Amalan Amalan di Akhir Ramadhan

Bismillâh walhamdulillâh washalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Tidak seperti sebagian orang yang terlalu sibuk memikirkan hari raya, mudik dan baju lebaran, Rasulullâh ﷺ malah lebih giat lagi untuk beribadah di akhir-akhir bulan Ramadhan. Bahkan beliau sampai bersengaja meninggalkan istri-istrinya demi konsentrasi dalam ibadah. Beliau lebih semangat beramal di akhir-akhir Ramadhan. Ada dua alasan kenapa bisa demikian. Pertama, karena setiap amalan dinilai dari akhirnya. Kedua, supaya mendapati lailatul qadar. Simak selengkapnya disini dan juga alasan semangat ibadah kala itu yaitu untuk menggapai lailatul qadar.

Kita sebentar lagi akan menjelang akhir-akhir Ramadhan. Apa saja amalan yang mesti kita lakukan? Ada beberapa amalan yang bisa kita fokus untuk melakukannya di akhir-akhir Ramadhan nanti.

 

Pertama, Lebih serius lagi dalam ibadah di akhir Ramadhan 

Lihatlah keseriusan Rasulullah ﷺ,“Rasulullah ﷺ sangat bersungguh-sungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau di waktu yang lainnya.” (H.R. Muslim, no. 1175)

Dikatakan oleh istri tercinta beliau, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Apabila Nabi ﷺ memasuki sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan), beliau mengencangkan sarungnya (untuk menjauhi para istri beliau dari berjima’), menghidupkan malam-malam tersebut dan membangunkan keluarganya.” (H.R. Bukhari, no. 2024; Muslim, no. 1174).

 

Kedua, Melakukan I’tikaf

I’tikaf maksudnya adalah berdiam di masjid beberapa waktu untuk lebih konsen melakukan ibadah. Lihatlah contoh Nabi kita Muhammad ﷺ, dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwasanya Nabi ﷺ biasa beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau diwafatkan oleh Allah. Lalu istri-istri beliau beri’tikaf setelah beliau wafat. (H.R. Bukhari, no. 2026; Muslim, no. 1172).

Hikmah beliau seperti itu disebutkan dalam hadits Abu Sa’id Al-Khudri berikut di mana Nabi ﷺ mengatakan, “Aku pernah melakukan i’tikaf pada sepuluh hari Ramadhan yang pertama. Aku berkeinginan mencari malam lailatul qadar pada malam tersebut. Kemudian aku beri’tikaf di pertengahan bulan, aku datang dan ada yang mengatakan padaku bahwa lailatul qadar itu di sepuluh hari yang terakhir. Siapa saja yang ingin beri’tikaf di antara kalian, maka beri’tikaflah.”Lalu di antara para sahabat ada yang beri’tikaf bersama beliau. (H.R. Bukhari, no. 2018; Muslim, no. 1167).

Jadi, beliau  melakukan i’tikaf supaya mudah mendapatkan malam lailatul qadar.

Lalu berapa lama waktu i’tikaf? al-Mardawi rahimahullah mengatakan, “Waktu minimal dikatakan i’tikaf pada i’tikaf yang sunnah atau i’tikaf yang mutlak adalah selama disebut berdiam di masjid (walaupun hanya sesaat).” (al-Inshaf, [6]: 17)

Karena Allah hanyalah menetapkan, “Sedang kamu beri’tikaf dalam masjid.” (QS. Al Baqarah [2]: 187).  Ibnu Hazm berkata, “Allah Ta’ala tidak mengkhususkan jangka waktu tertentu untuk beri’tikaf (dalam ayat ini). Dan Rabbmu tidaklah mungkin lupa.” (Lihat Al-Muhalla, 5: 180). Berarti beri’tikaf di siang atau malam hari dibolehkan walau hanya sesaat.

 

Ketiga, Qiyamul Lail 

Di antara amalan yang istimewa di 10 hari terakhir Ramadhan adalah bersungguh-sungguh dalam shalat malam, memperlama shalat dengan memperpanjang berdiri, ruku’, dan sujud. Demikian pula memperbanyak bacaan  al-Quran dan membangunkan keluarga dan anak-anak untuk bergabung melaksanakan shalat malam.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang berdiri (untuk mengerjakan shalat) pada lailatul qadr karena keimanan dan hal mengharap pahala, akan diampuni untuknya segala dosanya yang telah berlalu.” (H.R. al-Bukhari no. 1901)

 

Keempat, Raih Lailatul Qadr

Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)

Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi ﷺ, “Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017)

 

Pencuri di Akhir Ramadhan

Selain itu penulis juga mewanti-wanti para muslimah untuk mewaspadai Pencuri Ramadhan yang seringkali muncul di akhir Ramadhan. Diantara kegiatan yang semestinya diwaspadai oleh para muslimah adalah sebagai berikut:

  1. Sibuk Memasak di Dapur Menjelang lebaran

Umumnya wanita banyak pergi ke pasar dan berkutat di dapur untuk membuat kue dan menyiapkan hidangan untuk lebaran. Hal ini menyebabkan mereka lalai dari beribadah. Hendaknya seorang muslimah menyadari keistimewaan 10 hari terakhir Ramadhan sehingga ia tidak menghabiskan banyak waktu di pasar dan di dapur.

