ANUGERAH BULAN RAMADHAN

ANUGERAH BULAN RAMADHAN

Oleh: Abdurrahman Triadi Putro*

 

Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Para pembaca budiman yang semoga senantiasa dirahmati Allah.

Diantara nikmat Allah yang besar kepada hamba-hamba-Nya yaitu Allah menjadikan bagi kita musim-musim beribadah, memperbanyak ketaatan didalamnya, ladang-ladang amal shalih, dihapusnya dosa-dosa, dan dilipatgandakannya kebaikan-kebaikan. Kemudian Allah  menurunkan rahmat-Nya dan memperbesar rasa kasih sayang-Nya terutama di bulan ramadhan yang penuh berkah. Bulan yang saat ini sedang berada di tengah-tengah kita yang patut kita syukuri karena Allah masih memberikan kesempatan untuk memperbanyak amal sholih.

Allah ﷻ berfirman di dalam Surat Al-Baqarah ayat 185, “Bulan Ramadhan yang diturunkan Al-Qur’an didalamnya sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas bagi petunjuk tersebut, serta pembeda (antara yang haq dan batil)(QS. Al-Baqarah (2): 185).

Bulan Penuh Berkah

Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia dan penuh keberkahan, kebaikan, bulan rahmat, ampunan dan pembebasan dari api neraka. Bulan berbagi dan saling berbuat kebaikan.

Sungguh Rasulullah ﷺ pun telah memberikan kabar gembira kepada para sahabat kala itu akan datangnya bulan yang mulia ini, serta mendorong mereka agar berjihad dengan amal shalih didalamnya, baik dari amal yang wajib maupun yang sunnah. Begitu pula untuk berbuat kebaikan, bersabar dalam mentaati-Nya, mengisi waktu siangnya dengan berpuasa dan malamnya dengan shalat malam, serta menyibukkan waktu dengan dzikir, syukur, tasbih, tahlil, dan tilawah Al Qur’an.

Imam Ahmad rahimahullahu ta’ala dalam musnadnya meriwayatkan, dari Anas bin Malik a beliau berkata, Nabi ﷺ bersabda, “Ini adalah Bulan Ramadhan. Sungguh bulan ini telah datang dengan dibukakan pintu-pintu surga didalamnya, ditutup pintu-pintu neraka didalamnya, dan dirantai setan-setan.” (Musnad Imam Ahmad no. 13408)

Begitu pula sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah a, Rasulullah ﷺ bersabda,“Apabila masuk malam pertama dari Bulan Ramadhan, dibelenggulah setan-setan . pintu-pintu neraka ditutup, tidak dibuka darinya satu pintu pun. pintu-pintu surga dibuka, tidak satupun pintu yang ditutup. seorang penyeru menyeru, ‘Wahai orang yang berbuat kebaikan, kemarilah. Wahai orang yang berbuat keburukan, tahanlah’. Bagi Allah terdapat dari-Nya pembebasan dari api neraka. Hal tersebut ada di setiap malam (Ramadhan).” (At-Tirmidzi no. 682, Ibnu Majah no. 1642, dengan lafaz hadis At-Tirmidzi).

Imam Ahmad rahimahullahu ta’ala juga meriwayatkan dari Abu Hurairah a, “Ketika datang Bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Ramadhan telah datang kepada kalian. Bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan atas kalian berpuasa didalamnya. Pintu-pintu surga dibuka didalamnya. Pintu-pintu neraka ditutup didalamnya. Dibelenggu setan-setan didalamnya. Serta didalam Bulan Ramadhan terdapat sebuah malam yang lebih baik daripada 1000 bulan. Barangsiapa yang dia terhalangi dari kebaikan malam tersebut, maka sungguh ia telah terhalangi dari kebaikan yang besar.” (Musnad Imam Ahmad no. 9497).

Kesempatan Mahal di Bulan Ramadhan

Para pembaca yang semoga dirahmati Allahﷻ ,Rasulullah ﷺ telah mensifati bulan Ramadhan bahwasanya bulan ini adalah bulan yang berkah. Setiap sisi dari sisi-sisi bulan ini disifati dengan keberkahan. Keberkahan waktu, keberkahan dalam beramal. Pada bulan ini juga terdapat suatu malam yang disebut dengan lailatul qadr yaitu malam yang lebih baik daripada 1000 bulan. Sehingga momentum Ramadhan ini hendaknya kita memanfaatkan waktu dengan melakukan amal sholih, mendirikan sholat malam, dan tilawah al-Qur’an guna mendekatkan diri kepada Allah ﷻ. Sangat disayangkan jika kesempatan bertemu di Ramadhan berlalu bergitu saja, karena di bulan ini merupakan bulan maghfirah , bulan diampuninya dosa-dosa yang telah berlalu.

Dalam shahihain dari Abu Hurairaha, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan berharap pahala dari-Nya, maka diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu. Barangsiapa yang shalat malam pada lailatul qadr karena iman dan berharap pahala dari-Nya, maka diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih, Bukhari no. 2014 dan Muslim no. 760).

Rasulullah ﷺ juga bersabda, “Barangsiapa yang shalat malam pada Bulan Ramadhan karena iman dan berharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih, Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).

Sehingga sesungguhnya kerugian terbesar dan juga kecerobohan terbesar yaitu seseorang yang menjumpai bulan yang mulia dan penuh ampunan namun tidaklah ia mendapat ampunan dari dosa-dosanya dan tidaklah dihapus kesalahan-kesalahannya, dikarenakan kelalaiannya.[1]

Didalam hadis yang lainnya yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabarani dalam Kitab Mu’jam-nya, dari sahabat Jabir bin Samrah radhiallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Malaikat) Jibril ‘alahissalam mendatangiku, beliau lalu berkata : ‘Wahai Muhammad, barangsiapa yang masih memiliki salah satu dari kedua orangtuanya (namun tidaklah dia berbakti kepada orangtuanya tersebut), kemudian dia wafat dan masuk neraka, maka Allah telah menjauhkannya. Katakanlah Aamiin, lalu aku (Nabi Muhammad) mengatakan Aamiin’. Lalu Jibril berkata lagi : Wahai Muhammad, barangsiapa yang menjumpai Bulan Ramadhan, kemudian dia wafat, tidaklah dia diampuni dan dimasukkan kedalam neraka, maka Allah telah menjauhkannya. Katakanlah Aamiin, lalu aku mengatakan Aamiin. Lalu Jibril berkata kembali : Barangsiapa yang disebutkan namamu disisi orang tersebut namun tidaklah dia bershalawat kepadamu, kemudian dia wafat dan masuk neraka, maka Allah telah menjauhkannya. Katakanlah Aamiin, lalu aku mengatakan Aamiin.” (Mu’jam Al-Kabir Imam ath-Tahabarani, no. 2022).

Hadis di atas mengandung doa dari Malaikat Jibril ‘alaihissalam, malaikat yang paling mulia, serta juga diaminkan oleh manusia termulia, yaitu Nabi kita Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga bagaimanakah tidak terkabulkannya doa-doa tersebut?

`Diriwayatkan pula dari Imam Tirmidzi, dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Sungguh merugi seseorang yang disebutkan namaku (Nabi Muhammad) disisinya, namun tidaklah dia bershalawat kepadaku. Sungguh merugi seseorang ketika dia masuk ke Bulan Ramadhan kemudian dia keluar sebelum diberikan ampunan baginya. Sungguh merugi seseorang yang masih menjumpai kedua orangtua yang sudah tua disisinya, namun tidaklah dapat memasukannya kedalam surga (dengan sebab berbakti kepada keduanya).” (Imam at-Tirmidzi no. 3545).

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala,

Demikianlah fadilah-fadilah dari Bulan Ramadhan yang dapat disampaikan, semoga kita dapat mengambil faidah-faidah darinya dan juga dapat mengamalkannya. Serta semoga kita semua diberikan taufik dan kemudahan agar dapat mengisi waktu-waktu Bulan Ramadhan yang penuh berkah ini dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhkan diri dari segala dosa dan maksiat kepada-Nya. Allahumma Aamiin.

Mutiara Hikmah

Abdullah bin Maslamah a Rasulullah ﷺ bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي.

“Setiap amalan yang dilakukan anak Adam akan dilipatgandakan, tindakan yang baik akan dilipatgadakan pahalanya hingga 700 kali lipat. Allah SWT berfirman: Dengan syarat berpuasa yang dilakukan karena Aku (Allah) maka Aku akan memberinya pahala. Karena mereka meninggalkan keinginannya demi Aku.” (HR. Muslim)

MARÂJI’:

* Alumnus Ma’had al-Ilmi Yogyakarta

[1] Sumber artikel: https://al-badr.net/muqolat/2505 (dengan beberapa tambahan)

Download Buletin klik disini

MENGAPA HARUS BERGEMBIRA DENGAN RAMADHAN?

MENGAPA HARUS BERGEMBIRA DENGAN RAMADHAN?

Oleh: Dwi Andini Prihastuti[1]

Alumnus FTI UII

Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Ramadhan tinggal menunggu hitungan jam, tak lama lagi in syâ Allah kita akan memasuki Ramadhan mubarak bulan yang diberkahi. Karena diberkahi itulah, sudah seharusnya sebagai muslim menyambut Ramadhan dengan hati yang senang, gembira dan penuh keimanan serta tekad yang kuat untuk semangat beribadah di dalamnya karena iman dan berharap pahala dari Allah semata.

Sebagaimana Rasulullah ﷺ memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya. Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda dan memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya, “Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (H.R. Ahmad, shahih).

