Mengajarkan Puasa Pada Anak

Mengajarkan Puasa Pada Anak

Khusnul Khotimah, S.Pd

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâm ‘alâ rasûlillâh, amma ba’du!

Sahabat ar Rasikh yang dirahmati Allah ﷻ. Ada sebagian orang tua yang dengan mudah beralasan bahwa syariat Islam tidak mengajarkan anak-anak untuk berpuasa sejak dini. Sehingga tidak perlu tergesa-gesa untuk menyuruh mereka berpuasa sebelum waktunya atau pada usia baligh. Disatu sisi alasan ini memang terlihat benar, karena tidak ada kewajiban apapun begitu pula puasa baik itu puasa sunnah maupun puasa Ramadhan bagi mereka yang belum baligh.

Hal ini bisa dilihat pada riwayat dari Ali bin Abi Thalib, Nabi ﷺ bersabda,

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِىِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ وَعَنِ الْمَجْنُونِ حَتَّى يَعْقِلَ

“Pena catatan amal diangkat dari tiga orang: dari anak kecil sampai dia baligh, dari orang gila sampai ia waras, dari orang yang tidur sampai ia bangun.” (H.R. Bukhari dan Abu Daud no. 4400).[1]

Lantas, apakah kemudian kita berdiam diri tidak mengenalkan dan melatih anak sejak dini untuk berpuasa?. Tentu tidak, ibadah dijalankan dengan ringan karena ada latihan dan pembiasaan. Begitu pula ibadah puasa yang sangat dominan mengandalkan kondisi fisik, karena harus menahan lapar dan haus selama berjam-jam lamanya. Jika tidak dibiasakan sejak dini, maka penundaan dari tahun ke tahun hanyalah mengakibatkan kesulitan bagi anak untuk terbiasa berpuasa.

Pepatah hikmah mengatakan bahwa, “Belajar diwaktu kecil bagaikan mengukir di atas batu, sedangkan belajar di waktu tua bagaikan mengukir di atas air” dari pepatah ini, kita dapat mengambil pelajaran bahwa hendaknya menanamkan kebiasaan-kebiasaan baik pada anak dimulai sejak usia dini.

Kewajiban Orang Tua

Sahabat ar Rasikh yang dirahmati Allah ﷻ. Jika kita mengatakan bahwa anak-anak belum wajib untuk berpuasa, sepertinya itu tidak berlebihan. Tetapi sesungguhnya orang tua memiliki kewajiban dalam mengenalkan dan melatih anak-anaknya untuk berpuasa. Kewajiban ini sudah diisyaratkan begitu jelas dalam Al-Qur’an, sebagai panduan bagi orang tua untuk melakukan langkah-langkah yang jelas dalam mengarahkan anaknya dalam beribadah.

Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ قُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka “(QS At-Tahrim []: 6).

Setiap orang tua yang men-tadabburi dan memahami ayat ini tentulah segera tergerak dan merasa bertanggung jawab untuk mengenalkan ibadah puasa kepada anak-anaknya. Adh-Dhahak dan Maqatil mengenai ayat di atas,

حَقُّ عَلَى المسْلِمِ أَنْ يُعَلِّمَ أَهْلَهُ، مِنْ قُرَابَتِهِ وَإِمَائِهِ وَعَبِيْدِهِ، مَا فَرَضَ اللهُ عَلَيْهِمْ، وَمَا نَهَاهُمُ اللهُ عَنْهُ

“Menjadi kewajiban seorang muslim untuk mengajari keluarganya, termasuk kerabat, sampai pada hamba sahaya laki-laki atau perempuannya. Ajarkanlah mereka perkara wajib yang Allah perintahkan dan larangan yang Allah larang.” (H.R. Ath-Thabari).[2]

Cara Melatih Kewajiban

Sahabat ar Rasikh yang dirahmati Allah ﷻ. Mungkin banyak yang bertanya tanya bagaimanakah cara kita untuk mengenalkan dan melatih anak kita berpuasa atau kewajiban yang lainnya?

  1. Mengenalkan dan melatih puasa secara bertahap kepada anak.

Mengenalkan dan melatih anak berpuasa bisa kita mulai pada usia 3 tahun, dimana anak mengalami fase perkembangan kognitif, orang tua memberikan pemahaman kepada anak bahwa puasa itu tidak makan dan tidak minum. Setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda dalam menahan rasa lapar dan haus.

Cara ini bisa diawali dengan mengenalkan anak dengan suasana bulan Ramadhan. Jika sebelumnya si kecil  belum mengerti arti puasa maka sebagai orangtua dapat mengenalkan dan mengajak anak dengan berbagai kegiatan di Bulan Ramadhan, seperti adanya sahur, buka puasa, dan salat tarawih.

Latihan puasa hendaknya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kemampuan anak, dari tahun ke tahun ditargetkan adanya peningkatan. Ketika memperkenalkan puasa ke anak, caranya dengan memberikan sedikit jarak waktu makan anak. Bisa mulai dengan beberapa jam, misalnya 3-4 jam maupun  puasa setengah hari. Diharapkan semakin lama mereka akan terbiasa dan beradaptasi dengan kegiatan tersebut.

  1. Memberikan pujian pada anak yang berpuasa.

Agar anak tetap semangat berpuasa, orangtua bisa memberikan pujian dan dukungan. Sebab, puasa merupakan tantangan baru yang harus dijalani, jangan memarahi anak jika belum bisa menyelesaikan puasa. Bahkan hal yang harus orangtua lakukan adalah memberikannya motivasi agar anak menjadi lebih semangat untuk berpuasa diesok harinya.

Selain memberikan pujian, orang tua juga bisa memberikan reward (penghargaan) berupa hadiah ke anak, seperti memberikan makanan dan minuman favorit mereka, saat berbuka puasa. Sebagai Orang tua juga bisa memberikan hadiah yang lain seperti; memberikan uang jajan, memberikan buku gambar dan crayon atau barang-barang yang mendukung hobby sang anak.

  1. Memperhatikan asupan gizi dan nutrisi anak.

Sebagai orang tua kita harus mengetahui bahwa di usia mereka anak-anak mengalami masa pertumbuhan yang sangat sensitif, mereka membutuhkan asupan gizi yang cukup. Sebagai orang tua juga harus memastikan bahwa kesehatan anak dalam kondisi yang baik dan prima. Selain itu Orang tua juga perlu menjaga asupan yang cukup selama anak mencoba untuk berpuasa, mempersiapkan makanan yang kaya nutrisi dan sehat, baik saat sahur maupun berbuka. Dengan kecupukan gizi dan nutrisi yang didapatkan oleh anak, akan menunjang mereka untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan.

  1. Membuat kegiatan atau kesibukan yang menyenangkan.

Berpuasa seharian bagi sebagian besar anak adalah sesuatu yang berat dan sangat melelahkan. Kita tidak bisa membiarkan mereka larut dalam kondisi sedemikian. Karenanya perlu membuat kegiatan untuk menyibukkan mereka agar lupa dari rasa lapar dan dahaga, seperti mengaji bersama, pergi ke masjid bersama, merancang menu buka dan sahur bersama, dan lain sebagainya.

Kesalahan yang Harus Diketahui.

Sahabat ar Rasikh yang dirahmati Allah ﷻ. Selain mengetahui cara untuk melatih anak berpuasa, sebaiknya sebagai orang tua, kita juga harus mengetahui kesalahan yang mungkin saja kita lakukan dalam mengenalkan anak berpuasa.

  1. Memaksa anak untuk berpuasa.

Sebaiknya kita sebagai orang tua tidak memaksa anak untuk berpuasa. Jika anak sudah mencoba dan anak tidak kuat, biarkan anak berbuka, karena di awal anak belajar berpuasa kita tidak bisa menyamakan anak dengan orang dewasa. Sebaiknya perkenalkan puasa ke anak secara progresif

  1. Membanding-bandingkan.

Ingatlah jika setiap anak memiliki kemampuan berbeda-beda. Puasa bukanlah suatu kompetisi. Jangan sampai membuat anak merasa kurang percaya diri jika dia tidak dapat menyelesaikan puasanya dan merasa dibandingkan dengan anak seusianya yang sudah dapat menyelesaikan puasa dengan penuh. Selalu ingat bahwa setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda.

  1. Melakukan kegiatan yang berat.

Ketika baru belajar anak akan tampak lemas dan kurang bersemangat, jangan paksakan anak untuk beraktifitas seperti biasanya. Biarkan anak melakukan kegiatan sesuai dengan keinginannya terlebih dahulu dan beri semangat serta motivasi ke anak.

Sahabat ar Rasikh yang dirahmati Allah ﷻ. Sebagai orang tua, mari kita kenalkan dan ajarkan ajaran agama Islam sejak dini, dimasa-masa perkembangan mereka, mereka akan menirukan apa yang mereka lihat. Sebagai Orang tua harus mencontohkan hal-hal yang baik, agar mereka juga dapat menirukan apa yang orang tua lakukan.

Semoga Allah memberikan keistiqomahan kepada kita sebagai orang tua, untuk selalu konsisten mendidik anak yang dititipkan kepada kita, mengajarkan mereka tentang ajaran agama Islam. Âmîn.[]

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (H.R. Bukhari, no. 1903).

[1] H.R. Bukhari secara mu’allaq, Abu Daud no. 4400, disahihkan Al-Albani dalam Al-Irwa’, jilid 2. h. 5.

[2] H.R. Ath-Thabari, dengan sanad shahih dari jalur Said bin Abi ‘Urubah, dari Qatadah. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Jilid 7. h. 321.

Download Buletin klik disini

Ramadhan, Kesempatan Emas Seorang Muslim

Ramadhan, Kesempatan Emas Seorang Muslim

Oleh: Abdurrahman Triadi Putro

 

Segala puji bagi Allah ﷻ yang telah menyampaikan kita di Bulan Ramadhan. Shalawat dan salam semoga Allah  curahkan kepada sebaik-baik manusia, Nabi kita Muhammad ﷺ yang beliau merupakan sebaik-baik orang yang berpuasa dan shalat malam, serta atas keluarga dan sahabat beliau yang mulia lagi terpuji.

Nikmat Bertemu Ramadhan.

Para pembaca budiman yang semoga senantiasa dirahmati Allah ﷻ,

Allah ﷻ sebentar lagi in syâ Allâh akan menyampaikan kepada kita sebuah tamu yang mulia. Musim dari musim-musim perdagangan beramal shalih dengan Allah ﷻ dengan amal-amal kebaikan.

Allah ﷻ berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ ٱلَّذِىٓ أُنزِلَ فِيهِ ٱلْقُرْءَانُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَٰتٍ مِّنَ ٱلْهُدَىٰ وَٱلْفُرْقَانِ ۚ

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 185).

Pada bulan ini kebaikan-kebaikan akan dilipatgandakan, derajat-derajat hamba-hamba-Nya yang beriman akan ditinggikan, kesalahan-kesalahan dan keburukan-keburukan akan dimaafkan, dosa-dosa akan diampuni, serta terdapat pembebasan dari api neraka.

Sungguh beradanya kita nanti di Bulan Ramadhan ini merupakan diantara nikmat Allah ﷻ yang sangat besar kepada hamba-Nya. Sebagian orang tidaklah lagi dapat merasakan nikmat ini karena mereka telah menemui ajalnya. Mereka telah wafat, telah berpindah dari negeri beramal yaitu dunia, tempat kita saat ini, kepada negeri balasan dan pertanggungjawaban yaitu akhirat. Maka berapa banyak orang yang mereka dapat berpuasa di Bulan Ramadhan tahun lalu, namun tidaklah mendapati Bulan Ramadhan di tahun ini. Serta sekarang mereka berada di dalam kubur guna mempertanggungjawabkan amalannya.

Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat. Rasanya tidak lama kemarin kita baru menjumpai Ramadhan pada tahun lalu, sekarang kita telah berjumpa lagi dengan Ramadhan tahun ini, Subhanallah.

Begitu cepat berlalunya malam-malam dan hari-hari. Begitulah bergulirnya kehidupan kita di dunia ini. Hari-hari dan malam-malamnya bergulir dengan cepat. Akan berlalu seluruhnya. Hingga yang pasti pada akhirnya akan ada perjumpaan dengan Rabb kita, Allah ﷻ.

Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلْإِنسَٰنُ إِنَّكَ كَادِحٌ إِلَىٰ رَبِّكَ كَدْحًا فَمُلَٰقِيهِ

Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya.” (Q.S. Al-Insyiqaq [84]: 6).

Kesempatan Emas Seorang Muslim

Para pembaca budiman yang semoga senantiasa dirahmati Allah ﷻ,

Sesungguhnya bulan Ramadhan adalah kesempatan emas agar kita bertaubat dan kembali kepada Allah ﷻ. Kesempatan yang mulia untuk mengintropeksi diri. Memperbaiki waktu yang tersisa dari umur kita. Berbekal dengan bekal ketakwaan. Maka hendaklah seorang muslim bersemangat untuk perhatian dalam mengatur waktunya di bulan ini. Hendaklah antusias untuk memacu dirinya dalam melalui hari demi harinya dengan berbekal ketakwaan, mengedepankan amal-amal salih yang dengannya menjadikan dirinya bergembira saat berjumpa dengan Rabb-nya kelak.

Kemudian hendaklah seorang muslim bersemangat untuk memperkecil kesibukan perkara dunianya dalam bulan yang diberkahi ini. Karena sesungguhnya kesibukan dunia tidak akan pernah selesai. Oleh karena itu, hendaknya seseorang memberikan waktu lebih untuk beribadah, khususnya di bulan ini. Sungguh Nabi kita ﷺ apabila bulan Ramadhan datang, maka berlipat-lipat gandalah kemurahan hati dan kedermawanannya.

Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, dari hadits Ibnu ‘Abbas, ia berkata,

كَانَ النَّبِىُّ ﷺ أَجْوَدَ النَّاسِ ، وَأَجْوَدُ مَا يَكُونُ فِى رَمَضَانَ ، حِينَ يَلْقَاهُ جِبْرِيلُ ، وَكَانَ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ  يَلْقَاهُ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ ، فَيُدَارِسُهُ الْقُرْآنَ فَلَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَجْوَدُ بِالْخَيْرِ مِنَ الرِّيحِ الْمُرْسَلَةِ

“Nabi ﷺ adalah orang yang paling gemar bersedekah. Semangat beliau dalam bersedekah lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Qur’an kala itu. Dan Rasul ﷺ adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR. Bukhari no. 3554 dan Muslim no. 2307)

Sehingga bagi kita kaum muslimin bersama dengan masuknya kita pada bulan yang mulia ini, hendaknya kita meningkatkan semangat kita dalam beribadah kepada Allah ﷻ, dalam ketaatan, dan dalam amal-amal salih. Jadikanlah keadaan kita ketika berada di Bulan Ramadhan adalah lebih baik dibanding keadaan-kedaan kita sebelumnya. Bersungguh-sungguhlah dalam mewujudkannya dan mintalah pertolongan kepada Rabb kita, Allah Ar-Rahman Ar-Rahim.

Madrasah Seorang Mukmin

Sesungguhnya Bulan Ramadhan adalah madrasah pendidikan bagi seorang muslim. Seorang muslim terdidik agar berbudi pekerti yang baik dan mulia pada bulan ini, serta terdidik untuk menjauhi maksiat-maksiat dan amal-amal yang buruk. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ, dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan sia-sia malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari no. 1903).

Berdasar hadits di atas, yang dimaksud dengan ‘perkataan yang sia-sia’ yaitu mencakup segala bentuk maksiat berupa perkataan. Serta yang dimaksud dengan ‘berbuat dengan hal tersebut’  adalah segala bentuk maskat berupa perbuatan. Sehingga makna hadits tersebut adalah bahwasanya seseorang yang tidak beradab dengan adab-adab yang dituntunkan ketika berpuasa serta dia banyak melakukan maksiat dari perkataan dan perbuatannya, dan dia tidak mengagungkan ibadah puasa sebagaimana mestinya, maka sesungguhnya dia akan mendapatkan kondisi seperti yang dikabarkan oleh Nabi ﷺ, yaitu dia tidak akan diberikan balasan ataupn ganjaran atas puasa yang telah dilakukannya, meskipun puasanya tersebut telah mengugurkan kewajibannya. Sangat disayangkan sekali seseorang yang mengalami kondisi seperti ini. Hal ini disebabkan oleh dirinya yang tidak mengindahkan rambu-rambu ketika berpuasa dan masih terjerumus dalam kemaksiatan-kemaksiatan padahal ia sedang berpuasa.

Para pembaca budiman yang semoga senantiasa dirahmati Allah ﷻ,

Maka wajib bagi kita semua sebagai seorang muslim, khususnya bagi orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, untuk mengindahkan tuntunan-tuntunan ketika berpuasa dan menjauhi maksiat-maksiat sejauh mungkin dalam setiap kondisi, sehingga dengan hal-hal tersebut dapat menguatkan diri kita dalam mengagungkan syariat puasa. Serta pada akhirnya, puasa tersebut benar-benar dapat menjadi sebuah pendidikan bagi diri kita. Yaitu diri kita menjadi terdidik dan terbiasa untuk semakin menjauhkan diri dari maksiat dan juga agar semakin meningkatkan ketaatan kepada Rabb kita, Allah ﷻ. Kita tempu dan kita latih itu semua dari madrasah pendidikan Bulan Ramadhan.

Semoga Allah ﷻ berikan taufik dan kemudahan bagi kita untuk dapat mengisi bulan ini dengan sebaik-baiknya, dengan berbagai ibadah dan amal salih, serta juga meraih keutamaan malam lailatul qadr, malam yang lebih baik daripada 1000 bulan, hingga menjadi bekal terbaik kita kelak saat berhadapan dengan-Nya, di hari yang tidaklah bermanfaat harta dan anak keturunan, kecuali orang yang datang kepada-Nya dengan hati yang selamat.

Marâji’:

Syaikh Dr. Sa’ad bin Turkiy Al-Khtaslan hafizhahullahu ta’ala. ‘Uqudul Juman fi Durusi Syahri Ramadhan, h. 7-10,

Download Buletin klik disini

Bergembira dengan Hadirnya Ramadhan

Bergembira dengan Hadirnya Ramadhan

Fathurrahman Al Katitanji

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, amma ba’du!

Saudaraku, bergembiralah dengan hadirnya Ramadhan, yang sebentar lagi akan tiba. Sudah seharusnya kita bergembira dengan hadirnya Ramadhan. Karena Ramadhan adalah bulan mulia yang diberkahi, banyak keutamaan di dalamnya, setiap amal shalih dilipatgandakan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan diikat dan di sana terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan. subhânallâh!

Saudaraku, tidakkah kesempatan ini, menjadikan kita lebih bersemangat menyambut Ramadhan dengan gembira? Tidak sepantasnya seorang muslim melewatkan kegembiraan siang dan malamnya tanpa amal shalih. Selayaknyalah kaum muslimin dimotivasi untuk bergembira akan hadirnya Ramadhan dengan memperbanyak ibadah di bulan tersebut dengan berbagai amal shalih.

 

Kabar Gembira dari Rasulullah ﷺ.

Sahabat Abu Hurairah pernah bercerita, ketika datang Ramadhan, Rasulullah ﷺ memberi kabar gembira kepada para sahabat akan datangnya Ramadhan. Beliau bersabda,

قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ، شَهْرٌ مُبَارَكٌ، افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ، تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ، وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ، وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa. Di bulan ini, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan diikat; di sana terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa terhalangi untuk mendapat kebaikannya, berarti dia telah terhalangi untuk mendapatkan kebaikan.” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (2/385).[1]

Ibnu Rajab Al-Hambali menjelaskan,

ﻛَﻴْﻒَ ﻻَ ﻳُﺒْﺸِﺮُ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻦُ ﺑِﻔَﺘْﺢِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏِ ﺍﻟْﺠِﻨَﺎﻥِ ﻛَﻴْﻒَ ﻻَ ﻳُﺒْﺸِﺮُ ﺍﻟﻤﺬﻧﺐ ﺑﻐﻠﻖ ﺃﺑﻮﺍﺏ ﺍﻟﻨﻴﺮﺍﻥ ﻛَﻴْﻒَ ﻻَ ﻳﺒﺸﺮ ﺍﻟﻌﺎﻗﻞ ﺑﻮﻗﺖ ﻳﻐﻞ ﻓﻴﻪ ﺍﻟﺸﻴﺎﻃﻴﻦ ﻣﻦ ﺃﻳﻦ ﻳﺸﺒﻪ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﺰﻣﺎﻥ ﺯﻣﺎﻥ

“Bagaimana tidak gembira? seorang mukmin diberi kabar gembira dengan terbukanya pintu-pintu surga. Tertutupnya pintu-pintu neraka. Bagaimana mungkin seorang yang berakal tidak bergembira jika diberi kabar tentang sebuah waktu yang di dalamnya para setan dibelenggu. Dari sisi manakah ada suatu waktu menyamai waktu ini (Ramadhan).”[2]

Saudaraku yang berbalut kebahagiaan, pantaslah kita bergembira dan bersuka cita  karena setiap kebaikan yang dilakukan di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan dengan kelipatan yang banyak. Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ

Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dari pada bau minyak kasturi.” (H.R. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)[3]

Mempersiapkan Diri Menyambut Ramadhan.

Saudaraku, perhatikanlah bagaimana generasi salaf menyambut Ramadhan. Mereka mempersiapkan diri menyambut Ramadhan sejak enam bulan sebelumnya. Semakin dekat dengan Ramadhan mereka semakin gembira. Kegembiraan ini mereka ungkapkan dalam berbagai amal shalih yang dilakukan sebelum Ramadhan, termasuk doa yang mereka lantunkan agar dipertemukan dengan Ramadhan.

Al-Hafidz Ibnu Rajab menyebutkan satu riwayat yang menunjukkan semangat mereka dalam menyambut Ramadan.

Mu’alla bin Al-Fadhl – ulama tabi’ tabiin –,

كاَنُوا يَدْعُونَ اللهَ تَعَالَى سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ  شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُونَهُ سِتَّةَ أَشْهُرِ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ

Dulu para sahabat, selama enam bulan sebelum datang Ramadhan, mereka berdoa agar Allah mempertemukan mereka dengan bulan Ramadhan. Kemudian, selama enam bulan sesudah ramadhan, mereka berdoa agar Allah menerima amal mereka selama bulan Ramadhan.”[4]

Satu harapan yang luar biasa bagi para salaf, agar bertemu dengan Ramadhan. Karena mereka menilai Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa, sehingga mereka tidak akan menjadikannya kesempatan yang sia-sia.