  1. Mengejar Diskon Lebaran Menjelang lebaran

Banyak toko, dan mall yang menawarkan potongan harga besar-besaran. Hal ini mendorong mayoritas kaum muslimin untuk berbondong-bondong belanja baju lebaran. Akibatnya, toko dan mall menjadi sangat ramai sebaliknya masjid menjadi sangat sepi. Sangat disayangkan ketika kaum muslimin lebih tergiur dengan diskon lebaran dibandingkan diskon pahala. Muslimah yang berakal tentu akan memilih untuk meraup pahala Ramadhan sehingga ia tidak akan sibuk memikirkan baju lebaran.

  1. Menghabiskan Waktu di Jalan

Di antara tradisi menjelang lebaran adalah mudik ke kampung halaman. Hendaknya seorang muslimah memilih waktu yang tepat dan transportasi yang efisien sehingga dapat menghemat waktu dan tidak berlama-lama di perjalanan. Hal ini sangat penting untuk dilakukan agar seorang muslimah tetap dapat beribadah secara maksimal di 10 hari terakhir bulan Ramadhan sekaligus dapat menyambung tali silaturahim dengan keluarga.

Semoga Allah ﷻ memberikan kita taufik dan memudahkan kita bersemangat untuk menghidupkan hari-hari terakhir bulan Ramadhan dengan ibadah, shalat malam dan menerima amal ibadah yang kita lakukan. Âmîn.

 

Penyusun:

Ardimas

Teknik Elektro 2019

 

Marâji’:

[1] https://muslim.or.id/17637-kajian-ramadhan-16-sepuluh-hari-terakhir-ramadhan.html

[2] https://muslimah.or.id/10267-muslimah-menyambut-10-hari-terakhir-ramadhan.html

[3]https://rumaysho.com/3502-lebih-semangat-ibadah-di-sepuluh-hari-terakhir-ramadhan.html

 

Mutiara Hikmah

 

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الأَكْلِ وَالشَّرَبِ ، إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ ، فَإِنْ سَابَّكَ أَحَدٌ أَوْ جَهُلَ عَلَيْكَ فَلْتَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ ، إِنِّي صَائِمٌ

“Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan lagwu dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah padanya, “Aku sedang puasa, aku sedang puasa”.

(H.R. Ibnu Majah dan Hakim. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1082 mengatakan bahwa hadits ini shahih)

 

Download Buletin klik disini

Penggunaan Obat Ketika Berpuasa

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Allah ﷻ memberikan kesempatan untuk berpuasa pada bulan Ramadhan merupakan  kenikmatan terbesar bagi orang mukmin. Namun, tak sedikit orang yang bertemu bulan Ramadhan dalam kondisi sakit. Berdasarkan kemampuan fisik seseorang untuk berpuasa maka ada 2 macam kondisi sakit seseorang yakni a) tidak bisa berpuasa karena kondisi sakitnya misalnya tipus, pasca operasi, diare-muntaber, dan semisalnya; b) seseorang yang mampu berpuasa dalam kondisi sakit namun dengan menjalani pengobatan misalnya asma, diabetes, hipertensi, asam urat, infeksi atau luka kulit, dan semisalnya.

Kondisi seseorang yang mampu berpuasa dalam kondisi sakit namun dengan menjalani pengobatan itulah yang menyebabkan sebagian muslimin butuh akan ilmu tentang hukum dan panduan berobat ketika berpuasa. Oleh karena itu simaklah penjelasan berikut ini,

 

Hukum Berpuasa bagi Orang Sakit

Orang tidak diwajibkan atasnya puasa ialah orang yang sakit dan dalam perjalanan (musafir), sebagaimana Allah ﷻ berfirman bahwasanya “… Dan barangsiapa diantara kalian yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. …” (Q.S. al-Baqarah [2]: 184).

Orang sakit yang tidak diwajibkan puasa pada ayat diatas ialah orang dengan sakit parah  yang apabila ia berpuasa akan memperparah kondisinya atau memperlama kesembuhannya. Pada pembahasan fikih, kewajiban puasa pada orang yang sakit ada dua macam yakni sakit yang tidak dapat diharapkan kesembuhannya atau lemahnya kondisi untuk berpuasa yang terus-menerus maka bagi mereka tidak wajib puasa qadha namun menggantinya dengan fidyah; adapun orang sakit yang dapat diharapkan kesembuhannya, maka baginya wajib qadha pada hari lain[1],[2].

Pada pembahasan kali ini, penulis hanya akan merangkum hukum penggunaan sediaan obat pada orang sakit yang mampu berpuasa. Yuk kita simak penjelasanya,

 Sediaan Obat dan Hukum Menggunakannya

Hukum menggunakan sediaan obat saat berpuasa mengikuti keumuman dalil yakni tidak diperbolehkan makan dan minum saat berpuasa, karena hal tersebut termasuk pembatal puasa [1]. Sebagaimana firman Allah ﷻ, “Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam , yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam” (Q.S. al-Baqarah [2]: 187).

