Sebuah Pesan Iman Via Covid-19

Sebuah Pesan Iman Via Covid-19

Bismillahi walhamdulillahi wash-shalatu wassalamu ‘ala rasulillah,

Beriman kepada takdir baik maupun buruk adalah merupakan salah satu rukun iman yang mesti kita imani dengan benar. Rasulullah bersabda: “…. Beritahukanlah kepadaku tentang iman. ‘Nabi menjawab, Iman adalah engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.’….”(H.R. Muslim No. 8, Abu Daud No. 4695, at-Tirmidzi No. 2610 dan selainnya)

Seorang mukmin harus yakin bahwa semuanya selain dari Allah adalah makhluk (cipataan Allâh). Maka termasuk Covid-19 merupakan makhluk Allah dan Dia yang memberikan kehendak atas merebaknya wabah ini hingga menjangkit kepada siapapun atas izin-Nya. Maka, tidaklah sesuatu dapat memberikan kemudaratan melainkan atas izin-Nya sebagaimana Allah  memerintahkan api untuk menjadi dingin dan keselamatan bagi Nabi Ibrahim ‘alaihi salam.

Perlu kita ingat, ada hikmah dari setiap kejadian yang Allah takdirkan kepada hamba-Nya. Maka jadilah sebaik-baiknya hamba yang selalu mengambil hikmah di balik apa yang Allahtakdirkan. Rasa takut serta hawatir pada saat ini, hingga jatuhnya korban jiwa janganlah menjadikan sebuah sebab kita lupa akan segalanya. Yang mesti kita lakukan adalah menjadikan rasa takut serta hawatir tersebut untuk semakin bersungguh-sunguh serta khusyu’ dalam mendekatkan diri kepada Allah . Karena hakikat dari rasa takut itu sendiri merupakan sebuah bentuk ujian dari Allah  kepada seorang hamba.

Allah berfirman: “Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit rasa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”.(Q.S. al-Baqarah [2]: 115)

Bukankah rasa takut adalah yang menjadikan seorang hamba semakin bersungguh-sungguh dan khusyu’dalam memohon kepada Allah ? Maka hal terpenting pada saat rasa takut itu hadir yang paling tepat adalah kita meminta kepada Allah l serta berlindung kepada-Nya dari segala bentuk keburukan makhluk.

Keutamaan Doa

Doa merupakan salah satu diantara bentuk ibadah seorang hamba kepada Allah . Selain itu, merupakan sebuah kunci bagi seorang mukmin pada saat turunya bala’ (cobaan) karena yang mengizinkan atas turunnya cobaan tersebut adalah Allah l. Diantara sebab seorang hamba kuat dan semakin mendapatkan pertolongan Allah  dalam kondisi apapun adalah dengan doa.

Doa merupakan bukti benarnya Iman serta pengenalan seorang hamba kepada Allah baik dalam rububiyah, uluhiyah, maupun nama dan sifat-Nya. Ini menunjukan bahwa dia sebagai seorang hamba yakin bahwa Allah Maha Mencukupi, Maha Melihat, Maha Mulia, Maha Pengasih, Maha Mampu, Rabb yang berhak diibadahi semata dan tidak pada selain-Nya.

Doa juga merupakan sebuah bentuk bukti atas tawakkalnya seorang hamba kepada Rabbnya. Karena pada saat seorang hamba berdoa, ini berarti dia meminta pertolongan Allah l dan hal ini berarti dia telah menyerahkan segala urusannya kepada Allah  semata tidak pada selain-Nya.

Maka yakinlah atas segalanya, baik yang engkau usahakan maupun hajat yang engkau hendaki sertai doa kepada Allah. Karena doa itu amat bermanfaat dengan izin Allah . “Tidaklah seorang muslim memanjatkan doa kepada Allah ﷻ selama tidak mengandung dosa dan memutuskan silaturahmi (antar kerabat,pen) melalinkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan mengabulkan doanya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami akan memperbanyak doa.” Nabi ﷺ lantas berkata, “Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan doa-doa kalian.”

Kiat-Kiat Melalui Sebab Syar’i (Akibat Kehendak Allah)

Sebab syar’i merupakan sebab-akibat kehendak Allah kepada hamba-Nya. Maka dari apa yang melanda pada saat ini seperti wabah COVID-19 ataupun lainnya, ada beberapa hal yang dapat kita tempuh sebagai seorang hamba dan makhluk Allah atas apa yang Allah  ujikan ini.

Di antaranya adalah adalah dengan kita senantiasa taat dalam perintah Allah  dan Rasul-Nya. Melalui setiap ajaran-ajaran yang telah disampaikan melalui syariat Islam maka sebab syariat ini mesti kita tempuh selain sebab lain atau disebut denngan sebab kauni yang akan dibahas di bawah nanti.

Banyak diantara syariat yang telah ajarkan kepada kita, diantaranya seperti memakan makanan yang halal lagi baik, karena ada kebaikan dan berkah dari apa yang dikonsumsinya. Tentu juga dalam cara menempuhnya juga dilakukan dengan cara-cara yang telah dianjurkan oleh syariat.

Kemudian, senantiasa berdoa memohon perlindungan, bertaubat kepada Allah . Dalam hal ini, sebenarnya banyak sekali amalan-amalan yang sebenarnya sudah menjadi prisai seorang muslim tatkala dia senantiasa menjadikannya sebagai rutinitas di kehidupan sehari-harinya. Diantaranya membaca rangkaian dzikir pagi dan petang memohon agar dihindarkan dari wabah atau penyakit yang sedang merebak sebagaimana yang telah diajarkan dalam sunah Nabi .

Bertaubat memohon ampunan kepada Allah   juga merupakan diantara kunci atas segala permasalahan atau musibah yang melanda. Sungguh mulia di sisi-Nya bagi orang-orang yang senantiasa memohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepadanya. Karena bisa jadi Allah meberikan cobaan ini adalah sebagai bentuk balasan atas kemaksiatan-kemaksiatan yang telah diperbuat. Maka, pentingnya muhasabah serta taubat atas cobaan yang melanda merupakan salah satu sebab yang harus ditempuh.

Kiat-Kiat Melalui Sebab Kauni (Akibat di Dunia)

Sebab kauni merupakan sebab-akibat di dunia. Usaha merupakan bagian dari takdir dan tidak ada kontradiksi antara apa usaha dan takdir. Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nasir as-Sa’di pernah berkata, “Jika pengejar akhirat mengetahui bahwa akhirat tidak akan digapai melainkan dengan keimanan, amal saleh, dan meninggalkan lawannya (amal buruk), maka ia akan bersemangat dan bersungguh-sungguh merealisasikan keimanan dan memeperbanyak wujud-wujud keimanan yang terperinci. Di sisi yang lain, ia akan meninggalkan kekufuran dan kemasiatan. Ia akan segera bertaubat jika terjatuh dalam dosa.”

Dalam hal ini Rasulullah ` pernah menyampaikan penjelasan bahwa wajibnya usaha atas seorang hamba, seperti hadits dari Abu Hurairah yang diriwayatkan Muslim (4/2025): “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah ﷻ dibandingkan mukmin yang lemah, dan masing-masing mempeunyai kebaikan. Bersunguh-sungguhlah untuk hal yang bermanfaat untukmu. Mohonlah pertolongan dari Allah ﷻ dan jangan merasa lemah. Jika ada sesuatu menimpa dirimu, jangan ucapkan ‘Andai saja saya melakukan begini, tentu akan begini dan begitu.’ Namun ucapkanlah ‘Telah ditakdirkan Allah ﷻ, apa yang Allah ﷻ kehendaki, Dia pasti melakukannya.’ Sesungguhnya ucapan ‘Andai saja’, akan membuka amalan setan.” (H.R. Muslim 4/2025)

Pada saat ini bayak perkara atau usaha yang mesti ditempuh sebagai pencegahan atas melandanya wabah COVID-19. Bahkan diantaranya Rasulullah  memerintahkan: “Apabila kalian mendengar wabah tha’un melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabilapenyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian berada di dalamnya, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu.” (H.R. Muttafaqun ‘alaih)

Maka melakukan sutau ikhtiar yang menjadi sebab pencegahan tidaklah bertentangan dengan tawakkal. Maka ikhtiar pada saat ini yang dapat kita lakukan ada dua hal yakni ikhtiar yang sifatnya secara berjamaah atau kelompok dan ikhtiar yang sifatnya individu.

Ikhtiar yang dilaksanakan bersama diantaranya adalah dengan melakukan pencegahan-pencegahan agar wabah ini tidak merebak semakin luas seperti dengan melakukan isolasi kepada mereka yang terkena wabah tersebut atau kepada mereka yang dicurigai terkena virus. Tentunya ikhtiar ini dilakukan oleh pihak-pihak berwenang.

Adapaun ikhtiar dalam skala individu, kita dapat mengikuti arahan-arahan para ahli di bidang ini seperti halnya dengan rutin menjaga kesehatan atau daya tahan tubuh, rutin mencuci tangan, memakan makanan yang halal lagi baik, menghindari keluar rumah dan berkumpul di tempat keramaian bila idak diperlukan.[]

 

Juwandi Purnama

Ahwal al-Syakhshiyah

FIAI – UII

 

Mutiara Hikmah

Doa Keselamatan

اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ، اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِيْنِيْ وَدُنْيَايَ وَأَهْلِيْ وَمَالِيْ. اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي وَآمِنْ رَوْعَاتِي، اَللَّهُمَّ احْفَظْنِيْ مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِيْ، وَعَنْ يَمِيْنِيْ وَعَنْ شِمَالِيْ، وَمِنْ فَوْقِيْ، وَأَعُوْذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِيْ

Ya Allah! Sesungguhnya aku mohon keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam agamaku, (kehidupan) duniaku, keluargaku dan hartaku. Ya Allah, tutupilah auratku dan berilah ketenteraman dihatiku. Ya Allah! Peliharalah aku dari arah depan, belakang, kanan, kiri dan atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu, agar aku tidak mendapat bahaya dari bawahku.”  (H.R. Abu Daud no.5074, Ibnu Majah no.3871 dan dishahihkan oleh Al-Albani)

Jangan Mudah Putus Asa! “La Tay’Asu Min-Rauhillâh”

Jangan Mudah Putus Asa!

“La Tay’Asu Min-Rauhillâh”

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Berputus asa sering dirasakan oleh manusia, ketika ia tidak mendapatkan target hidupnya atau dalam keadaan yang sangat sulit. Keadaan putus asa mampu mendorong manusia kepada hal yang negatif dan tentunya dilarang oleh Islam, banyak yang berputus asa tidak menemukan cara untuk bangkit akhirnya mereka melakukan hal-hal yang merusak diri mereka.