Syaikh ‘Abdur Rozzaq bin ‘Abdul Muhsin al Badr hafizhahullah mengatakan, “Sabda Nabi n (قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ) Akan datang kepada kalian Bulan Ramadhan’ yakni maka persiapkanlah untuk menyambut tamu agung ini. Persiapkan diri kalian untuk memuliakannya dan memenuhi haknya, persiapkanlah diri kalian untuk itu. Karena sesungguhnya Romadhon sebagaimana datangnya cepat perginya pun cepat. Oleh karena itu persiapkanlah diri kalian untuk melaksanakan amal-amal yang mulia dan berbagai keta’atan serta berbagai ibadah yang kalian suka membawanya bila kalian bertemu dengan Robb kalian, Allah Tabaraka wa Ta’ala[2]

Mengapa Harus Bergembira dengan Ramadhan?

Ada pertanyaan yang sering muncul di tengah-tengah kaum muslimin, mengapa kita harus bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan? Ada banyak dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah, mengapa kita harus bergembira dengan bulan Ramadhan Mubarak, yaitu:

  1. Ramadhan waktu diturunkannya al-Qur’an.

Allah Ta’ala berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an” (Q.S. al-Baqarah [2]: 185). Ibnu ‘Abbas berkata bahwa al-Qur’an itu turun sekali sekaligus di Lauhul Mahfuzh di Baitul ‘Izzah pada malam Lailatul Qadar. Yang mendukung perkataan Ibnu ‘Abbas dalah firman Allah Ta’ala di ayat lainnya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan” (Q.S. al-Qadar: 1). Dan dalam surat ad Dhukan disebutkan “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.” (Q.S. ad-Dukhan: 3).

  1. Adanya Lailatul Qadar[3]

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada Lailatul Qadr. Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadr itu? Lailatul Qadr itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan ar-Ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur urusan. Malam itu (penuh) Salaam sampai terbit fajar”. (Q.S. al Qadr [97] : 1-5).

  1. Pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan dibelenggu.

Dari Abu Hurairah a, Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079).

  1. Amal ibadah hamba akan dilipat gandakan.

Dari Abu Hurairah z, Rasulullah ﷺ bersabda, “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)[4]

  1. Puasa untuk Allah dan Allah langsung yang akan mengganjarnya.

Dari Abu Hurairah z berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” (H.R. Bukhari, no.1761 dan Muslim, no.1946)

  1. Dua kebahgiaan bagi orang yang berpuasa.

Dari Abu Hurairah z, Rasulullah ﷺ bersabda, “Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

  1. Bau mulut yang super wangi di sisi Allah.

Dari Abu Hurairah z berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

  1. Tidak tertolak doanya orang yang berpuasa.

Dari Abu Hurairah z, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) do’a pemimpin yang adil, (2) do’a orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) do’a orang yang terzholimi.” (H.R. Tirmidzi no. 3595, Ibnu Majah no. 1752)

Juga ada hadits, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash c, ia berkata bahwa Rasulullah n  bersabda, “Sesungguhnya do’a orang yang berpuasa ketika berbuka tidaklah tertolak.” (H.R. Ibnu Majah no. 1753.

  1. Puasa Ramadhan akan menghapus dosa yang telah lalu.

Dari Abu Hurairah z, Nabi ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760)

  1. Qiyam Ramadhan (tarawih) akan menghapus dosa yang telah lalu.

Dari Abu Hurairah n, Nabi ﷺ bersabda, “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (H.R. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759)

  1. Puasa Ramadhan akan menjauhkan hamba dari Neraka.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa melakukan puasa satu hari di jalan Allah (dalam melakukan ketaatan kepada Allah), maka Allah akan menjauhkannya dari neraka sejauh perjalanan 70 tahun” (H.R. Bukhari)

  1. Besar keutamaan umrah di bulan Ramadhan.[5]

Dari Ibnu ‘Abbas c, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, pernah bertanya pada seorang wanita, “Apa alasanmu sehingga tidak ikut berhaji bersama kami?” Wanita itu menjawab, “Aku punya tugas untuk memberi minum pada seekor unta di mana unta tersebut ditunggangi oleh ayah fulan dan anaknya –ditunggangi suami dan anaknya-. Ia meninggalkan unta tadi tanpa diberi minum, lantas kamilah yang bertugas membawakan air pada unta tersebut. Lantas Rasulullah n  bersabda, “Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Bukhari no. 1782 dan Muslim no. 1256).

Dalam lafazh Muslim disebutkan, “Umrah pada bulan Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Muslim no. 1256) Dalam lafazh Bukhari yang lain disebutkan, “Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku.” (HR. Bukhari no. 1863)

Mutiara Hikmah

Abu Hurairah a, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta bahkan mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (H.R. al-Bukhari no.190)

Marâji

[1] Alumnus FTI UII

[2] Wa Ja’a Syahru Ramadhan, Darul Fadhilah. hal. 7

[3] Abu Abdillah Syarul Fatwa & Abu Ubaidillah Yusuf, Panduan Lengkap Puasa Ramadhan Menurut al-Qur’an dan Sunnah, Gresik: Pustaka Al Furqan, 1431 H, hal. 109-110

[4] Abdullah bin Sholih al-Fauzan. Mukhtashar Ahaditsu Ash-Shiyami, Ahkamu wa Adabun. Arab Saudi: Dar Ibnu Aljauzi. Cetakan 2. hal. 12

[5] Muhammad Shalih al Munajid, Buku Pintar Ramadhan; Kumpulan Twit Seputar Ramadhan. Yogyakarta: Pustaka Muslim, hal.46

Download Buletin klik disini

KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN

KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN

Oleh: Mustain Billah*

 

Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh

Wahai kaum muslimin, semangatlah dalam melakukan berbagai amal shalih pada bulan ramadhan dan jauhilah perbuatan maksiat kepada-Nya. Dan tidaklah seseorang melakukan sesuatu dengan semangat kecuali dengan ia mengetahui keutamaan dari sesuatu yang ia lakukan atau sesuatu yang ia berada didalamnya. Berikut kami sebutkan beberapa keutamaan ramadhan sehingga bersemangat dibulan ramadhan :

  1. Ramadhan Bulan Diturunkannya Al-Qur’an

Sebagaimana Allah ﷻ berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah [2]: 185)

Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan, ”(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memuji bulan puasa –yaitu bulan ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ’alaihimus salam.”[1]

  1. Ramadhan Terdapat Malam Penuh Kemuliaan dan Keberkahan

Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadr [97]: 1-3).

Allah ﷻ juga berfirman, “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhan [44]: 3).  Oleh karena itu Rasūlullāh ﷺ memberikan kabar gembira kepada para shahabat tentang bulan ramadhān, “Sesungguhnya di dalam bulan tersebut ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa yang tercegah dari kebaikan maka ini adalah orang yang merugi.” (HR. Ahmad)

  1. Ramadhan, Setan-setan Dibelenggu, Pintu-pintu Neraka Ditutup dan Pintu-pintu Surga Dibuka Ketika Ramadhan Tiba

Rasulullah ﷺ, Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim no. 1079)

Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Hadits di atas dapat bermakna, terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu Jahannam dan terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan ramadhan dan mulianya bulan tersebut.” Lanjut Al Qodhi ‘Iyadh, “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan hal maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.”[2]

  1. Ramadhan adalah Salah Satu Waktu Dikabulkannya Do’a

Nabi ﷺ bersabda, “Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizholimi.(HR. At Tirmidzi no. 3598.)

Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Ada tiga doa mustajab: doa orang yang berpuasa, doa orang yang dianiaya dan doa musafir.” (HR. Al ‘Uqaili dan Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 3030) An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Hadits ini menunjukkan bahwa disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berdo’a dari awal ia berpuasa hingga akhirnya karena ia dinamakan orang yang berpuasa ketika itu.”(Al Majmu’, 6/375)

  1. Allah Ta’ala Membebaskan Beberapa Orang Dari Neraka Setiap Harinya Dibulan Ramadhan

Rasulullah ﷺ bersabda, ”Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.” (HR. Al Bazaar, dari Jabir bin ‘Abdillah. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (10/149) mengatakan bahwa perowinya tsiqoh (terpercaya). Lihat Jaami’ul Ahadits, 9/224)

  1. Ramadhan, Diampuni Dosa Yang Telah Lalu

Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Barangsiapa berpuasa ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari, Muslim, dll) Sebagaimana di dalam sebuah hadīts dari Abū Hurairah, tatkala Rasūlullāh ﷺ naik mimbar. Dari Abi Hurairah radhiyallāhu  ‘anhu, Nabi naik ke atas mimbar, kemudian Beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) mengatakan: “Āmīn, āmīn, āmīn (Semoga dikabulkan, semoga dikabulkan, semoga dikabulkan) tiga kali.” Kemudian ditanyakan kepada Rasūlullāh : “Wahai Rasūlullāh, tatkala engkau naik mimbar engkau mengatakan āmīn, āmīn, āmīn, mengapa wahai Rasūlullāh?” Kemudian beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) mengatakan: “Sesungguhnya Jibrīl datang kepadaku, dan mengatakan, ‘Barangsiapa yang mendapati bulan ramadhān dan dia tidak diampuni oleh Allāh kemudian masuk ke dalam neraka, maka celakalah dia. Katakan: āmīn,’ maka sayapun mengatakan ‘āmīn’.”

Kenapa dia celaka? Karena pada bulan ini, bulan yang penuh ampunan, sehingga sangat mengherankan apabila seseorang di bulan yang dikucurkan begitu banyak ampunan dia tidak mendapatkan ampunan dari Allāh. Mereka inilah orang-orang yang celaka (orang-orang yang tercegah dari kebaikan). Maka untuk orang yang seperti ini katakan, “Āmīn, semoga Allāh menjauhkan dia karena tidak ada kebaikan di dalam dirinya.”