Secara umum  sediaan obat terbagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan cara menggunakannya, yakni:

  1. Sediaan oral 

Sediaan obat yang dikonsumsi melalui saluran cerna dan sampai lambung. Misalnya tablet, kapsul, sirup, atau puyer/serbuk. Konsumsi obat sediaan oral pada saat berpuasa maka membatalkan puasanya karena sediaan obat ini sampai pada lambung dan diserupakan dengan makan atau minum sebagaimana dalil diatas.

Apabila anda ingin tetap berpuasa, maka penulis menyarankan yakni; pertama, konsultasikan pada dokter akan keinginan untuk tetap berpuasa. Kedua, anda dapat menyiasati penggunaan sediaan oral dengan jadwal sebagai berikut:

  1. Obat 1x dalam sehari dapat diminum antara waktu berbuka sampai sahur.
  2. Obat 2x dalam sehari dapat diminum saat anda berbuka dan saat sahur.
  3. Obat 3x dalam sehari dapat diminum segera setelah berbuka (±18.00 WIB), kedua pada pukul 23.00 WIB dan ketiga saat anda sahur ±04.00 WIB.
  4. Obat 4x dalam sehari dapat diminum segera setelah berbuka (±18.00 WIB), kedua pada pukul 22.00 WIB, ketiga pada pukul 01.00 WIB dan keempat saat anda sahur ±04.00 WIB.

Adapun obat yang dianjurkan diminum setelah makan, maka dapat anda siasati dengan berbuka terlebih dahulu menggunakan makanan atau minuman, kemudian setelah 5-10 menit anda minum obat.

  1. Sediaan Topikal 

Sediaan topikal ialah obat yang diaplikasikan pada permukaan luar tubuh, misalnya salep, krim, gel, param luka, atau sediaan transdermal. Sediaan topikal diaplikasikan pada kulit baik pada muka, kulit kepala, kulit tangan dan semisalnya. Para ulama berpendapat bahwa sediaan obat ini tidak dapat membatalkan puasa karena tidak dapat diserupakan dengan makan dan minum.

  1. Sediaan Inhaler dan Obat Tetes

Inhaler mengandung cairan obat yang disemprotkan menjadi partikel kecil dan diaplikasikan dengan dihirup melalui saluran nafas yang ditujukan untuk area paru-paru, misalnya inhaler untuk asma, dan inhaler untuk hidung tersumbat. Sedangkan obat tetes ialah obat yang diteteskan pada area tertentu misalnya mata, hidung atau telinga. Obat tetes umumnya diaplikasikan sebanyak 2-3 tetes.

Obat tetes yang diaplikasikan pada telinga dan mata tidak membatalkan puasa. Adapun sediaan inhaler dan tetes hidung maka para ulama berselisih pendapat karena adanya kemungkinan masuknya kedalam lambung.

Pendapat terkuat dalam hal ini ialah sediaan inhaler dan tetes hidung tidak membatalkan puasa[3], hal ini berdasarkan pada:

  1. Sediaan tersebut tidak dapat dianalogikan dengan makan dan minum, baik ditinjau dari bahasa maupun urf’, serta obat ditujukan pada  paru-paru, bukan lambung.
  2. Zat yang sampai kedalam perut sangatlah sedikit, itupun bukanlah makanan atau minuman yang menguatkan atau mengenyangkan. Adapun hadits “Masukkanlah air dengan benar-benar kecuali jika dalam keadaan berpuasa.” (H.R. Abu Daud no. 2366). Berkumur-kumur dan menghirup sedikit air ketika berwudhu diperbolehkan saat puasa namun tidak berlebihan. Begitu pula dengan siwak yang sering dilakukan oleh Nabi ﷺ saat puasa, padahal didalam siwak terdapat banyak sekali kandungan zat yang akan terlarut dalam air liur dan memungkinkan tertelan[4].

 

  1. Sediaan Obat Injeksi 

Sediaan injeksi diaplikasikan dengan memasukkan zat kedalam bagian tubuh (bawah kulit, otot, atau jaringan lemak) atau pembuluh darah. Semua jenis injeksi obat yang diaplikasikan pada area bawah kulit, otot, atau jaringan lemak tidaklah membatalkan puasa dan tidak terdapat khilaf dalam hal ini.

Adapun injeksi pada pembuluh darah umumnya adalah zat dextrose, NaCl 0.9%, glucose, dan semisalnya sebagai pengganti makanan dan minuman. Penggunaan injeksi tersebut membatalkan puasa karena dekatnya dengan aktivitas makan dan minum, dan diantara para ulama yang berpendapat demikian adalah Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz, dan Syaikh Muhammad bin Sholih al-‘Utsaimin[5] [5].

Demikianlah sedikit pemaparan terkait penggunaan sediaan obat saat berpuasa, semoga menjadi hal yang bermanfaat dan bagi mereka yang sedang sakit menjadi penggugur dosanya dan diberikan kesembuhan atas penyakitnya.