Allah berfirman yang artinya, “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”.(Q.S. Yusuf [12]: 87)

Ayat tersebut memberitahukan bahwa janganlah sampai berputus asa dari rahmat Allah kecuali mereka yang kafir. Sedangkan dari tafsir al-Mukhtashar, maka hendaklah mencari berita tentang Yusuf dan saudaranya agar kalian mengetahui kabar mereka, dan arti dari “dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah ﷻ” yakni janganlah kalian berputus asa dari jalan keluar dan bantuan yang akan diberikan Allah . Lalu makna “Rauhi” yaitu segala yang dirasakan dan diyakini seseorang tentang keberadaan dan kedatangan-Nya.[1]

Maka maksud dari ayat tersebut yaitu jika manusia diberikan suatu kesulitan yang menurutnya sangat membebani diirinya, maka jangan sampai berputus asa tetaplah bersandar kepada Allah serta meyakini bahwa Allah ada dan pasti memberikan rahmat untuk menolong hamba-Nya. Hamba Allah yang memiliki keyakinan akan rahmat-Nya pasti ia tidak akan berputus asa, karena ia selalu bersandar pada Allah dan mengingat bahwa Allah menguji hamba-Nya tidak melebihi kemampuannya. Agama Islam membimbing umatnya ketika berputus asa hendaklah mengingat Allah .

Shalat Menghilangkan Sedihmu

Seseorang yang sedang dalam kesedihan, kekecewaan dan merasa risau, maka segeralah bangkit dan ingatlah Allah dengan cara mendirikan shalat. Setiap kali dirundung kegelisahan, Rasulullah menenangkan diri dengan shalat. Dari sahabat Hudzaifah, ia berkata, “Bila kedatangan masalah, Nabi ﷺ  mengerjakan shalat.” (H.R. Ahmad dalam al–Musnad [5/388] dan Abu Dawud [2/35])[2]. Beliau juga berkata kepada sahabat Bilal, “Wahai Bilal, kumandangkan iqamah shalat, buatlah kami tenang dengannya.” (Dihasankan al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 7892)

Bahwa shalat benar-benar menjadi penyejuk hati dan sumber kebahagiaan bagi Rasulullâh . Bahkan beberapa tokoh ulama ketika mereka sedang dihimpit suatu kesulitan dan menghadapi cobaan, mereka mendirikan shalat dengan khusyu’ untuk meminta pertolongan Allah , lalu mereka menjadi pulih dan semangat menjalani tekad hidup.[3]

Mendirikan Shalat sudah pasti memberikan ketenangan bagi mereka yang melaksanakannya dan menjadikan ia dekat dengan Allah dan mampu menjadi obat hati ketika dalam keadaan sedih, gundah dan terpuruk, bisa dikatakan shalat sebagai media untuk mengenal Allah dan menjadi penenang hati.

Kesulitan Menghebatkan Dirimu

Manusia dalam menjalani kehidupannya pasti pernah dan akan merasakan kesulitan, hambatan dan kesedihan. Tetapi dibalik segala kesulitan yang sudah dialami akan datang banyak pelajaran dalam hidup dan memberikan hikmah yang Allah ﷻ  beri dengan rahmat-Nya:

Diantara hikmahnya; (1) Melalui kesulitan itu akan menguatkan hatimu, (2) Menghapuskan dosa-dosa, (3) Menghancurkan rasa ujub, (4) Meluruhkan kelalaian, (5) Menyalakan lentera dzikir, (6) Menarik empati sesama, (7) Menjadi doa yang dipanjatkan kepada Allah, (8) Berserah diri kepada Allah, (9) Menjadi pengingat diri, (10) Menjadikan hati untuk tetap bersabar, (11) Merupakan persiapan untuk menghadap Sang Pemilik Hidup, (12) Dan menjadi pengingat untuk tidak cenderung kepada urusan dunia, memberikan rasa aman dan tenang dalam hati jika sudah meyakini rahmat-Nya.[4]

Dengan itu segala kesulitan yang dihadapi akan memberikan hikmah yang tentunya memberikan banyak pembelajaran kepada manusia dan semakin mengenal makna hakiki dari kehidupan.

Nikmat Allah Sudah Banyak Kita Dapatkan

Ketika manusia sedang merasa kesulitan, tentunya banyak melupakan pencapaian yang sebenarnya telah ia dapatkan. Cenderung orang yang dalam keadaan sedih banyak pikiran negatif yang datang, namun semua itu tidak boleh dibiarkan, dengan itu untuk mencegah hal-hal negatif yang datang dalam keadaan  sulit, hendaklah mengingat akan nikmat yang telah Allah berikan, mengingat Allah  telah memberikan banyak nikmat yang jarang disadari oleh manusia.

Keadaan gagal, terpuruk hendaklah mengingat kebaikan Allah  atas nikmat-Nya yang telah diberikan dengan itu rasa syukur akan hadir. Allah berfirman, “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya” (Q.S. Ibrahim [14] : 34)

Jika manusia sadar akan nikmat Allah  yang begitu berlimpah, pasti ia tidak akan berputus asa, karena terus mengingat akan nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya seperti nikmat hidup, nikmat sehat, nikmat pendengaran, pengelihatan, ada kaki dan tangan, air, makanan, udara dan banyak lagi. Menyadari akan nikmat Allah tentunya akan mengajak manusia untuk selalu bersyukur dan terus merasa cukup. Ketika manusia itu berada dalam kekeliuran, merasa kesulitan akan ada hikmah yang ia dapatkan dan itu salah satu nikmat hidayah yang Allah  beri kepadanya.[5]

Ingat! Setelah Kesulitan Ada Kemudahan

Allah  berfirman, “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (Q.S. Alam Nasyr [94]: 5-6)

Setiap permasalahan selalu ada jalan keluar, layaknya setelah lapar pasti ada rasa kenyang, setelah haus ada rasa puas, setelah begadang ada waktu tidur pulas, itulah keadaan dimana setelah kesulitan pasti akan ada kemudahan. Layaknya ketika manusia berada dalam kesedihan, tidak mungkin kesedihan itu akan ada setiap hari pasti tidak lama akan ada senyuman yang muncul yang bisa menghilangkan rasa sedih itu.

Allah  memberikan manusia ujian tidak lepas dari hikmah yang akan diberikannya setelah ia melewati ujian tersebut, Allah memberikan banyak kejutan yang tidak bisa manusia perkirakan, melalui ujian kehidupan Allah  akan memberi manusia banyak pembelajaran. Dengan adanya kesulitan dalam hidup, manusia menjadi sadar akan posisinya di muka bumi yang hanya sebagai hamba Allah yang  seharusnya patut mengingat-Nya. Melalui kesulitan manusia mengerti apa yang perlu ia lakukan dengan terus mengadu dan mendekat kepada yang menciptakannya.

Adapun langkah-langkah yang sudah diterangkan ketika manusia berada dalam posisi yang sangat sulit, sedih jangan sampai ia putus asa,maka laksanakanlah shalat dengan shalat tentu akan banyak mengingat Allahmelalui bacaan shalat dan dzikir di dalamnya sehingga menjadikan hati lebih tenang dan tentram. Kemudian mereka yang merasa berada dalam masa sulit yakinlah bahwa ia akan menjadi lebih hebat karena mampu melewati ujian itu dibekali dengan ketaatannya kepada Allah , melalui ujian kehidupan hati manusia menjadi kuat dan tentunya lebih sabar dalam menghadapinya.

Selanjutnya ingatlah selalu Allah  yang telah banyak memberikan nikmat kepada hamba-Nya, namun manusia sering sekali melupakan, maka dengan selalu mengingat banyak nikmat yang telah Allah berikan rasa sulit dalam diri akan hilang dan akan hadir dalam diri manusia rasa bersyukur sehingga mampu menerima apapun yang sedang dihadapinya.

Allah tidak akan menguji hamba-Nya melebihi kemampuannya, maka yakinlah segala rintangan dalam hidup pasti bisa dilewati berbekal keyakinan akan rahmat Allah .[]

 

Lia Ananda Haenida

FIAI/PAI UII 2017

 

Marâji’

[1] Bin Abdullah bin Humaid, S. D. S. Markaz Tafsir Riyadh. 2019. Kementrian Agama RI

[2] Dihasankan al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud

[3] Maksum, M. S. Laa Tay Asuu Jangan Putus Asa!. 2013. Medpress Digital.

[4] Ibid

[5] Ibid

 

Mutiara Hikmah

Doa Perlindungan dari Penyakit

اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُوْنِ وَالْجُذَامِ وَسَيِّئِ اْلأَسْقَامِ.

” Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari penyakit kulit belang, penyakit gila, penyakit lepra, dan penyakit yang (berakibat) buruk. ” (H.R. Abu Dawud, No.1554)

 

Download Buletin klik disini

Sikap Seorang Muslim Dalam Menghadapi Wabah Penyakit

Sikap Seorang Muslim Dalam Menghadapi Wabah Penyakit

Bismillahi walhamdulillahi wash-shalatu wassalamu ‘ala rasulillah.

Pembaca yang semoga dirahmati Allah , akhir-akhir ini dunia dihebohkan dengan kabar adanya jenis virus baru, yang mana kasus pertama ditemukan di kota Wuhan, Cina. virus jenis baru ini sering disebut sebagai virus corona atau Covid-19, yang menyerang saluran pernafasan manusia.

Menurut WHO, saat ini kasus yang ditimbulkan oleh virus corona mencapai 101.927 kasus, 80.813 kasus diantaranya berasal dari Cina. Sedangkan sisanya dilaporkan terjadi di 93 negara lainnya. Di Indonesia sendiri, baru-baru ini dikonfirmasi bahwa dari 483 orang yang diperiksa, 6 orang positif menderita Covid-19 dan ini ada kemungkinan terus bertambah. Virus ini juga menyerang tenaga medis yang ikut menangani kasus. Jumlah ini dapat terus berubah setiap waktunya.[1]

Kasus ini menjadi perbincangan hangat di berbagai media sosial. Tak sedikit akun-akun media sosial yang memberitakan berbagai informasi terkait kasus ini. Bahkan saat ini masih menjadi tranding topic di media sosial. Mengetahui hal ini, lalu bagaimanakah sikap kita sebagai seorang muslim?

Bertawakkal Kepada Allah

Dalam kehidupan ini, tidak ada yang terjadi kecuali atas izin Rabbul ‘âlamîn yang menciptakan alam ini, yaitu Allah . Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini telah Allah tetapkan takdirnya, bahkan tidak ada satu daun pun yang jatuh melainkan atas izin Allah . Maka sudah sepatutnya bagi kita seorang muslim, meyakini bahwa Allah-lah yang telah menghendaki segala sesuatu terjadi. Allah berfirman: “Tidak ada suatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah, dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (Q.S. at-Taghabun [64]: 11).

Dalam sebuah hadits, dari Abul Abbas, Abdullah bin Abbas, dia berkata: “Pada suatu hari aku membonceng Nabi ﷺ, lalu beliau bersabda: ‘Nak, aku akan mengajarkan beberapa kalimat kepadamu: Jagalah Allah, niscaya engkau akan selalu mendapati-Nya ada di hadapanmu. Jika engkau memohon sesuatu, mohonlah kepada Allah, dan jika engkau meminta pertolongan, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya semua ummat manusia bersatu untuk memberikan suatu kebaikan kepadamu, mereka tidak akan mampu melakukannya kecuali atas apa yang telah Allah tetapkan bagimu. Dan seandainya mereka bersatu untuk mencelakakanmu, mereka tidak akan mampu melakukannya kecuali atas apa yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena (penulis takdir) telah diangkat dan lembaran-lembaran (catatan takdir) telah kering”. (H.R. At-Tirmidzi, hasan shahih).

