IDUL FITHRI DALAM KESEDERHANAAN
IDUL FITHRI DALAM KESEDERHANAAN
Fawwaz AR
Hari ini seluruh penjuru dunia mengumandangkan takbir sebagai wujud rasa syukur kepada Allah ﷻ atas segala anugerah hari raya ‘Idul Fithri, yang merupakan salah satu hari besar umat Islam selain hari raya ‘Idul Adha. Karenanya, agama ini membolehkan umatnya untuk mengungkapkan perasaan bahagia dan bersenang-senang pada hari itu. Sebagai bagian dari ritual agama, prosesi perayaan ‘Idul Fithri sebenarnya tak bisa lepas dari aturan syariat. Ia harus didudukkan sebagaimana keinginan syariat.
Perlu diketahui bahwa perayaan dalam Islam hanya ada dua macam yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha. Hal ini berdasarkan pada hadits Nabi n dari Anas bin Malik berkata, “Tatkala Nabi ﷺ datang ke kota Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari untuk bersenang-senang di waktu jahiliyah, lalu beliau bersabda, ‘Saya datang kepada kalian sedangkan kalian memiliki dua hari raya untuk bergembira di masa jahiliyah, dan sesungguhnya Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik: ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri.” (H.R. Ahmad 3/103, Abu Dawud, no. 1134 dan Nasa’I 3/179).[1]
Selain dua perayaan hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha adalah tradisi. Setiap tradisi itu hukum asalnya boleh dilakukan selama tidak bertentangan dengan syari’at dan selama tidak ada unsur ibadah di dalamnya. Misalnya, santun ketika berbincang-bincang dengan yang lebih tua, ini adalah tradisi yang bagus dan tidak bertentangan dengan syari’at.[2] Tradisi mudik lebaran sebagai bentuk kegiatan untuk memanfaatkan momentum dan kesempatan untuk menjernihkan suasana keruh dan hubungan yang retak sementara tidak ada kesempatan yang baik kecuali hanya waktu lebaran maka demikian itu boleh-boleh,[3] ini juga tradisi yang baik dan tidak bertentangan dengan syari’at.
Makna Idul Fithri
‘Idul fithri berasal dari dua kata; ‘id (arab: عِيْدُ) dan al-fithri (arab: الْفِطْرِ). ‘Id secara bahasa berasal dari kata ‘âda – ya’ûdu [arab: عَادَ – يَعُودُ], yang artinya kembali. Hari raya disebut ‘id karena hari raya terjadi secara berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, pada waktu yang sama.[4] Ibnul A’rabi mengatakan,
سُمِيَ العِيدُ عِيْداً لِأَنَّهُ يَعُوْدُ كُلَّ سَنَةٍ بِفَرَحٍ مُجَدَّدٍ
Hari raya dinamakan id karena berulang setiap tahun dengan kegembiraan yang baru. (Lisan Al-Arab, 3/315).[5]
Selanjutnya kata fithri berasal dari kata afthara – yufthiru )arab: أَفْطَرَ – يُفْطِرُ), yang artinya berbuka atau tidak lagi berpuasa. Disebut ‘Idul Fithri, karena hari raya ini dimeriahkan bersamaan dengan keadaan kaum muslimin yang tidak lagi berpuasa Ramadhan. [6]
Pehatian. Banyak orang Indonesia menerjemahkan ‘Idul Fithri dengan ‘kembali suci’, ini terjemahan yang salah ditinjau dari segi bahasa dan syara’. Fithri dan fithrah adalah dua kata yang berbeda. Beda arti dan penggunaannya. Ibnul Jauzi menjelaskan makna fithrah,
الخِلْقَةُ الَّتِي خُلِقَ عَلَيهَا البَشَرُ
“Kondisi awal penciptaan, dimana manusia diciptakan pada kondisi tersebut.” (Zadul Masir, 3/422).[7]
Idul Fithri dalam Kesederhanaan
Kesederhaan dalam perayaan Idul Fithri tidak terlepas dari kebiasaan Rasulullah ﷺ dalam merayakan hari raya. Ada riwayat yang disebutkan dalam Bulughul Maram no. 533 diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Nabi ﷺ memiliki baju khusus di hari Jumat dan di saat beliau menyambut tamu.[8]
Ada juga riwayat dari Jabir, ia berkata,
كَانَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ جُبَّةٌ يَلْبَسُهَا لِلْعِيْدَيْنِ وَيَوْمِ الجُمُعَةِ
“Nabi ﷺ memiliki jubah khusus yang beliau gunakan untuk Idul Fithri dan Idul Adha, juga untuk digunakan pada hari Jum’at.” (H. R. Ibnu Khuzaimah dalam kitab shahihnya, 1765)
Diriwayatkan pula dari Al-Baihaqi dengan sanad yang shahih bahwa Ibnu ‘Umar biasa memakai pakaian terbaik di hari ‘id.