  1. Ramadhan, Puasa Untuk Allah dan Allah Yang Akan Membalasnya

Rasulullah ﷺ bersabda: Allah berfirman: “Semua amal anak Adam untuknya selain puasa, puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya.” (sampai di sinilah hadits qudsinya). Puasa itu perisai, maka jika kamu sedang berpuasa, janganlah berkata kotor dan berteriak-teriak. Jika ada yang memaki atau mengajak bertengkar, katakanlah, “Saya sedang puasa”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi (Allah) yang nyawa Muhammad di Tangan-Nya, sungguh bau mulut  orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wangi kesturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan; kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya dengan puasanya itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allāh ﷻ menisbahkan puasa adalah untuk Allāh, bukan berarti Allāh butuh, bukan! Akan tetapi menunjukkan bahwa puasa adalah amalan yang sangat besar sehingga tidak ada yang membalas kecuali Allāh (langsung Allāh yang membalas). Kita tidak tahu apa yang akan diberikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Allāh maha pencipta, Allāh yang mengatur alam semesta, begitu besar kekuasaan Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan bagaimana kiranya rajanya para raja yang menguasai alam semesta ini akan memberikan hadiah kepada orang yang berpuasa. Tentunya hadiah yang luar biasa. Oleh karena itu puasa adalah satu amalan yang sangat besar di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Dalam sebuah hadīts dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, beliau berkata bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, tatkala beliau memberikan kabar gembira kepada para shahābatnya:“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allāh mewajibkan atas kalian berpuasa padanya.” Oleh karena itu, kita bersemangat untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhān.

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah a, ia berkata Rasulullah n bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) do’a pemimpin yang adil, (2) do’a orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) do’a orang yang terzholimi.” (H.R. Tirmidzi no. 3595, Ibnu Majah no. 1752)

MARÂJI:

* Alumni Ilmu Kimia FMIPA UII

[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2/179

[2] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/188

Download Buletin klik disini

TARHIB RAMADHAN: PERSIAPAN MENYAMBUT RAMADHAN

TARHIB RAMADHAN: PERSIAPAN MENYAMBUT RAMADHAN

Oleh: Jaenal Sarifudin[1]

 

Bismillâhi walhamdulillâh wash-shalâtu was-salâmu ‘ala rasûlillâh,

Tinggal menghitung bilangan jam, bulan Ramadhan akan segera tiba. Bulan suci yang dinanti kaum muslim dengan penuh sukacita karena keberkahannya. Bulan yang disabdakan Nabi Muhammad ` sebagai sayyidusysyuhur (bulan termulia), yang mana pahala amal kebajikan dilipatgandakan dan pintu-pintu rahmat-Nya dibuka lebar. Bahkan Allah memberikan anugerah berupa lailatul qadar, yaitu malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Menyambut dengan hati gembira akan datangnya Ramadhan merupakan hal yang dicintai Allahk dan sudah selayaknya kita lakukan. Firman Allahk; ”Katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (Q.S. Yunus (10): 58).

Persiapan Menyambut Bulan Ramadhan

Ada tiga hal yang penting untuk kita persiapkan dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, yaitu:

  1. I’dad Jasadiyah (persiapan fisik).

Ibadah puasa tentu membutuhkan kondisi fisik yang sehat. Apalagi bulan Ramadhan sarat dengan kegiatan peribadatan. Mulai dari shalat tarawih, tadarus, mendengarkan kajian dan ceramah keagamaan sampai dengan i’tikaf. Dengan kondisi fisik yang sehat dan prima tentu akan memudahkan kita menunaikan ibadah secara maksimal. Maka, penting sekali untuk menjaga kesehatan, terlebih di situasi pandemi seperti saat ini. Menjalankan pola hidup sehat dengan istirahat yang cukup, olahraga teratur dan menjaga pola makan yang sehat adalah hal yang harus kita upayakan agar kondisi tubuh kita selalu bugar. Juga dengan disiplin menjalankan protokol kesehatan.

  1. I’dad Ruhiyah (persiapan rohani).

Rohani kita juga harus disiapkan dalam menyambut bulan agung ini. Membersihkan hati dari penyakit hati dan permusuhan terhadap sesama adalah hal yang niscaya dilakukan. Kebiasaan kaum muslim untuk saling mengucapkan selamat atas datangnya bulan Ramadhan disertai dengan permohonan maaf merupakan hal yang baik. Di sebagian masyarakat, bahkan ada tradisi “padusan” menyambut datangnya bulan puasa. Sesungguhnya tradisi ini pada awalnya adalah simbol yang mengandung pesan agar kita membersihkan jiwa menyambut datangnya bulan Ramadhan. Namun dalam realitasnya, justru ada hal yang tidak selaras dengan nilai syariat, maka menjadi tidak sesuai dengan filosofi “padusan” itu sendiri.

  1. I’dad  ’Ilmiyah (persiapan ilmu).

Selain persiapan fisik dan rohani, persiapan ilmu juga sangat penting. Allahk menjanjikan derajat yang tinggi bagi hamba-Nya yang beriman dan berilmu sebagaimana firman-Nya; “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.” (Q.S. Al-Mujadilah [58]: 11).  Segala aktivitas ibadah seharusnya dibekali dengan ilmu. Dalam konteks ibadah puasa, pemahaman tentang ilmu fiqih puasa dan mendalami hakikatnya adalah hal yang sangat penting. Sehingga ibadah puasa kita diharapkan sesuai dengan tuntunan dan betul-betul mampu menghantarkan meraih predikat takwa.

Terkait persiapan ilmu, perlu disegarkan kembali beberapa hal terkait aspek hukum ibadah puasa yang harus dipahami dengan baik. Terutama menyangkut rukun puasa, hal-hal yang dapat membatalkan puasa, sunnah-sunnahnya dan hal-hal yang dapat mengurangi nilai pahala ibadah puasa kita. Harapannya tentu agar puasa yang ditunaikan selaras dengan tuntunan serta dapat meraih keutamaan ibadah yang maksimal. Jangan sampai kita termasuk golongan orang yang dicela oleh Rasulullah`, sebagaimana sabdanya; ”Banyak orang berpuasa, namun ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain lapar dan dahaga.(H.R. Ibnu Majah).[2]

Rukun Puasa

Secara fiqih, rukun puasa hanya ada dua, yaitu berniat puasa dan menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Setiap muslim yang akan menunaikan puasa wajib, haruslah menanamkan niat untuk berpuasa esok hari pada malam harinya sebelum shubuh tiba. Tempat niat adalah di dalam hati. Rentang waktu niat puasa Ramadhan adalah pada malam hari sampai sebelum waktu subuh. Nabi ﷺ bersabda, ”Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar maka tiada puasa baginya.” (H.R. Tirmidzi).

Berniat puasa di malam hari (tabyit an-niyat) wajib dilakukan untuk puasa yang hukumnya wajib, termasuk puasa Ramadhan. Berbeda dengan puasa sunnah yang niat puasanya dapat saja dilakukan pada pagi harinya asal yang bersangkutan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.

Perbuatan yang Membatalkan Puasa

Sedangkan perbuatan yang dapat membatalkan ibadah puasa ada beberapa hal yaitu makan dan minum dengan sengaja, muntah dengan sengaja, merokok, haid dan nifas, keluar air mani dengan sengaja dan melakukan hubungan suami istri saat tengah berpuasa. Bahkan untuk hal yang terakhir ini, tidak hanya membatalkan puasa dan mengharuskan membayar hutang puasanya, namun juga wajib menunaikan kaffarah atau tebusan agar terhapus catatan kesalahannya. Tebusannya adalah dengan menunaikan satu dari tiga hal berikut secara berurut; membebaskan budak, berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin. Sanksi ini harus ditunaikan secara urut dan tidak boleh langsung memilih yang dianggap lebih ringan. Seseorang tidak boleh langsung memilih kaffarah urutan yang ketiga, kecuali jika memang ia tidak mampu menunaikan puasa dua bulan lamanya. Beratnya sanksi bagi orang yang melakukan hubungan badan di siang hari Ramadhan adalah karena kemuliaan ibadah puasa di bulan suci yang harus dijaga dan dihormati oleh kaum muslim.

Perkara yang Disunnahkan dalam Puasa

Selain itu, ada pula hal-hal yang disunnahkan dalam ibadah puasa seperti makan sahur, menyegerakan berbuka jika telah tiba waktunya, berbuka dengan buah kurma atau air putih, berdoa saat berbuka puasa dan mengisi ibadah puasa kita dengan banyak menunaikan amaliah dan ketaatan kepada Allah. Di antaranya dengan banyak bertadarus, dan membaca al-Quran. Bahkan membaca al-Qur’an ini termasuk amalan unggulan di bulan suci Ramadhan yang memiliki pahala luar biasa. Salah satu sebutan untuk bulan Ramadhan adalah syahrul quran (bulannya al-Quran). Sehingga sepantasnya kita banyak menghabiskan waktu di bulan mulia ini bersama al-Qur’an. Syukur kita mampu mengkhatamkan bacaan al-Qur’an kita di bulan mulia ini. Bulan yang Allah pilih sebagai waktu pertama kali diturunkannya kitab al-Qur’an. Kitab suci paling mulia yang diturunkan kepada semulia-mulia Nabi dan menjadi pedoman untuk semulia-mulia umat. Maka, Allah pun memilih bulan yang paling mulia saat menurunkannya.[3]

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ

“Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan dari puasanya rasa lapar dan haus saja, dan berapa banyak orang yang melakukan qiyamullail hanya mendapatkan dari qiyamullailnya terjaga (begadang) saja.” (H.R. Ahmad: 8693 dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban: 8/257 dan Syaikh Albani dalam Shahih Targhib: 1/262)

Maraji’:

[1] Mahasiswa FIAI UII

[2] Sayid Sabiq. Fiqhussunnah. Beirut. Dar al-Fikr. 2006

[3] Wahbah az-Zuhaili, Al-fiqh al-Islami wa Adillatuh, Beirut, Dar al-Fikr, 2002.