Dari hadits tersebut, kita bisa mengambil pelajaran betapa pentingnya beriman kepada takdir Allah . Manfaat dan mudharat yang menimpa seseorang, semua atas kehendak dan takdir Allah . Adapun seseorang yang terkena musibah atau wabah penyakit dikarenakan hal (sebab) tertentu, itu menjadi suatu sebab baginya, namun tak terlepas dari takdir Allah . Selain itu, pentingnya bagi kita untuk menjaga perintah-perintah Allah , agar Allah  senantiasa melindungi dan menolongan kita. Selain itu, hendaknya seorang muslim tidak memiliki ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan terhadap hal tersebut. Dengan bertawakkal kepada Allah , akan melahirkan ketenangan hati dan kesabaran dalam menghadapi musibah.

Memperbanyak Berdo’a

Memperbanyak do’a dan dzikir adalah bentuk ikhtiyar kita kepada Allah . Do’a menjadi sebab untuk mencegah bala’ bencana dan mendapatkan pertolongan dari kesulitan (atas izin Allah). Do’a memohon perlindungan dari penyakit: “Allaahumma innii ‘auudzu bika minal barashi wal junûni wal judzâmi wa sayyi-il asqâm (artinya: Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari penyakit kulit, gila, lepra, dan dari penyakit yang jelek lainnya)” (H.R. Abu Daud, no. 1554).[2]

Selain itu, do’a juga sebagai bukti tawakkalnya seseorang kepada Allah . Hendaknya kita mengamalkan dzikir-dzikir yang telah disyariatkan, seperti dzikir pagi dan dzikir petang. Dengan berdzikir kepada Allah , in sya Allah hati dan jiwa kita akan menjadi tenang, senantiasa dilindungi oleh Allah , dan tidak dibayangi oleh ketakutan dan kekhawatiran yang berlebihan. Allah berfirman: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram” (Q.S. Ar-Ra’d [13]: 28).

Menjaga Kebersihan Diri

Ikhtiyar lain yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Islam telah mengatur dengan sedemikian rupa terhadap hal-hal yang besar hingga hal yang paling sederhana. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi, syari’at ini telah mengaturnya untuk kemaslahatan manusia itu sendiri. Jika kita bisa mengikuti rambu-rambu syari’at dengan benar, in sya Allah kita akan selalu diberikan kesehatan dan keselamatan oleh Allah

Selektif dalam Menerima dan Menyebarkan Berita

Berita di media sosial merupakan hal yang kita anggap penting, karena dengannya kita bisa mengetahui kondisi terkini terkait dengan sesuatu yang sedang terjadi di sekitar kita, maupun informasi yang berasal dari belahan bumi lainnya. Namun, sangat disayangkan, tak sedikit orang-orang yang tidak bertanggungjawab, mereka membuat berita palsu atau hoax dan kemudian disebarluaskan. Hal tersebut mereka tujukan untuk ketenaran, ada pula yang hanya bermain-main saja. Alhasil, orang-orang yang kurang selektif membaca berita tersebut, ikut menyebarluaskan. Berita hoax terkait virus corona banyak tersebar luas di media sosial. Sebagai seorang muslim, ketika kita menerima suatu berita, kita diharuskan memeriksa terlebih dahulu apakah berasal dari sumber yang dapat dipertanggunggjawabkan, dan apakah berita tersebut benar-benar menggambarkan fakta yang terjadi. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu” (Q.S. al-Hujurât [49]: 6).

Tidak Mempersulit Orang Lain

Merebaknya berita wabah corona menyebabkan timbulnya fenomena Panic Buying, yaitu tindakan membeli sejumlah besar produk yang tidak biasa untuk mengantisipasi bencana, atau setelah terjadinya bencana, atau saat merasakan terjadinya bencana untuk mengantisipasi kenaikan harga. Fenomena ini terjadi pada pembelian barang-barang yang dirasa penting untuk mencegah adanya penularan virus. Namun, sayangnya hal ini dimanfaatkan oleh kebanyakan orang untuk meraih keuntungan dengan menaikkan harga barang yang melebihi batas kewajaran. Imbasnya, orang yang awalnya hanya ingin membeli barang tersebut untuk kebutuhan kesehariannya, akhirnya ia terpaksa mengeluarkan uang dua kali lipat atau lebih. Atau, yang seharusnya ia membeli, akhirnya ia kesulitan untuk mendapatkannya.

Dalam Islam, kita diperintahkan untuk memudahkan urusan orang lain, dalam berbagai perkara. Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang mempermudah kesulitan orang lain, maka Allah ﷻ akan mempermudah urusannya di dunia dan akhirat.” (H.R. Muslim)[3]. Maka hendaknya kita mempermudah urusan saudara kita, agar (semoga) Allah  mempermudah urusan kita pula tatkala kelak kita dalam keadaan sulit.

Masih banyak lagi sikap yang seharusnya ada pada seorang muslim dalam menghadapi fenomena seperti ini yang tidak penulis sebutkan disini. Semoga kita semua tetap semangat dalam menuntut ilmu syar’i, sehingga kita memiliki ilmu dan dapat mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi suatu fenomena yang terjadi di sekitar kita. Semoga Allah selalu menjaga negeri kita dari musibah dan wabah penyakit. âmîn.[]

 

Uswatun Chasanah

Psikologi UII

 

Marâji’

[1] https://infeksiemerging.kemkes.go.id/

[2] https://rumaysho.com/21766-doa-meminta-perlindungan-dari-penyakit-kulit-gila-dan-berbagai-penyakit-jelek.html

[3] https://muslim.or.id/610-muamalah-allah-terhadapmu-sesuai-dengan-muamalahmu-terhadap-hamba-nya.html

 

Mutiara Hikmah

Doa Perlindungan dari Penyakit

اَللّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُوْنِ وَالْجُذَامِ وَسَيِّئِ اْلأَسْقَامِ.

” Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari penyakit kulit belang, penyakit gila, penyakit lepra, dan penyakit yang (berakibat) buruk. ” (H.R. Abu Dawud, No.1554)

Download Buletin klik disini

Pola Hidup Sehat

Pola Hidup Sehat

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Sedikit sedikit sakit, terus apakah Islam memperhatikan dan menjaga kesehatan manusia? Mungkin kalimat ini banyak muncul di sebagian besar benak umat Islam pada umumnya. Melalui buletin ini mudah mudahan dapat berbagi informasi tentang betapa Islam menganjurkan kepada seluruh manusia untuk menjaga kesehatannya, salah satunya dengan menjaga pola makan yang baik dan benar serta olah raga yang tertib.

Al-Qur’an diturunkan sekitar 14 abad yang lalu, dan kita ketahui bahwa seluruh isi al-Qur’an dapat di pastikan tidak ada yang bertentangan dengan alam dan manusia pada khusunya. Kita ketahui pula bahwa al-Qur’an diturunkan kepada manusia (hamba) yang (ummiy) atau seseorang yang tidak bisa membaca dan tidak pula bisa menulis, yaitu Muhammad `. Dengan ini tentu menambah keyakinan kita selaku umatnya bahwa al Qur’an bukan karangan dari Muhamad, tetapi merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tuhan semesta alam.

Makanlah Makanan yang Halal lagi Baik.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai sekalian manusia makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah mengikuti langkah langkah setan. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kalian. (Q.S. al-Baqarah [2]: 168).

Dari ayat diatas sangat jelas bagi kita bahwa Allah memerintahkan kepada seluruh manusia untuk mengonsumsi makanan bukan hanya yang halal tetapi juga Thayyib ( baik). Kalau kita merujuk para mufassir salah satunya adalah Tafsir Ibnu Katsir, beliau berpendapat bahwa Thayyib  adalah sesuatu yang baik, tidak membahayakan tubuh dan akal/ fikiran[1].

Syaikh Abdurrahman as’sa’di, berpendapat dalam Tafsir as Sa’di, bahwa makna kata الحلال yaitu segala sesuatu yang tidak membahayakan, dan itu adalah segala sesuatu yang Allah izinkan untuk dimanfaatkan. Kata الطيب yaitu sesuatu yang suci, tidak najis, dan tidak menjijikkan yang tidak disukai oleh jiwa.[2]

Kebanyakan kita pada umumnya banyak yang lupa atau bahkan kurang memahami tentang kata thayyib tersebut, kebanyakan dari kita hanya yang penting halal, sehingga konsep baik itu sendiri terlupakan.

Mengapa Allah menggandengkan kata halal dengan thayyib dalam hal makanan? Karena tidak selamanya yang halal itu baik, di zaman sekarang ini banyak makanan yang secara dzatnya halal, tetapi secara kesehatan makanan tersebut tidak baik untuk di konsumsi, oleh karena itu Allah menganjurkan makanan yang halal dan juga baik.  Apalagi di era globalisasi seperti zaman sekarang ini, banyak makanan dan minuman yang siap saji, semua makanan serba cepat dan instan, membuat kita harus pandai memilah dan memilih tentunya, mana makanan yang halal dan juga baik.

Banyak diantara kita yang kurang teliti dan cermat tentang makanan yang kita makan sehari hari, kebanyakan hanya fokus pada yang penting halal dan melupakan apakah makanan itu baik atau tidak untuk badan kita. Banyak makanan dan minuman yang beredar di sekitar kita, makanan itu halal dari sisi dzat nya, tetapi tidak thayyib untuk dikonsumsi oleh kita.

Salah satu contohnya adalah minuman dalam kemasan yang mengandung pemanis buatan dan juga pengawet. Makanan dan minuman tersebut bisa bertahan hingga berbulan bulan bahkan bertahun tahun. Makanan yang siap saji dan yang mengandung pengawet dan pemanis buatan itu, secara dzat nya halal, tetapi secara kebaikan dan gizi makanan tersebut tidak thayyib. Hal ini kalau kita konsumsi setiap hari tanpa kita sadari, kita sudah menumpuk bahan bahan yang tidak baik dalam tubuh kita, yang nantinya dalam jangka Panjang bisa membuat tubuh kita menjadi rusak dan sakit.

Dalam ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala, menegaskan kepada kita untuk memakan makanan yang baik. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat al-Baqarah ayat 172 (yang artinya) “Hai orang orang yang beriman, makanlah diantara rizki yang baik baik yang kami berikan kepada mu, dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar benar hanya kepada allah kamu menyembah. (Q.S. al-Baqarah [2]: 172).

Menjaga Kebersihan Diri.

Seperti yang kita tahu, bahwa Rasulullah ` sangat menjaga kesehatannya, salah satunya beliau selalu menjaga kebersihan, karena kebersihan adalah bagian dari iman itu sendiri. Mari kita menengok sejenak ke belakang pada masa hidup Rasulullah `. Kita tahu bersama bahwa Rasul hanya pernah mengalami sakit 2 kali, pertama, pada saat beliau di racun oleh Zainab binti al Harits, dan yang kedua beliau sakit ketika menjelang wafat. Ini sangat luar biasa. Harusnya kita selaku umatnya mengikuti pola hidup yang diajarkandan di lakukan oleh Nabi kita.

