengahapi ini. Masih dalam hadits yang sama, Nabi ﷺ melanjutkan: “Tidaklah seorang hamba yang di situ terdapat wabah penyakit, tetap berada di daerah tersebut dalam keadaan bersabar, meyakini bahwa tidak ada musibah kecuali atas takdir yang Allah tetapkan, kecuali ia mendapatkan pahala seperti orang yang mati syahid.” Luar biasa balasan dari sabar ini, tidak tanggung-tanggung balasanya dari illahi Rabbi.

Ditengah keadaan yang serba terbatas untuk beraktifitas, sabar ialah sebuah pilihan sikap yang tepat dalam kondisi yang kita hadapi sekarang dalam menyongsong kehidupan new normal ini dan ketahuilah bahwa Allah ﷻ telah menjanjikan pahala berlimpah bagi hamba-Nya yang bisa bersabar. Allah ﷻ berfirman “Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas..” (Q.S az-Zumar [39]: 10). Apalagi yang kita cari di dunia ini dalam beribadah kepada-Nya, ialah curahan pahala yang dapat menentramkan kehidupan yang sedang direnda di dunia menuju keabadian akhirat yang kelak semoga Allah ﷻ memberikan balasan syurga-Nya.

Tiada habisnya jika diperturutkan kemauan untuk berkeluh kesah dan berlama-lama larut di dalamnya, kenyataan bahwa dengan hadirnya Covid-19 menghampiri kehidupan banyak hal yang luput. Ada yang kehilangan pekerjaan sampai diberhentikan bekerja, ada yang usahanya harus ditutup, ada yang kehilangan sosok yang dicintai, ada yang harus terpisah oleh alasan yang menyayat hati dan lainnya, tapi dibalik itu semua banyak hal positif juga yang dapat kita ambil dan  perlu disibak firman Allah ﷻ lainnya yang mendamaikan jiwa yaitu “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdoa): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir“. (Q.S al-Baqarah [2]: 286).

Ayat di atas mengisyaratkan kepada kita bahwa Allah ﷻ tidak akan membebani seorang hamba dimana hamba tersebut tidak sanggup memikul bebannya.  Ini menandakan bahwa ujian pandemi ini dalam kesanggupan kita dan kita beriktiar maksimal dalam mengahadapinya.

Sabar memang mudah untuk diucapkan, tetapi belum tentu mudah juga dalam kita mempraktekannya. Dalam menjalani kehidupan ini, banyak hal yang membuat kita harus sabar dan menjauhi kemarahan. Harus ada azam yang kuat di hati dalam menyadarkan diri agar tidak mudah berkeluh kesah. Menghadapi itu semua kita butuh pertolongan dari Allah ﷻ bukan?. Sesungguhnya kita tidak dibiarkan sendirian dan tanpa bantuan oleh Allah ﷻ dalam mengupayakan sabar yang sulit ini.  Allah ﷻ berfirman “Mintalah pertolongan dengan sabar dan mengerjakan shalat sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (Q.S al-Baqarah [2]: 153).

Selain sabar ada amalan sholat yang harus juga dijaga bagi seorang muslim, sholat bisa menjadi pelancar dari kesempitan menuju kelapangan, dari  kesusahan menjadi kemudahan. Allah ﷻ kuasa atas semua itu.

Sabar bukan amalan biasa bagi seorang muslim. Begitu beratnya melakukan ini tapi bukan berarti tidak bisa juga untuk dilakoni. Seseorang yang selalu berupaya untuk sabar dalam hidupnya, sejatinya ia sedang merangkai kemenangan dalam menjalani fase pembentukan pribadi yang lebih baik lagi dan akan menemukan kemudahan-kemudahan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi. Allah ﷻ mengatakan bahwa orang yang bersabar itulah orang yang menang. Allah ﷻ berfirman “Sesungguhnya Aku memberi balasan kepada mereka di hari ini, karena kesabaran mereka; sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang menang.” (Q.S. al- Mu’minun [23]: 111).