Di antara perkataan ulama salaf yang menunjukan kerinduan akan datangnya Ramadhan adalah apa yang disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Rajab Al Hambali. Beliau menyebutkan dari Yahya bin Abi Katsir – seorang ulama tabi’in –, mengatakan bagaimana doa sebagian sahabat ketika akan datang Ramadhan, bahwa beliau mengatakan:

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِّي مُتَقَبَّلاً

“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.”[5]

Saudaraku, janganlah risau! in syaa Allah tidaklah mengapa jika seorang muslim berdoa kepada Allah, selain doa yang disebutkan para salaf, agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan, seraya meminta taufq kepada-Nya agar dapat melakukan ketaatan  dengan baik selama Ramadhan dan memberikan kemudahan untuk terus beramal dibulan setelahnya.

Ya Allah karuniakan kepada kami pertemuan yang indah dengan Ramadhan, rasa  bahagia, hati yang lapang, kesempatan beramal shalih selama Ramadhan dan terimalah amal-amal shalih kami selama Ramadhan. Âmîn.[]

 

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ.

“Betapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan dari puasanya rasa lapar dan haus saja, dan betapa banyak orang yang melakukan qiyamullail hanya mendapatkan dari qiyamullailnya terjaga (begadang) saja.” (HR. Ahmad: 8693 dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban: 8/257 dan Syeikh Albani dalam Shahih Targhib: 1/262)

Marâji’:

[1] Dinilai shahih oleh Al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad, no. 8991.

[2] Al Hafidz Ibnu Rajab al Hambali, Latha’if Al-Ma’arif h. 148.

[3] Abu Abdillah Syahrul Fatwa bin Luqman dan Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as Sidawi. Panduan Lengkap Puasa Ramadhan Menurut al Qur’an dan Sunnah. Gresik: Pustaka Al Furqan, 1431 H. Cet.ke-1. h. 18.

[4] Al Hafidz Ibnu Rajab al Hambali, Lathaif Al-Ma’arif, h. 264.

[5] Al Hafidz Ibnu Rajab al Hambali, Lathaif Al-Ma’arif, h. 264.

Download Buletin klik disini

BERSEGERA MENUJU AMPUNAN ALLAH

BERSEGERA MENUJU AMPUNAN ALLAH

Oleh: Fathurrahman Al Katitanji

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâm ‘alâ rasûlillâh, amma ba’du!

Bersegera Menuju Ampunan Allah ﷻ.

Allah ﷻ dengan kedermawanan dan kemurahan-Nya, membuka pintu taubat. Pasalnya, Dia telah memerintahkan untuk melakukannya, menganjurkannya, dan berjanji akan mengabulkannya, baik taubat tersebut dari orang kafir, musyrik, munafik, yang berpaling, yang melampaui batas, yang menyimpang, yang zhalim, maupun dari orang-orang yang selalu berbuat kemaksiatan dan lalai kepada-Nya.[1]

Oleh karenanya, bersegeralah menuju ampunan Allah, beristighfar dan bertaubat kepada-Nya dari segala bentuk dosa dan maksiat, baik dosa kecil maupun dosa besar. Selagi kesempatan itu masih terbuka lebar, maka jangan sia-siakan kesempatan itu.

Allah ﷻ berfirman,

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

“Dan bersegeralah menuju ampunan Tuhan kalian, dan surga yang lebarnya selebar langit dan bumi yang disediakan bagi orang yang bertakwa.” (Q.S Ali Imran [3]: 133).

Allah ﷻ juga berfirman,

وَهُوَ ٱلَّذِى يَقْبَلُ ٱلتَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِۦ وَيَعْفُوا۟ عَنِ ٱلسَّيِّـَٔاتِ وَيَعْلَمُ مَا تَفْعَلُونَ

“Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. asy Syûra [42]: 25).

4 Amalan Penghapus Dosa

Imam Ibnu Qayyim menyebutkan dalam Majmu’ Al Fatawa, beberapa amalan penghapus dosa.[2] Secara global setidaknya ada 4 amalan yang akan menghapuskan dosa-dosa seseorang atau akan mendatangkan ampunan Allah ﷻ.[3] Di antara 4 amalan tersebut adalah:

  1. Bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha.

Bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuha, taubat yang memenuhi 3 syarat yaitu 1) meninggalkan dosa karena takut kepada Allâh, 3) menyesali perbuatan maksiatnya, 3) bertekad kuat untuk tidak mengulanginya, dan memperbaiki apa yang mungkin bisa diperbaiki kembali dari amalnya.

Apabila dosa tersebut berkaitan dengan hak orang lain maka hendaklah segera menunaikan hak tersebut dan minta segera dihalalkan.  Apabila berupa harta maka segera dikembalikan dan apabila berupa kehormatan maka segera meminta maaf.

Allah ﷻ berfirman,

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ تُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ تَوۡبَةً۬ نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمۡ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمۡ سَيِّـَٔاتِكُمۡ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kalian kepada Allah dengan taubat yang nasuha, semoga Rabb kalian menghapus dosa-dosa kalian”. (Q.S At-Tahrim [66]: 8)

Di ayat lain Allah ﷻ berfirman,

قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Az Zumar [39]: 53).

Di antara 4 amalan penghapus dosa yang kedua adalah,

  1. Memperbanyak memohon ampun (maghfirah) kepada Allah ﷻ.

Makna memohon maghfirah yang pertama adalah memohon supaya ditutupi dosanya dari manusia, dan makna memohon maghfirah yang kedua adalah memohon supaya dosa-dosanya tersebut dihapus oleh Allah sehingga tidak diazab dengan dosa yang sudah dilakukan.

Rasulullah ﷺ bersabda :

وَاللَّهِ إِنِّي لأَسْتَغْفِرُاللَّهَ وَأَ تُوْبُ إِلَيْهِ فِي الْيوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِيْنَ مَرَّةً

“Demi Allah, aku beristgihfar kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya di dalam sehari lebih dari tujuh puluh hari” (HR. Bukhari)

Rasulullah ﷺ juga bersabda,

مَا أَصْبَحْتُ غَدَاةً قَطٌّ إِلاَّ اِسْتَغْفَرْتُ اللهَ مِائَةَ مَرَّةٍ

“Tidaklah aku berada di pagi hari (antara terbit fajar hingga terbit matahari) kecuali aku beristigfar pada Allah sebanyak 100 kali.” (HR. An Nasa’i).[4]

Di antara 4 amalan penghapus dosa yang ketiga adalah,

  1. Memperbanyak amal shalih.

Amal shalih yang dimaksud adalah perbuatan baik yang dapat membuat kebaikan dan dilakukan secara sengaja.[5] Semua bentuk amal shalih akan menghapuskan dosa-dosa seorang hamba, baik berupa amalan hati, anggota badan, lisan ataupun perbuatan. Semisal mentauhidkan Allah, bertaqwa, wudhu, shalat, zakat, sedekah, berkata yang baik, puasa dan qiyam Ramadhan, serta semua amal kebaikan.

Allah ﷻ berfirman,

إِنَّ ٱلْحَسَنَٰتِ يُذْهِبْنَ ٱلسَّيِّـَٔاتِ

“Sesungguhnya kebaikan-kebaikan itu akan menghilangkan kejelekan-kejelekan.” (Q.S. Hud [11]: 114)

Dari Abu Dzarr Jundub bin Junadah dan Abu ‘Abdirrahman Mu’adz bin Jabal, dari Rasulullah ﷺ, beliau bersabda,

وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الحَسَنَةَ تَمْحُهَا

‘Iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, maka kebaikan akan menghapuskan keburukan itu; (HR. Tirmidzi, no. 1987.  ia mengatakan haditsnya itu hasan).[6]

Di antara 4 amalan penghapus dosa yang keempat adalah,

  1. Bersabar ketika tertimpa musibah.

Musibah yang dimaksud adalah segala sesuatu yang terasa menyakitkan berupa rasa gelisah, sedih dan rasa sakit yang menimpa harta, kehormatan, jasad atau yang lainnya. Namun musibah ini datang bukan atas kehendak hamba.[7]

Rasulullah ﷺ bersabda :

مَا مِنْ مُصِيبَةٍ تُصِيبُ الْمُؤْمِنَ إِلَّا كُفِّرَ بِهَا عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةُ يُشَاكُهَا

“Tidaklah ada sebuah musibah yang menimpa seorang muslim, kecuali Allah akan menghapus dengan musibah tersebut dosanya sampai apabila dia terkena duri (H.R. Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah, mereka mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ مِنْ وَصَبٍ وَلاَ نَصَبٍ وَلاَ سَقَمٍ وَلاَ حَزَنٍ حَتَّى الْهَمِّ يُهَمُّهُ إِلاَّ كُفِّرَ بِهِ مِنْ سَيِّئَاتِهِ

“Tidaklah seorang mukmin tertimpa suatu musibah berupa rasa sakit (yang tidak kunjung sembuh), rasa capek, rasa sakit, rasa sedih, dan kekhawatiran yang menerpa melainkan dosa-dosanya akan diampuni” (H.R. Muslim, no. 2573).

Oleh karena itu, janganlah seorang muslim berputus asa bagaimanapun besar dosa yang ia lakukan. Perbaikilah amal di sisa umur yang ada. Semoga Allah al-Ghaffururrahîm mengampuni dan menutupi dosa-dosa kita yang telah lalu. Wa Allâhu a’lam bish shawwâb.[]

Mutiara Hikmah

Dari Ibnu Umar, beliau mengatakan bahwa jika kami menghitung dzikir Rasulullah ﷺ dalam satu majelis, beliau mengucapkan,

رَبِّ اغْفِرْ لِى وَتُبْ عَلَىَّ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

‘Robbigfirliy wa tub ‘alayya, innaka antat tawwabur rohim’ [Ya Allah ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang] sebanyak 100 kali. (H.R. Abu Daud. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 556)

 

Marâji’:

[1] Muhmmad Ibrahim al Hammad. Taubat Surga Pertama Anda. Jakarta: Pustaka Asy Syafii. 1428 H/ 2007 M. Cet.ke-3. h.37

[2] Abul Abbas Ibnu Qayyim. Majmu’ Al Fatawa, jilid 10. h. 655,658.

[3] Abdullah Roy, [Catatan faidah dari] Silsilah Ilmiyyah Beriman Kepada Hari Akhir. Halaqah 6. Penghapus Dosa.  dengan beberapa tambahan.

[4] Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani di Silsilah Ash Shohihah no. 1600

[5] Zainuddin Abu Qushaiy. Makna Amal Shalih. 2022 M. Dalam  https://muslim.or.id/25433-makna-amal-shalih.html. Diakses pada tanggal 1 Maret 2022 M.

[6] dalam sebagian naskah disebutkan bahwa hadits ini hasan shahih) [HR. Tirmidzi, no. 1987 dan Ahmad, 5:153. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan

[7] Muhammad Abduh Tuasikal. 4 Amalan Penghapus Dosa. 2010 M. https://rumaysho.com/1305-4-penghapus-dosa.html.  Diakses pada tanggal 1 Maret 2022. Bersumber dari Ibnu Qayyim. Majmu’ Al Fatawa, 10/655,658.