Apa yang di lakukan oleh Rasul semasa hidupnya? Mari kita tengok sejenak. Rasulullah `  selalu menjaga kebersihan. Beliau selalu membiasakan hidup bersih, mulai dari mencuci tangan, bersiwak, menjaga wudlu, mandi, bersuci setelah buang air besar dan air kecil. Ini menunjukan bahwa pola hidup nabi sangat menjaga kebersiahan. Rasul sadar betul bahwa pangkal dari kesehatan adalah kebersihan.

Makan Makanan Yang Halal dan Baik.

Kita juga tau betul bahwa Rasulullah ` selalu memakan makan yang halal dan baik, salah satu makanan Rasulullah ` adalah madu dan kurma, buah buahan serta sayur sayuran. Ini menunjukan bahwa pola hidup nabi sangat menjaga kesehatan dan pola makan.

Tidak Melupakan Berolahraga.

Salah satu olahraga yang dilakukan oleh Rasulullah ` ialah “lari”. Dalam hadts yang diceritakan oleh Aisyah i, “Rasulullah ` mendahuluiku, kemudian aku mendahului beliau, begitulah seterusnya. Hingga saat badanku sudah gemuk, kami pernah berlomba dan beliau yang memenangkan perlombaan itu. Kata beliau “kemenangan kali ini adalah balasan atas kekalahan yang lalu.” (H.R. Ahmad dan Abu Daud).

Hadits ini bercerita tentang perlombaa lari antara Nabi dan istrinya aisyah i. Ini menunjukan bahwa beliau rajin berolahraga. Kita sudah seharusnya sebagai umatnya rajin berolahraga, karena dengan berolah raga badan kita menjadi fit dan selalu diberi kesehatan dan jiwa yang kuat.

Selain berlari Rasul juga gemar “memanah” banyak hadits yang berkisah tentang ini salah satunya adalah hadits shahih yang diriwayatkan oleh imam Bukhari. “Lemparlah panahmu itu dan saya bersama kamu sekalian”. (H.R. Bukhari). Dalam hadits lain Rasulullah ` pernah bersabda, “Kamu harus belajar memanah, karena memanah itu termasuk dari sebaik baik permainan.” (H.R. al-Bazzar dan Thabrani).

Banyak diantara kita yang melupakan olahraga, olahraga dianggap sebagian besar orang sebagai suatu kegiatan yang kurang bermanfaat, padahal dibalik olahraga tersimpan hal hal positif yang bermanfaat buat tubuh kita. Ada pepatah yang mengatakan banyak orang yang menghabiskan waktunya untuk mencari uang, setelah itu mereka menghabiskan uang itu untuk pengobatanya. Banyak diantara kita yang sibuk menghabiskan waktunya untuk bekerja, bahkan mereka lupa untuk berolahraga, setelah mulai sakit baru terasa, betapa pentingnya melakukan hidup sehat dengan berolahraga.

Dalam hadits yang lain Rasulullah ` pun gemar berenang dan berkuda. Salah satunya adalah hadits yang di riwayatkan oleh Imam Muslim, “Sesungguhnya Rasulullah pernah mengadakan pacuan kuda dan memberi hadiah kepada pemenangnya. (H.R. Muslim)

Subhanallâh walhamdulillâh, ternyata Rasulullah ` sudah mencontohkan dan mengajarkan perilaku hidup sehat sejaka 14 abad yang lalu. Beliau mengajarkan untuk hidup seimbang, antara ruhaniah dan kebutuhan fisik. Mari kita semakain bersemangat lagi untuk terus mengikuti dan mengamalkan sunnah sunnah yang nabi ajarkan, mudah mudahan rahmat dan berkah Allah l selalu menyertai kita. Âmîn.[]

 

Irwanto, M.Pd

Prodi Manajemen Pendidikan Islam

Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

 

Marâji’:

[1] Imam Ibnu Katsir. Tafsir Al-Qur’an al ‘Adhim. Beirut: Dar Ihya’ al-Kutub al-Arabiyyah. Jilid I, hal. 253 https://islam.nu.or.id/post/read/112683/makna–halalan-thayyiban–dalam-al-qur-an

[2] https://tafsirweb.com/650-quran-surat-al-baqarah-ayat-168.html

 

Mutiara Hikmah

Rasulullah ` berdoa,

اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ نِعْمَتِكَ وَتَحَوُّلِ عَافِيَتِكَ وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ وَجَمِيعِ سَخَطِكَ

“ Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari hilangnya kenikmatan yang telah Engkau berikan, dari berubahnya kesehatan yang telah Engkau anugerahkan, dari siksa-Mu yang datang secara tiba-tiba, dan dari segala kemurkaan-Mu ” (H.R. Muslim no. 2739).

 

Download Buletin klik disini

Dikit-Dikit Haram, Terus Apa Yang Halal ?

Dikit-Dikit Haram, Terus Apa Yang Halal ?

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Membaca judul buletin ini, mungkin ada sebagian dari kita yang teringat sesuatu, entah mungkin dahulu kita sendiri yang berkomentar seperti itu, atau kita mendapati orang lain berkomentar seperti itu, yakni,”dikit dikit kok haram, semua haram, yang halal apa?!”. Benarkah hal ini? Dari sini penulis teringat penjelasan singkat mengenai hal ini dari muqaddimah risalah Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid hafizhahullâh, Muharramat Istahana Biha an-Nas Yajib al-Hadzaru Minha (judul bahasa Indonesia Dosa-Dosa yang Dianggap Biasa).

Jauhilah Yang Haram

Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid hafizhahullâh berkata setelah mengucap khutbatul hajah, ”Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan beberapa kewajiban yang tidak boleh diabaikan, memberi beberapa ketentuan yang tidak boleh dilampaui, dan mengharamkan beberapa hal yang tidak boleh dilanggar. Nabi ` bersabda, ”Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya, maka itulah yang halal, dan apa yang diharamkan-Nya, maka itulah yang haram, sedangkan apa yang didiamkan-Nya, maka itu adalah yang dimaafkan, maka terimalah pemafaan dari Allah. Sesungguhnya Allah tidak pernah lupa.’ Kemudian beliau ` membaca ayat,’Dan tidaklah Tuhanmu lupa.’ (Q.S. Maryam [19]: 61).”(H.R. al-Hakim, dihasankan oleh al-Albani).

Perkara-perkara yang diharamkan adalah ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Allah ﷻ. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ”Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.”(Q.S. al-Baqarah [2]: 187). Menjauhi hal-hal yang diharamkan hukumnya wajib, hal itu berdasarkan sabda Rasulullah ` ”Apa yang aku larang atas kalian, maka jauhilah ia, dan apa yang aku perintahkan pada kalian, maka lakukanlah daripadanya semampumu.” (H.R. Muslim).

Sering kita saksikan, sebagian para penurut hawa nafsu, orang-orang yang lemah jiwa dan sedikit ilmunya, manakala mendengar hal-hal yang diharamkan secara berturut-turut, ia berkeluh kesah sambil berujar,”Segalanya haram, tak ada sesuatupun, kecuali kamu mengaharamkannya. Kamu telah menyuramkan kehidupan kami, menyempitkan dada kami, tidak ada yang kamu miliki, selain haram dan mengharamkan. Agama ini mudah, persoalannya tak sesempit itu dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Untuk menjawab ucapan mereka, kita katakan, ”Sesungguhnya Allah  menetapkan hukum menurut kehendak-Nya, tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya. Allah Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui, maka Dia menghalalkan apa yang Dia kehendaki atau mengharamkan apa yang dikehendaki-Nya pula, dan diantara prinsip kehambaan kita kepada Allah  adalah hendaknya kita ridha dengan apa yang ditetapkan oleh-Nya, pasrah dan berserah diri kepada-Nya secara total.”

Hukum-hukum Allah ﷻ berdasarkan ilmu, hikmah, dan keadilan-Nya, bukan berdasarkan kesia-siaan dan permainan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ”Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (al-Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-An’am [6]: 115).

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan kepada kita kaidah halal-haram dalam firman-Nya, ”Dan (Allah) menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk.” (Q.S. al-A’raf [7]: 157). Maka yang baik-baik adalah halal dan yang buruk-buruk adalah haram.

Yang Haram Sudah Ditentukan

Tak seorangpun boleh berbicara tentang halal-haram, kecuali para ahli yang mengetahuinya, berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi peringatan keras kepada orang yang menghalalkan dan mengharamkan sesuatu tanpa ilmu pengetahuan, sebagaimana ditegaskan firman-Nya, ”Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta,’ini halal dan ini haram,’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.” (Q.S. an-Nahl [16]: 116).

Hal-hal yang diharamkan secara jelas terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Seperti dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, ”Katakanlah,’Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu janganlah kamu menyekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan!” (Q.S. al-An’am [6]: 151).

Dalam as-Sunnah juga disebutkan beberapa hal yang diharamkan, sebagaimana sabda Rasulullah `, ”Sesungguhnya Allah mengharamkan penjualan khamr (minuman keras), bangkai, babi, dan patung-patung.” (H.R. Abu Dawud; Shahih Abu Dawudno. 977). Dan sabda Rasulullah `, ”Sesungguhnya jika Allah mengharamkan sesuatu, Dia mengharamkan pula harga penjualannya.” (H.R. ad-Daruquthni).

Dalam sebagian nash terkadang disebutkan pula beberapa jenis yang diharamkan, seperti makanan yang dirincikan Allah dalam firman-Nya l, ”Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang dipukuli, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan diharamkan bagimu yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula mengundi nasih dengan anak panah.” (Q.S. al-Mâ`idah [5]: 3).

Tentang yang diharamkan dalam pernikahan, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat an-Nisâ` ayat 23. Dalam perkara bisnis, Allah juga menyebutkan hal-hal yang diharamkan, dalam surat  al-Baqarah ayat 275.

Yang Halal Jauh Lebih Banyak

Allah Yang Maha Pengasih terhadap hamba-Nya menghalalkan segala sesuatu yang baik yang tidak terhitung banyak dan jenisnya. Oleh sebab itu, Allah tidak memberikan rincian hal-hal yang halal dan dibolehkan, karena semua itu tidak terhitung banyaknya. Allah menerangkan secara rinci hal-hal yang diharamkan karena dapat dihitung, sehingga kita mengetahui dan menjauhinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, ”Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya…” (Q.S. al-An’am [6]: 119).

Adapun hal-hal yang dihalalkan, maka Allah menerangkannya secara global, yakni selama hal-hal itu merupakan sesuatu yang baik. Allah berfirman, ”Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baikdari apa yang terdapat di bumi.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 168). Termasuk di antara rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahwa Dia menjadikan dasar segala sesuatu adalah halal, sampai terdapat dalil yang mengharamkannya. Hal ini menunjukkan bahwa Allah Maha Pengasih dan Mahaluas rahmat-Nya atas segenap hamba-Nya. Oleh sebab itu, kita wajib taat, memuji, dan bersyukur kepada-Nya.

Di samping hal-hal di atas, setiap muslim hendaknya mengetahui bahwa diharamkannya beberapa hal tersebut mengandung hikmah yang besar. Di antaranya adalah Allah menguji segenap hamba-Nya dengan hal-hal yang diharamkan tersebut, lalu Dia melihat bagaimana mereka berbuat. Orang-orang beriman melihat beratnya kewajiban dengan cara pandang dari sisi perolehan pahala dan ketaatan pada perintah Allah ﷻ, sehingga berharap mendapat ridha-Nya. Dengan demikian kewajiban itu terasa ringan. Berbeda halnya dengan orang-orang munafik, mereka melihat beratnya kewajiban dari sisi kepedihan, kesal, dan pembatasan, sehingga kewajiban itu terasa berat untuk mereka lakukan dan ketaatan menjadi suatu hal yang sangat sukar.