Semoga kita semua dapat memetik hikmah dari situasi new normal ini dengan sikap sabar yang kita pilih dan dapat mengecap manisnya pahala sabar dari apa yang telah dijanjikan Allah ﷻ dalam berbagai firman-Nya di kondisi yang sekarang ini. Tidak akan rugi dan akan mendapatkan kebahagiaan yang hakiki untuk dunia dan akhirat nanti insyaallah.[]

Marâji’

  1. https://islami.co/sabar-itu-apa-sih-ini-lima-makna-sabar-dalam-al-quran/
  2. https://www.tagar.id/pandemi-corona-dan-kisah-wabah-penyakit-zaman-nabi
  3. https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/VNx4QWDN-lima-cara-rasulullah-menghadapi-wabah-dan-penderita-penyakit-menular

Darnela Putri

Magister Ekonomi Islam

Universitas Islam Indonesia

Mutiara Hikmah

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah….” (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24)

Download Buletin klik disini

Covid 19 Merupakan Ujian Atau Siksaan ?

Covid 19 Merupakan Ujian Atau Siksaan ?

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Allah ﷻ yang Maha menciptakan segala sesuatu yang tidak akan diketahui hamba-Nya, termasuk virus Corona ini tidak ada satupun makhluk Allah ﷻ yang menduga akan datangnya virus ini, tentunya hal ini sangat mengubah kehidupan manusia yang seharusnya bisa bekerja, sekolah dan silaturahmi secara langsung menjadi berubah karena harus saling menjaga jarak dan berjauhan.

Kemunculan virus ini dimulai dari kota Wuhan RCC sekitar akhir tahun 2019, pada awalnya manusia banyak menduga-menduga hal ini terjadi karena pola hidup mereka, makanan yang dikonsumsi dan hal lainnya yang menyebabkan datangnya virus Corona dan menjadi siksaan atas perbuatan mereka.

Hampir semua orang termasuk beberapa kaum muslim yang awam menganggap datangnya wabah penyakit ini sebagai siksaan untuk mereka, namun sampai saat ini virus Corona masih terus menyebar sampai ke negara muslim, termasuk Indonesia bahkan Arab Saudi, dan jika dikatakan virus ini sebagai siksaan tentu Allah ﷻ akan mendahulukan menolong hamba-Nya yang taat, sebagaimana ketika Allah ﷻ hendak menurunkan siksaan pada kaum Nabi Nuh ‘laihisalaam berupa banjir yang besar, namun sebelum itu Allah ﷻ memerintah Nabi Nuh ‘alaihisalaam untuk membuat perahu dan mengajak kaumnya yang beriman untuk naik bersamanya, disini adalah bukti jika Allah ﷻ hendak menurunkan siksaan atas suatu kaum, pasti Allah ﷻ akan menyelamatkan terlebih dahulu hamba-hambaNya yang beriman.(Shihab, 2020)

Kenyataan yang dapat dirasakan saat ini, mereka yang terdampak virus Corona tidak hanya non-muslim tetapi banyak juga dari umat muslim yang terdampak dengan virus tersebut, maka dari itu virus ini dikatakan sebagai ujian, sebagaimana Allah ﷻ telah berfirman, “Hati-hatilah / peliharalah dirimu dari ujian yang  tidak hanya menimpa orang-orang yang zhalim di antara kamu dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras dengan siksaNya” (Q.S Al-Anfal [8]: 25)

Ayat di atas menekankan bahwa Allah ﷻ menurunkan ujian tidak hanya kepada mereka yang zhalim tetapi ujian itu Allah ﷻ turunkan juga kepada mereka yang beriman, hal  ini tentu Allah ﷻ memiliki tujuan tertentu sebagaima dalam al-Qur’an, “Sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui  (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal  ihwalmu” (Q.S Muhammad [47]: 31)