Download Buletin klik disini

Merenungi Peristiwa Isra Mi’raj

Merenungi Peristiwa Isra Mi’raj

Oleh: Nur Laelatul Qodariyah

*Mahasiswa Prodi Ahwal Al-Syakhshiyah FIAI UII, NIM: 19421133

 

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Saudaraku kamu muslimin yang dirahmati Allah ﷻ, peristiwa Isra mi’raj merupakan peristiwa yang langka dan unik. Dalam peristiwa ini Allah ﷻ, sedang menunjukan kekuasaannya kepada manusia bahwa tidak ada yang tidak bisa Allah ﷻ lakukan jika sudah berkehendak. maka apapun yang terjadi pasti akan terjadi. Pada zaman Rasulullah ﷺ, banyak orang yang tidak percaya dengan peristiwa Isra Mi’raj karena, menurut yang tidak mempercayai itu menganggap bahwa kejadian tersebut merupakan kejadian yang tidak masuk akal. Padahal di dalam Al-Qur’an dan Hadis sudah jelas-jelas bahwa, peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang benar terjadi.

Allah ﷻ berfirman, “Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia Maha mendengar, Maha Melihat”. (Q.S. Al-Isra [17] : (1).

Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa, peristiwa Isra Mi’raj merupakan salah satu mujizat yang dimiliki oleh Nabi Muhammad ﷺ, dimana peristiwa ini terjadi hanya semalam. Sedangkan hewan yang ditunggangi oleh Rasulullah ﷺ sendiri dinamai dengan buroq. Dalam sejarah Nabi ﷺ, sebelum peristiwa itu terjadi, Rasulullah ﷺ , sedang mengalami duka cita yang mendalam. Pasalnya beliau ﷺ telah ditinggalkan oleh istri tercintanya yaitu Khadijah yang selama itu telah menemani dan selalu menghibur dikala beliau masih dicemooh oleh orang-orang kafir. Lalu beliau juga ditinggal oleh pamannya sendiri yang selama itu telah mengasuhnya sejak kecil, sehingga tahun tersebut disebut dengan tahun ‘amul huzni (tahun kesedihan). Dengan hal tersebut orang-orang kafir yang mengetahui hal tersebut semakin menjadi-jadi. Sampai orang Quraish yang masih awam pun berani menaruh kotoran di pundak Rasulullah ﷺ. Dalam keadaan yang seperti itu menambah perasaan duka Rasulullah ﷺ. Sehingga untuk menghibur Rasulullah ﷺ, Allah ﷻ memerintahkan beliau melakukan perjalanan sampai pada langit ke tujuh.[1]

Persiapan Perjalanan Rasulullah

Perjalanan Rasulullah ﷺ, merupakan perjalanan yang bersifat spiritual. Sehingga sebelum peristiwa tersebut terjadi maka Allah ﷻ telah mempersiapkan sesuatu untuk kekasihnya itu. Dengan hal tersebut Allah ﷻ memerintahkan kepada Jibril, Mikail, Israfil untuk menemui Rasulullah ﷺ, pada malam itu dengan secepat kilat. Para  Malaikat mengajak Rasulullah ke sumur Zamzam di dekat Ka’bah. dengan penuh kelembutan dan kehati-hatian. Malaikat meminta izin Nabi ﷺ, untuk merentangkan tubuhnya agar melancarkan ritual yang dilakukan dengan cara membelah dada Rasulullah ﷺ. Kemudian Mikail datang membawa wadah yang terbuat dari emas isinya air Zamzam yang di mintakan Jibril. Selanjutnya Jibril menggunakan air Zamzam tersebut untuk membasuh hati dan dada Nabi ﷺ. Tidak lupa pula Jibril mengeluarkan air yang isinya adalah iman dan hikmah yang seluruhnya itu dimasukan kedalam dada beliau.  Setelah itu Jibril menyiapkan seekor binatang yang tubuhnya lebih besar daripada keledai dan lebih kecil daripada begal sebagai kendaraan yang akan ditunggang oleh Rasulullah ﷺ, dengan nama Buroq.[2]

Berdasarkan hadis dari Anas bahwa Nabi ﷺ, “ketika di Isra’kan, beliau diberi Buraq yang lengkap dengan tali (kendali) dan pelana, tetapi ia mempersulit beliau (tidak mau ditunggangi) lalu Jibril berkata padanya: Patutkah kamu lakukan ini pada Muhammad, padahal belum ada yang menunggangimu paling mulia di sisi Allah selain Muhammad? Beliau bersabda, lantas mengalirlah keringatnya.” ( H.R Tirmidzi, no.3056).[3]

Peristiwa Isra Mi’raj

Pengertian dari Isra’ dan Mi’raj merupakan terdiri dari dua kata yaitu, Isra’ yang artinya adalah berangkatnya Rasulullah ﷺ disuatu malam dari masjidil haram ke masjidil aqsa. Sedangkan yang dimaksud dengan kata Mi’raj merupakan berangkatnya Rasulullah ﷺ, dari masjidil aqsa ke langit lapisan ke tujuh (sidaratul muntaha). Menurut para ulama hadis menyatakan bahwa, sesampainya Rasulullah perjalanan dari masjidil haram ke baitul maqdis. Lalu beliau sholat. Selanjutnya setelah itu beliau naik kelangit.

Di langit lapisan pertama beliau bertemu dengan Nabi Adam, dan mengucapkan salam kepadanya. Lalu disambutlah Rasulullah ﷺ, lalu dijawablah salam oleh Nabi Adam. Dapat dipahami bahwa, Nabi Adam merupakan bapaknya manusia. Selanjutnya di langit pintu kedua, Nabi memberi salam kepada Nabi Yahya dan Nabi Isa dan kemudian dijawab salam dari Rasulullah ﷺ. Dan kemudian di langit ketiga bertemu dengan Nabi Yusuf dan langit keempat bertemu dengan Nabi Idris, langit ke lima bertemu Nabi Harun dan selanjutnya langit keenam bertemu dengan Nabi Musa dan langit ke tujuh bertemu dengan Nabi Ibrahim.

Setelah sampai pada langit ke tujuh Rasulullah ﷺ, tiba di Sidaratul Muntaha lalu ke Baitul Ma’mur. Dan dari tempat tersebut Rasulullah ﷺ bertemu langsung dengan Allah ﷻ, dengan memberi wahyuh kepada  Rasulullah ﷺ, untuk memerintahkan sholat fardhu lima puluh kali dalam sehari. Namun perintah tersebut diberi keringanan menjadi lima kali dalam sehari, setelah Rasulullah ﷺ diperintahkan Nabi Musa untuk meminta keringanan kepada Allah ﷻ dalam mengurangi jumlah sholatnya.

Banyak peristiwa yang telah terjadi ketika Rasulullah ﷺ sedang melakukan perjalanan kelangit. Beliau telah melihat Surga dan Neraka. Dijelaskan bahwa, pertama beliau ditawari minuman antara kamr dan susu. Lalu beliau memilih susu. Dan kemudian beliau melihat tanah surga dan dibawahnya terdapat dua sungai yaitu sungai nil dan eufrot. Selain itu juga Rasulullah ﷺ melihat penjaga Neraka yang tidak pernah tersenyum. Bagi pemakan harta anak yatim beliau melihat mereka sedang disuapi dari batu-batu Neraka yang kemudian keluar dari dubur mereka. Dan beliau juga melihat orang dengan perut yang membesar karena selama hidupnya memakan harta riba. Kemudian juga melihat wanita yang digantung karena melakukan zina sewaktu hidup di dunia.[4]

Allah ﷻ berfirman, “Dan (ingatlah) ketika kami wahyukan kepadamu. “Sungguh, (ilmu) Tuhanmu meliputi seluruh manusia. “Dan kami tidak menjadikan mimpi yang telah kami perlihatkan kepadamu, melainkan sebagai ujian bagi manusia dan (begitu pula) pohon yang terkutuk (zaqqum) dalam Al-Qur’an. Dan kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka” (Q.S. Al-Isra [17] : (60).

Dari pengalaman kisah perjalanan Rasulullah ﷺ, selama Isra’ Mi’raj dapat menjadi renungan bagi kita semua bahwa,  antara Surga dan Neraka itu nyata adanya. Betapa dahsyatnya siksa Neraka dan betapa nikmatnya para penghuni Surga. sehingga kita sebagai manusia harus menjaga ketaatan diri. Selain itu melalui peristiwa Isra’ Mi’raj kita melihat tanda-tanda kebesaran Allah ﷻ, mulai dari di perintahkannya Sholat fardhu, dan ancaman-ancaman bagi orang yang telah melanggar larangan Allah ﷻ, serta kenikmatan-kenikmatan di peroleh bagi hambanya yang taat kepada Allah ﷻ. Wa Allâhu a’lam bish shawwab.[]

 

Mutiara Hikmah

Rasulullah ﷺ  bersabda,

مَنْ يُحْرَمِ الرِّفْقَ يُحْرَمِ الْخَيْرَ

“Barangsiapa yang tidak memiliki sifat lembut, maka tidak akan mendapatkan kebaikan.” (H.R. Muslim, no. 2592 dari Jabir bin Abdullah).

 

Marâji’:

[1] Aceng Zakaria, “Isra Mi’Raj Sebagai Perjalanan Religi: Studi Analisis Peristiwa Isra Mi’Raj Nabi Muhammad Menurut Al Qur’an Dan Hadits,” Al – Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 4, no. 01 (2019): 100.

[2] Miswari and Dzul Fahmi, “Historitas Dan Rasionalitas Isra’ Mi’raj,” Jurnal At-Tafkir XII, no. 2 (2019): 156, http://journal.iainlangsa.ac.id/index.php/at/article/view/1354.

[3] Ensiklopediahadi, H.R Tirmidzi no.3056, Shahihul isnad menurut Muhammad Nashiruddin Al-Albani.

[4] Yuyun Yunita, “Peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW Dan Pembelajarannya,” Dewantara 11, no. 1 (2021): 125–131.

Download Buletin klik disini

Kisah Isra Mi’raj dalam Perspektif Sains

Kisah Isra Miraj dalam Perspektif Sains

Oleh: Putri Jannatur Rahmah

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Peristiwa spektakuler yang dikenal dengan istilah Isra Mi’raj merupakan kejadian maha hebat yang datang dari perjalanan Nabi Muhammad ﷺ. Petualangan suci ini merupakan peristiwa yang dialami oleh Nabi Muhammad ﷺ dan dibersamai oleh Malaikat Jibril melalui perjalanan beliau dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dan kenaikan Nabi Muhammad ﷺ dari bumi ke langit ketujuh atau sidratul muntaha.

Perjalanan dari Masjidil haram ke Masjidil Aqsha dengan jarak 1500 KM tersebut hanya ditempuh setengah malam, atau bahkan lebih singkat lagi. Peristiwa tersebut terjadi dalam kisah terpuruknya Rasulullah ﷺ atas wafatnya istri tercinta Sayyidah Khadijah, kemudian Allah mengundang Rasulullah melalui perjalanan Isra Mi’raj. Dimana dalam hal tersebut timbul perintah untuk melaksanakan salat 5 waktu bagi umat muslim.

Petualangan suci tersebut menuai perbedaan pendapat di kalangan cendekiawan Muslim. Ada yang mengatakan peristiwa itu terjadi dalam mimpi, bukan dalam alam nyata, atau terjadi pada diri Nabi Muhammad ﷺ dengan ruhnya bukan jasadnya.