Dengan meninggalkan hal-hal yang diharamkan, orang yang taat akan merasakan buah manisnya. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah ﷻ, niscaya Allah ﷻ akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya, lalu mendapatkan kelezatan iman dalam hatinya.1 Kita memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang indah, agar memberikan kepada kita rasa takut kepada-Nya, sehingga membentengi kita dari melakukan maksiat kepada-Nya, serta menganugerahkan kepada kita ketaatan kepada-Nya yang dengannya kita bisa mencapai surga-Nya.[]

 

Yanayir Ahmad

Teknik Elektro UII

 

Referensi

1Muhammad Shalih al-Munajjid. 1414. Muharramat Istahana Biha an-Nas Yajib al-Hadzaru Minha. Diterjemahkan oleh: Ainul Haris bin Umar Arifin, Lc. Jakarta: Darul Haq.

Mutiara Hikmah

Dari hadits Ali bin Abi Thalib a, Nabi ` pernah mengajarkan doa berikut,

اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ

“Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu.” (H.R. Ahmad no.1319,  dan Tirmidzi no.3563)

Download Buletin klik disini

C I N T A

C I N T A

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Hidup ini akan terasa indah jika memaknai cinta dengan apa yang dikehendaki Allah  dan rasul-Nya. Seindah doa dari sahabat Abu Darda a, Ya Allah, aku mohon pada-Mu cinta-Mu dan cinta orang yang mencintai-Mu, amalan yang mengantarkanku menggapai cinta-Mu. Ya Allah, jadikan kecintaanku kepada-Mu lebih aku cintai daripada cintaku pada diriku sendiri, keluargaku, dan air dingin.(H.R. Ahmad dan Tirmidzi).

Teks doa ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dari sahabat Abu Darda a.Hadits ini dikeluarkan oleh Tirmidzi (3556), Al-Hakim (2:433), Ibnu ‘Asakir (5/352/2). Tirmidzi menilai hadits ini hasan gharib. Al-Hakim menilai hadits ini sahih secara sanad.[1]

Kecintaan kepada Allah akan mengantarkan pelakunya pada kebahagiaan dunia dan akhirat. Sehingga cinta tersebut akan menggerakkan seluruh aktivitasnya pada segala sesuatu yang bermuara kepada kebaikkan, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Karena cinta itu ibadah, maka harus dipahami dengan benar. Jika cinta tidak dipahami dengan benar dan pengamalannya yang salah akan membawa pelakunya pada perbuatan dosa (masuk neraka). Namun jika cinta dipahami dengan benar  akan membawa pelakunya pada kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat (masuk surga).

Cinta memiliki peranan penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Seorang ibu mengandung 9 bulan, menyusui 2 tahun dan merawatnya hingga dewasa, ini karena cinta. Seorang ayah bekerja siang dan malam untuk memenuhi kebutuhan isteri dan anak-anaknya, ini karena cinta. Seseorang melakukan aktivitas untuk mencapai suatu tujuan itupun pada akhirnya juga karena cinta.

Jika seseorang cinta kepada Allah ﷻ dan ingin berjumpa dengan-Nya, maka dia akan menempuh jalan yang mengantarkan menuju cita-citanya tersebut. Cinta merupakan penggerak seluruh aktivitas. Bahkan, hakikat ibadah itu sendiri adalah cinta, karena ibadah yang kosong dari cinta bagaikan ibadah yang tidak memiliki ruh.

Cinta Yang Sesungguhnya

Cinta yang sesungguhnya adalah cinta yang ditujukan kepada Allah ﷻ semata. Orang-orang beriman sangat mencintai Allah ﷻ, sebagaimana orang-orang musyrik mereka mencintai sesembahan mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang mengangkat tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintai-Nya sebagaimana mencintai Allah, adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (Q.S. al Baqarah [2]: 165).

Dari Anas a Rasulullah ` bersabda, “Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu (1) barangsiapa yang Allâh dan Rasûl-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) apabila ia mencintai seseorang, ia hanya mencintainya karena Allâh. (3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allâh menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam Neraka.” (H.R. al-Bukhari no.16, Muslim no.43, At-Tirmidzi no.2624, dan Ibnu Majah no.4033)

Dari Ibnu Jarir, dari Ibnu Abbas h beliau berkata, “Siapa yang mencintai dan benci karena Allah, berteman dan memusuhi karena Allah, sesungguhnya pertolongan Allah itu diperoleh dengan demikian itu. Seorang hamba tidak akan bisa merasakan kenikmatan iman walaupun banyak melakukan shalat dan puasa sampai dirinya berbuat demikian itu. Sungguh, kebanyakan persahabatan seseorang itu hanya dilandaskan karena kepentingan dunia. Persahabat seperti itu tidaklah bermanfaat bagi mereka.” (H.R Ahmad di dalam al-Musnad III/430)

Tanda-Tanda Cinta Kepada Allah

Cinta kepada Allah ﷻ memiliki tanda dan bukti. Jika tanda dan bukti tersebut kurang atau bahkan tidak, hal ini merupakan tanda bahwa cinta kepada Allah ﷻ kurang, atau bahkan tidak ada. Di antara tanda-tanda kebenaran cinta kepada Allah adalah:[2]

  1. Mendahulukan kecintaan kepada Allah dibandingkan kecintaan kepada siapapun.
  2. Ittiba’ kepada Rasulullah `.
  3. Bercinta kasih kepada sesama kaum mukminin.
  4. Benci dan tegas kepada orang kafir.
  5. Berjihad di jalan Allah dengan jiwa dan hartanya demi tegaknya agama Allah.
  6. Tidak gentar terhadap celaan para pencela ketika berjalan di jalan Allah.

Tanda-tanda tersebut termaktub dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Katakanlah: “Jika bapak-bapak , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan Nya”. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (H.R. at-Taubah [9]: 24)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfriman, “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir“.(Q.S. Ali Imran [2]: 31-32)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfriman, “Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap tegas terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.” (Q.S. al Mâidah [5]: 54).

Jangan Salah Memahami Cinta,

Jangan salah memahami cinta, sebagaimana yang terjadi pada hari valentine. Sudah menjadi rahasia umum, intensitas zina meningkat pesat di malam valentine. Hari itu dijadikan momen paling romantis untuk mengungkapkan rasa cinta kepada pacar dan kekasih. Apabila valentine hanya sekadar pacaran dan makan malam, setelah itu pulang ke “kandang” masing-masing, ini cara valentine zaman 70-an, kuno! Saat ini, valentine telah resmi menjadi hari zina sedunia.

Bukan hanya mengungkap perasaan cinta melalui hadiah coklat, tapi saat ini dilampiri dengan kondom. Allâhu akbar! Apa yang bisa Anda bayangkan? Malam valentine menjadi kesempatan besar bagi para pemuda dan mahasiswa pecundang untuk merobek mahkota keperawanan gadis dan para wanita. Malam valentine diabadaikan dengan lumuran maksiat dan dosa besar. Lebih parah dari itu, semua kegiatan di atas mereka rekam dalam video untuk disebarkan ke berbagai penjuru bumi melalui dunia maya. Bukankah ini bencana besar?! Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji’ûn.

Dimanakah rasa malu mereka?! Dimanakah rasa keprihatinan mereka dengan umat?! Akankah mereka semakin memperparah keadaan?! Wahai para pemuda pecundan, jangan karena kalian tidak mampu menikah kemudian kalian bisa sewenang-wenang menggagahi wanita?

Wahai para pemudi yang hilang rasa malunya, jangan karena sebatang cokelat dan romantisme picisan Anda merelakan bagian yang paling berharga pada diri Anda. Laki-laki yang saat ini sedang menjadi pacarmu, bukan jaminan bisa menjadi suamimu. Bisa jadi kalian sangat berharap kasih sayang sang kekasih, namun di balik itu, obsesi terbesar pacarmu hanya ingin melampiaskan nafsu binatangnya dan mengambil madumu.

Bertaubatlah wahai kaum muslimin, ingatlah hadits Nabi `,Jika perbuatan kekejian sudah merebak dan dilakukan dengan terang-terangan di tengah-tengah masyarakat, maka Allah akan menimpakan kehancuran kepada mereka.” (H.R. Hakim dan beliau shahihkan, serta disetujui Ad-Dzahabi)

Allâhu Akbar, bukankah ini ancaman yang sangat menakutkan. Gara-gara perbuatan mereka yang tidak bertanggung jawab itu, bisa jadi Allah menimpakan berbagai bencana yang membinasakan banyak manusia. Ya.. valentine’s day, telah menyumbangkan masalah besar bagi masyarakat.

Karena itu, kami mengajak kepada mereka yang masih lurus fitrahnya. Berusahalah untuk banyak istighfar kepada Allah. Perbanyaklah memohon ampunan kepada Allah. Kita berharap, dengan banyaknya istighfar yang kita ucapkan, semoga Allah mengampuni hamba-hamba-Nya.[3] Wallâhu a’lam bi ash shawâb.[]

 

*Abu Fawwaz al-Katitanji

 

Mutiara Hikmah

رَبِّ إِنِّي لِمَا أَنْزَلْتَ إِلَيَّ مِنْ خَيْرٍ فَقِيرٌ

Ya Tuhanku Sesungguhnya aku sangat membutuhkan setiap kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.” (Q.S. al-Qashash [28]: 24).

 

Refrensi end note:

[1] https://rumaysho.com/22798-doa-nabi-daud-meminta-cinta-allah.html

[2] Abu Isa Abdullah bin Salam. 1435 H. Mutiara Faidah Kitab Tauhid. Yogayakarta: Pustaka Muslim. hal. 209-212

[3] https://konsultasisyariah.com/10485-valentines-day-hari-zina-internasional.html

 

Download Buletin klik disini

Untuk Apa Aku Hidup Di Dunia ?

Untuk Apa Aku Hidup Di Dunia ?

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Salah satu perkara ‘aqidah yang penting untuk diketahui dan dipegang erat oleh masing-masing umat Islam adalah tujuan hidup di dunia ini supaya kehidupan dari masing-masing umat Islam lebih terarah dan tidak salah dalam menjalani kehidupan di dunia. Karena dengan tujuan yang tepat, setiap hal yang dilakukan akan memiliki arah yang jelas.

Masih banyak segelintir orang yang masih bingung tentang tujuan penciptaan manusia di dunia, setelah mencari jawaban selama bertahun-tahun pun masih tidak mendapat jawaban dari pertanyaan “Untuk apa sih saya ada di dunia ini”. Demikian kira-kira yang muncul dalam benak orang-orang tersebut. Bahkan yang lebih parah lagi jika ada yang menanyakan, “Kenapa sih kita harus beribadah kepada Allah?”. “Apakah Allah memerintahkan kita untuk ibadah karena Allah butuh kepada makhluk ?” dan pertanyaan yang sejenisnya.