Download Buletin klik disini

MENYAMBUT BULAN SUCI DI TENGAH PANDEMI

MENYAMBUT BULAN SUCI DI TENGAH PANDEMI

Oleh: Nurul Kharismawati[1]

 

Bismillâhi walhamdulillâh wash-shalâtu was-salâmu ‘ala rasûlillâh,

Rukun Islam merupakan lima tindakan dasar yang dianggap sebagai pondasi awal dan diwajibkan bagi seluruh umat muslim. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim “Dari Abu ‘Abdullah bin Umar bin Khattab, ia mengatakan bahwa ia mendengar dari Rasulullah bersabda “Islam dibangun atas lima perkara, bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji ke baitullah, dan berpuasa Ramadhan” (H.R. Bukhari no 8, HR. Muslim no 16)

Seperti yang tertera dalam hadits di atas, bahwa puasa yang disyariatkan dalam rukun Islam adalah puasa yang dilakukan pada bulan Ramadhan. Definisi puasa adalah menahan diri dari makan, minum, jima’, dan seluruh hal dan aktivitas yang dapat membatalkan niat ibadah kepada Allah sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari.[2]

Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi seluruh muslim ‘aqil, baligh dan mampu melaksanakannya. Puasa Ramadhan dilaksanakan selama 30 hari mulai dari terlihatnya hilal atau telah sempurnanya bulan sya’ban selama 30 hari jika hilal tidak terlihat.

Keistimewaan Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan merupakan bulan suci yang di dalamnya terdapat banyak keistimewaan. Adapun keistimewaan bulan Ramadhan dibagi menjadi 3 yaitu, sepuluh hari pertama, sepuluh hari kedua dan sepuluh hari terakhir.

  1. Keistimewan sepuluh hari pertama Ramadhan

Dapat dikatakan bahwa sepuluh hari pertama bulan Ramadhan termasuk hari tersulit, karena kita harus melakukan penyesuaian dengan keadaan baru seperti tidak makan dan minum sejak matahari terbit hingga terbenamnya matahari. Namun tak bisa dipungkiri bahwa sepuluh hari pertama di bulan Ramadhan, umat muslim sangat semangat dan antusias melaksanakan shalat tarawih berjamaah di masjid. Pada sepuluh hari pertama Allah memberikan rahmat kepada seluruh umatNya. Semua pintu rahmat dibuka, pintu syurga dibuka lebar, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.

  1. Keistimewaan sepuluh hari kedua Ramadhan

Ibadah puasa harus dilakukan dengan menyeluruh dan istiqomah supaya mendapatkan kebaikan dan pahala yang sempurna. Pada sepuluh hari kedua bulan Ramadhan terdapat ampunan bagi siapa saja yang bersungguh-sungguh meminta maaf dan bertaubat atas kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya.

  1. Sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan

Sepuluh hari terakhir dalam bulan Ramadhan merupakan hari-hari penuh cobaan karena sebagian besar umat muslim sudah disibukkan dengan berbagai macam ritual dan budaya perayaan Idul Fitri, seperti membeli baju baru, menyiapkan berbagai macam hidangan yang akan disajikan untuk tamu di hari raya dan aktivitas lainnya yang dapat mengganggu kekhusyu’an dalam menjalankan ibadah. Padahal sepuluh hari terakhir dalam bulan Ramadhan memiliki keistimewaan yang lebih daripada dua puluh hari sebelumnya. Sepuluh hari terakhir juga merupakan puncak dari ibadah yang hanya bisa dilakukan selama 30 hari dalam satu tahun.

Mengahadapi Bulan Suci Ditengah Pandemi

Ramadhan 1443 H sepertinya tidak jauh berbeda dengan apa yang terjadi pada tahun 1441 H dan 1442 H, yang mana Ramadhan bersamaan dengan dunia yang sedang dilanda oleh pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Virus yang melanda sejak tahun 2019 dan masuk ke Indonesia pada awal tahun 2020 ini merupakan virus yang mematikan ratusan bahkan ratusan ribu jiwa. Banyak ulama, pemimpin, bahkan manusia awam yang meninggal karena terpapar virus ini. Banyak kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, mulai dari karantina mandiri, melakukan pembelajaran jarak jauh, pembatasan sosial, mewajibkan penggunaan masker, hingga melakukan penutupan wilayah atau lockdown.

Seluruh umat muslim merasakan kesedihan yang amat mendalam karena tidak bisa melaksanakan puasa Ramadhan seperti tahun-tahun sebelumnya. Mulai dari sahur on the road, buka bersama kerabat dan teman, ngabuburit, tidak bisa menjalankan shalat tarawih di masjid, sulit mencari takjil buka puasa, dan kebiasaan lain di bulan Ramadhan. Rupanya Allah telah mengatur bulan Ramadhan ini dengan banyak kejutan dan hikmah salah satunya untuk lebih dekat dengan keluarga di rumah dan saling menebar kasih sayang.

Supaya puasa tetap lancar pada masa pandemi, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan antara lain:[3]

  1. Memenuhi asupan makanan dan minuman

Kekebalan tubuh yang ekstra sangat dibutuhkan dalam bulan Ramadhan, khususnya di masa pandemi. Tidak hanya stamina yang kuat untuk melaksanakan aktivitas harian, namun juga perlu gizi yang cukup untuk meminimalisir resiko terinfeksi Covid-19. Karena itu, perlu dipastikan bahwa asupan gizi yang cukup dan air putih sesuai yang dibutuhkan oleh tubuh setidaknya 8 gelas per hari.

  1. Tetap berolahraga

Puasa bukan alasan untuk bermalas-malasan di dalam rumah. Aktivitas fisik seperti berolahraga ringan juga diperlukan untuk meningkatkan imun tubuh supaya lebih segar dan tidak mudah terinfeksi virus. Banyak olahraga yang bisa dilakukan di dalam rumah karena harus menetapkan social distancing seperti yoga, aerobik, dan lain sebagainya. Olahraga juga bisa menjadi cara sehat mengurangi stress pada masa sulit ini.

  1. Menjaga kebersihan diri dan menjaga jarak

Tidak lengkap rasanya jika pada bulan Ramadhan tidak melakukan sedekah seperti membagikan takjil dan nasi kotak. Namun kita juga harus menjaga jarak fisik seperti tidak menimbulkan kerumunan, menggunakan masker, dan selalu mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Selain itu, menjaga jarak juga bisa dilakukan dengan tidak melakukan kegiatan seperti ngabuburit dan mengalihkan kegiatan yang bisa dilakukan di dalam rumah, seperti menyiapkan menu unik untuk berbuka puasa.

  1. Jangan memaksakan berpuasa jika sedang sakit

Seperti dalam firman Allah ﷻ Q.S. al-Baqarah [2]: 185 yang artinya  “ dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” Dari ayat di atas dikatakan bahwa Allah ﷻ telah memberikan keringanan bagi musafir dan orang yang sakit untuk membatalkan puasa, jika puasa itu dapat membahayakannya dengan syarat mengganti puasa sejumlah hari yang ditinggalkan di luar bulan Ramadhan. Karena sesungguhnya di dalam setiap kesulitan Allah ﷻ telah memberikan banyak kemudahan bagi hambaNya yang bertaqwa. Dan Allah tidak akan memberikan cobaan kepada hambaNya di luar kemampuannya.

Mutiara Hikmah

Allah l berfirman,

لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ

“ Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim” (Q.S. al-Anbiya [21]: 87)

MARÂJI’:

[1] Mahasiswa FIAI Universitas Islam Indonesia

[2]Muhammad Jamil Zainu, Bekal Bekal Ramadhan, Maktabah Al Wasthiyah wal I’tidal, 2007, hal:20

[3]Fadli Rizal  Makarim, Tips agar Puasa Tetap Lancar di Tengah Pandemi Corona, diakses dari https://www.halodoc.com/artikel/tips-puasa-tetap-lancar-di-tengah-pandemi-corona , pada 14 Februari 2021

Download Buletin klik disini

SUDAH SIAPKAH MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN?

SUDAH SIAPKAH MENYAMBUT BULAN SUCI RAMADHAN?

Oleh: Suci Putriani Azhari

 

Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh

Tak terasa saat ini kita sudah berada di penghujung bulan Sya’ban pertanda sebentar lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan, yaitu bulan yang paling mulia disambut dengan penuh suka cita bagi kaum muslimin. Bulan mulia ini biasanya disambut dengan ucapan “Marhaban ya Ramadhan”.  Kata Marhaban adalah bentuk diksi untuk menyambut hadirnya sesuatu yang benar-benar istimewa. Ramadhan salah satunya, karena bulan ini dimana taburan kasih Allah sedang meruah. Bulan dimana pintu surga sedang dibuka lebar-lebar, pintu neraka ditutup rapat-rapat, setan-setan yang selama ini kita kambing hitamkan sebagai makhluk yang menyebabkan kita bermaksiat, bulan ini pun mereka dibelenggu.[1]

Ucapan Marhaban ya Ramadhan sudah mulai muncul dan banyak disebarkan diberbagai media sosial baik berupa tulisan maupun video. Belum lagi banyaknya kajian tentang tarhib Ramadhan  di masjid maupun instansi yang membuat ruh Ramadhan semakin terasa. Pertanyaannya sudahkah kita mempersipakan diri untuk menyambut bulan yang mulia dan penuh berkah ini? Atau malah kita menyambutnya dengan biasa-biasa saja seperti tahun-tahun sebelumnya?. Padahal saat kita kedatangan tamu di rumah, kita mempersiapkan berbagai macam hidangan yang terbaik untuk disuguhkan dan kita sambut dengan hati yang penuh suka cita. Lantas apakah pantas jika Ramadhan kita sambut dengan biasa-biasa saja? Tentu jawabannya tidak. Maka dari itu mari kita persiapkan bekal kita untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan dengan persiapan yang maksimal baik secara lahiriyah maupun batiniyah.

Satu hal yang patut untuk kita syukuri saat ini adalah banyaknya nikmat yang Allah berikan kepada kita, salah satunya nikmat diberikannya umur dan kesempatan. Semoga nikmat umur dan kesempatan ini Allah perkenankan kita agar bisa bertemu dan merasakan keberkahan Ramadhan nanti. Amîn ya rabbal ‘âlamîn.