 

Marâji’:

[1] Syaikh sholih Abdul aziz Ats-tsaighy. Al-fiqh-ul Muyassar fii Dhou-il Kitabi wa Sunnati. Beirut-libanon. Daar Nuurussunnah. 2017. Cetakan pertama. Hal. 154-155

[2] Syaikh Sholih ibn Fauzan ibn Abdl Fauzan. Al-mulakhos Al-fiqhy. Riyadh-Arab Saudi. Daar Ibnu Aljauzi. 2013. Cetakan kelima. Hal. 301

[3] Raehanul Bahraen.  Tetes Hidung dan Semprot Hidung Tidak Membatalkan Puasa. 2015. Muslim Afiyah. Dikutip dari laman: https://muslimafiyah.com/tetes-hidung-dan-semprot-hidung-tidak-membatalkan-puasa.html#_ftn1. Terakhir diakses pada 18 April 2021.

[4] Muhammad Abdul Tuasikal. Pembatal Puasa Kontemporer (4), Menggunakan Inhaler dan Obat Tetes pada Hidung. Rumaysho.Com. . Dikutip dari laman: https://rumaysho.com/2553-pembatal-puasa-kontemporer-4-menggunakan-inhaler-dan-obat-tetes-pada-hidung.html. Terakhir diakses pada 18 April 2021.

[5] Muhammad Abdul Tuasikal. Pembatal Puasa Kontemporer (8), Suntik Pengobatan. 2013. Dikutip dari laman: https://rumaysho.com/3410-pembatal-puasa-kontemporer-8-suntik-pengobatan.html. Terakhir diakses pada 18 April 2021.

 

Penyusun:

Rizki Awaludin, S.Farm., M.Biomed

Alumni FMIPA UII & Dosen UNIDA Gontor

 

Mutiara Hikmah

 Nabi ﷺ bersabda:

إِذَا أَصْبَحَ أَحَدُكُمْ يَوْمًا صَائِمًا فَلا يَرْفُثْ ، وَلا يَجْهَلْ ، فَإِنْ امْرُؤٌ شَاتَمَهُ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ : إِنِّي صَائِمٌ إِنِّي صَائِمٌ

“Barangsiapa salah satu di antara kalian di pagi hari dalam kondisi berpuasa, maka jangan berkata jorok dan jangan bersikap bodoh. Kalau ada seseorang yang menghardiknya atau menghinanya maka katakan kepadanya, sesungguhnya saya sedang puasa, sesungguhnya saya sedang puasa.”

(H.R. Bukhari, no. 1894 dan  Muslim, no. 1151)

 

Download Buletin klik disini

Mengatasi Prreferensi Konsumsi pada Bulan Ramadhan

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Pada bulan Ramadhan pola konsumsi masyarakat khususnya masyarakat muslim mengalami perubahan drastis, sebab pada bulan tersebut terdapat perubahan aktivitas muslim, yakni mereka wajib melakukan ibadah puasa dimana harus menahan makan minum atau segala sesuatu yang membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Jika dilihat makna puasa akan sekilas terlihat bahwa konsumsi masyarakat muslim seharusnya menurun, akan tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada bulan Ramadhan konsumsi masyarakat muslim malah mengalami kenaikan. Contohnya penelitian yang dilakukan oleh Ridwan, Syarifah, dan Hareastoma menunjukkan bahwa pada bulan Ramadhan konsumsi makanan dan minuman muslim meningkat sampai 80%.[1]

Jika seseorang tidak bisa mengontrol dan mengelola keuangan dengan baik, maka dapat dipastikan bulan Ramadhan bukan hanya menjadi bulan yang penuh keberkahan tetapi juga menjadi salah satu ajang menghabiskan dana untuk konsumsi. Secara umum pada bulan Ramdhan kegiatan konsumsi umat Islam terbagi menjadi empat (4) yakni;

  1. Sahur

Sahur merupakan kegiatan konsumsi sebelum terbitnya fajar, kegiatan ini sangat dianjurkan untuk dilaksanakan oleh umat Islam saat hendak berpuasa khususnya pada bulan Ramadhan sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ, Anas bin Malik radhiyallahu’anhu berkata; Nabi ﷺ bersabda, “Bersahurlah kalian, karena didalam sahur ada barakah“. (HR. Bukhari).[2]

Berdasarkan hadits tersebut, bahwa sahur merupakan kegiatan yang sangat di anjurkan untuk dilaksanakan, sebab ia akan mengurangi rasa lapar dan dahaga saat berpuasa. Dengan sahur diharapkan umat Islam tetap melakukan aktivitas dan produktif, tidak jarang kegiatan sahur menjadi salah kegiatan konsumsi yang bermanifestasi menjadi sebuah motivasi untuk meningkatkan produksi seseorang dan bukan alasan untuk bermalas-malasan karena rasa lapar dan dahaga.

  1. Berbuka Puasa

Kegiatan berbuka puasa merupakan salah satu kegiatan konsumsi pada saat terbenamnya matahari, kegiatan ini sangat dianjurkan untuk disegerakan sebagaimana yang tertuang dalam salah satu hadits, dari Sahal bin Sa’ad  bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,  “Senantiasa manusia berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka”. (H.R. Bukhari).