Disamping itu Sayyidina Ali bin Abi Thalib pernah berucap, ”Jika ada musibah, dan menimpa yang durhaka, maka itu adalah adab/ pendidikan. Apabila menimpa yang taat maka itu adalah ujian” layaknya seperti ujian yang ditimpakan kepada Nabi atau Rasul maka itu adalah peningkatan derajat dan kedekatan pada Allah, jika ujian dijatuhkan untuk para wali maka itu adalah penghormatan untuknya. Maka dari itu ujian yang ditimpakan kepada mereka yang taat tidak lain untuk menguji kesabaran dan ketaatannya terhadap Allah ﷻ.” (Shihab, 2020)

Sikap Umat Muslim Menghadapi Covid 19

Sikap umat muslim sebagai yang taat kepada perintah Allah subhânahu wa ta’âla, tentu juga menghargai kebijakan dan ketentuan yang dibuat oleh para ahli selagi tidak bertentangan dengan syariat Islam. Setelah kemunculan wabah virus Corona, para ahli kesehatan menganjurkan untuk tetap menjaga ketahan fisik, mempersiapkan mental yang kuat.

Selain itu para ulama pun ikut menganjurkan untuk mengikuti tuntunan ajaran Islam, ketika dihadapkan suatu penyakit tetaplah untuk berdo’a dan meminta kesembuhan kepada yang Maha menyembuhkan Allah Subhanahu wa Ta’ala,  dan hal ini pernah diucapkan Nabi Ibrahim n dan termaktub dalam al-Qur’an, “Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku” (Q.S Asy-Syu’ara [26]: 80)

Tindakan sebagai umat muslim  yang baik tentu dengan meyakini bahwa kekuatan do’a sangatlah luar biasa. Di tengah ujian duniawi dengan berserah diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan meminta pertolongan kepada-Nya, tentu akan membuat hati merasa tenang dan memberikan kekuatan batin dalam menghadapi suatu penyakit dan akan hilang rasa cemas. Hal itu tentu sangat dibenarkan karena berpengaruh kepada mental seseorang, dengan berdo’a mendekatkan diri pada Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menguatkan hati yang berdo’a dan memberikan energi positif sehingga tidak mudah merasa takut dan cemas. (Shihab, 2020)

Semua Atas Kehendak Allah l

Allah l berfirman, “Tiada suatu bencana pun yang  menimpa di bumi dan (tidak pula)pada dirimu sendiri melainkan telah  tertulis dalam kitab (Lawh mahfudz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Q.S. Al-Hadid [57] : 22)

Ayat diatas menunjukan bahwa segala sesuatu yang  terjadi adalah yang sudah dikehendaki-Nya, maka dari itu sebagai umat muslim harus mempercayai adanya “Qada” yaitu ilmu Allah menyangkut segala sesuatu sebelum terjadinya dan “Qadar” terjadinya sesuatu dalam kenyataan sesuai dengan ilmu-Nya dan sesuai dengan kehendak dan ukuran yang  telah ditetapkan Allah l. Maka dari semua yang terjadi atas umat manusia di muka bumi ini adalah yang telah Allah kehendaki.

Kehendak Allah tercermin melalui kadar yang telah ditetapkan-Nya, dimana manusia telah ditetapkan takdirnya tetapi diberi kebebasan dalam ruang takdir tersebut, manusia bisa beralih takdir dari takdir yang sebelumnya ke takdir Allah yang lain. Seperti Allah memberikan kehendaknya agar manusia dapat selalu sehat, tetapi hal itu bisa saja berubah seiring dengan proses hidup manusia tersebut apakah dapat menjaga kesehatannya atau tidak. Seperti wabah virus Corona ini memang terjadi atas izin Allah dan Allah juga yang menurunkan obatnya tapi bukan berarti manusia bebas melakukan apa saja tanpa ikhtiar di dalamnya, manusia tetap harus berusaha menghindari penyakit ini dan tetap berserah diri kepada Allah dan takdirNya.(Shihab, 2020)

