Menjadi Manusia Yang Matang
Menjadi Manusia Yang Matang
Ahkam Aulia Rahman*
Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâhi, waba’du.
Sahabat al-Rasikh yang senantiasa dirahmati Allah ﷻ,, peristiwa turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah n terjadi saat beliau berusia 40 tahun 6 bulan[1] dan di usia tersebut menjadi titik awal Islam dibumikan. Ahli sejarah sepakat semenjak kelahirannya hingga usia menjelang 40 tahun, Rasulullah ﷺ merupakan pribadi yang cerdas, bijak serta memiliki tutur kata dan perilaku yang amat mulia. Namun, Allah ﷻ baru mengutus beliau sebagai Rasul saat menginjak usia 40 tahun. Mengapa di usia 40 tahun? Apakah ada keistimewaan tersendiri pada usia itu? Mari kita telaah pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Karakteristik Individu Usia 40 Tahun
Jika anda mencermati keseluruhan al-Qur’an dari al-Fâtihah hingga an-Nâs, hanya satu umur yang Allah ﷻ sebutkan secara spesifik, yaitu umur 40 tahun. Hal ini Allah ﷻ firmankan dalam al-Qur’an surah al-Ahqaf ayat 15. Allah ﷻ berfirman,
…حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً…
“… Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun…” (Q.S. al-Ahqaf [46] : 15)
Individu dewasa yaitu ketika umur 40 tahun. Akalnya matang, pemahaman dan pengendalian dirinya sudah sempurna” tutur Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya[2]. Dapat dikatakan usia 40 tahun ini merupakan momen individu kembali ke fitrahnya. Ketika seseorang menjaga dirinya dari sifat dasar yang buruk sebelum usia 40 tahun, maka setelah usia ini perilakunya akan lebih terjaga dan menetap. Sebaliknya jika individu tenggelam pada perilaku buruk di usia ini, maka keburukannya ini akan senantiasa menetap kecuali memang rahmat dan hidayah Allah ﷻ datang padanya.
Dalam ilmu psikologi, individu dengan rentang usia 40-60 tahun disebut dengan usia dewasa madya atau paruh baya. Salah satu pakar psikologi yaitu Hurlock[3] menjelaskan bahwa usia dewasa madya atau paruh baya hampir sama dengan usia remaja, dimana ada perasaan canggung karena mereka merasa tidak lagi muda namun juga belum dikatakan tua. Individu harus menyesuaikan perubahan peran yang biasanya cenderung sulit karena fisik mereka mulai menurun. Karenanya, mereka memiliki karakteristik perilaku yaitu:
1) Muncul perasaan rasa cemas dan takut tidak diperhatikan di masyarakat.
2) Perasaan kesepian dan merasa “diabaikan”.
3) Kekhawatir terhadap pasangan meningkat sehingga banyak yang mudah cemburu khususnya dialami wanita. Berbagai perasaan negatif ini berpeluang menimbulkan depresi jika tidak ditangani.
4) Masa paruh baya juga disebut dengan masa kebosanan karena banyak laki-laki dan perempuan yang bosan dengan kehidupan rutin mereka. Meski begitu, mereka juga sadar bahwa menentukan tujuan baru di usia ini tidak menguntungkan karena kesempatan yang ada sudah terbatas.
Mempersiapkan dan Menyikapi Usia 40 tahun
Karena usia 40 tahun ini cukup “istimewa”, maka Allah ﷻ telah memberi panduan bagi individu yang hendak atau sudah memasuki usia paruh baya dalam doa yang tercantum di akhir ayat 15 surah al-Ahqaf. Allah ﷻ berfirman,
قَالَ رَبِّ اَوۡزِعۡنِىۡۤ اَنۡ اَشۡكُرَ نِعۡمَتَكَ الَّتِىۡۤ اَنۡعَمۡتَ عَلَىَّ وَعَلٰى وَالِدَىَّ وَاَنۡ اَعۡمَلَ صَالِحًا تَرۡضٰٮهُ وَاَصۡلِحۡ لِىۡ فِىۡ ذُرِّيَّتِىۡ ۚ اِنِّىۡ تُبۡتُ اِلَيۡكَ وَاِنِّىۡ مِنَ الۡمُسۡلِمِيۡنَ
“Ia berkata, ‘Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang Engkau ridhai; dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sungguh, aku termasuk orang muslim.’ (Q.S al-Ahqaf [46] : 15)
3 poin utama dalam doa ini, diantaranya:
- Senantiasa bersyukur
Mungkin banyak sekali penyesalan muncul di benak individu, “andai masa mudaku dulu begini” atau “andai aku dulu begini pada keluargaku”. Semua penyesalan atau apapun itu tidak merubah kita karena memang sudah terjadi. Jika terus berkubang dalam penyesalan, maka yang ada hanya keletihan serta kekhawatiran. Karenanya, Allah ﷻ member solusi yang paling tepat yaitu dengan perbanyak mensyukuri apa yang telah ada. Mulai dengan bersyukur, setidaknya hati menjadi tenang dan berbahagia[4]. Hati yang tenang dapat memunculkan semangat untuk berubah, baik dalam lingkup keluarga, sosial, bahkan ibadah.