Tujuan Penciptaan Makhluk

Ternyata, Allah Subhanahu wa Ta’ala sudah dengan jelas menyatakan tujuan hidup kita di dunia yaitu beribadah kepada Allah l. Allah l berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Q.S. adz-Dzariyat [51]: 56)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di v menjelaskan (tafsir as-sa’di), inilah tujuan Allah menciptakan jin dan manusia, dan Dia mengutus para rasul untuk menyeru kepadanya, yakni untuk beribadah kepada-Nya yang di dalamnya mengandung ma’rifat (mengenal)-Nya dan mencintai-Nya, kembali kepada-Nya, dan mendatangi-Nya serta berpaling dari selain-Nya. Hal ini tergantung pada ma’rifat (mengenal)-Nya, karena sempurnanya ibadah tergantung sejauh mana pengenalannya kepada Allah, bahkan setiap kali seorang hamba bertambah ma’rifatnya, maka ibadahnya semakin sempurna. Untuk inilah Allah menciptakan manusia dan jin, bukan karena Dia butuh kepada mereka. Dia tidak menginginkan rezeki dari mereka dan tidak menginginkan agar mereka memberi-Nya makan, Mahatinggi Allah Yang Mahakaya dan tidak butuh kepada seorang pun dari berbagai sisi, bahkan semua makhluk butuh kepada-Nya dalam semua kebutuhan mereka, baik yang dharuri (penting) maupun yang selainnya.

Ternyata Allah  tidak membiarkan makhluk-Nya hidup tanpa tujuan di dunia. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak menciptakan kita hidup di dunia ini untuk makan, minum, tidur, melepas lelah. Bila kita hidup dengan tujuan seperti ini, maka rendah sekali tujuan hidup kita. Tetapi ada tujuan besar yaitu agar setiap makhluk dapat beribadah kepada Allah. Ibadah yang mencakup segala yang dicintai oleh Allah baik itu ucapan maupun perbuatan. Yang terpenting bagi kita adalah melakukan apa yang Allah cintai bagaimana pun keadaan kita dan di mana pun kita berada.

Apakah Allah butuh kepada makhluk?

Kita sudah mengetahui bahwa tujuan kita hidup di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tetapi bagi beberapa orang akan mempunyai pertanyaan lanjutan yaitu “Jika kita hidup untuk beribadah kepada Allah, apakah Allah butuh kepada makhluk-Nya?” atau “Berarti Allah butuh kepada makhluk?” dan pertanyaan sejenisnya.

Jawaban untuk pertanyaan tersebut adalah tidak, Allah l sama sekali tidak butuh kepada makhluk-Nya, melainkan makhluklah yang butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bahkan sekalipun tidak ada satu manusia yang beriman kepada Allah, maka itu tidak akan mengurangi kekuasaan dan kerajaan Allah Subhanahu wa Ta’ala sedikitpun.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari makhluk dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi makan pada-Ku. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.”(Q.S. adz-Dzariyat [51]: 57-58)

Di ayat yang lain Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman, “Dan barangsiapa yang berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.”(Q.S. al-Ankabut [29]: 6)

Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-Rasul mereka membawa keterangan-keterangan lalu mereka berkata: “Apakah manusia yang akan memberi petunjuk kepada kami?” lalu mereka ingkar dan berpaling; dan Allah tidak memerlukan (mereka). Dan Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.”(Q.S. at-Taghabun [64]: 6)

Untuk Apa Allah Perintahkan untuk Beribadah?  

Sudah sangat jelas dari ketiga ayat di atas bahwa Allah tidak butuh sama sekali kepada makhluk-Nya. Namun bagi orang-orang yang berpikir “kritis” akan menimbulkan pertanyaan kembali yaitu “Kalau tidak butuh kepada makhluk, lalu untuk apa Allah memerintahkan untuk melakukan berbagai ibadah kepada makhluk-Nya?”.

Maka jawabannya adalah sebagai ujian dan sebagai pembeda antara orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan orang yang tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena orang yang beriman dan beramal shalih akan mendapat balasan surga-Nya Allah  sementara orang yang tidak beriman dan tidak beramal shalih akan dijerumuskan ke neraka-Nya Allah sebagaimana firman-Nya, “Berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih bahwasanya mereka akan mendapatkan balasan berupa surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai…” (Q.S. al-Baqarah [2]: 25)

Lalu Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman, “Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (Q.S. an-Nisâ’ [4]: 13)

Bertaubatlah Segera

Kemudian setelah mengetahui tujuan Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan berbagai ibadah kepada makhluk-Nya, ada sebagian orang yang akan berpikir seperti “Hmmm, coba saja Nabi Adam dan istrinya tidak memakan buah yang Allah larang untuk mereka makan, maka kita tidak perlu lagi untuk berada di dunia ini dan langsung masuk ke dalam surga Allah”.

Maka ketahuilah, itu merupakan contoh bahwa setiap manusia pernah melakukan kesalahan dan terjatuh dalam dosa. Dan pintu ampunan Allah l begitu luasnya, maka sepatutnya ketika kita melakukan dosa dan kesalahan, hendaknya kita segera bertaubat dengan sebenar-benarnya taubat dari dosa tersebut.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: “Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu”.(Q.S. at-Tahrim [66]: 8)

Kemudian Rasûlullâh ` bersabda, “Setiap anak Adam pasti berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertaubat. (Hasan: HR. Ahmad (III/198); at-Tirmidzi (no. 2499); Ibnu Majah (no. 4251) dan al-Hakim (IV/244), dari Sahabat Anas bin Malik. Lihat Shahîh al-Jâmi’ish Shaghîr (no. 4515))

Akhir kata, kita hidup ini bukan untuk tujuan dunia melainkan dengan tujuan untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka hendaknya kita tidak disibukkan dengan urusan dunia kita dan melupakan urusan akhirat kita karena dengan ibadah yang kita lakukan ikhlas karena Allah l semata in sya Allah menjadi sebab kita masuk ke dalam surga-Nya Allah dan di surgalah sebaik-baik tempat untuk kembali dan neraka seburuk-buruk tempat kembali.[]

 

Galih Enggartyasto

Teknik Mesin 2017

FTI UII

 

Referensi

https://muslim.or.id/1286-ciri-ciri-penduduk-surga.html

https://rumaysho.com/342-untuk-apa-kita-diciptakan-di-dunia-ini.html https://tafsirweb.com/9952-surat-az-zariyat-ayat-56.html

 

Mutiara Hikmah

Allah l berfirman:

وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

… dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.

(Q.S. al-Baqarah [2]: 195).

 

Download Buletin klik disini

Agar Hari-Harimu Tidak Merugi

Agar Hari-Harimu Tidak Merugi

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Islam sebagai agama yang sempurna tentunya mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa melewati setiap waktunya dengan hal-hal terbaik. Karena setiap detik yang dilewati seorang Muslim itu merupakan kesempatan yang sangat berharga yang tidak bisa untuk diulang kembali. Muhammad bin Idris asy-Syafi’i mengibaratkan waktu itu bagaikan pedang. Kemudian Imam As-Syafi’i n melanjutkan apabila seseorang tidak bisa menebas waktunya, bersiaplah dia akan merasakan tebasan pedangnya sendiri.

Imam Syafi’i juga menambahkan bahwa seorang muslim apabila waktunya tidak digunakan atau disibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat, maka ada kemungkinan waktunya digunakan atau disibukkan dengan hal-hal yang dihiasi akan kemudaratan atau kebatilan. Allah ﷻ berfirman, “Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain)” (Q.S al-Insyirah [94]:7)

Ayat di atas setidaknya mengabarkan kepada kita tentang pentingnya waktu bagi seorang Muslim. Sehingga seorang Muslim itu apabila dia sudah menyelesaikan satu urusan, maka al-Qur’an memerintahkan kita untuk pindah atau beralih ke urusan bermanfaat lainnya. Ibnu Katsir di dalam tafsirnya menjelaskan maksud dari apabila telah selesai dari suatu urusan adalah urusan terkait dengan dunia dan segala kesibukannya. Kemudian berpindah ke urusan yang lain maksudnya adalah menuju ke perkara akhirat atau ibadah dan bersibuk-sibuklah di dalamnya.

Jika kita melihat lanjutan ayatnya, maka akan kita temukan, “Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap” (Q.S al-Insyirah [94]: 8). Dalam menjalankan kesibukan kita, baik itu perkara dunia maupun akhirat, tentunya kita tetap bergantung atau meniatkannya kepada rabb yang telah menciptakan kita. Begitulah sekiranya maksud dari ayat terakhir surah al-Insyirah di atas. As-Sauri berkata jadikanlah setiap kesibukan kita bermuara kepada Allah ﷻ.

Maka niat juga menjadi hal yang sangat penting di dalam kita memulai setiap aktifitas kita. Dari Umar a, bahwa Rasulullah ` bersabda, ”Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai dengan niatnya…” (H.R Bukhari Muslim). Oleh karena pentingnya niat dalam setiap perbuatan kita, maka jangan pernah sama sekali untuk alpa berniat dalam setiap memulai kegiatan.

Waktu di Dalam al-Qur’an

Waktu secara khusus disebutkan di dalam surah al-‘Ashr yang sering diartikan demi waktu. Di dalam surah ini Allah ﷻ ingin menyampaikan kepada hamba-Nya berkaitan dengan pentingnya waktu. Dijelaskan pula di dalamnya mengenai beberapa hal penting, yang menjadikan seseorang tidak akan sia-sia dalam melewati setiap hari-harinya. Allah ﷻ berfirman, “Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh dan saling mengingatkan di dalam kebaikan serta saling mengiingatkan di dalam kesabaran” (Q.S al-‘Ashr [103]: 1-3)

Pada awal surah al-‘Ashr sebagaimana yang tertera artinya di atas, Allah ﷻ menggunakan kata sumpah atau di dalam kaidah bahasa Arab sering disebut juga dengan istilah waw qasam artinya huruf waw sumpah. Maka seperti yang kita ketahui bersama juga, qasam atau sumpah di dalam al-Qur’an itu berarti penekanan atau penegasan yang bertujuan agar manusia itu benar-benar memperhatikan akan sesuatu yang ingin dijelaskan oleh Allah ﷻ.

Dalam hal ini Allah ﷻ ingin memberikan penegasan kepada kita semua terkait dengan waktu, karena tentunya penegasan ini terjadi disebabkan oleh adanya orang-orang yang tidak memperhatikan waktu-waktu yang dilaluinya. Ditambah lagi dengan ancaman kerugian yang disampaikan oleh Allah ﷻ pada ayat selanjutnya, dan lagi-lagi pada ayat ini Allah ﷻ menggunakan penekanan atau di dalam kaidah Nahwu dikenal juga dengan sebutan tawkid atau penekanan. Allah ﷻmenggunakan lam tawkid pada kata-kata lafî khusri yang artinya benar-benar dalam kerugian.

Namun ada pengecualian yang dijelaskan pada ayat terakhir di dalam surah ini. Pengecualian ini pula agaknya yang menjadikan waktu kita atau hari-hari yang kita lalui tidak merugi. Pengecualian itu adalah bagi mereka yang beriman, dan mengerjakan amal shalih, dan saling menasehati di dalam kebaikan serta saling menasihati di dalam kesabaran.