Hikmah Dibalik Musibah 

Allah menurunkan musibah yang menjadi ujian bagi hampir seluruh manusia, datangnya ujian ini tidak membenarkan kita untuk protes dan menggerutu dengan keaadaan saat ini, tapi mari telaah bersama hikmah dibalik musibah ini, seperti:

  1. Mempelajari tuntunan agama, sehingga menyadari bahwa pentingnya berdo’a karena hanya Allah l yang mampu menolong atas segala musibah yang menimpa manusia,
  2. Menyebarnya virus ini, menuntut untuk terus berdiam di rumah, maka ini memberikan kesempatan untuk bagi kita untuk lebih dekat dengan keluarga, melakukan banyak kegiatan positif seperti mengaji bersama keluarga, mengajari anak atau saudara di rumah dan lainnya,
  3. Bagi mereka yang merenungi akan tersadar bahwa manusia adalah makhluk lemah dan memiliki keterbatasan, sehingga tidak akan muncul sifat-sifat yang ujub,
  4. Adanya musibah ini memberikan kesadaran bagi manusia, bahwa sesama manusia itu satu, bagaikan satu tubuh apabila salah satu anggota tubuh sakit maka seluruh anggota tubuh akan merasa sakit juga, maksudnya jika saudara kita terkena virus ini, maka tidak sedikit dari kita dan saudara lainnya membantu dan saling mendo’akan,
  5. Menyadarkan manusia bahwa kenikmatan material bukannlah segalanya,
  6. Menyadarkan manusia bahwa hidup itu sangat berharga, sehingga selalu mensyukuri keadaan apapun.(Shihab, 2020)

Dari beberapa hikmah di atas, masih banyak hikmah lainnya yang kita dapatkan selama pandemi ini, maka sepatutnya bagi umat muslim untuk tetap bersabar, berdo’a dan perbanyak amal kebaikan, karena ujian ini diturunkan kepada umat muslim untuk menguji seberapa sabar dan taat kita kepada Allah l.

Mari saling mendo’akan tolong menolong karena kita semua satu, tidak berbeda dan libatkan Allah dalam setiap keadaan.

Marâji’

Shihab, M. Q. (2020). Corona Ujian Tuhan, Sikap Muslim Menghadapinya (1st ed.). Tangerang Selatan: Lentera Hati.

Lia Ananda Haenida 

PAI UII 2017

Mutiara Hikmah

Dari Anas bin Malik a, Nabi ` bersabda,

إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الْخَيْرَ عَجَّلَ لَهُ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدِهِ الشَّرَّ أَمْسَكَ عَنْهُ بِذَنْبِهِ حَتَّى يُوَفَّى بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya, Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan pada hari kiamat kelak.” (H.R. Tirmidzi no. 2396, hasan shahih kata Syaikh Al Albani).

Jagalah Ketulusan Hati

Jagalah Ketulusan Hati

Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh.

Pembaca yang semoga dirahmati Allah ﷻ. Hati merupakan organ yang memiliki fungsi yang agung bagi manusia. Hati merupakan bagian penting dari tubuh manusia, dalam membedakan nilai sebuah amalan seseorang. Hati diibaratkan sebagai raja, sedangkan anggota tubuh lainnya diibaratkan sebagai prajuritnya. Jika rajanya baik dalam memimpin, maka prajuritnya akan baik pula dalam menjalankan tugasnya. Begitupun sebaliknya, jika rajanya buruk dalam memimpin, maka prajuritnya pun akan kacau dan buruk dalam melaksanakan tugasnya.

