MERDEKA ATAU MATI!
MERDEKA ATAU MATI!
Disusun Oleh:
Agus Fadilla Sandi, S.H.*
Semboyan Menjadi Kekuatan
Semboyan mampu menjadi kekuatan yang menggerakkan. Sebagaimana halnya yang terjadi pada Peristiwa 10 November 1945. Pada saat pasukan Inggris berencana merebut kembali Surabaya dari tangan para pejuang kemerdekaan. Bung Tomo memberikan pidato yang membara untuk mengajak rakyat Surabaya mempertahankan kota mereka dan menentang rencana pasukan Inggris. Bung Tomo berpesan, “… Dan untuk kita saudara-saudara. Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati![1]
Pidato ini menjadi salah satu tonggak penting dalam melanjutkan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan. Pidato yang menekankan pada satu semboyan perjuangan; merdeka atau mati! Semboyan ini tampaknya senada dengan perkataan yang berbunyi, “isy kariman au mut syahidan”, hidup mulia atau mati syahid![2]
Merdeka [Hidup Mulia]
Frasa “Merdeka!” sering kali digunakan dalam momen peringatan hari kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus. Merdeka bermakna bebas; berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, atau tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa.[3]3 Padanan kata bebas ini dalam bahasa Arab disebut al-Hurr, dengan bentuk verbalnya kebebasan adalah al-Hurriyah. Ibnu ‘Asyur dalam karyanya “Maqashid asy-Syari’ah al-Islamiyah”, memaknai al-Hurriyah dengan dua makna; Pertama, kemerdekaan bermakna lawan kata dari perbudakan. Kedua, makna metaforis dari makna pertama, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur dirinya sendiri dan urusannya sesuka hatinya tanpa ada tekanan.4
Kondisi yang merdeka harusnya menjadi dorongan bagi seseorang untuk hidup mulia, sebab ia memiliki kebebasan menjalani hidupnya tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Berbeda halnya dengan orang yang di bawah penguasaan orang lain yang tentu tidak leluasa berbuat apalagi untuk taat. Teringat dengan kisah Bilal ibn Rabah yang dianiaya oleh tuannya karena keyakinan dan keberaniannya untuk menyatakan keimanan pada Allah yang Esa.
Allah ﷻ berfirman,
ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا عَبْدًا مَّمْلُوكًا لَّا يَقْدِرُ عَلَىٰ شَىْءٍ وَمَن رَّزَقْنَٰهُ مِنَّا رِزْقًا حَسَنًا فَهُوَ يُنفِقُ مِنْهُ سِرًّا وَجَهْرًا ۖ هَلْ يَسْتَوُۥنَ ۚ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Allah membuat perumpamaan seorang hamba sahaya di bawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu, dengan seorang yang Kami anugerahi rezeki yang baik dari Kami. Lalu, dia menginfakkan sebagian rezeki itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Apakah mereka itu sama? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui” (Q.S. an-Nahl [16]: 75).
Mati [Syahid]
Seruan Bung Tomo dengan semboyan “Merdeka atau Mati!” dimaksudkan agar segenap rakyat berjuang hingga akhir hayat. Jikalaupun harus wafat, wafatlah dengan terhormat! Mati adalah sebuah kepastian, walau tak ada orang yang menginginkan. Namun setiap orang pasti mendambakan kematian yang baik, salah satunya melalui mati syahid.
Berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, terdapat beberapa kondisi yang dinilai sebagai mati syahid. Di antaranya; orang yang terbunuh atau mati di jalan Allah, orang yang senantiasa berdoa/rindu agar mati di jalan Allah, orang yang meninggal karena wabah penyakit/pandemi, orang yang mati karena penyakit di dalam perutnya; orang yang mati tenggelam, tertimpa benda keras, terbakar; wanita yang meninggal karena kehamilannya, orang yang meninggal karena membela atau mempertahankan hartanya, dan orang yang mati terbunuh.[4]
Bagi orang yang mati syahid, semua dosanya akan diampuni, kecuali hutang yang belum lunas. Sebagaimana dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Amr bin Ash sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda,
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ
“Orang yang mati syahid diampuni semua dosa kecuali hutang” (H.R Muslim, no. 1886).