Dalam hal ini, penulis ingin mengelaborasi tentang bagaimana sains memandang fenomena ultra-ajaib ini,  perjalanan dari Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, ke Baitul Maqdis, Masjid Al-Aqsa, Palestina. (Diistilahkan dengan sebutan Isra) dan peristiwa Mi’raj yakni ketika Nabi Muhammad ﷺ naik dari bumi langsung ke Sidraul muntaha di langit ke tujuh untuk menerima perintah shalat lima waktu. Satu entitas yang juga berperan penting dalam perjalanan Isra Miraj tersebut adalah Buraq, hewan bersayap yang secara harfiah berarti kilat. Selesai misi, ia kembali ke jazirah Arab dan menceritakan kejadian fantastis yang beliau alami yang sempat menggemparkan umat-Nya.

Benarkah sains dan kecerdasan manusia tidak bisa menjawab keajaiban ini? Secara timbal balik berbagai tanya jawab tentang apakah Nabi ﷺ melakukan perjalanan sekaligus jasad dan ruhnya atau ruhnya saja. Berbagai pendapat dikemukakan oleh para cendekiawan muslim, salah satunya Wahbah Zuhaily dalam tafsir Al-Munir, beliau mengatakan bahwa Muhammad melakukan perjalanan sebagai satu kesatuan jiwa dan raga, sebagai tafsir dari kata bi’abdihi, kata abdun memiliki arti kesatuan antara jasad dan ruh.

Sebagaimana konsep keilmuan Barat, bahwa sesuatu disebut ilmiah (secara ontologis) jika lingkup penelaahannya berada pada daerah jelajah atau jangkuan akal pikiran manusia. Dan sesuatu dianggap benar jika didasarkan pada tiga hal: koherensi, korespondensi dan pragmatisme.

Penganut positivisme hanya mengakui satu kebenaran, yaitu kebenaran yang bersifat indrawi, yang teramati dan terukur, yang dapat diulang buktikan oleh siapa pun.  Dalam konsep keilmuan Barat, ilmu berhubungan dengan masalah empiri-sensual (induktif), empiri-logik (deduktif) atau logico-hipotetico-verificatif, artinya baru disebut sebagai ilmu jika telah dibuktikan kebenarannya secara empiris. Jelaslah dari sini, jika peristiwa Isra Mi’raj dilihat dari perspektif keilmuan Barat, maka ia tidak dipandang sebagai sesuatu yang ilmiah melainkan hanya bersifat dogma dan sistem kepercayaan (credo).

Akan tetapi, jika dipandang dari perspektif keilmuan Islam, maka pembahasannya jadi lain, peristiwa Isra Mi’raj ini tetap dianggap ilmiah dan benar, sebab dalam konsep Islam, ilmu memiliki paradigma deduktif-induktif juga mengakui paradigma transenden, yaitu pengakuan adanya kebenaran yang datang dari Tuhan. Pengakuan terhadap hal-hal yang bersifat metafisik (Keberadaan Tuhan, malaikat, surga, neraka, dan lain sebagainya) merupakan rangkaian kepercayaan agama yang tidak memerlukan adanya bukti empiris, melainkan persoalan-persoalan metafisik tersebut eksis dan benar adanya (realistis). Hal yang tidak atau belum terjangkau oleh akal pikiran manusia tidaklah selalu menjadi dalih akan ketidakbenaran sesuatu itu sendiri, sebab Al-Qur’an menyatakan:

وَمَآ أُوتِيتُم مِّنَ ٱلْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا

“… Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit sekali” (Q.S. Al-Isra’ [17]: 85).

Suatu hal yang ditegaskan oleh Al-Qur’an tentang keterbatasan pengetahuan manusia tersebut juga diamini oleh para ilmuwan abad 20. Salah satunya adalah Schwart -seorang pakar matematika yang tersohor di Perancis- ia menyebutkan, bahwa fisikawan abad ke-19 berbangga diri dengan kemampuannya menghakimi segenap problem kehidupan. Sedangkan fisikawan abad 20 yakin sepenuhnya bahwa ia tidak mengetahui segalanya meski yang disebut materi sekalipun. Dalam teori Black Holes disebutkan bahwa pengetahuan manusia tentang alam hanyalah mencapai 3 persen saja, sedangkan 97 persen sisanya adalah ranah yang tidak dapat dijangkau akal kemampuan manusia. Itulah sebabnya seorang Kierkegaard tokoh eksistensialisme menyatakan, “Seseorang harus percaya bukan karena ia tahu, melainkan karena ia tidak tahu“.

Mengutip dari Prof. Drs. Agus Purwanto, M.Si, M.Sc., D.Sc. Guru Besar Fisika Teori ITS atau Pakar Ayat Semesta menyatakan, bahwa Isra Mi’raj tidak dapat dijelaskan dengan Teori Relativitas Khusus (di dalam sistem tata surya), tetapi bisa dijelaskan dengan Teori Relativitas Umum yaitu ada ruang dimensi tinggi, ruang immaterial atau ghaib di sekitar kita dengan menembus ruang dimensi tinggi. Immaterial atau ghaib ini tidak perlu ditempuh dengan waktu yang lama.

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Pusat Riset Antariksa, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, mengungkapkan Isra Miraj ada kaitannya dengan perjalanan antar-dimensi. Menurutnya, Sidratul Muntaha ini lambang batas yang tidak seorang manusia atau makhluk lain bisa mengetahui lebih jauh. Manusia hidup dalam dimensi ruang-waktu. Dimensi manusia hanya dibatasi oleh ruang dan waktu tersebut.

Hal ini ditandai dengan adanya istilah jarak-jauh, masa lampau-sekarang, masa depan, serta waktu singkat dan lama. Thomas mengatakan bahwa ketika Nabi Muhammad ﷺ mengendarai buroq. Rasulullah ﷺ sedang keluar dari dimensi tersebut. Jadi, pertanyaan mengenai di mana tempat pertemuan di langit ketujuh itu tidak lagi relevan, karena sudah keluar dari dimensi ruang waktu.

Menurut perspektif sains, dalam peristiwa Isra Miraj, tujuh lapis langit itu bermakna benda langit tidak berhingga. Thomas berpendapat bahwa tidak ada lapisan langit dan atmosfernya secara nyata di alam semesta. Atmosfer dibedakan berdasarkan derajat suhu dan lainnya, namun tidak berwujud lapisan. Struktur besar alam semesta yang tidak terhingga itu disebut tujuh langit, hal ini dapat dilihat dari analogi makna tujuh langit yang tidak terhingga pada surah Luqman ayat 27, Allah berfirman,

وَلَوْ أَنَّمَا فِى ٱلْأَرْضِ مِن شَجَرَةٍ أَقْلَٰمٌ وَٱلْبَحْرُ يَمُدُّهُۥ مِنۢ بَعْدِهِۦ سَبْعَةُ أَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمَٰتُ ٱللَّهِ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Luqman [31]: 27)

 

Marâji’:
Dr. Hm. Zainuddin, Ma, Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Saw: Dari Sains Modern Hingga Shalat, Https://Uin-Malang.Ac.Id/R/200301/Isra-Mi-Raj-Nabi-Muhammad-Saw-Dari-Sains-Modern-Hingga-Shalat.Html

Isra Mikraj: Perspektif Sains Dan Teknologi Serta Perspektif Fungsi Strategis Salat, Https://News.Uad.Ac.Id/Isra-Mikraj-Perspektif-Sains-Dan-Teknologi-Serta-Perspektif-Fungsi-Strategis-Salat/

Https://Www.Cnnindonesia.Com/Teknologi/20230218060159-199-914676/Bagaimana-Sains-Memandang-Isra-Miraj/2 (diakses Maret 19, 2023)

Rahmati, The Journey Of Isra’ And Mi’raj In Quran And Science Perspective, Https://Jurnal.Ar-Raniry.Ac.Id/Index.Php/Jar/Article/View/7587/4547

 

Mutiara Hikmah

Rasulullah ﷺ  bersabda,

إِنَّالرِّفْقَ لاَيَكُونُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَ عُ مِنْ شَيءٍ إِلاَّ شَانَهُ

“Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek” (H.R. Muslim, no. 2594 dari Aisyah).

Download Buletin klik disini

Valentine’s Day dalam Pandangan Islam

Valentine’s Day dalam Pandangan Islam

Oleh Isna Yunita

*Alumni Pondok Pesantren UII Angkatan 2017

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Perayaan Valentine’s day merupakan perayaan yang dilakukan sekali dalam setahun, tepatnya tanggal 14 Februari. Mayoritas beberapa negara di belahan dunia ini ikut merayakan momen ini, termasuk salah satunya Indonesia. Pada tanggal ini para keluarga, sahabat, pasangan, terutama kaum remaja, merayakan momen ini sebagai hari perhatian dan kasih sayang dengan orang terdekat. Coklat dan bunga merupakan contoh hadiah atau gift dari indikasi sebuah apresiasi perayaan valentine’s day.

Para remaja berlomba sebaik dan seunik mungkin untuk merayakan hari valentine agar menyenangkan dan dapat dijadikan momen yang akan diingat pasangannya. Namun pada kenyataannya, para remaja tersebut hanya mengikuti tren tanpa mengetahui maksud dan alasan diadakannya Perayaan valentine’s day tersebut.

Oleh karena itu penting bagi kita umat muslim untuk mengetahui dan mempelajari lebih dalam apa itu valentine’s day dan bagaimana asal usul dari perayaan tersebut, sehingga kita dapat menjadi pemuda muslim-muslimah yang cerdas, bukan hanya mengikuti tren yang ada tanpa tau bagaimana asal usul dari perayaan tersebut, bagaimana hukumnya di dalam kacamata Islam dan bagaimana parameter sikap yang harus dilakukan oleh para remaja Islam dalam menyikapi perayaan valentine’s day tersebut.

Asal Usul Lahirnya Hari Valentine

Bila dilihat dari sejarahnya valentine’s day berasal dari budaya Roma. Hari tersebut merupakan kegiatan ritual lupercalis bangsa Roma dan peringatan santo valentinus yang perayaannya sangat erat dengan perayaan di dalam gereja. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, perayaan tanggal 14 Februari mengalami pergeseran makna dan konsep. Budaya valentine day saat ini dirayakan dengan pengungkapan kasih sayang atau pemberian hadiah berupa coklat, bunga, kue, boneka, perhiasaan, dan beberapa pernak pernik berwarna pink sebagai bentuk ungkapan kasih sayang pada pasangan suami/ isteri, bahkan hal tersebut tidak jarang dilakukan oleh anak remaja yang belum menikah.

Meskipun valentine’s day erat hubungannya dengan peringatan kematian santo Valentine kaum Nasrani, banyak dari kaum muslim yang merayakan hari tersebut. Masyarakat yang mengikuti perayaan valentine sebagian telah mengetahui bahwa perayaan tersebut bukanlah bersumber dari ajaran Islam, namun beberapa dari mereka merayakan hari valentine karena mengikuti tren saja.

Valentine’s Day dalam Pandangan Islam

Allah  telah mensyariatkan aturan berkasih sayang sesama muslim, sehingga kasih sayang yang sesuai dengan syari’at Allah ﷻ akan mengantarkan pelakunya pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Melihat fenomena valentine’s day yang terjadi di masyarakat saat ini, perayaan hari kasih sayang tidak dibenarkan dalam Islam, disebabkan beberapa hal diantaranya:

  1. Menyerupai orang-orang kafir

Beberapa dari masyarakat muslim banyak yang merayakan hari valentine, maka kemudian timbul suatu pertanyaan, apakah ikut merayakan valentine’s day termasuk ke dalam menyerupai kaum Quraish, jika ditinjau, maka dapat dikatakan kaum muslimin tersebut kufur dan dalam bentuk tasyabbuh (penyerupaan) dengan orang – orang kafir. Karena valentine’s day merupakan suatu bentuk ciri khas dan metode perayaannya dilakukan oleh orang-orang kafir. Ini juga ditegaskan pada rujukan suatu hadis yang melarang untuk

Dari Ibnu Umar ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُم

“Barangsiapa menyerupai dengan suatu kaum, maka ia bagian dari mereka.” (H.R. Abu Daud, no. 3512).