Hadits di atas menjadi salah satu dalil agar menyegerakan berbuka puasa dan menjadi petunjuk bahwa kegiatan berbuka puasa merupakan kegiatan pembatalan puasa. Pada kegiatan ini akan terlihat pola konsumsi setiap individu atau rumah tangga.

  1. Persiapan Hari Raya

Hari raya merupakan salah satu hari besar atau kemenangan untuk umat Islam, sebab setelah sebulan penuh umat Islam berpuasa akhirnya ditutup dengan hari kemenangan atau lebih dikenal dengan hari raya Idul fitri. Salah satu tradisi atau budaya masyarakat muslim Indonesia selain memakai pakaian baru dan salah satu bentuk kebahagiaan mereka menyambut hari raya Idul Fitri adalah dengan menghiasi atau merenovasi rumah, memasak masakan khas yang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

  1. Tradisi mudik ke kampung halaman

Mudik menjadi salah satu kegiatan yang “harus” dilakukan oleh masyarakat untuk melepas rindu, bersilaturarahim, dan berziarah dan lain sebagainya. Pada dasarnya mudik merupakan kegiatan yang secara implisit tidak ada dalilnya, sehingga dapat dikatakan kegiatan ini merupakan kearifan lokal sebab lebaran merupakan libur panjang yang dimanfaatkan oleh setiap elemen masyarakat gunakan sebagai sarana berkumpul dengan keluarga atau kegiatan lainnya yang telah disbeutkan sebelumnya. Untuk melakukan mudik tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit terlebih bagi mereka yang merantau jauh dan membutuhkan transportasi dengan biaya yang tidak sedikit.

Pada dasarnya Islam sudah memberikan panduan yang cukup jelas dalam al-Qur’an terkait konsumsi, dalam melakukan konsumsi umat Islam dituntut memperhatikan skala prioritas sebab tujuan dari setiap aktivitas yang dilakukan oleh umat Islam ialah falah (kesejahteraan). Kesejahteraan disini terikat dengan nilai-nilai Islam, hal ini tertuang dalam Q.S. al-A’raf ayat 31. Allah ﷻ berfirman, “Wahai anak cucu Adam! pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. al-A’râf [7]: 31).

Dari ayat di atas, dapat dilihat jelas bahwa Islam memberikan kebebasan kepada umatnya agar bisa memenuhi kebutuhannya dengan catatan tidak melanggar aturan syariah. Di bulan penuh berkah ini, terdapat beberapa cara untuk mengelola keuangan agar kecenderungan konsumsi yang dilakukan selama Ramadhan tidak menjadi salah satu fase “israf” seorang muslim dalam melakukan konsumsi:

  1. Menyusun Anggaran yang Matang

Sebelum masuk bulan Ramadhan kita harus bisa mengatur post-post pengeluaran selama bulan Ramadhan khususnya untuk kegiatan konsumsi. Kegiatan konsumsi tidak boleh menjadi kegiatan dominan, sebab kebutuhan bulanan seperti zakat, biaya listrik dan lain-lainnya tidak libur selama bulan Ramadhan. Akan tetapi, anggran untuk bulan Ramadhan harus ditambahkan beberapa pos pengeluaran yang khusus seperti sedekah, zakat, buka bersama (bukber) dan mudik.

  1. Tentukan Skala Prioritas

Dalam Islam, tujuan setiap aktivitas ialah falah atau kesejahteraan, kesejahteraan yang dimaksud disini harus memperhatikan pos pengeluaran berdasarkan tingkat kebutuhannya. Menurut al-Syatibi dalam memenuhi kebutuhannya manusia harus memperhatikan beberapa tingkatan ini, yaitu: (a) Dharuriyat, merupakan sesuatu yang harus terpenuhi karena kebutuhan ini bertujuan mengokohkan maslahah kehidupan, pokok dari tingkat kebutuhan ini ialah penjagaan atau pemeliharaan terhadap lima hal antara lain; agama, jiwa, akal, kehormatan atau keturunan dan harta.[3] (b) Hajiyyat, tingkat kebutuhan ini bertujuan menguatkan dan mengokohkan maslahah yang ada pada tingkat dharuriyat. (c) Tahsiniyyat, tingkat ini hanya sebagai pelengkap, keberadaannya tidak urgen dan tidak harus terpenuhi, contohnya perhiasan.

  1. Mengurangi Berbuka bersama di Luar Rumah

Selama bulan Ramadhan kegiatan buka bersama merupakan salah satu kegiatan yang cenderung dilakukan oleh umat Islam, pada dasarnya kegiatan ini memberikan dampak yang positif yakni menjalin silaturahim, akan tetapi jika kegiatan ini berlangsung cukup sering tidak menutup kemungkinan akan mengganggu keuangan seseorang sebab sedikit banyak kegiatan ini membutuhkan dana yang rentan menguras kantong. Oleh karena itu, kegiatan buka bersama diminalisirkan sebisa mungkin.

  1. Alokasikan Dana THR untuk Mudik

Sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya bahwa salah satu kegiatan konsumsi yang bisa menyedot anggaran ialah mudik. Sebaiknya anggaran untuk kegiatan ini sudah dirancang dari beberapa bulan sebelum Ramadhan, jika memang tidak sempat bisa menggunakan Tunjangan Hari Raya (THR), jangan gunakan dana ini untuk kegiatan konsumsi lainnya kecuali jika dana untuk mudik sudah disediakan dari beberapa bulan yang lalu.