Standar Baik dan Buruknya Amalan

Standar baik buruknya amalan seseorang, ditentukan oleh keadaan hatinya. Jika hatinya baik, maka akan baik pula amalan anggota tubuh lainnya. Namun, jika hatinya buruk, akan buruk pula amalan anggota tubuh lainnya. Rasulullah ﷺ bersabda, “Ketahuilah, sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika ia baik, seluruh tubuh baik. Jika ia rusak, seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah (segumpal daging) itu ialah hati..”            (H.R. Muslim).[1]

Bagaimana hati bisa mempengaruhi amalan seseorang? Amalan hati yang dimaksud disini, yang dengannya menentukan seberapa bernilainya amalan anggota badan adalah niat. Niat juga merupakan pembeda antara ibadah dan mu’amalat, antara ibadah dengan rutinitas (aktifitas duniawi) seseorang serta antara ibadah sunnah dan wajib. Niat yang ikhlas karena Allah ﷻ merupakan komponen yang penting dalam suatu amalan dan sebagai salah satu syarat diterimanya ibadah seseorang disisi Allah ﷻ  disamping ittiba’ pada Rasulullah ﷺ.

Semua perbuatan baik yang diiringi dengan niat ikhlas karena Allah ﷻ, maka in sya Allah perbuatan tersebut bernilai ibadah disisi Allah ﷻ. Pahala yang akan diterima seseorang pun tergantung dengan seberapa kadar keikhlasan dalam niatnya.

Nilai Sebuah Amalan Tergantung Niatnya

Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Sesungguhnya semua perbuatan tentu didasari oleh niat, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya. Barangsiapa hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena harta dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya (bernilai) sesuai dengan yang diniatkannya.’” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits tersebut menunjukkan pentingnya ikhlas dalam melakukan setiap amalan, dan tidak ada orang lain yang mengetahui keikhlasan seseorang, karena sejatinya niat yang ikhlas itu terletak di dalam hati. Namun, seseorang yang menanamkan keikhlasan di hatinya dalam melaksanakan amalannya, maka otomatis akan terlihat baik pula secara dzohirnya, sebagaimana perkataan ulama salaf, “Siapa yang memperbagus sarirohnya (amalan hati/batinnya), maka Allah ﷻ akan memperbagus alaniyyahnya (amalan anggota badannya)” [2][2].

Apa-apa yang diniatkan ikhlas karena Allah ﷻ akan mendatangkan juga keridhoan dan pahala dari Allah ﷻ. Selain itu, ketika ia memperoleh sesuatu yang ia niatkan, maka ia tidak akan berbangga diri serta mensyukurinya, dan apabila ia tidak mendapatkannya, ia tak pula bersedih hati dan merasa lapang dengan hal itu karena ia memahami bahwa segala sesuatu sudah Allah ﷻ tentukan kebaikan di dalamnya. Begitulah agungnya jika sesuatu diniatkan karena Allah ﷻ.

Sebaliknya, jika sesuatu yang dilakukan hanya diniatkan untuk perkara dunia, dalam arti tidak ikhlas karena Allah ﷻ, maka ia akan memperoleh sebatas apa yang dia niatkan. Bahkan, amalan yang ia kerjakan tidak memberikan manfaat baginya di akhirat dan akan menimbulkan kesia-siaan belaka.  Allah ﷻ berfirman, “Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan” (Q.S. Hud [11]: 15-16).

Hati yang Ternodai

Dalam melakukan suatu amalan, ada kalanya di awal kita sudah meniatkan ikhlas karena Allah ﷻ. Namun, tanpa disadari di tengah-tengah kita melakukan amalan, muncul penyakit hati berupa riya’. Riya’ adalah seseorang melakukan suatu amalan agar orang lain bisa melihatnya kemudian memuji dirinya, termasuk di dalamnya sum’ah yaitu melakukan suatu amalan agar orang lain mendengar apa yang ia lakukan.

Penyakit ini amatlah berbahaya bagi seseorang, yang mana dapat merusak sebuah niat sekaligus menghapuskan amalan yang disertai riya’ didalamnya. Riya’ tergolong ke dalam syirik kecil, bahkan bisa masuk ke dalam kategori syirik besar apabila dalam niatknya tidak ada sedikitpun kerena Allah ﷻ, hanya karena pujian dan sanjungan semata.