- Memohon diberi petunjuk agar senantiasa beramal baik
Pada usia paruh baya, di samping menjadi pribadi yang stabil intelektual dan emosi, individu juga bisa berpeluang sebaliknya menjadi seorang yang pemarah, egosentris, dan mudah khawatir[5]. Agar terhindar dari hal ini, Allah ﷻ memberi panduan agar kita senantiasa memohon petunjuk supaya istiqomah dalam berbuat baik. Upaya memohon petunjuk paling mudahnya ialah berdoa pada waktu-waktu diijabah doa seperti selepas shalat, sepertiga malam terakhir, atau ketika sujud dalam shalat. Doa ini diharapkan mempermudah kita dalam berbuat baik pada diri sendiri, keluarga, dan orang lain sehingga memunculkan pribadi yang sehat secara sosial.
- Bertaubat
“Astaghfirullâha wa atûbu ilaihi”, lafadz taubat yang paling pendek namun jika kita melafadzkannya disertai dengan penuh keyakinan dan pemaknaan, tidak hanya ampunan yang didapatkan, bahkan ketenangan juga bisa meningkat[6]. Taubat adalah sebuah permulaan kembalinya hamba terhadap Rabb-nya. Taubat menjadi sikap penutup dari doa tersebut bagi seseorang yang memasuki usia 40 tahun. Sudah sepantasnya individu kembali meyakini bahwa seluruh raga dan jiwanya tidak lain hanya milik sang penguasa semesta raya, Allah ﷻ. Taubat menjadi pembuka individu untuk kembali berada di jalan-Nya dan menjadi penutup di akhir nafasnya.
Penutup
Sejatinya menjadi manusia yang “matang” tidak harus menunggu usia 40 tahun. “Matang”nya individu mesti dipersiapkan selayaknya mempersiapkan matang buah pada pohon. Siapapun dan berapapun umur anda saat ini, mari kita persiapkan kematangan pribadi kita mulai sekarang. Perbanyak syukur kepada Allah l, orang tua, dan lingkungan sekitar. Tebar kebaikan kepada siapapun tanpa pandang bulu, karena tiada kebaikan yang dilakukan sekecil apapun tidak pasti akan mendatangkan kebaikan lagi. Dan terakhir, senantiasa beristighfar dan bertaubat kapanpun itu. Tidak perlu menunggu lebaran idul fitri atau menunggu sakit dan musibah menghampiri. Mashlahat menjadi pribadi matang tidak hanya dirasakan nanti di akhirat, bahkan di dunia saja bisa terasa nikmat kebahagiaannya. Kebijaksanaan berperilaku, perkataan yang lembut lagi menenangkan, serta ketentraman hati dan pikiran bisa diraih oleh manusia yang matang.
Wa Allâhu a’lam bish shawwâb.[]
* Mahasiswa Psikologi 2020 Universitas Islam Indonesia
[1] Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. Ar-Rahiq al-Makhtum. Jakarta: Darul Haq. 2001 M.
[2] Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 7. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i. 2004 M. Cet.k-1. h. 364.
[3] Elizabeth B. Hurlock. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan ed 5. Jakarta: Erlangga. 2017 M.
[4] Prabowo & Laksmiati. “Hubungan antara Rasa Syukur dengan Kebahagiaan pada Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Negeri Surabaya”. Jurnal Penelitian Psikologi. Vol 7. 2020. 1-7
[5] John W. Santrock. Life-Span Development. New York: McGraw-Hill Education. 2019
[6] Nisa & Purwaningrum. “Pengaruh Terapi Sayyidul Istighfar Terhadap Ketenangan Jiwa”. Psycho Aksara. Vol 1. 2023. h 41-45