Cara yang penulis paparkan di atas tidak akan bisa berhasil jika seseorang tidak konsisten atau tidak berkomitmen penuh untuk menerapkan. Seorang muslim harus senantiasa berkomitmen dan tidak melampui batas dari setiap perbuatannya khususnya dalam kegiatan konsumsi pada bulan Ramadhan yang cenderung membuat seseorang berlebihan dalam melakukan konsumsi, hal ini senada dengan firman Allah ﷻ Q.S. Hud [11] ayat 112.

 

Penyusun:

Nafilatur Rohmah, S.E., MSI

 

Marâji’:

[1] Ridwan, Syarifah, dan Hareastoma “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prilaku Konsumsi Muslim Pada Bulan Ramadhan”, Jurnal IMARA, Vol3. No.1, (Juni, 2019).

[2] Abi Abdulah Al-Bukhari, Shahih Bukhari, Terj. Abid Bisri Musthofa. Semarang : CV. AsySyifa` 1992. Hadist 1958, hal. 365.

[3] Muhammad. “Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam”.  Yogyakarta: BPFE, 2005. hal. 20.

 

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (H.R. Bukhari no. 1903).

Download Buletin klik disini

Lakukan 5 Hal Dalam Menyambut Ramadhan

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Tidak terasa sebentar lagi kita akan memasuki bulan Ramadhan yang penuh keistimewaan. Diantara keistimewaannya adalah dimana bulan diturunkannya al-Qur’an didalamnya dan dibulan tersebut amal ibadah kita akan dilipat gandakan oleh Allah ﷻ. Oleh karenanya kita harus menyambut bulan yang mulia ini dengan persiapan yang serius agar ibadah kita nantinya menjadi pahala yang berlipat ganda. Umat Islam berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, salah satunya dengan memberi orang lain makanan berbuka puasa dan juga berbagi makanan ketika sahur on the road. Namun sebagian yang lain hanya menyiapkan hal-hal yang bersifat materi seperti membeli pakaian baru. Terkadang kita melupakan bahwa menyambut Ramadhan tidak hanya meyiapkan hal-hal materi, akan tetapi persiapan secara batin dan jiwa yang bersih. Agar ibadah kita di bulan Ramadhan tidak sia-sia, maka lakukanlah 5 hal berikut ini dalam menyambut Ramadhan,

  1. Perbaiki Hubungan Dengan Allah dengan Bertaubat

Memperbaiki hubungan dengan Allah ﷻ yaitu dengan sebenar-benarnya taubat. Dalam keseharian kita sebagai manusia tentu tidak luput dengan yang namanya kesalahan dan dosa. Dengan bertaubat, hati kita akan lebih siap untuk menyambut bulan suci Ramadhan.

Syarat diterimanya taubat ialah a) Harus menghentikan maksiat. b) Harus menyesal atas perbuatan yang telah dilakukannya. c) Niat bersungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan itu kembali. Apabila dosa itu ada hubungannya dengan hak manusia maka taubatnya ditambah dengan syarat keempat. d) Menyelesaikan urusan dengan orang yang berhak dengan minta maaf atas kesalahannya atau mengembalikan yang harus dikembalikannya.[1]

Bertaubatlah agar menjadi orang yang beruntung sebagaimana Allah ﷻ berfirman, “Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. an-Nûr [24]: 31)

  1. Memperbaiki Hubungan Baik Bersama Saudara Atau Keluarga

Banyak diantara kita memperbaiki hubungan dengan saudara atau keluarga Ketika momen hari raya, namun hendaknya dilakukan sebelum masuknya Ramadhan. Karena tidak harus menunggu hari raya kita bermaaf-maaafan. Ketika kita sudah saling memaafkan sebelum Ramadhan, kita melaksanakan ibadah jauh lebih tenang karena tidak ada pikiran yang mengganggu ibadah kita. Dan selain ibadah kita semakin tenang, keharmonisan dalam kekeluargaan akan bertambah. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman, “Bertakwalah kepada Allah dan perbaiki hubungan diantara kalian”. (QS. al-Anfal [8]: 1)

  1. Bekali Diri Dengan Pengetahuan Fiqih Tentang Puasa

Berilmu sebelum berkata dan beramal. Ilmu merupakan syarat diterimanya amal yaitu mutaba’ah. Mutaba’ah ialah amal tersebut benar-benar sesuai dengan syariat. Itulah perlu dalam menyambut Ramadhan dibekali ilmu seputar fiqih puasa, shalat tarawih, zakat, dan ibadah lainnya.

Ilmu yang kita pelajari mengenai kewajiban yang harus dilakukan dan larangan yang harus ditinggalkan selama berpuasa di bulan Ramadhan.[2]  Selain itu, tambah dengan ilmu mengenai amalan-amalan utama di bulan Ramadhan dan ilmu mengenai zakat serta aktivitas seoang muslim menjelang idul fitri atau saat idul fitri.