Ulama memberikan klasifikasi terkait amalan yang disertai riya’. Seseorang yang beribadah dengan maksud pamer kepada orang lain, maka ibadahnya batal dan tidak sah. Namun jika riya’ atau sum’ah muncul si tengah ibadah, maka ada dua keadaan. Jika amalan ibadah tersebut berkesinambungan dari awal hingga akhir, misalnya sholat, maka riya’ akan membatalkan ibadah tersebut jika seseorang tidak berusaha menghilangkannya dan tetap ada dalam ibadah tersebut. Keadaan yang kedua adalah amalan yang tidak berhubungan antara bagian awal dan akhir, shodaqoh misalnya. Apabila di sebagian shodaqohnya ada unsur riya’, maka shodaqoh yang tercampuri riya’ tersebut batal, sedangkan yang lain tidak [3].

Oleh karena itu, penting bagi kita untuk selalu menjaga kesucian hati dari noda-noda riya’ dan sum’ah yang dapat menodai amalan disebabkan rusaknya niat dalam hati. Rasulullah ﷺ  telah mengajarkan kepada kita sebuah doa untuk melindungi diri kita dari syirik besar maupun syirik kecil, “….Allahumma inni a’udzubika an usyrika bika wa ana a’lam wa astaghfiruka lima laa a’lam (‘Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan syirik yang aku sadari. Dan aku memohon ampun kepada-Mu atas dosa-dosa yang tidak aku ketahui)”  (H.R. Ahmad (4/403), dishahihkan oleh Syaikh al Albani)[4] .

Menyembunyikan Amalan

Menyembunyikan amalan dari manusia merupakan cara terbaik untuk menjaga agar niat selalu ikhlas. Seperti yang kita ketahui, riya’ muncul karena hati ternodai dengan keinginan agar dipuji, disanjung, dihormati, maupun dianggap baik. Sangat kecil kemungkinan atau bahkan tidak mungkin, seseorang merasa riya’ sedangkan ia sedang sendiri ketika beramal, karena adanya perasaan seperti itu disebabkan kehadiran orang lain.

Para ulama ada yang menjelaskan bahwa untuk amalan Sunnah seperti sedekah sunnah dan shalat sunnah, maka lebih utama dilakukan sembunyi-sembunyi. Melakukan seperti inilah yang lebih mendekatkan pada ikhlas dan menjauhkan dari riya’[5] . Adapun ibadah yang di dalamnya ada potensi dilihat oleh orang lain, contohnya saja sholat berjamaah ke masjid, sholat jum’at, dan sebagainya, maka tidaklah mengapa. Maka agar amalan tersebut tidak sia-sia, hendaknya seseorang bersungguh-sungguh dalam menjaga keikhlasan baik sebelum, ketika, dan sesuadah melakukan amalan tersebut.

Menyembunyikan amalan tidak hanya di dunia nyata saja, namun penting juga dilakukan di dunia maya. Kemudahan dalam berbagi informasi kepada semua orang hendaknya menjadikan kita cerdas dalam membagikan informasi yang bermanfaat. Lebih utama jika seseorang tidak memposting ibadahnya seperti bersedekah dan lainnya, tanpa tujuan maslahat yang dibenarkan syari’at. Dengan menyembunyikan amalan, insyaAllah lebih selamat dari noda-noda hati yang siap menghampiri, Wallahu Ta’ala a’lam.[]

Uswatun Chasanah

Psikologi UII

Marâji’:

[1] https://muslim.or.id/26163-agungnya-kedudukan-amalan-hati-dalam-islam.html

[2] Syaikh Abdussalam bin Barjas Alu Abdul Karim. Awaa’iqu ath Thalab: halaman 13.

[3] https://muslim.or.id/5470-riya-penghapus-amal.html

[4] https://muslim.or.id/5470-riya-penghapus-amal.html

[5] https://rumaysho.com/656-tanda-ikhlas-berusaha-menyembunyikan-amalan.html

Mutiara Hikmah

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (H.R. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).