Pembaca yang dirahmati Allah , banyak dari keluarga dan sahabat yang telah mendahului kita dan sudah pulang ke kampung akhirat, mereka tidak sempat bertemu Ramadhan di tahun ini. Oleh karena itu, di penghujung Sya’ban ini mari kita panjatkan doa kita kepada Allah agar kita bisa bertemu Ramadhan tahun ini dan dapat memanfaatkan bulan yang berkah ini dengan memaksimalkan kualitas ibadah, keimanan, ketakwaan, kita kepada Allah .

Pahala Khusus Ibadah Puasa

Ramadhan adalah bulan suci yang selalu dirindukan umat Islam. Keberkahan dan kekhusyukan hari-harinya adalah hal yang sulit didapatkan dihari-hari biasanya, karena banyak hal biasa ketika bulan Ramadhan menjadi hal istimewa sehingga Ramadhan menjadi bulan yang istimewa. Puasa Ramadhan merupakan ibadah yang istimewa, karena Allah mengkhususkan balasan puasa dari-Nya. Rasulullah n bersabda dalam hadits qudsi:

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abu Az Zanad dari Al A’raj dari Abu Hurairah z; Bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Shaum itu benteng, maka (orang yang melaksanakannya) janganlah berbuat kotor (rafats) dan jangan pula berbuat bodoh. Apabila ada orang yang mengajaknya berkelahi atau menghinanya maka katakanlah aku sedang shaum (ia mengulang ucapannya dua kali). Dan demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang sedang shaum lebih harum di sisi Allah Ta’ala dari pada harumnya minyak misik, karena dia meninggalkan makanannya, minuman dan nafsu syahwatnya karena Aku. Shaum itu untuk Aku dan Aku sendiri yang akan membalasnya dan setiap satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa”. (H.R Bukhari no.1761)

Saat bulan Ramadhan sangat banyak ibadah yang dapat kita lakukan dengan balasan pahala yang berlipat ganda, seperti tilawah al-Qur’an, shalat malam qiyamul lail atau tarawih, shalat tahajud, dan juga Allah kasih bonus pahala berlipat ganda di 10 malam terakhir ramadhan yaitu lailatul qadar malam yang lebih baik dari seribu bulan.

Pentingnya Persiapan

Jauh sebelum Ramadhan akan datang sahabat Nabi yaitu Umar bin Khattab mengumpulkan kaum muslimin untuk mendirikan shalat tarawih di masjid. Kemudian beliau mengajak kaum muslimin memasang lentera di rumah ibadah agar bersemangat dalam memakmurkan rumah ibadah dengan tilawah al-Qur’an, dzikir, dan shalat malam. Begitu pula para tabi’in 6 bulan sebelum datangnya bulan Ramadhan mereka berdoa kepada Allah agar dipertemukan dengan bulan suci Ramadhan dan setelah Ramadhan mereka terus  berdoa agar amal ibadah mereka diterima di sisi Allah . Lalu bagaimana dengan kita, apa saja yang sudah kita persiapkan untuk menyambut Ramadhan yang tinggal hitungan jari kedatangannya?

Sungguh sangat banyak hal yang harus disiapkan dalam menyambut datangnya bulan suci Ramadhan, yaitu persiapan nafsiyah (jiwa atau hati), tsaqafiyah (ilmu), jasadiyah (fisik), dan maliyah (harta). Satu diantara 4 perisapan yang paling penting yaitu persiapan nafsiyah. Mengapa demikian? Karena indikator kebaikan dan keburukan seseorang terletak di hati. Maka dari itu siapkan hati dan niat tulus kita  menjalankan ibadah puasa untuk mendekatkan diri kepada Allah agar menjadi orang yang bertakwa sesuai dengan firman Allah tentang perintah puasa yaitu la’allakum tattaqun semoga menjadi orang yang bertaqwa. Allah l berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. al-Baqarah [2]:183)

Andai Ini Ramadhan Terakhirku

Berjumpa dengan Ramadhan merupakan sesuatu yang istimewa, maka beruntung orang yang dapat bertemu dengan Ramadhan. Makna beruntung disini bukan hanya bertemu Ramadhan saja, namun beruntung apabila orang yang dapat bertemu Ramadhan dan ia bisa memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya yaitu memperbanyak amal sholih untuk meningkatkan kualitas ibadah.

Maka dari itu manfaatkan momen Ramadhan ini dengan maksimal, jangan sampai Ramadhan kita sama seperti Ramadhan di tahun-tahun sebelumnya, karena kita tidak pernah tau kapan usia kita berakhir. Bayangkan jika ini adalah Ramadhan terakhir kita. Maka kita perlu persiapan yang cukup untuk menyambut ramadhan agar kita mendapatkan predikat takwa. Jika tahun ini Ramadhan masih sama seperti sebelumnya lantas butuh berapa Ramadhan lagi?

Terdapat 3 nasihat Rasulullâh dalam sebuah hadis yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad dari Abu Ayyub al-Anshari, “Seorang laki-laki menemui Nabi  lalu berkata, ‘Ya Rasulullah, berilah aku nasehat dengan ringkas! (dalam riwayat lain) ajarilah aku dengan ringkas!”Nabi n berkata kepada sahabat yang mulia ini, “Kalau Engkau mengerjakan shalat, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang hendak meninggalkan (dunia). Jangan berbicara dengan satu kalimat yang esok hari kamu akan meminta udzur karena ucapan itu. Dan perbanyaklah rasa putus asa terhadap apa yang ditangan orang lain.” (H.R. Imam Ahmad, No. 23498 dan Ibnu Majah, No. 4171)

Nasihat pertama dari hadis diatas yaitu mendirikan shalat dengan khusyuk dan sungguh-sungguh seakan-akan kita akan meninggal dunia dan itu merupakan shalat terakhir kita. Maka hal ini bisa kita asumsikan dalam ibadah kita di bulan Ramadhan, yakni adanya kesadaran bahwa boleh jadi ini adalah Ramadhan terakhir sebelum menghadap Allah. Oleh karena itu, hendaknya memaksimalkan setiap ibadah yang dilakukan di bulan Ramadhan.

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah z, dia berkata Rasulullah ﷺ bersabda:ﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَﻛُﻢْ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥُ، ﺷَﻬْﺮٌ ﻣُﺒَﺎﺭَﻙٌ، ﺍﻓْﺘَﺮَﺽَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺻِﻴَﺎﻣَﻪُ، ﺗُﻔْﺘَﺢُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ، ﻭَﺗُﻐْﻠَﻖُ ﻓِﻴﻪِ ﺃَﺑْﻮَﺍﺏُ ﺍﻟْﺠَﺤِﻴﻢِ، ﻭَﺗُﻐَﻞُّ ﻓِﻴﻪِ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦُ، ﻓِﻴﻪِ ﻟَﻴْﻠَﺔٌ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻦْ ﺃَﻟْﻒِ ﺷَﻬْﺮٍ، ﻣَﻦْ ﺣُﺮِﻡَ ﺧَﻴْﺮَﻫَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﺣُﺮِﻡَ

Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.”(H.R. Ahmad dalam al-Musnad 2/385. Dinilai shahih oleh Al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad no.8991)

[1] Ahmad Riga’I Rif’an, Ramadhan Maaf Kami Sibuk, Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2017, hal.10

Download Buletin klik disini

SAHABAT DALAM MENERANGI JALAN MENUJU RAMADHAN

SAHABAT DALAM MENERANGI JALAN MENUJU RAMADHAN

Oleh: Haritsa Taqiyya Majid*

 

Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang paling ditunggu bagi setiap muslim yang ada di seluruh dunia. Pasalnya di bulan tersebut akan ada banyak limpahan rahmat, barokah dan ampunan Nya, sehingga kaum muslimin banyak yang merindukan untuk berjumpa dengan bulan suci ini. Seperti dibukakannya pintu surga dan ditutupnya pintu neraka, yang mana akan membuat para malaikat turun ke bumi sebaliknya para setan akan terbelenggu. Tentunya, berjumpa kembali dalam keadaan yang baik dan mampu beramal saleh secara maksimal dengan penuh ketakwaan kepada Allah Ta’ala.

Doa Yang Ma’ruf

Sering kita jumpai doa yang banyak diucapkan menjelang bulan Ramadhan.

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ

“Ya Allah, berkahilah kami pada bulan Rajab dan bulan Sya’ban dan pertemukanlah kami dengan bulan Ramadhan”[1]

Masyarakat meyakini bahwa doa tersebut diajarkan oleh Rasulullah ﷺ. Padahal, para ahli hadits menilai kualitas sanadnya lemah. Meski begitu, tidak menjadi masalah ketika hendak membacanya atau mengamalkannya, selama tidak diyakini bahwa perkataan itu benar-benar bersumber dari Nabi Muhammad ﷺ.

Hal ini tentu saja diimani penuh oleh umat muslim sebagai upaya untuk beribadah dan mendapatkan pahala sebanyak-banyaknya dari bulan yang penuh berkah tersebut. Itulah kenapa mempersiapkan diri dan menyusun rencana-rencana yang harus dilakukan begitu penting guna memberikan hasil yang maksimal pada bulan puasa.

Sahabat Menyambut Ramadhan

Hasil yang dimaksud tentu saja kekhusyu’an beribadah, kesiapan dan kejernihan mental dan hal-hal lain yang bisa dicapai pada bulan Ramadhan. Begitu juga pada masa Rasulullah, ada berbagai cara para sahabat dalam menyambut Ramadhan.“Bulan Ramadhan mendatangi kalian, bulan yang penuh berkah. Allah menghendaki kebaikan bagi kalian dengan menurunkan rahmat-Nya dan menghapuskan dosa-dosa kalian dan mengabulkan doa-doa. Allah melihat amal kalian dan membanggakan kalian di depan para malaikat, lalu malaikat pun menghendaki kebaikan agar diturunkan kepada kalian. Sesungguhnya orang yang rugi di bulan Ramadhan adalah mereka yang terhalangi dari rahmat Allah”. (H.R Thabrani dalam Musnad Syamiyin 2238)[2]

Dikisahkan oleh Ibnu Abbas a, Nabi Muhammad ﷺ tidak hanya mempersiapkan Ramadhan dengan mengumpulkan bekal makanan, minuman, maupun menjaga fisik semata. Namun sebenarnya yang utama adalah memperbanyak dan meningkatkan ketaatan kepada Allah dengan ibadah dan sedekah. Oleh karenanya, Rasulullah n telah nampak sebagai seorang hamba yang paling taat kepada Allah , dan menjadi pribadi yang paling dermawan semenjak sebelum Ramadhan tiba.