Belajar ilmu mengenai fiqih puasa bisa dimana saja dan kapan saja. Jika kita tidak mengetahuinya maka langsung bertanya kepada orang berilmu. Allah ﷻ berfirman,Maka bertanyalah pada orang-orang yang berilmu jika kalian tidak mengetahui.” (Q.S. al-Anbiya [21]: 21).

  1. Mempersiapkan Fisik dan Mental

Persiapan secara fisik yaitu dengan menjaga kesehatan. Fisik yang sehat dan kuat di bulan Ramadhan sangatlah penting karena kita menahan lapar dan dahaga mulai dari terbitnya fajar sampai waktu maghrib. Jika badan kita sakit maka puasa yang kita jalankan bakal terasa berat dan terganggu. Karena itu, Kesehatan merupakan modal utama untuk ibadah di bulan Ramadhan. Badan yang sehat membuat kita melakukan ibadah dengan baik dan optimal.

Selain persiapan fisik, kita juga mempersiapkan jiwa dan mental dengan cara membiasakan diri melakukan ibadah sunah seperti shalat sunah dan banyak membaca al Qur’an dalam menyambut Ramadhan, agar ketika bulan Ramadhan tiba kita sudah terbiasa melakukan ibadah tersebut sehingga kita merasa lebih mudah dalam menjalankannya.

  1. Siapkan Uang Untuk Sedekah di bulan Ramadhan

Di bulan Ramadhan amal ibadah kita dilipat gandakan, tentu kita perlu mengalokasikan uang kita untuk memperbanyak sedekah, infaq dan memberi bukaan kepada orang lain. Momen Ramadhan sangat cocok memberi makanan kepada orang lain, misalnya kita bisa memberi makanan ke masjid yang menyelenggarakan buka bersama. Dengan kita melakukan hal tersebut pahala kita sama dengan orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang tersebut. Sebagaimana hadits Nabi berikut ini:

Dari Zaid bin Khalid Al-Juhani radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi no. 807, Ibnu Majah no. 1746, dan Ahmad 5: 192. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa bagi orang yang memberi makan orang yang berpuasa akan mendapatkan pahala yag sama dengan orang yang berpuasa tersebut tanpa mengurangi pahala orang berpuasa tersebut. Semaki banyak kita memberi makan orang yang berpuasa semakin banyak pahala yang kita dapatkan.

Penutup

Demikian 5 hal yang perlu dipersiapkan seorang Muslim dalam menyambut Ramadhan. Sehingga kita mendapatkan keutamaan Ramadhan yang dijanjikan Allah ﷻ. Semoga kita yang menjalankan ibadah puasa menjadikan kita jadi insan yang bertaqwa, sebagaimana tujuan berpuasa agar menjadikan kita lebih bertaqwa kepada Allah ﷻ. Marilah kita sambut bulan Ramadhan yang sudah di depan mata dengan gembira dan senang hati. Dan marilah kita mempersiapkan diri untuk beribadah dengan optimal di bulan Ramadhan ini. Dengan harapan dan berdoa kepada Allah ﷻ  semoga ibadah kita selama ini dan di bulan Ramadhan nanti diterima. dan dapat meraih berbagai keutamaannya.

Penyusun:

Handal Pratama Putra

Magister Ilmu Agama Islam,

Konsentrasi Pendidikan Islam, UII 2021

 

Marâji’

[1] Muhammad Fadholi, Keutamaan Budi Dalam Islam, Surabaya: Al-Ikhlas, tt, hal. 387.

[2] Muhammad Abduh Tuasikal. Panduan Ramadhan Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah. Yogyakarta: Pustaka Muslim, 2014. hal. 6.

 

Mutiara Hikmah

Memperbanyak Doa

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً

“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 264)

Download Buletin klik disini

Bekal Ramadhan

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Saudaraku yang berbahagia, semoga Allah ﷻ  senantiasa merahmati kita, marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allâh ﷻ dan hendaklah senantiasa ingat, bahwa sebagai seorang muslim kita diwajibkan untuk senantiasa beribadah kepada Allâh ﷻ . Allâh ﷻ berfirman, “Dan beribadahlah kepada Rabbmu sampai datang kematian kepadamu.” (Q.S. al-Hijr [15]: 99) .

Ramadhan sudah tinggal beberapa hari lagi, sudah saatnya kita mempersiapkan bekal untuk menyambut Ramadhan mubarak dengan bekal terbaik. Sudah siapkah bekal Ramadhan kita? Mari kita persiapkan bekal kita tentang apa saja yang harus dipersiapkan dalam menyembut Ramadhan, agar amal shalih yang kita lakukan dibulan tersebut bernilai tinggi disisi Allâh ﷻ.