Aturan berpenampilan menawan di hari ‘id berlaku bagi pria. Sedangkan bagi wanita, lebih aman baginya untuk tidak menampakkan kecantikannya di hadapan laki-laki lain. Kecantikan wanita hanya spesial untuk suami.[9]
Tuntunan Hari Raya Idul Fithri
Perayaan Idul Fithri merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah. Karena ibadah maka tidak terlepas dari dua hal, yaitu: Ikhlas ditujukan hanya untuk Allah semata dan Ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Berikut beberapa tuntunan Rasulullah dalam merayakan ‘Idul Fithri,[10]
- Sesaat setelah tenggelamnya matahari, tanggal 1 Syawwal disunnahkan memperbanyak dzikir dengan takbir dan tahlil (Q.S. al Baqarah [2]: 185).
- Memastikan diri bahwa telah membayar zakat Fithri.
- Makan terlebih dahulu sebelum shalat Idul Fithri.
- Mandi pada hari Idul Fithri sebelum berangkat ke tempat shalat Idul Fithri.
- Berpenampilan menarik namun tidak ber-tabarruj[11] sebelum berangkat shalat Idul Fithri.
- Menggunakan pakaian terbaik (tidak harus baru) pada Hari Raya Idul Fithri.
- Mengambil jalur berbeda saat berangkat dan pulang shalat idul Fithri.
- Dianjurkan memberi selamat dan mendo’akan saat bertemu satu sama lain, تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
- Berkunjung dan menyambung silaturrahim dengan sanak saudara dan teman.
- Berbagi kebahagiaan dengan saudara, teman, tetangga, dan anak-anak yatim.
- Dalam menunjukkan kegembiraan di hari Idul Fithri, harus memperhatikan hak-hak orang lain, tidak mengganggu orang lain. Harus menjaga adab di jalan dan bergaul dengan orang lain.
Mutiara Hikmah
Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (H.R. Ahmad, 4/278)
[1] Abu Abdillah Sayhrul Fatwa bin Luqman dan Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as Sidawi. Panduan Lengkap Puasa Ramadhan Menurut al Qur’an dan Sunnah. Gresik: Pustaka Al Furqon. 1431. Cet.Ke-1. h. 126.
[2] Muhammad Abduh Tuasikal. Selamatan Kematian Kan Sudah Menjadi Tradisi?. 2010 M. dalam https://rumaysho.com/892-mengenal-bidah-7-selamatan-kematian-kan-sudah-jadi-tradisi.html. Diakses pada 18 Maret 2023.
[3] Zainal Abidin bin Syamsuddin. “Mudik Lebaran” dan Tradisi yang Keliru. 2010 M. https://almanhaj.or.id/2830-mudik-lebaran-dan-tradisi-yang-keliru.html. Diakses pada 18 Maret 2023.
[4] Tim Ulama Fiqih. Al Fiqhu al Muyassar. Cairo Al Azhar: Darul Âlamiyah. 2011. Cet.Ke-1. h. 102
[5] Ammi Nur Baits. Idul Fithri bukan Kembali Suci. 2015 M. dalam https://konsultasisyariah.com/19817-istilah-salah-terkait-idul-Fithri-bagian-02.html. Diakses pada 18 Maret 2023.
[6] Ibid.
[7] Ibid.
[8] Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adab Al-Mufrad.
[9] Muhammad Abduh Tuasikal. 6 Sunnah Nabi di Hari Raya Idul Fithri. 2016 M. Dalam https://rumaysho.com/13875-6-sunnah-nabi-di-hari-idul-fithri.html. Diakses pada 18 Maret 2023.
[10] Disadur dari kitab Al-Îdu: Îdul Fithri dan Îdul Adha, Adab-adab dan hukum-hukumnya karya Khalid bin Abdurrahman As-Syayi’ (dalam berita satu)
[11] Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang mestinya ditutup karena hal itu dapat menggoda kaum lelaki.