Makna syahid adalah “disaksikan untuknya”. Ibnu Hajar menyebutkan makna syahid adalah malaikat menyaksikan bahwa mereka mati dalam keadaan akhir hidup yang baik (husnul khatimah).[5]
Imam An-Nawawi mengatakan, “Sabda Nabi ﷺ (kecuali hutang) di dalamnya terdapat peringatan terhadap semua hak Bani Adam. Bahwa jihad dan mati syahid dan selain dari dua amalan kebaikan tidak dapat menghapus hak Bani Adam. Akan tetapi dapat menghapus hak Allah Ta’ala.” Syarh Muslim, 13/29.[6]
Takbir: Puncak Optimisme
Pada akhir pidatonya, Bung Tomo menyampaikan, “…Percayalah saudara-saudara. Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!!!”[7] Pekik takbir menggelegar sebagai puncak optimisme. Optimis bukan karena yakin pada kekuatan diri pribadi, tapi justru karena keinsafan diri yang tak berdaya dan hanya Allah yang Maha Kuasa. Ingatlah pada firman Allah ﷻ yang berbunyi,
لَقَدْ نَصَرَكُمُ ٱللَّهُ فِى مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ ۙ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْـًٔا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ ٱلْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مُّدْبِرِينَ
“Sungguh, Allah benar-benar telah menolong kamu (orang-orang mukmin) di medan peperangan yang banyak dan pada hari (perang) Hunain ketika banyaknya jumlahmu menakjubkanmu (sehingga membuatmu lengah). Maka, jumlah kamu yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu kemudian kamu lari berbalik ke belakang (bercerai-berai).” (Q.S. at-Taubah [9]: 25).
Akhirnya, perjuangan jangan sampai ternodai dengan kesombongan dan pengkhianatan! Dalam skala apapun, terlebih mengisi kemerdekaan republik ini, dibutuhkan semangat yang kuat untuk mewujudkan pribadi dan bangsa yang bermartabat. “Merdeka atau mati!” tetaplah menjadi semboyan perjuangan dengan puncak optimisme pada Allah yang Maha Pemberi Ampunan.[]
Marâji’:
* Alumnus Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.
[1] Abdul Waid, Bung Tomo, Yogyakarta: Laksana. 2019 M. Cet ke-1. h. 48.
[2] Afandi. “Jenis-Jenis Mati Syahid dalam Islam”. https://muhammadiyah.or.id/jenis-jenis-mati-syahid-dalam-islam/. Diakses pada 7 Agustus 2023.
[3] Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/merdeka. Diakses pada 7 Agustus 2023.
[4] Admin. “Hakikat dan Makna Kemerdekaan dalam Alquran, Sebuah Refleksi”. https://mui.or.id/bimbingan-syariah/aqidah-islamiyah/37386/hakikat-dan-makna-kemerdekaan-dalam-alquran-sebuah-refleksi/. Diakses pada 7 Agustus 2023.
[5] Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Fathul bari syarhu shahih al-Bukhari, Jakarta : Pustaka Imam Asy-Syafi. 2018. Jilid VI. h. 43.
[6] Admin. “Mati Syahid Tidak Menghapus Hak Bani Adam (Hutang)” https://almanhaj.or.id/2613-mati-syahid-tidak-menghapus-hak-bani-adam-hutang.html & https://islamqa.info/id/answers/186979/mati-syahid-tidak-menghapus-hak-bani-adam-tapi-menghapus-hak-allah-tala. Diakses pada 7 Agustus 2023.
[7] Abdul Waid, Bung Tomo, Yogyakarta: Laksana. 2019 M. Cet ke-1. h. 48.