Para sahabat Nabi pun juga demikian, mereka berlomba-lomba menjadi orang yang paling utama dalam menyambut kedatangan bulan Ramadhan. Dicontohkan dalam sebuah kisah, Umar bin Khattab a, menjadi orang pertama yang mengumpulkan kaum muslimin untuk shalat Tarawih di masjid. Beliau mempersiapkan Ramadhan dengan memasang lentera di rumah-rumah ibadah kaum muslimin agar bersemangat memakmurkannya bersama tilawah al-Qur’an, zikir, dan shalat malam sepanjang bulan Ramadhan.

Selepas kepergian Umar a, saat malam Ramadhan tiba, Ali bin Abi Thalib a mengenang jasa-jasanya dengan berdoa, “Semoga Allah menerangi kuburmu, hai Umar, sebagaimana engkau menerangi masjid-masjid Allah dengan al-Qur’an.”

Tabi’in Menyambut Ramadhan

Generasi setelah sahabat Nabi Muhammad ﷺ pun sangat merindukan kedatangan Ramadhan. Sampai-sampai, mereka berdoa selama 6 bulan sebelum kedatangan Ramadhan agar mereka dapat bertemu dengannya. Begitu Ramadhan setelahnya berlalu, mereka juga kembali berdoa sepanjang 6 bulan berikutnya agar amalan ibadah selama Ramadhan kemarin diterima Allah . Tidak ada satu hari pun selama satu tahun yang luput dari para pendahulu Islam kecuali mereka memikirkan bulan Ramadhan, sehingga mereka begitu mempersiapkan semua bekal materi dan rohani smeenjak jauh hari sebelum Ramadhan tiba.

Ma’la bin Fadhal berkata: “Dulu sahabat Rasulullah berdoa kepada Allah sejak enam bulan sebelum masuk Ramadhan agar Allah sampaikan umur mereka ke bulan yang penuh berkah itu. Kemudian selama enam bulan sejak Ramadhan berlalu, mereka berdoa agar Allah terima semua amal ibadah mereka di bulan itu. Di antara doa mereka ialah : Yaa Allah, sampaikan aku ke Ramadhan dalam keadaan selamat. Ya Allah, selamatkan aku saat Ramadhan dan selamatkan amal ibadahku di dalamnya sehingga menjadi amal yang diterima.” (HR. at Thabrani: 2/1226).[3]

Salah satu amal ibadah yang dianjurkan untuk dilakukan dalam rangka menyambut datangnya bulan Ramadhan terutama ketika malam nisfu sya’ban adalah membaca al-Qur’an. Nisfu Sya’ban sendiri diambil dari kata bahasa Arab, Nisfu dan Sya’ban. Kata Nisfu berasal dari kata nashafa, yanshifu, nashfan yang berarti mencapai tengah-tengah. Sedangkan kata Sya’ban berarti bulan Sya’ban[4]. Jadi Nisfu Sya’ban berarti pertengahan bulan Sya’ban. Hal ini didasarkan pada pandangan beberapa sahabat Rasulullah yang menganggap Sya’ban adalah bulannya al-Qur’an, salah satunya seperti Anas bin Malik a.

Dalam riwayat Ibnu Rajab v, Anas a bercerita tentang kesibukan para Sahabat Rasulullah ketika masuk bulan Sya’ban. Salah satunya adalah membaca al-Qur’an. Anas bin Malik a berkata, “Kaum Muslim ketika telah memasuki bulan Sya’ban, mereka mengambil mushaf-mushafnya kemudian membacanya. Mereka juga mengeluarkan zakat hartanya agar dapat membantu menguatkan orang fakir dan miskin untuk turut serta menunaikan puasa di bulan Ramadhan.”

Melihat kepada sikap dan doa yang mereka lakukan, terlihat jelas bagi kita bahwa para sahabat dan generasi setelahnya sangat merindukan kedatangan Ramadhan. Mereka sangat berharap dapat berjumpa dengan Ramadhan demi mendapatkan semua janji dan tawaran Allah dan Rasul-Nya dengan berbagai keistimewaan yang tidak terdapat di bulan-bulan lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa para sahabat dan generasi setelahnya betul-betul memahami dan yakin akan keistimewaan dan janji Allah dan Rasul-Nya yang amat luar biasa seperti rahmah (kasih sayang), maghfirah (ampunan) dan keselamatan dari api neraka.[]

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah h bahwa Rasulullah ` bersabda:

لاَ تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلاَ أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوْهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلاَمَ بَيْنَكُمْ

Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan tidak akan sempurna iman kalian hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kalian pada sesuatu yang jika kalian lakukan kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 54)

Marâji:

* Alumni Informatika FTI UII & PPUII

[1] Riwayat di atas dikeluarkan oleh Imam Ahmad dalam musnadnya (1/259), Ibnu Suniy dalam ’Amalul Yaum wal Lailah, Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman (3/1399), An Nawawi dalam Al Adzkar (245). Dalam hadits ini terdapat Zaidah bin Abi Ar Ruqod dan Ziyad An Numiari. Imam Al Bukhari dan Ibnu Hajar Al Asqolani menilai Zaidah bin Abi Ar Ruqod sebagai munkarul hadits. Sedangkan Ziyad bin ‘Abdillah An Numari dikatakan oleh Yahya bin Ma’in dan Ibnu Hajar sebagai perowi yang dho’if. Hadits ini dikatakan dho’if (lemah) oleh Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif (218), Syaikh Al Albani dalam tahqiq Misykatul Mashobih (1369), dan Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam takhrij Musnad Imam Ahmad. Hadits ini dinilai dho’if oleh:

  1. Adz Dzahabi dalam Mizanul I’tidal (2/65).
  2. Ibnu Rajab dalam Lathoif Ma’arif (218).
  3. Ibnu Hajar Al Asqolani dalam Tabyinul ‘Ajb (19).
  4. Syu’aib Al Arnauth menilai sanadnya dho’if dalam tahqiq musnad Imam Ahmad (1/259). Sumber: https://muslim.or.id/21263-ya-allah-berkahilah-kami-di-bulan-rajab.html

[2] HR. Thabrani: 2238

[3] HR. Thabrani: 2/1226

[4] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997)

Download Buletin klik disini

AGENDA MEANYAMBUT BULAN RAMADHAN

AGENDA MEANYAMBUT BULAN RAMADHAN

Oleh: Nailis Sa’adah*

 

Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Pembaca yang dirahmati Allah , tinggal menghitung hari bulan Ramadhan akan datang. Bulan yang selalu dirindukan oleh setiap umat Islam. Sebab, Ramadhan merupakan bulan yang istimewa, penuh berkah, dan penuh hikmah. Beberapa keistimewaan bulan ini yaitu, semua amal kebaikan akan dilipat gandakan dan di bulan ini juga untuk pertama kalinya al-Qur’an diturunkan oleh Allah sebagai pedoman umat Islam. Allah berfirman: “Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 185)

Hanya di bulan Ramadhan terdapat lailatul qadar, yaitu malam yang penuh kemulian dan keberkahan. Di al-Qur’an, lailatul qadr digambarkan sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan. Artinya jika melakukan ibadah di malam tersebut, maka disamakan dengan ibadah seribu bulan. Allah berfirman: “Sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam qadr. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemulian itu lebih baik daripada seribu bulan.”(Q.S: al-Qadr [97]: 1-3)

Menyambut Bulan Ramadhan

Dalam menyambut bulan Ramadhan yang penuh berkah, umat Islam perlu mempersiapkan diri dan menyambut dengan penuh suka cita dan rasa syukur,  agar Ramadhan tahun ini bisa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah . Beberapa upaya persiapan yang bisa dilakukan yaitu,

  1. Mempersiapkan hati dan niat

Sering kali umat Islam kurang mempersiapkan hati dan niat untuk menyambut Ramadhan. Ibadah Ramadhan hanya dianggap sebagai ritual ibadah tahunan, sekedar ajang untuk menggugurkan kewajiban, tanpa menghayati dan meresapi esensi ibadah tersebut. Sehingga perlu menata niat dan menguatkan tekad untuk konsisten beramal shalih dan memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan. Anggap saja ini Ramadhan terakhir, karena tidak bisa menjamin akan bertemu Ramadhan di tahun-tahun berikutnya.

  1. Mempersiapkan kesehatan fisik

Menahan diri untuk tidak makan dan minum selama satu bulan, serta fokus melakukan ibadah-ibadah wajib dan sunnah tentu memerlukan kesehatan fisik. Sehingga, semua hal tersebut menuntut agar selalu dalam kondisi prima dan nantinya bisa memanfaatkan bulan ramadhan dengan optimal dan maksimal.