Beriman

Indikator pertama seseorang dikatakan tidak merugi dalam melewati setiap waktunya adalah beriman. Iman ini merupakan hal yang paling dasar bagi seseorang setelah dirinya berislam. Beriman berarti juga harus memiliki ilmu, karena tidak mungkin seseorang yang beriman tapi tidak didasari akan ilmu di dalamnya.

Mustahil seseorang akan benar-benar meyakini sesuatu yang dirinya sendiri tidak mengetahui akan sesuatu tersebut. Maka tidak merugilah bagi orang-orang yang bisa melewati hari-harinya dengan menambah ilmu mereka yang menjadikan dirinya semakin yakin atau beriman kepada Allah ﷻ. Singkatnnya indikator pertama seseorang agar hari-harinya tidak merugi adalah dengan senantiasa menuntut ilmu untuk menambah keimanan kepada sang penciptanya.

Mengerjakan Amal Shalih

Selanjutnya setelah kita beriman dengan didasari ilmu sebagaimana dijelaskan di atas, maka langkah selanjutnya yang harus kita lakukan agar hari-hari kita tidak penuh akan kesia-siaan adalah mengerjakan amal shalih. Lagi-lagi ilmu menjadi dasar bagi seseorang sebelum dia mengerjakan amal shalih. Karena ilmu itu letaknya sebelum perkataan dan amal, begitulah sekiranya disampaikan oleh guru-guru kita. Selain itu amal shalih ini juga buah dari iman, maka tidak jarang di dalam al-Qur’an amal shalih itu disandingkan dengan kata-kata iman.

Adapun amal shalih yang dapat kita lakukan untuk mengisi hari-hari kita sudah sangat banyak dipaparkan di dalam al-Qur’an. Misalnya amal shalih yang paling sering kita lakukan yaitu shalat, Allah l berfirman, “Yaitu mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan sholat, dan menginfakkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka” (Q.S al-Baqarah [2]: 3)

Saling Mengingatkan Di Dalam Kebaikan

Setelah kita beriman yang di dasari dengan ilmu, kemudian buah dari tindak lanjutnya mengerjakan amal shalih, maka selanjutnya adalah kita harus saling mengingatkan di dalam kebaikan. Karena tentunya kita semua sebagai manusia yang tidak luput akan kesalahan harus selalu saling mengingatkan satu sama lainnya. Ringkasnya kita dituntut oleh Allah ﷻ untuk berdakwah mengajak orang lain menuju kebaikan. Karena Allah ﷻ sudah memberikan kita gelar umat terbaik yang dikeluarkan ke muka bumi. Allah ﷻ berfirman, “Kalian (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, karena menyuruh kepada kebaikan dan mencegah kemungkiran dan beriman kepada Allah…” (Q.S Ali Imran [3]: 110)

Saling Mengingatkan Di Dalam Kesabaran

Di dalam menjalankan kehidupan di dunia, tentunya kita tidak luput dari yang namanya masalah. Maka salah satu kunci untuk menghadapi masalah tersebut adalah dengan cara bersabar. Terkadang keimanan kita diuji dengan beberapa guncangan yang menghujam hati, amal shalih kita diuji dengan beberapa rintangan yang menghampiri, dakwah kita pula diuji dengan beberapa cacian dan cibiran yang meresahi.

Maka tidak ada kunci yang paling baik dalam menghadapinya selain kita bersabar serta mengajak orang lain untuk bersabar. Karena Allahﷻ akan selalu membersamai orang-orang yang bersabar serta mengganjarkan balasan yang tanpa batas bagi mereka pelaku sabar. Allahﷻ berfirman,“Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (Q.S az-Zumar [39]: 10)

Dari beberapa uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa agar hari-hari yang kita lalui tidak merugi dapat kita isi dengan cara melewati hari-hari tersebut dengan menuntut ilmu yang menambah keyakinan kepada Allah ﷻ, kemudian mengamalkan ilmu yang kita dapat atau mengerjakan amal shalih, kemudian mengajak orang lain untuk merasakan kenikamatan iman sebagaimana yang kita rasakan pula atau berdakwah, terakhir untuk melengkapi itu semua kita harus bersabar serta mengajak orang lain pula untuk bersabar dalam menghadapi lika-liku waktu yang kita hadapi. Dengan melaksanakan itu semua seraya berharap ridha dari Allah ﷻ, maka in syâ Allâh kita akan menjadi orang-orang yang beruntung setiap harinya, karena lawan dari rugi itu sendiri berarti untung. Wafaqânallâhu li ma yuhibbu wa yardha.[]

 

Muhammad Ikram

Prodi Ahwal Syakhsiyyah 2016
FIAI UII

Mutiara Hikmah

Allah l berfirman, “Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-Nya.” (Q.S az-Zumar [39]: 2]

 

Download Buletin klik disini

Takdir Allah Yang Terbaik

Takdir Allah Yang Terbaik

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘ala rasûlillâh,

Sahabat fillah, mengimani takdirnya Allah ﷻ merupakan salah satu komponen dari rukun iman. Hal ini termasuk dalam rukun iman yang ke-6. Kata “iman” berarti percaya atau meyakini. Maka, orang yang mengimani rukun iman yang 6 adalah orang yang meyakini kebenaran dari rukun iman tersebut. Takdir adalah sebuah ketetapan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Harus diperhatikan dalam memahami takdir karena salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang.

Ahlus sunnah beriman bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan seluruh takdir sejak azali, dan Allah mengetahui takdir yang akan terjadi pada waktunya dan bagaimana bentuk takdir tersebut, semuanya terjadi sesuai dengan takdir yang telah Allah ﷻ tetapkan.

Perjalanan kehidupan manusia tidaklah selalu lurus layaknya sebuah jalan tol. Ada lika-liku, naik-turun bahkan tikungan tajam. Hal ini juga serupa dengan tidak selalu hal baik yang kita inginkan yang terjadi dalam kehidupan kita, ada hal-hal yang sama sekali tidak kita inginkan, namun Allah Subhanahu wa Ta’ala takdirkan itu pada kita. Sedih, kecewa, dan marah, mungkin itu yang akan menjadi respon pertama kita ketika mendapati hal yang tidak sesuai dengan ekspektasi kita. Tak selalu gembira dan tawa yang menjadi teman dalam kehidupan kita. Kadang air mata dan rasa kecewa mau tidak mau juga menjadi teman. Mungkin jika bisa memilih, kita ingin selalu mendapati apa yang kita inginkan dalam kehidupan kita.

Sebenarnya, apakah kita pernah mengetahui keinginan kita akan berdampak baik untuk kita atau tidak? Selama ini, kita selalu saja menilai dan melihat sesuatu hanya melalui sudut pandang yang kita senangi saja. Jarang bahkan hampir tidak pernah kita memikirkan dampak lain dari pilihan atau keinginan kita. Kita terlalu asyik dengan gambaran kebaikan yang sebenarnya kita sendiri yang menciptakan hal tersebut, yang belum tentu hal itu bakal menjadi sebuah kenyataan. Tapi, bukan berarti kita harus menghentikan keinginan atau impian kita. Tetap lanjutkan sebuah impian dan keinginanmu, namun ada hal yang harus kamu ubah, yaitu percaya dan menerima takdir yang menghampirimu.

Kemungkinan ada banyak diantara kita, ketika menerima takdir yang tidak diinginkan akan menjadi sedih. Hal itu wajar, karena kondisi yang  sudah kita harapkan ternyata malah sebaliknya. Ketika kita sudah berusaha mati-matian untuk memperjuangkan hal yang menjadi keinginan kita, namun pada nyatanya yang terjadi adalah hal yang sama sekali tidak kita harapkan. Murka pada takdir, dan seolah merasa seperti satu-satunya manusia yang dizhalimi oleh takdir. Kalau kita melihat kilas balik, sangat banyak kejadian yang ditetapkan oleh Allah kepada orang-orang terdahulu yang jauh dari ekspektasi mereka.

Simaklah Kisah Ini

Kisah ibunda Nabi Musa n yang menghanyutkan anaknya di atas laut. Lihatlah, kecemasan dan ketakutan yang luar biasa menghinggapi saat mengetahui anaknya berada di tangan keluarga raja Fir’aun. Tetapi, tanpa diduga tragedy itu berbuah manis di kemudian hari.

Perhatikan pula dengan seksama kisah hidup Nabi Yusuf n, maka kamu akan menemukan bahwa kaidah ini cukup menggambarkan drama mengharukan antara Nabi Yusuf n dan sang ayah, Nabi Ya’qub n.

Lihatlah kisah bocah laki-laki yang dibunuh oleh Nabi Khidir n atas perintah langsung dari Allah. Apa yang dilakukan oleh Nabi Khidir itu membuat Nabi Musa n bertanya-tanya, maka Nabi Khidir n pun memberikan jawaban yang kata-katanya diabadikan di dalam al-Qur’an.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Dan adapun anak muda itu, maka keduanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuan yaitu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).” (Q.S. al-Kahfi [18]: 80-81).

Dari kisah tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa dari setiap kejadian yang mungkin tidak kita sukai atau senangi terdapat kebaikan yang Allah ﷻ berikan didalamnya. Namun kita sebagai manusia, jarang sekali melihat kebaikan tersebut, dan cenderung lebih menilai dari keburukannya. Dalam hidup kita selalu merasa apa yang menjadi pilihan kita dan apa yang kita sukai adalah hal yang terbaik bagi kita.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 216).

Dari ayat diatas menggambarkan tentang apa-apa yang kita sukai belum tentu baik untuk kita, dan sebaliknya apa yang buruk menurut kita belum tentu benar buruk adanya. Manusia hanya bisa melihat melalui panca indranya yaitu mata yang sebenarnya juga memiliki kerterbatasan.

Allah lah sejatinya yang dapat melihat segala sesuatu dan mengetahuinya tanpa ada batasan apapun. Hal ini sesuai dengan asma Allah yaitu al- Bashîr dan al-‘Alim, yaitu Maha Melihat dan juga Maha Mengetahui. Maka dari itu, tidak sepatutnya kita merasa bahwa kita mengetahui segala sesuatu yang terbaik bagi kita dan seolah kita, kita sebagai manusia hanya dapat berikhtiar untuk mendapatkan sesuatu. Namun takdir Allah lah yang akan menetapkan itu semua, dan kita harus menanamkan sifat ikhlas dalam diri kita agar tidak pernah kecewa terhadap apa pun keputusan Allah. Karena Allah tidak akan mungkin mengecewakan hambanya. Ada sebuah syair yang berkaitan dengan hal ini, yaitu “Seseorang seharusnya berusaha sekuat tenaganya mendapatkan kebaikan. Tetapi, ia tidak akan bias menetapkan keberhasilannya.

Takdir Allah adalah yang Terbaik

Sahabat fillah, takdir Allah adalah yang terbaik. Janganlah selalu merasa ketika Allah memberikan kita takdir yang sulit untuk dilakukan lantas kita langsung berprasangka buruk kepada Allah.  Kita tahu banyak orang hebat diluar sana yang lahir dari sebuah kesulitan, namun mereka tidak lantas menyerah dan putus asa. Karena mereka yakin bahwa Allah tidak membebankan segala sesuatu kepada hambanya melainkan karena kesanggupannya.