Sejatinya perayaan pada momen valentine’s day tersebut dilarang untuk dirayakan bagi kaum muslimin, dikarenakan pada hakikatnya kaum muslimin hanya memiliki dua hari raya dalam perayaan, pertama perayaan hari raya ‘Idul Fitri dan kedua ‘Idul Adha. Dalam Islam, hari kasih sayang bukan sesuatu yang hanya dilakukan di hari tertentu saja, tapi pada setiap waktu.

  1. Jalan menuju maksiat

Perayaan valentine’s day dapat menjadi langkah awal seseorang menuju bentuk kemaksiatan dan yang paling besarnya adalah bentuk perzinaan. Dengan alih-alih momentum valentine’s day tersebut, para remaja menggunakan momen tersebut untuk mengekpresikan perasaan cinta kepada sang kekasih, yang bukan mahram nya baik dengan cara saling bertukar hadiah, atau menghabiskan waktu bersama (berdua) saja di tempat romantis, Bahkan terkadang sampai kepada jenjang perzinaan. Padahal di dalam Al-Qur’an dan firman Allah ﷻ sudah sangat jelas bahwa perzinaan ataupun hal-hal terkait pengantarnya (pacaran, berduaan, berpegangan, dan lainnya) juga adalah suatu perbuatan tercela, sebagaimana surat Al-Isra’ ayat 32:

وَلَا تَقْرَبُوا۟ ٱلزِّنَىٰٓ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةً وَسَآءَ سَبِيلً

“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra’ : 32) 

  1. Mengadakan hari raya

Merayakan valentine’s day berarti menjadikan hari itu sebagai hari raya. Padahal seseorang dalam menetapkan suatu hari sebagai hari raya, ia membutuhkan dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena menetapkan hari raya yang tidak ada dalilnya merupakan perkara yang dilarang. Dalam praktiknya, tujuan perayaan valentine’s day pada masa ini adalah menyebarkan kasih sayang di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara orang yang beriman dengan orang kafir. Hal ini dapat dikatakan menyelisihi agama Islam.

Sungguh perkara yang sangat menyedihkan, justru perayaan ini telah menjadi hari yang dinanti-nanti oleh sebagian kaum muslimin terutama para remaja. Parahnya lagi, perayaan Valentine’s day ini adalah untuk memperingati kematian orang kafir (yaitu Santo Valentine). Perkara seperti ini tidak boleh disepelekan, karena dapat menjadi sebab seorang muslim mencintai orang kafir.

Tindakan Menyikapi Valentine’s Day sebagai Remaja Islam

Seperti yang telah dijelaskan dalam sudut pandang Islam, maka layaknya seorang muslimin dapat dengan bijak menyikapi adanya valentine day tersebut, diantaranya :

  1. Tidak ikut berpartisipasi, menghadiri, ataupun merayakan bersama dengan orang yang merayakannya
  2. Tidak membantu atau mendukung orang kafir dalam perayaan mereka, dengan ikut memberikan hadiah, meminjaminya, atau pun menyediakan peralatan untuk perayaan valentine’s day
  3. Tidak membantu kaum muslimin yang ikut-ikutan merayakannya. Bahkan ia wajib melarang mereka, karena kaum muslimin yang merayakan hari raya orang kafir adalah perbuatan mungkar yang harus diingkari. Bukan hanya itu, kaum muslimin tidak boleh pula menjual bingkisan (pernak-pernik) bertemakan valentine’s day, baik pakaian tertentu, mawar merah, kartu ucapan selamat, coklat atau yang lainnya.
  4. Tidak memberikan ucapan valentine’s day, karena hari tersebut bukanlah hari raya kaum muslimin.
  5. Menjelaskan hakikat perayaan ini dan hari-hari raya orang kafir lainnya, agar kaum muslimin yang tertipu dengannya dapat sadar dan kembali pada jalur hakikatnya.

Marâji’:

Abud Dawud al-Sijistani, Sunan Abu Dawud, Dar Al Kotob Al Ilmiyah, Beirut.

Iga Rusiyawati dan Siti Fatimah Nurhayati, Valentine’s Day bagi Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta: dari Sudut Pandang Ekonomi, Sosial dan Religi. Jurnal Unimma, 2017.

Essy Syam, Valentine Day: Hegemoni Budaya dan Kapitalis, Jurnal Ilmu Budaya: Vol. 3, No. 2, 2007.

 

Mutiara Hikmah

Rasulullah ﷺ  bersabda,

يَسِّرُوْا وَلاَ تُعَسِّرُوْا، وَبَشِّرُوْا وَلاَ تُنَفِّرُوْا

“Mudahkanlah dan jangan kalian persulit, berilah kabar gembira dan janganlah kalian membuat orang lari” (H.R. Al-Bukhari, no. 69 dan Muslim no. 1734 dari Anas bin Malik).

Download Buletin klik disini

Kehalalan Makanan sebagai Kunci Ibadah Berkualitas

Kehalalan Makanan sebagai Kunci Ibadah Berkualitas

Oleh: Uun Zahrotunnisa

*Mahasiswi Ahwal Syakhsiyyah UII

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Manusia dapat bertahan hidup salah satunya dipengaruhi oleh adanya suplay makanan. Untuk kemudian makanan yang dikonsumsi akan diolah tubuh melalui proses metabolisme dan menghasilkan energi. Manfaat energi dalam tubuh manusia tentu sangat beragam khususnya untuk menunjang aktifitas manusia seperti berpikir, berbicara, berjalan, beribadah dan masih banyak lagi. Aktifitas tubuh yang tinggi pasti akan membutuhkan sumber makanan yang sepadan supaya dapat memaksimalkan kegiatan dengan baik. Pun ketika bangun tidur biasanya seseorang akan merasa letih bahkan kehausan, karena ketika istirahat atau tidur manusia juga memerlukan energi, sekecil aktifitas apapun itu tentu memerlukan energi.

Kualitas Ibadah.

Berbicara tentang aktifitas manusia, ibadah sejatinya adalah hal yang utama dilakukan oleh manusia. Tidak semua ibadah menguras banyak energi seperti contohnya puasa dan berkunjung ke tanah suci untuk melaksanakan haji ataupun umroh, shalat dan iktikaf misalnya. Dua jenis ibadah terakhir merupakan ibadah yang biasa dilakukan seorang muslim. Semua orang mukin mudah untuk melakukannya, namun sedikit yang hanya memperhatikan kualitas nya.

Allah ﷻ telah berfirman dalam al-Qur’an surat Adz Dzariyat ayat 56 bahwa hakikat penciptaaan manusia adalah semata-mata agar selalu beribadah kepada-Nya. Berbicara mengenai ibadah khususnya shalat, aktifitas tersebut merupakan salah satu wasilah berkomunikasi, bermunajat dan berdo’a kepada Allah ﷻ. Wujud dari hubungan spiritual antara hamba dengan Tuhan-Nya secara khusyu’ atau sungguh-sungguh dan bermakna dari setiap gerakan yang tuma’ninah. Maksud dari kalimat sebelumnya adalah, jika seorang hamba memiliki permintaan kepada Rabb-Nya tentu akan berusaha memperbaiki diri dan cara memohonkan permintaan tersebut agar mendapatkan ridha Allah ﷻ, misalnya meningkatkan kekhusyu’an dalam beribadah.

Shalat yang sempurna adalah shalat yang melibatkan keserasian dzohir dan batin, dimana terlihat dari gerakan yang seirama dengan bacaan shalat.[1] Kualitas ibadah yang baik adalah dimana seorang hamba benar-benar melakukan komunikasi dengan Allah ﷻ pikirannya tidak melalang buana dengan hal-hal yang sifatnya keduniawian. Kualitas ibadah seseorang selain dari tingkat keimanan yang dimiliki serta kekhusyu’annya, makanan juga dapat menjadi sebab dari perilaku dalam melakukan ibadah.

Makanan yang Halalan Thayyiban.

Dalam Islam, kita diajarkan untuk senantiasa mengonsumsi makanan yang halalan thayyiban yang artinya halal dan baik. Makna halalan adalah makanan yang boleh dikonsumsi karena zat yang dikandung di dalamnya tidak terdapat unsur-unsur mudharat (yang merugikan). Makna thayyiban artinya baik, yang mana baik dari apa yang sudah dikonsumsi, maupun baik dari cara mendapatkannya agar tubuh manusia mengolah makanan atau asupan yang memiliki sumber halal yang jelas.[2]

Allah ﷻ telah memberikan kepada hamba-Nya berupa nikmat yang melimpah halal lagi baik, dan sebagai hamba yang ta’at terhadap perintah dan larangan-Nya, hendaknya seorang muslim makan dari makanan yang halal lagi baik tersebut.[3]

Adapun makanan yang tidak baik adalah makanan yang haram, yang dijelaskan dalam al-Qur’an surah Al-Maidah ayat 3, Allah ﷻ berfirman: “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, dan (daging hewan) yang disembelih bukan atas (nama) Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang (sempat) kamu sembelih) (diharamkan pula) apa yang disembelih untuk berhala. (Demikian pula) mengundi nasib dengan azlām (anak panah),199) (karena) itu suatu perbuatan fasik. Pada hari ini 200) orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu. Oleh sebab itu, janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu. Maka, siapa yang terpaksa karena lapar, bukan karena ingin berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Al-Maidah [5]: 3)

Pengaruh Makanan Terhadap Tubuh.

Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pengaruh pada zat makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia, ketika makanan masuk ke dalam tubuh manusia tentu akan melewati beberapa organ pencernaan. Dimulai dari mulut, kerongkongan, kemudian menuju lambung dan kemudian melewati usus besar dan berakhir di anus. Proses pencernaan makanan yang akan menyerap seluruh zat makanan yang masuk ke tubuh manusia akan dilakukan di usus halus, sebagai organ inti dari proses absorbsi (penyerapan).[4] Setelah makanan mengalami proses penyerapan air dan nutrisi, maka selanjutnya zat hasil pencernaan tersebut akan di transfer menuju darah.[5] Jika sudah demikian maka telah sempurna proses menyatunya sel-sel tubuh manusia melalui darah dengan makanan yang telah melalui penyerapan dalam organ pencernaan manusia.