  1. Merancang agenda kegiatan

Umat Islam dianjurkan untuk merancang agenda kegiatan untuk menyambut bulan ramadhan. Tujuannya agar setiap detik waktu diisi dengan hal-hal yang bermanfaat, yang bisa mensucikan hati dan mendekatkan diri kepada Allah , karena persiapan yang matang akan memaksimalkan amalan.[1]

Agenda bulan Ramadhan

Begitu banyak berkah dan anugerah di bulan Ramadhan. Sehingga perlu memaksimalkan ibadah agar tidak menjadi orang yang merugi. Untuk mencapai hasil yang maksimal, maka harus menyusun agenda penting dan melaksanakannya dengan niat ikhlas. Beberapa agenda yang bisa dilakukan saat bulan Ramadhan, di antaranya:

1. Puasa

Puasa di bulan Ramadhan hukumnya wajib dan merupakan bagian dari rukun Islam. Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (Q.S. al-Baqarah[2]: 183)[2]

2. Membaca al-Qur’an

Membaca dan mempelajari al-Qur’an sangat dianjurkan, apalagi di bulan Ramadhan. Rasulullah ﷺ bersabda: “Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dengan huruf itu, dan satu kebaikan akan dilipatgandakan menjadi sepuluh. Aku tidaklah mengatakan “Alif Laam Miim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf dan mim satu huruf. (H.R. Tirmidzi)

3. Shalat Tarawih dan shalat sunnah lainnya

Shalat Tarawih merupakan shalat yang hanya dikerjakan pada bulan Ramadhan dan hukumnya sunnah muakkad. Shalat Tarawih dilakukan sesudah shalat Isya’ sampai waktu fajar. Shalat sunnah lain yang dianjurkan dilakukan di bulan Ramadhan yaitu, shalat witir, tahajud, dhuha, dan sebagainya.

4. I’tikaf

I’tikaf adalah berdiam diri di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah . I’tikaf sangat disunnahkan dilakukan di sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Adapun adab dalam i’tikaf yaitu, menyibukkan diri dengan perbuatan-perbuatan seperti membaca al-Qur’an, berdzikir, belajar ilmu agama, mengerjakan shalat-shalat sunnah,menjauhi hal-hal yang tidak bermanfaat, dan berbicara hal-hal kebaikan.

5. Memperbanyak sedekah

Allah sangat memuliakan hamba-Nya yang gemar bersedekah. Apalagi jika sedekah tersebut dilakukan di bulan Ramadhan, maka Allah akan melipat gandakan pahalanya.[3]

Dalam mengisi bulan Ramadhan, baik laki-laki maupun wanita memiliki kesempatan sama untuk meraih keutamaan dan keistimewaan. Namun ada hal-hal yang tidak bisa dihindari perempuan dan ada hal yang membatasi kegiatan perempuan di bulan ini, seperti haid dan nifas. Hal-hal tersebut yang kadang membatasi wanita untuk melakukan berbagai macam ibadah. Alasannya karena sedang dalam keadaan tidak suci atau tidak bersih. Padahal banyak amalan yang bisa dilakukan saat bulan Ramadhan. Meskipun tidak boleh shalat dan puasa, wanita yang sedang haid dan nifas masih memiliki kesempatan untuk meraih kemuliaan bulan Ramadhan. Mereka masih dapat melakukan beberapa ibadah dan mengoptimalkan beberapa amalan yang diperbolehkan selama haid dan nifas, di antaranya berdzikir kepada Allah , bersedekah, mendengarkan bacaan al-Qur’an, dan memberi makan orang yang berbuka puasa. Dari beberapa amalan tersebut, para wanita yang berhalangan untuk puasa tidak perlu berkecil hati dan cemas akan kekurangan pahala dan kemuliaan di bulan Ramadhan. Masih banyak ibadah yang bisa diamalkan untuk mendapatkan rahmat dan karunia Allah.[4]

Dengan demikian, umat Islam dianjurkan untuk menyambut Ramadhan dengan sambutan hangat dengan mempersiapkan hati, niat, kesehatan fisik dan rohani. Kemudian umat Islam perlu merancang agenda di bulan ramadhan agar dapat beribadah dengan maksimal, mampu meningkatkan kedekatan dan kualitas keimanan kepada Allah. Sebab, belum tentu akan bertemu Ramadhan di tahun berikutnya. Bagi wanita yang berhalangan untuk berpuasa tidak perlu khawatir dan merasa akan kekurangan ladang pahala dan kemuliaan di bulan Ramadhan. Apabila semua ibadah dan amalan dilakukan dengan sungguh-sungguh dan ikhlas, In sya Allah akan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang sedang berpuasa.[]

Mutiara Hikmah

Yahya bin Abi Katsir – seorang ulama tabi’in –, bahwa sebagian sahabat ketika mendekati datangnya Ramadhan mereka berdoa,

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً

Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 264)

Maraji’:

* Alumni PPUII

[1] Satria Nova. Bulan Ramadhan: Bebas dari Belenggu Setan dan Hawa Nafsu. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2011. hal. 6-8

[2] M. Syukron Maksum. Kedahsyatan Puasa: Jadikan Hidup Penuh Berkah. Yogyakarta: Pustaka Marwa. Cet-k.1-2. hal. 13

[3] Ibid. Hal. 41-43

[4] Abdul Syukur al-Azizi. Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita. Yogyakarta: Noktah. 2017. Cet.k-1. hal 137.

Download Buletin klik disini

MENELADANI SIFAT SABAR DARI KISAH NABI AYUB

MENELADANI SIFAT SABAR DARI KISAH NABI AYUB

Oleh: Regita Safitri Wulandari*

 

Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Para pembaca yang di rahmati Allah , sebagai manusia, kita harus senantiasa bersabar menghadapi ujian yang diberikan Allah walau memang tidak semudah yang di ucapkan, namun kita harus selalu bersabar menjalani semua hal dalam hidup kita.

Petunjuk dalam al-Qur’an

Al-Qur’an memberi petunjuk kepada umat Islam yang beriman agar menetapi kesabarannya dengan shalat, karena shalat merupakan sarana komunikasi hamba dengan Tuhannya serta dapat membimbing manusia agar bisa mengendalikan emosi yang ada dalam diri dari hawa nafsu untuk melakukan tindak kejahatan yang bisa membahayakan manusia. Sebagai manusia yang beriman kepada Allah l, harus melakukan aktivitas shalat sehingga bisa mengarahkan serta membimbing manusia ke arah kesadaran dan kesabaran[1]. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S al-Baqarah Ayat 153 menjelaskan sebagai berikut: “Wahai orang-orang yang beriman mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar” (QS. al Baqarah [2]: 153)

Dalam ayat tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang sempurna dalam shalatnya bisa dipastikan memiliki tingkat kesabaran yang tinggi pula. Baik dalam mengendalikan emosi maupun  menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan yang keji dan munkar.

Adapun sabar dapat dikelompokkan kedalam beberapa jenis, diantaranya sebagai berikut[2]:

  1. Sabar dalam Menghadapi Musibah

Sabar dalam menghadapi musibah bisa diartikan ketika seseorang diberikan musibah oleh Allah baik itu berupa bencana alam, kematian, kehilangan harta benda, serta musibah lainnya, maka kita harus bisa mengendalikan atau mengontrol emosi kita dengan baik, serta harus menanamkan sikap ikhlas agar bisa mengendalikan emosi diri agar tidak berprasangka buruk kepada Allah l dengan tidak menyalahkan orang lain[3].

  1. Sabar dan Taat dalam Beribadah

Orang yang selalu sabar dalam beribadah dengan selalu taat kepada Allah , senantiasa dapat menunjukkan sikap tabah dan ikhlas pada diri, keluarga, kerabat serta lingkungan sekitar. Allah sangat mencintai hamba-Nya yang sabar dalam ketaatan beribadah kepada Allah . Sebagai hamba Allah, kita harus mampu mengendalikan dan menjaga diri agar selalu dalam kesucian dan menjauhkan diri dari segala perbuatan yang bisa mengarah pada kemaksiatan dan mampu berbuat baik kepada diri sendiri dan orang lain[4].

  1. Sabar dalam Menghadapi Gangguan Manusia

Kita hidup di dunia hanya sementara, oleh karenanya kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu yang ada, walau dihadang oleh berbagai macam tantangan global, termasuk gangguan dari lingkungan dan gangguan dari manusia itu sendiri. Namun sebagai hamba Allah l yang memiliki aqidah dan keyakinan teguh terhadap syari’at Islam, maka kita harus mampu menahan emosi dengan tidak membalas kejahatan orang-orang yang mendhalimi, melainkan selalu bersikap sabar dan tenang dengan membalas kejahatan dengan kebaikan tanpa adanya dendam dalam hati[5].

  1. Sabar dalam Kefakiran

Sabar dalam menghadapi kefakiran, merupakan jenis kesabaran yang paling tinggi dan sungguh mulia, apabila orang tersebut mampu melaksanakan semua perintah Allah dan mampu menjauhkan diri dari segala larangan-Nya, baik itu perbuatan keji dan munkar semata-mata hanya mengharap ridha Allah l, maka akan mendapat limpahan cinta dan kasih sayang Allah . Kesabaran dalam kesederhanaan di berbagai aspek terkait kenikmatan duniawi merupakan suatu keharusan, hal ini dilakukan agar kita sebagai manusia menjadi lebih khusyuk dan taat dalam beribadah kepada Allah l[6].

Kisah Nabi Ayub

Salah satu kisah Nabi yang bisa kita teladani dalam mengimplementasikan sifat sabar adalah kisah dari Nabi Ayub u. Nabi Ayub u diberikan ujian dalam hidupnya dalam waktu yang tidak sebentar, namun ia tetap sabar dan senantiasa berdoa dan beribadah kepada Allah . Nabi Ayub u merupakan salah satu utusan Allah l. Ia menjadi salah satu teladan bagi kita selaku umat Islam dalam mengimplementasikan sikap sabar saat diberikan musibah oleh Allah [7].

Kisah Nabi Ayub u diceritakan dalam beberapa tafsir. Dalam al-Bidayah wa An-Nihaya, dan Tafsir Al-Baghawi, diceritakan bahwa Nabi Ayub u dahulu termasuk orang yang sangat kaya dengan harta berlimpah. Mulai dari sapi, unta, kambing, keledai, kuda ia miliki di peternakannya. Tak hanya itu, Nabi Ayub juga memiliki tanah yang luas, hingga tak ada orang yang mampu menyaingi[8]. Walaupun memiliki harta kekayaan yang berlimpah, tidak menjadikan Nabi Ayub u sombong. Justru ia menggunakan hartanya untuk menolong sesama dan selalu bersyukur atas nikmat Allah l[9].