Jenderal Sudirman merupakan seorang pemuda yang memiliki kekurangan dalam hal fisik, yaitu kakinya lumpuh dan menderita penyakit kronis. Hal itu menyebabkan ia selalu ditandu untuk memimpin pasukannya. Apa yang dialami oleh Jenderal Sudirman bukanlah sesuatu yang diinginkan oleh beliau ataupun keluarganya. Namun itu sudah berupa ketetapan yang sudah Allah takdirkan.

Namun lagi dan lagi, Allah tidak pernah memberikan sebuah keburukan pada hambanya, walaupun fisiknya yang kurang tetapi Jenderal Sudirman dapat merintis dasar-dasar kemiliteran Indonesia, dan menjadi orang pertama yang mendapatkan gelar panglima besar. Tidaklah mungkin Allah memberikan sesuatu yang pahit jika bukan hal manis yang menjadi penawarnya.

William James mengatakan bahwa terkadang cacat yang kita derita justru dapat membantu kita meraih prestasi sehingga sampai pada titik yang tidak terduga. (Subur, 2008, 99 ideas happy for life). Kita harus selalu ingat bahwa terkadang Allah l memberikan sebuah nikmat tidak hanya melalui sebuah kesenangan, adakalanya melaui sebuah cobaan besar dan sebuah kesengsaraan. Disinilah pentingnya berprasangka baik kepada Allah l dan takdir yang akan ditetapkan oleh Allah l.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (Q.S. an-Nisa’ [4]: 19). Terjemahan ayat ini menjadi penutup dari tulisan ini. Bahwa pada dasarnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan pernah mengecewakan hambanya. Segala takdir yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah tetapkan memiliki sebuah hikmah dan pelajaran didalamnya. Semuanya tergantung dari sudut pandang kita yang menilainya.

 

Referensi

Subur, J.(2008, Februari) 99 ideas for happy life

Tarmizi, N.(2016, Maret 10)ketetapan Allah adalah yang terbaik.https://muslim.or.id/27649-ketetapan-allah-adalah-yang-terbaik.html

 

Ayu Winda Rizky

NIM: 184213136

Ekonomi Islam

 

Mutiara Hikmah

Rasulullah ` bersabda, “Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah.” (H.R. Muslim, no. 2664)

Download Buletin klik disini

Sudah Kenal Sahur dan Buka Puasa ?

MENGENAL SAHUR DAN BERBUKA
SAHUR
Di bulan Ramadhan ada amalan sunnah yang bisa dijalani yaitu makan sahur. Amalan ini
disepakati oleh para ulama dihukumi sunnah dan bukanlah wajib, sebagaimana kata Imam
Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, 7: 206. Namun amalan ini memiliki keutamaan
karena dikatakan penuh berkah. Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari Anas bin Malik,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan sahurlah kalian karena dalam makan
sahur terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095).
Yang dimaksud barokah adalah turunnya dan tetapnya kebaikan dari Allah pada sesuatu.
Barokah bisa mendatangkan kebaikan dan pahala, bahkan bisa mendatangkan manfaat
dunia dan akhirat. Namun patut diketahui bahwa barokah itu datangnya dari Allah yang
hanya diperoleh jika seorang hamba mentaati-Nya.
Pengertian
Dalam bahasa Arab, as-sahur السَّحُورُ dengan mem-fathah huruf sin adalah benda makanan dan
minuman untuk sahur. Adapun as-suhur السُّحُورُ dengan men-dhammah huruf sin adalah
mashdar yakni perbuatan makan sahur itu sendiri. (an-Nihayah, 2/347)
Hukum
Hukum makan sahur adalah sunnah, berdasarkan hadits dari Anas bin Malik radhiallahu
‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sahurlah kalian, karena
sesungguhnya dalam sahur terdapat berkah.” (Muttafaqun ‘alaih)
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama telah bersepakat tentang sunnahnya
makan sahur dan bukan suatu kewajiban.” (Syarh Shahih Muslim, 7/207)
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita untuk tidak
meninggalkan makan sahur meskipun hanya dengan seteguk air. Sebagaimana hadits yang
diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Makan sahur adalah berkah maka
janganlah kalian meninggalkannya meskipun salah seorang di antara kalian hanya minum
seteguk air.” (HR. Ahmad, hadits hasan, lihat Shahihul Jami’ish Shaghir, 1/686 no. 3683)
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata, “Sahur dapat diperoleh seseorang yang makan
dan minum meskipun hanya sedikit.” (Fathul Bari, 4/166)
Waktu
Waktu yang utama untuk makan sahur adalah dengan mengakhirkan waktunya hingga
mendekati terbit fajar. Mengakhirkan waktu sahur ini merupakan sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana hadits yang diriwayatkan Anas bin
Malik dari Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhuma, beliau bekata: “Kami makan sahur bersama
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian (setelah makan sahur) kami berdiri untuk
melaksanakan shalat. Aku (Anas bin Malik) berkata, ‘Berapa perkiraan waktu antara
keduanya (antara makan sahur dengan shalat fajar)?’ Zaid bin Tsabit radhiallahu ‘anhu
berkata, ‘50 ayat’.” (Muttafaqun ‘alaih)

Al-Imam al-Bukhari rahimahullah mengatakan dalam Shahih al-Bukhari: “Bab perkiraan
berapa lama waktu antara sahur dengan shalat fajar.” Maksudnya (jarak waktu)
antara selesainya sahur dengan permulaan shalat fajar. (Fathul Bari, 4/164). Hal ini
sebagaimana telah diterangkan oleh al-Imam al-Bukhari rahimahullah dalam Shahih al-
Bukhari pada “Kitab at-Tahajjud”, dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau ditanya:
“Berapakah jarak waktu antara selesainya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Zaid bin
Tsabit radhiallahu ‘anhu makan sahur dengan permulaan mengerjakan shalat (subuh)?
Beliau menjawab, ‘Seperti waktu yang dibutuhkan seseorang membaca 50 ayat (dari Al-
Qur’an)’.” Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari (4/164) menyebutkan,
“(Bacaan tersebut) adalah bacaan yang sedang-sedang saja (ayat-ayat yang dibaca), tidak
terlalu panjang dan tidak pula terlalu pendek, (membacanya) tidak cepat dan tidak pula
lambat.” Bila kita sebutkan dengan catatan waktu maka kira-kira jarak antara keduanya
10—15 menit. Wallahu a’lam.
Tamr (Kurma), Sebaik-baik Makanan untuk Sahur
Sahur dengan tamr merupakan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan
hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda: “Sebaik-baik makanan sahur seorang mukmin adalah tamr
(kurma).” (HR. Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan al-Baihaqi, serta disahihkan oleh asy-
Syaikh al-Albani rahimahullah dalam ash-Shahihah no. 562 dan Shahihul Jami’ish Shaghir,
2/1146 no. 6772)
BERBUKA (IFTHAR)
Waktu
Allah subhanahu wa ta’ala telah menjelaskan pada kita tentang waktu dibolehkannya
seseorang yang berpuasa untuk berbuka yaitu dengan tenggelam (terbenam)nya matahari,
sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala: “Kemudian sempurnakanlah puasa itu
hingga (datang) malam.” (al-Baqarah: 187). Demikian pula Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam telah menjelaskan dalam haditsnya. Dari ‘Umar bin al-
Khaththab radhiallahu ‘anhu, berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda: “Apabila malam telah datang dan siang telah pergi serta matahari telah
terbenam maka sungguh orang yang berpuasa telah berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih)
Al-Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “Makna (sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam di atas) adalah puasanya telah selesai dan sempurna, dan (pada waktu matahari sudah
tenggelam dengan sempurna) dia bukan orang yang berpuasa. Maka dengan terbenamnya
matahari habislah waktu siang dan malam pun tiba, dan malam hari bukanlah waktu untuk
berpuasa.” (Syarh Shahih Muslim, 7/210)
Hal-Hal yang Disunnahkan Saat Berbuka
1. Bersegera ifthar (berbuka) ketika telah tiba waktunya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Senantiasa manusia dalam kebaikan
selama mereka menyegerakan ifthar (berbuka).” (Muttafaqun ‘alaih dari sahabat Sahl bin
Sa’d radhiallahu ‘anhu)

Al-Imam Ibnu Daqiq al-‘Ied rahimahullah mengatakan, “Hadits ini merupakan bantahan
terhadap orang-orang Syi’ah yang mengakhirkan berbuka puasa hingga tampak bintang-
bintang.” (disebutkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Bari, 4/234)
Keutamaan bergegas untuk berbuka ketika telah tiba waktunya:
1. Mengikuti Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. Bersegera untuk berbuka ketika telah tiba waktunya merupakan akhlak para
Nabi ‘alaihimussalam. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu ad-
Darda’ radhiallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tiga (perkara) termasuk akhlak kenabian (yaitu): menyegerakan berbuka,
mengakhirkan sahur, dan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dalam
shalat.” (HR. ath-Thabarani, dan disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani rahimahullah,
lihat Shahihul Jami’ish Shaghir, 1/583 no. 3038)
3. Menyelisihi Yahudi dan Nasrani
Mengakhirkan berbuka hingga tampak bintang-bintang merupakan perbuatan
Yahudi dan Nasrani (Syarhuth-Thibi, 5/1584 dan Fathul Bari, 4/234). Sedangkan kita
dilarang menyerupai mereka. Oleh karena itu, bersegera untuk berbuka puasa ketika
telah tiba waktunya termasuk menyelisihi perbuatan mereka. Hal ini berdasarkan
hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, beliau bersabda: “Agama ini senantiasa tampak, selama manusia
bersegera untuk berbuka puasa karena Yahudi dan Nasrani mengakhirkan
(ifthar/berbuka).” (Hasan, HR. Abu Dawud dan lainnya, lihat Shahih Sunan Abi
Dawud, 2/58 no. 2353, Shahihul Jami’ish Shaghir, 2/1272 no. 7689, dan al-Misykah,
1/622 no. 1995)
2. Bacaan ketika berbuka
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiallahu ‘anhuma beliau berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam apabila berbuka beliau mengatakan,
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللهُ
“Rasa haus telah pergi dan urat-urat telah terbasahi serta mendapat pahala insya
Allah.” (Hasan, HR. Abu Dawud, lihat Shahih Sunan Abi Dawud, 2/59 no. 2357 dan
al-Irwa’, 4/39 no. 920)
3. Berbuka dengan ruthab (kurma basah), bila tidak dijumpai maka berbuka
dengan tamr (kurma kering), dan bila tidak ada maka dengan minum air.
Sebagaimana amalan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berbuka dengan ruthab sebelum melaksanakan shalat (Maghrib), maka jika
tidak ada ruthab (beliau berbuka) dengan tamr, jika tidak ada (tamr) maka beliau
berbuka dengan meneguk air.” (Hadits hasan sahih, riwayat Abu Dawud dan
lainnya, lihat Shahih Sunan Abi Dawud, 2/59 no. 2356 dan al-Irwa’, 4/45 no. 922)
Perlu diingat bahwa dalam makan baik sahur atau berbuka, kita dilarang berlebih-
lebihan. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu berlebih-
lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-
lebihan.” (al-An’am: 141)

Musta’in Billah, S.Si