Adapun gizi yang memberikan pengaruh besar terhadap fungsi tubuh yaitu mineral. Selain itu mineral juga memiliki fungsi sebagai pemelihara sel, jaringan, organ dan fungsi tubuh secara keseluruhan. Zat gizi lainnya disamping mineral adalah vitamin yang diperoleh dari buah-buahan sampai sayur mayur.[6]

Perintah untuk mengonsumsi buah-buahan terdapat pada al Qur’an surah Al-Mu’minun ayat 19, Allah ﷻ berfirman: “Lalu dengan (air) itu, Kami tumbuhkan untukmu kebun-kebun kurma dan anggur; di sana kamu memperoleh buah-buahan yang banyak dan sebagian dari (buah-buahan) itu kamu makan.” (Q.S. Al-Mu’minun [23]: 19)

Sementara perintah untuk mengonsumsi sayur mayur terdapat pada al Qur’an surah Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, hanya seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah tanaman-tanaman bumi dengan subur (karena air itu), diantaranya ada yang dimakan manusia dan hewan ternak. Hingga apabila bumi telah sempurna keindahannya, dan berhias, dan pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya (memetik hasilnya), ditanganlah kepadanya azab Kami pada waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanamannya) seperti tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikian Kami menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan Kami) kepaa orang yang berfikir.” (Q.S. Yunus [10]: 24)

Dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) menambahkan bahwa pengaruh dari makanan yang dikonsumsi terhadap watak manusia adalah dilihat dari jenis hewan atau kandungan zat apakah yang telah dikonsumsi. Jika hewan yang dimakan memiliki perilaku buas, membahayakan, dan agresif maka sel-sel dari sifat bawaan yang ada pada hewan akan memengaruhi sel-sel manusia. Cerminan akhlak dan watak dari manusia adalah dari apa yang biasa dikonsumsi, you are what you eat.[7]

Mutiara Hikmah

Dari Abu Bakr Ash Shiddiq, ia berkata,

مَنْ نَبَتَ لَحْمُهُ مِنَ السُّحْتِ فَالنَّارُ أَوْلَى بِهِ

Siapa yang dagingnya tumbuh dari pekerjaan yang tidak halal, maka neraka pantas untuknya.” (H.R. Ibnu Hibban 11: 315, Al Hakim dalam mustadroknya 4: 141. Hadits ini shahih kata Syaikh al-Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 4519)

 

[1] S. Nasihin, “Menejemen Shalat Menuju Hakikat Penciptaan Manusia,” Nucl. Phys., vol. 13, no. 1, hal. 104–116, 1959.

[2] M. N. Huda, “Makanan Halal dan Kualitas Ibadah Kita,” Islamic.co, 2021. https://islami.co/makanan-halal-dan-kualitas-ibadah-kita/ (diakses Feb 13, 2021).

[3] QS Al-Maidah [5]: 88.

[4] Siswanto, “Diktat Fisiologi Veteriner Ii: Pencernaan,” Udayana Univ. Press, hal. 1–69, 2017.

[5] Kevin Andrian, “Ketahui Proses Pencernaan Makanan dan Penyerapan Nutrisi di Dalam Tubuh,” Alodokter, 2021. https://www.alodokter.com/seperti-apa-proses-pencernaan-dan-penyerapan-makanan-di-dalam-tubuh (diakses Feb 13, 2023).

[6] S. Dinanti, L. Oktavia, dan Q. Hasanah, “Kajian Islam Pada Proses Metabolisme Vitamin Dan Mineral Dalam Tubuh,” vol. 3, no. 1, hal. 24–30, 2022

[7] Choirunnisa Nadha, “Makanan Berdampak terhadap Watak dan Akhlak,” LPPOM MUI, 2021. https://halalmui.org/makanan-berdampak-terhadap-watak-dan-akhlak/ (diakses Feb 13, 2023).

Download Buletin klik disini

Dampak Riba Terhadap Diri Sendiri, Masyarakat dan Ekonomi

Dampak Riba Terhadap Diri Sendiri, Masyarakat dan Ekonomi

Muhammad Raihan Akbar

*Mahasiswa Prodi Ekonomi Islam

 

Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Seorang muslim meyakini bahwa segala sesuatu yang diharamkan Allah ﷻ pasti berdampak buruk pada manusia. Karena Allah ﷻ Maha bijaksana dan tidak mungkin melarang sesuatu yang berguna bagi hamba-Nya.

Dampak Buruk Riba bagi Pribadi

Tak bisa dipungkiri, riba yang diharamkan oleh Allah ﷻ yang merupakan salah satu dosa besar pasti berakibat buruk terhadap pribadi, masyarakat dan ekonomi. Dr. Abdul Aziz Ismail dalam bukunya “Islam dan Kedokteran Modern” menyatakan bahwa riba merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit gangguan jantung1.

Dikarenakan seorang murabi (pelaku riba/rentenir) memiliki sifat tamak dan kikir terhadap harta bahkan sampai pada tahap sebagai pemuja harta. Padahal roda ekonomi berputar tidak selamanya searah dan teratur. Maka tatkala terjadi gunjang-ganjing ekonomi tidak jarang penyakit jantung berjangkit, melanda para pelaku riba dengan gejala tekanan darah tinggi, bahkan berakibat stroke, pendarahan di otak dan mati mendadak.

Seorang pelaku riba sebagai pemuja harta tidak memiliki sifat belas kasih. Padahal sifat belas kasih sangat dibutuhkan oleh setiap pribadi. Karena sifat ini merupakan ciri khas manusia maka orang yang tidak memilikinya dikatakan tidak berperikemanusiaan. Dalam kenyataannya, rentenir dikenal dengan julukan lintah darat, dimana dia menghisap darah orang yang diberi kredit tanpa belas kasih. Dia tidak memperdulikan isak tangis dan rintihan orang yang diberinya kredit untuk diberi kesempatan agar dapat membayar hutang dan bunganya. Dia serta merta menyita rumah dan tanah penerima kredit untuk menutupi hutang dan bunga tanpa memikirkan kondisi si miskin. Sifat perikemanusiaan tersebut bukan saja dicabut dari hati pelaku riba perorangan, termasuk juga pelaku riba dalam sebuah institusi.

Dampak Buruk bagi Kehidupan Masyarakat

Selanjutnya dampak riba terhadap kehidupan masyarakat. Ciri khas masyarakat madani ditandai dengan hubungan saling mencintai diantara individu anggota masyarakat, bagaikan satu tubuh. Bila salah satu oragannya sakit maka organ yang lain juga merasakan perihnya. Kondisi ini tidak mungkin tercipta, jika terdapat seorang anggota masyarakat yang melakukan praktik riba. Karena ia tanpa perikemanusiaan selalu berusaha menghisap harta setiap anggota masyarakat yang lainnya.

Dalam kitab “Mausu’ah iqtishadiyyah” (ensiklopedi ekonomi) disebutkan yang artinya, “Riba memainkan peranan penting dalam kehancuran masyarakat terdahulu, dimana pemberi pinjaman tanpa belas kasih menyita kebun para penerima pinjaman ketika mereka tidak mampu membayar hutang yang menjadi berlipat ganda karena ditambah bunga. Jika harga kebun belum mencukupi untuk menutup hutang yang sudah belipat ganda itu maka mereka merampas hak kemerdekaannya para peminjam dan menjadikan mereka para budak yang diperjual-belikan”2.

Bila para penerima pinjaman tersebut sudah tidak lagi memiliki rumah tempat tinggal dan lahan bercocok tanam untuk menutupi kebutuhan pokok mereka dan keluarganya, sangat mungkin mereka akan menempuh jalan pintas yang tidak terhormat guna menyambung hidup mereka dan anak-anak mereka. Maka bermunculanlah berbagai tindakan kejahatan: pencurian, penodongan, perampokan, dan lain sebagainya. Dengan demikian hilanglah rasa aman dan ketentraman dalam masyarakat tersebut berganti menjadi: ketakutan, penindasan dan tidak jarang berakhir dengan pembunuhan.

Dampak Buruk Riba bagi Perkembangan Ekonomi

Banyak akibat buruk riba yang dijelaskan oleh para ekonom muslim dan non muslim terhadap ekonomi, diantaranya merusak sumber daya manusia dan juga penyebab terjadinya inflasi. Sumber daya manusia merupakan penggerak utama roda ekonomi. Maka rusaknya sumber daya manusia berarti rusaknya ekonomi negara tersebut.

Ar-Razy (wafat 606H) dalam tafsirnya menjelaskan bagaimana peranan riba menciptakan manusia yang malas bekerja dan takut mengambil risiko untuk mengembangkan hartanya. Ia berkata, “Allah telah mengharamkan riba, karena riba menghalangi manusia untuk giat berusaha. Seorang pemilik dirham bila yakin akan meraih laba dari akad riba dengan cara meminjamkan uang ke pihak lain tanpa harus mengeluarkan keringat dan tanpa menuai kerugian, tentu dia tidak akan mau bekerja yang belum tentu akan mendapatkan laba dan mungkin yang terjadi sebaliknya, ia malah menderita kerugian.

Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan terhalanginya kemaslahatan umat manusia. Karena kemaslahatan dunia tidak akan berjalan dengan baik tanpa perdagangan, kerja dan pembangunan”3.

Selanjutnya yaitu riba menjadi penyebab utama terjadinya inflasi, secara pengertian inflasi yaitu keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak pada menurunnya daya beli sebuah mata uang.

Penyebab utama terjadinya inflasi adalah riba, karena produsen yang mendapatkan modal dari pinjaman berbunga berarti akan menambah bunga yang harus dibayarnya kepada debitur ke dalam harga barang produksinya. Jadi harga jual barang yang diproduksi sama dengan biaya produksi ditambah bunga.4

Jika suku bunga naik, secara langsung harga barang dan jasa menjadi naik sehingga daya beli mata uang menjadi turun. Ini yang dinamakan cost-push inflation (inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya produksi).

Jika suku bunga turun maka permintaan kredit menjadi tinggi. Bank-bank pemberi kredit memberikan kredit jauh lebih besar dari fisik uang yang mereka miliki. Maka bila jumlah uang lebih banyak dari yang semestinya terjadilah inflasi yang dinamakan demand-pull inflation (inflasi karena mengikuti permintaan)5.

Ini membuktikan bahwa suku bunga yang hakikatnya adalah riba merupakan penyebab utama turunnya daya beli mata uang terhadap barang. Dengan turunnya daya beli mata uang maka seluruh uang negara tersebut akan berkurang nilai tukarnya. Misalnya, seseorang yang memiliki uang 5 juta rupiah dalam rentan waktu beberapa tahun ke depan, nilai tukarnya terhadap barang akan turun. Bisa jadi menjadi senilai 4 juta rupiah walaupun nominalnya masih tetap 5 juta rupiah.

Mungkin ini makna firman Allah ﷻ, “Allah memusnahkan harta riba (secara berangsur-angsur)”. (QS. Al-Baqarah [2]: 276). Kondisi harta riba lenyap secara berangsur tepat sekali untuk gambaran inflasi, dimana daya beli uang berkurang secara berangsur disebabkan oleh riba.

Bisa dibayangkan betapa besar dosa berbuat riba. Memang tampak luarnya pihak bank menarik riba (bunga) dari seorang pengusaha yang dianggap kaya, tapi pada hakikatnya bank tidak menarik bunga dari pengusaha tersebut, melainkan dari pengguna akhir barang atau jasa yang dihasilkan oleh pengusaha tersebut. Dengan demikian yang membayar (bunga) atau riba adalah jutaan manusia yang kebanyakan mereka dari rakyat jelata.