Namun keadaan berubah ketika ia terasingkan dari harta dan keluarganya serta di berikan ujian dengan diberikan penyakit kulit dan berbagai ujian lain yang membuat harta dan anaknya hilang[10]. Dengan keadaan seperti itu, Nabi Ayub u dijauhi dari semua orang. Namun ada sosok yang selalu setia menemani dan merawatnya, yaitu istrinya. Walaupun sedang diberi ujian oleh Allah , Nabi Ayub u selalu berzikir kepada Allah agar diberikan keselamatan dan kesehatan[11]. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Anbiya ayat 83: “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang” (QS. al Anbiya [21]: 83)

Dengan kesabaran Nabi Ayub u dalam menjalani ujian dan cobaan dari Allah selama 18 tahun, Nabi Ayub u mendapatkan mukjizat dari Allah . Ia diberikan kesehatan setelah mandi dan minum dari air yang dianugerahi Allah . Setelah mendapatkan mukjizat dari Allah l, kehidupan Nabi Ayub u dan istrinya pun kembali diberkahi oleh Allah . Nabi Ayub u kembali dikaruniai anak dan harta yang berlimpah. Dan tak lupa, Nabi Ayub u kembali bersyukur kepada Allah atas berkah dan nikmat yang diberikan-Nya[12].

Dari kisah Nabi Ayub u, kita bisa mengambil sebuah kesimpulan bahwa, saat kita sedang memiliki harta kekayaan yang melimpah, janganlah kita menjadi pribadi yang sombong. Dan saat harta yang kita miliki diambil Allah l dan kita diberi cobaan yang bertubi-tubi, janganlah kita menyalahkan keadaan. Kita harus selalu sabar atas ujian yang diberikan Allah . Semoga dari kisah Nabi Ayub u ini kita bisa memetik sebuah pelajaran yang sangat berharga dalam hidup, yakni untuk selalu sabar ketika sedang mendapatkan cobaan dari Allah l dan semoga kita selalu bisa menjadi pribadi yang selalu mengamalkan sifat sabar dalam menjalani kehidupan.

Mutiara Hikmah

Allah l berfirman:

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ

Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.S. Az-Zumar [39]: 10)

Marâji:

* Mahasiswa Prodi Hubungan Internasional ’20 FPSB UII

[1] Miskahuddin. Konsep Sabar dalam Perspektif Al-Qur’an, dalam Jurnal Ilmiah Al Mu’Ashirah Vol. 17, No. 2, Juli 2020, hal. 196-207.

[2] Ibid

[3] Ibid

[4] Ibid

[5] Ibid

[6] Ibid

[7] Yasmin, P. “Nabi Ayub dan Kisah Kesabaran yang Patut Diteladani”, 17 Oktober 2019, https://news.detik.com/berita/d-4748922/nabi-ayub-dan-kisah-kesabarannya-yang-patut-diteladani?_ga=2.21032508.606027907.1646098844-1733049408.1639552537.

[8] Ibid

[9] Ina, K. “Kisah Nabi Ayyub AS: Diuji dengan Sakit dan Ditinggalkan Keluarga”, 18 April 2021, https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5535530/kisah-nabi-ayyub-as-diuji-dengan-sakit-dan-ditinggalkan-keluarga

[10] Handayani, R. “Kesabaran Nabi Ayyub yang Diuji Hingga 18 Tahun”, 12 November 2021, https://www.republika.co.id/berita/r2g1zo430/kesabaran-nabi-ayyub-yang-diuji-hingga-18-tahun

[11] Yasmin, P. “Nabi Ayub dan Kisah Kesabaran yang Patut Diteladani”, 17 Oktober 2019,

[12] Ibid

Download Buletin klik disini

KISAH ISRA’ MI’RAJ

KISAH ISRA’ MI’RAJ

Oleh: Aisyah Qosim

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Kisah isra’ mi’raj secara umum disebutkan dalam surat al Isrâ’ ayat 1 dan surat an-Najm ayat 1-18.

Allah berfirman: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (Q.S. al-Isrâ’ [17]: 1)

Allah berfirman: “Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri dengan rupa yang asli. sedang dia berada di ufuk yang tinggi. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi, maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”. (Q.S. an-Najm [53]: 1-18)

Di antara hadits shahih yang menyebutkan kisah isra mi’raj adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya, dari sahabat Anas bin Malik a. Dari Anas bin Malik a bahwa Rasulullah n bersabda: “Didatangkan kepadaku Buraaq – yaitu yaitu hewan putih yang panjang, lebih besar dari keledai dan lebih kecil dari baghal, dia meletakkan telapak kakinya di ujung pandangannya (maksudnya langkahnya sejauh pandangannya). Maka sayapun menungganginya sampai tiba di Baitul Maqdis, lalu saya mengikatnya di tempat yang digunakan untuk mengikat tunggangan para Nabi. Kemudian saya masuk ke masjid dan shalat 2 rakaat kemudian keluar . Kemudian datang kepadaku Jibril  ‘alaihis salaam dengan membawa bejana berisi  khamar dan bejana berisi air susu. Aku memilih bejana yang berisi air susu. Jibril kemudian berkata : “ Engkau telah memilih (yang sesuai) fitrah”.

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit (pertama) dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit) dan saya bertemu dengan Adam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian kami naik ke langit kedua, lalu Jibril ‘alaihis salaam  meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab: “Jibril”. Dikatakan lagi:“Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit kedua) dan saya bertemu dengan Nabi ‘Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakariya shallawatullahi ‘alaihimaa, Beliau berdua menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit ketiga dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketiga) dan saya bertemu dengan Yusuf ‘alaihis salaam yang beliau telah diberi separuh dari kebagusan(wajah). Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit keempat dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab: “Muhammad” Dikatakan: “Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab: “Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit keempat) dan saya bertemu dengan  Idris alaihis salaam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Allah berfirman yang artinya : “Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi” (Maryam [19]:57).

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit kelima dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya):“Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab:“Muhammad” Dikatakan:“Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit kelima) dan saya bertemu dengan  Harun ‘alaihis salaam. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku.

Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit keenam dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya): “Siapa engkau?” Dia menjawab:“Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab: “Muhammad” Dikatakan: “Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab:“Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit) dan saya bertemu dengan Musa. Beliau menyambutku dan mendoakan kebaikan untukku. Kemudian Jibril naik bersamaku  ke langit ketujuh dan Jibril meminta dibukakan pintu, maka dikatakan (kepadanya): “Siapa engkau?” Dia menjawab: “Jibril”. Dikatakan lagi: “Siapa yang bersamamu?” Dia menjawab, “Muhammad” Dikatakan, “Apakah dia telah diutus?” Dia menjawab, “Dia telah diutus”. Maka dibukakan bagi kami (pintu langit ketujuh) dan saya bertemu dengan Ibrahim. Beliau sedang menyandarkan punggunya ke Baitul Ma’muur. Setiap hari masuk ke Baitul Ma’muur tujuh puluh ribu malaikat yang tidak kembali lagi. Kemudian Ibrahim pergi bersamaku ke Sidratul Muntaha. Ternyata daun-daunnya seperti telinga-telinga gajah dan buahnya seperti tempayan besar. Tatkala dia diliputi oleh perintah Allah, diapun berubah sehingga tidak ada seorangpun dari makhluk Allah yang sanggup mengambarkan keindahannya.

Lalu Allah mewahyukan kepadaku apa yang Dia wahyukan. Allah mewajibkan kepadaku 50 shalat sehari semalam. Kemudian saya turun menemui Musa ’alaihis salam.  Lalu dia bertanya: “Apa yang diwajibkan Tuhanmu atas ummatmu?”. Saya menjawab: “50 shalat”. Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan, karena sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya. Sesungguhnya saya telah menguji dan mencoba Bani Isra`il”. Beliau bersabda :“Maka sayapun kembali kepada Tuhanku seraya berkata: “Wahai Tuhanku, ringankanlah untuk ummatku”. Maka dikurangi dariku 5 shalat. Kemudian saya kembali kepada Musa dan berkata:“Allah mengurangi untukku 5 shalat”. Dia berkata:“Sesungguhnya ummatmu tidak akan mampu mengerjakannya, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”. Maka terus menerus saya pulang balik antara Tuhanku Tabaraka wa Ta’ala dan Musa ‘alaihis salaam, sampai pada akhirnya Allah berfirman:“Wahai Muhammad, sesungguhnya ini adalah 5 shalat sehari semalam, setiap shalat (pahalanya) 10, maka semuanya 50 shalat. Barangsiapa yang meniatkan kejelekan lalu dia tidak mengerjakannya, maka tidak ditulis (dosa baginya) sedikitpun. Jika dia mengerjakannya, maka ditulis(baginya) satu kejelekan”. Kemudian saya turun sampai saya bertemu dengan Musa’alaihis salaam seraya aku ceritakan hal ini kepadanya. Dia berkata: “Kembalilah kepada Tuhanmu dan mintalah keringanan”, maka sayapun berkata: “Sungguh saya telah kembali kepada Tuhanku sampai sayapun malu kepada-Nya”. (H.R Muslim 162).

Untuk lebih lengkapnya, silahkan merujuk ke kitab Shahih Bukhari hadits nomor 2968 dan 3598 dan Shahih Muslim nomor 162-168 dan juga kitab-kitab hadits lainnya yang menyebutkan kisah ini.

Mutiara Hikmah

Dari Abu Darda’ secara marfu’ disebutkan keutamaan shalat di Masjidil Aqsha,

وَالصَّلَاةُ فِي بَيْتِ الْمَقْدِسِ بِخَمْسِمِائَةِ صَلَاةٍ

“Shalat di Baitul Maqdis sama seperti mengerjakan lima ratus shalat.” (HR. Al-Bazar, Ibnu ‘Abdil Barr, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dan dihasankan oleh Al-Bazar).

Download Buletin klik disini