Dapat dibayangkan betapa besar kezaliman yang diakibatkan oleh riba yang merupakan penyebab utama inflasi. Dimana lebih dari 200 juta penduduk Indonesia akan merasakan dampaknya, yaitu berkurangnya daya beli uang yang mereka dapatkan dari hasil jerih payah yang dikumpulkan dalam waktu yang tidak sebentar. Lalu daya beli uang yang terkumpul mendadak turun dalam sekejap mata karena terjadinya hyperinflasi. Wa Allâhu a’alam.[]

Maraji’:

1 Sulaiman Al Asyqar. Qodhaya fiqhiyyah Muashirah. Jilid II, h. 61.

2 Ar Razy. Mafatih al ghaib. Jilid II. h.358.

3 Sulaiman Al Asyqar. Qodhaya fiqhiyyah Muashirah. jilid II, h.61.

4 Abdullah Al Umrani. Al Manfa’atu fil Qardh. h.449.

5 Sulaiman Al Asyqar. Qodhaya… h. 65. dan Erwandi Tarmizi, MA Harta Haram Muamalat Kontemporer. Cet.Ke-22. h.396-398

Download Buletin klik disini

Ikhtibar Fear of Missing Out Latto-latto dan Perjanjian Hudaibiyah

Ikhtibar Fear of Missing Out  Latto-latto dan Perjanjian Hudaibiyah

Uun Zahrotunnisa

*Mahasiswi Ahwal Syakhsiyyah UII

 

Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Latto- latto, tidak asing dengan permainan satu ini yang saat ini digemari tidak hanya oleh anak-anak saja,  bahkan remaja, hingga dewasa. Latto-latto adalah suatu permaninan yang terdiri dari sepasang pendulum yang bergantung pada seutas tali yang tengahnya diikatkan pada cincin yang menjadi tumpuan. Cara bermainnya kelihatannya cukup mudah, tapi ternyata butuh ketelatenan. Dengan mengayun-ayunkan bandul sampai terpantul antar kedua sisi tersebut hingga menimbulkan bunyi tok-tok-tok. Fenomena permainan latto-latto yang sedang hype ini tidak hanya terjadi akhir tahun 2022 melainkan sebelumnya pada tahun 1990-an.[1]

Popularitas benda yang sering kita lihat lewat di media sosial saat scrolling, atau ketika sedang naik motor melihat sekumpulan anak memainkan benda tersebut nampaknya menyentuh perhatian seseorang untuk kemudian mengundang rasa penasaran dan ujungnya antusias untuk memainkan bahkan sampai membelinya. Respon seperti itu yang bisa kita sebut sebagai Fear of Missing Out atau akrab disebut “Fomo”.

Selayang Pandang Fear of Missing Out (Fomo)

Dalam sebuah tulisan dijelaskan bahwa Fear of Missing Out (FOMO) atau takut ketinggalan trend adalah sebuah gejala yang dominan dirasakan ketika seseorang khawatir bahwa dirinya kurang update. Presepsi demikian membawa dampak yang cukup serius bagi kondisi psikis seseorang. Menjadi minder, dan tidak percaya diri dalam lingkup pergaulan. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Zhoufan Zhang, Fernando R. Jimenez, dan Jhon E. Cicala menyatakan bahwa “Fomo mengacu pada kecemasan yang dirasakan pengguna media sosial ketika mereka menganggap rekan mereka melakukan mengalami, atau memiliki sesuatu yang bermanfaat, padahal sebenarnya tidak”.[2]

Tidak semua yang populer dan yang sedang tren dapat memberikan implikasi positif, tidak serta merta juga memandang bahwa hal tersebut memberikan konsekuensi negatif. Melainkan, alangkah baiknya sebagai muslim yang bijak seseorang dapat memilah mana yang dapat diikuti dan tidak. Fear of Missing Out (Fomo) juga pernah terjadi pada umat Islam jauh sebelum adanya globalisasi yang berkembang pesat. Kejadian tersebut adalah ketika banyak orang kemudian berbondong-bondong memutuskan untuk memeluk agama Islam pada masa Rasulullah ﷺ. Peristiwa perjanjian Hudaibiyah adalah saat dimana Allah ﷻ, menunjukkan bahwa Rasulullah ﷺ merupakan sosok diplomat ulung yang patut diteladani dalam menyebarluaskan Islam.

Perjanjian Hudaibiyah: Pengaruh Fear of Missing Out, hingga Orang Berbondong-Bondong Masuk Islam

Pasca Rasulullah n hijrah dari Makkah ke Madinah, pada tahun 6 H/ 628 M melaksanakan umrah ke Makkah, namun justru sesampainya di daerah Hudaibiyah mendapatkan penolakan dari kaum Quraisy untuk dapat menyentuh tanah Makkah, khawatir bahwa Nabi ﷺ akan melakukan penyerangan terhadap kaum Pagan Quraisy.[3] Namun, ketika beberapa kali mata-mata yang dikirim kepada Nabi ﷺ untuk menanyakan maksud keadatangan rombongannya dengan para pengikutnya di Madinah, jawabannya tetap sama yakni tak lain adalah melakukan ibadah umrah. Lalu, dikarenakan, masyarakat Makkah merasa terancam dengan kedatangan rombongan dari Madinah, akhirnya kaum Quraisy menawarkan sebuah perundingan kepada Rasulullah ﷺ, demi mencapai kesepakatan untuk kebaikan dan ketenangan bersama. Isi Perjanjian Hudaibiyah, diantaranya adalah sebagai berikut:

Pertama, gencatan senjata dilakukan selama 10 (sepuluh) tahun, begitu juga dengan tindakan buruk yang dilakukan antar pihak.

Kedua, masyarakat bebas untuk memilih untuk bergabung bersama Quraisy di Makkah, atau bersama Rasulullah ﷺ di Madinah.

Ketiga, kaum musyrik yang datang kepada nabi di Madinah tanpa seizin walinya di Makkah, maka akan dikembalikan ke Makkah. Demikian hal nya dengan penduduk Madinah yang keluar dari Madinah menuju Makkah, maka tidak akan diterima kembali ke Madinah.

Kempat, tahun ini Rasulullah ﷺ bersama rombongan dari Madinah tidak diperkenankan memasuki Makkah, dan dapat kembali ke Makkah tahun depan selama 3 (tiga) hari dan tidak membawa senjata kecuali pedang untuk menyembelih hewan.

Kelima, dalam pelaksanaan perjanjian ini harus dilaksanakan dengan hati yang tulus, penuh kesediaan dan tidak boleh adanya penyelewengan.[4]

Sepintas dalam poin-poin tersebut terdapat satu poin yang tidak menguntungkan Umat Islam, yaitu perjanjian keempat. Namun, secara keseluruhan perjanjian tersebut sesungguhnya menjadi pintu utama sekaligus menunjukkan siasat diplomasi Rasulullah ﷺ yang akhirnya membawa pada kesepakatan Perjanjian Hudaibiyah. Pada Poin pertama, dengan adanya gencatan senjata maka, aktifitas dakwah Rasulullah ﷺ bersama romobongan berlangsung aman. Poin kedua, mencerminkan fleksibelitas Rasulullah ﷺ memberikan kelonggaran kepada masyarakat untuk menilai kaum manakah yang menurut mereka aman. Poin ketiga, jika salah satu pihak dari masing-masing wilayah mengeluarkan diri dari daerahnya dan menuju antara ke Madinah atau Makkah, sudah dapat dipastikan tidak dapat kembali ke daerah asalnya karena dikhawatirkan akan membahayakan kaumnya.

Khalid bin Walid, sosok panglima perang kaum Quraisy pada tahun 8 H/ 629 M akhirnya memeluk Islam dengan mendatangi Rasulullah ﷺ di Madinah. Karakter Islam sebagai agama yang dibawa Rasullah ﷺ menjungjung tinggi humanisme, menghargai harkat dan martabat manusia khususnya perempuan serta karakteristik nabi yang taktis, lemah lembut, memiliki daya tarik (uswah hasanah) menjadi daya tarik bagi siapa pun untuk akhirnya berbondong-bondong masuk agama Islam.[5]

Perjanjian Hudaibiyah membawa implikasi serius untuk kemajuan agama Islam saat itu, sebab pasca adanya perjanjian tersebut jumlah orang yang masuk agama Islam bertambah pesat, selain itu Kota Makkah menjadi mudah ditaklukkan oleh pasukan muslim yang berjumlah 10.000 orang dengan tanpa perlawanan sekalipun dari penduduk setempat. Allah ﷻ berfirman: “Sungguh kami telah memberikan kemenangan yang nyata kepadamu. Supaya Allah memberikan pengampunan atas kesalahanmu yang lalu dan kemudian, dan menyempurnakan nikmat-Nya, dan membimbing engkau ke jalan yang lurus” (QS. Al-Fath [48]: 1-2).

Seorang penulis terkenal asal Inggris, Karen Armstrong bahkan mengakui kemenangan Islam saat itu dengan banyaknya orang-orang yang kemudian memeluk agama Islam. Mengutip dari tulisannya “Tiada suatu kemenangan dalam Islam sebelumnya. Selama dua tahun, berbondong-bondong manusia masuk Islam, lebih banyak dari tahun sebelumnya”.[6] Dari pernyataan yang diulang-ulang yaitu ketika manusia “berbondong-bondong masuk Islam” merupakan refleksi dari fenomena saat ini, yaitu ketika orang di zaman tersebut telah mengalami Fear of Missing Out (FOMO). Banyak manusia memeluk Islam karena melihat bukti konkrit bahwa agama Islam yang di wahyukan kepada Rasulullah ﷺ merupakan cerminan dari segala kebaikan yang akan membawa manusia menuju pintu keselamatan dari pada kepercayaan yang dianut oleh kaum Pagan Quraisy yang tentunya sangat bertolak belakang dengan naluri kemanusiaan.

Kalam Hikmah

Sirah nabi diatas harapannya dapat memberikan kaum muslimin sebuah pemahaman bahwa, ambisi untuk selalu mengikuti tren nampaknya perlu ditinjau dari aspek kemanfaatan yang timbul setelahnya. Fokus terhadap tujuan yang akan diraih, menyibukkan diri dengan sesuatu yang menguntungkan, dan konsisten dalam melalui setiap proses dalam mencapai target, mengurangi kegiatan scrolling media sosial yang berlebihan, hal tersebut dapat menjadi tips untuk menghindarkan diri dari gejala Fear of Missing Out. Critical Thinking atau kemampuan berfikir kritis terhadap sesuatu yang sedang hype dimasyarakat juga perlu ditingkatkan Tidak semua harus diikuti, cukup melihat dan memaknai dari segala hal yang hadir atau datang kembali karena dunia hanyalah fana, seperti roda yang berputar, semua akan kembali ke masanya.Wa-Allahu a’lam

[1] C. Indonesia, “Asal-usul Latto-latto, Mainan Dua Bandul “Berisik” yang Sedang Viral,” CNN Indonesia, 22 Desember 2022. [Online]. Available: https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20221229131709-277-893572/asal-usul-latto-latto-mainan-dua-bandul-berisik-yang-sedang-viral. [Accessed 1 Januari 2023].

[2] Zhoufan Zhang, Fernando R. Jimenez, John E. Cicala, “Fear of Missing Out Scale: A Self-Concept Perspective,” Wiley: Psychology & Marketing, Vols. -, no. -, p. 1622, 2020.

[3] M. A. Parinduri, “Perjanjian Hudaibiyah sebagai Pilar Pemersatu,” Buletin Taqwa Universitas Medan Area , p. 2, 18 Oktober 2019.

[4] A. Haif, “Perjanjian Hudaibiyah (Cerminan Kepiawaian Nabi Muhammad SAW. dalam Berdiplomasi),” Jurnal Rihlah, vol. 1, no. 2, p. 126, 2014.

[5] A. Iskandar, “Hikmah Dibalik Perjanjian Hudaibiyah,” Jurnal Studi Hadis Nusantara, vol. 1, no. 1, p. 45, 2019.

[6] K. Armstrong, Muhammad, A Biography of the Prophet. Terj. Sirikit Syah. Muhammad Sang Nabi, sebuah Biografi Kritis, Surabaya: -, 2001.

Download Buletin klik disini