Bergembiralah dengan Datangnya Ramadhan

Bergembiralah dengan datangnya bulan Ramadhan karena sahabat yang mulia Abu Hurairah radhiyallahu’anhu pernah bercerita. Ketika datang bulan Ramadhan, Rasulullah  ﷺ memberi kabar gembira kepada para sahabat akan datangnya bulan Ramadhan. Beliau bersabda, “Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa. Di bulan ini, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan diikat; di sana terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa terhalangi untuk mendapat kebaikannya, berarti dia telah terhalangi untuk mendapatkan kebaikan.” (H.R. Ahmad dalam Al-Musnad (2/385). Dinilai shahih oleh al-Arna’uth dalam Takhrijul Musnad no.8991)

Sekali lagi, bergembiralah dengan datangnya bulan Ramadhan dan harus lebih bersamangat lagi dalam beramal shalih karena amal kebaikan akan dilipatgandakan dengan kelipatan tujuh ratus kali lipat. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

Ibnu Rajab al-Hambali mengatakan, “Sebagaimana pahala amalan puasa akan berlipat-lipat dibanding amalan lainnya, maka puasa di bulan Ramadhan lebih berlipat pahalanya dibanding puasa di bulan lainnya. Ini semua bisa terjadi karena mulianya bulan Ramadhan dan puasa yang dilakukan adalah puasa yang diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya. Allah pun menjadikan puasa di bulan Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam, tiang penegak Islam.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 271)[1]

 

Bekal Menyambut Ramadhan

Ada banyak bekal dalam menyambut bulan Ramadhan, berikut beberapa bekal dalam menyambut bulan Ramadhan mubarak: [2]

  1. Ilmu tentang Ramadhan

Ilmu merupakan bekal utama dalam menyambut bulan Ramadhan. Ilmu apa saja yang mesti disiapkan sebelum puasa? Yang utama adalah ilmu yang membuat puasa kita sah, mulai dari, 1) Makna puasa, 2) Hukum puasa Ramadhan, 3) Keutamaan puasa, 4) Hikmah disyariatkannya puasa, 5) Rukun puasa, 6) Awal dan akhir bulan Ramadhan (bulan puasa) 7) Rentang waktu puasa, 8) Syarat sah puasa, 9) Sunnah-sunnah ketika puasa, 10) Orang-orang yang dibolehkan tidak berpuasa, 11) Pembatal-pembatal puasa, 12) Yang bukan merupakan pembatal puasa sehingga dibolehkan melakukannya, 13) Yang dimakruhkan ketika puasa, 14) Beberapa kesalah-pahaman dalam ibadah puasa. Lalu dilengkapi dengan ilmu tentang zakat, idul fitri dan amalan sunnah yang menyertainya. Semoga dengan mempelajarinya, bulan Ramadhan kita menjadi lebih berkah

Imam Bukhari  membuat bab dalam kitabnya, “Bab ‘Ilmu Sebelum Berkata dan Beramal’, dalilnya adalah firman Allah ﷻ, ‘Maka ketahuilah (berilmulah), bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu’.” (QS. Muhammad [47]: 19). Dalam ayat ini, Allah ﷻ memulai dengan berilmu lalu beramal.[3]

Dengan ilmu, orang memiliki panduan untuk bisa beramal dengan benar. Mu’adz bin Jabal a berkata,  “Ilmu adalah pemimpin amal, dan amal adalah pengikut ilmu” (al-Amru bil Ma’ruf wan nahyu anil munkar karya Ibnu Taimiyyah hal.15)

Umar bin Abdil Aziz berkata, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka ia lebih banyak merusak dibandingkan memperbaiki” (Majmu’ Fataawa Ibn Taimiyyah: 2/383).

  1. Memperbanyak doa

Doa merupakan amalan utama  dalam setiap hajat seorang hamba kepada Rabbnya. Kita tidak akan mampu beribadah, tanpa pertolongan dari-Nya. Berdoalah kepada Allah ﷻ, agar Allah ﷻ mempertemukan kita dengan Ramadhan, dalam kondisi sehat jasmani rohani. Sehingga bisa maksimal dalam beribadah ketika Ramadhan. Perbanyaklah berdoa sebelum dan saat bulan Ramadhan agar Allah ﷻ memberikan kemudahan untuk mendapatkan kebaikan di bulan Ramadhan yang penuh berkah.

Diantara doa yang bisa dipanjatkan  adalah yang diriwayatkan oleh Yahya bin Abi Katsir –seorang ulama tabi’in–, bahwa sebagian sahabat ketika mendekati datangnya Ramadhan mereka berdoa, “Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 264)[4]

  1. Membiasakan diri dengan kebaikan

Sesuatu yang dilakukan dengan mendadak, biasanya hasilnya tidak masksimal. Karena manusia jadi baik, tidak bisa dilakukan secara instan. Semuanya butuh proses. Rasulullah ﷺ mengingatkan, “Siapa yang melatih diri menjaga kehormatan maka Allah akan jaga kehormatannya, siapa yang melatih diri untuk bersabar, Allah jadikan dia penyabar. Dan siapa yang merasa cukup, Allah akan memberikan kecukupan.” (H.R. Bukhari, Abu Daud, dan yang lainnya)

Umumnya, ketika kita memasuki Ramadhan, ada 3 amalan besar yang akan dirutinkan masyarakat, 1) Berpuasa di siang hari, 2) Qiyam Ramadhan (tarawih), dan 3) Membaca al-Quran (tadarusan), amalan ini butuh kesabaran[5] jadi harus dibiasakan agar terbiasa.

  1. Tekad untuk menjadikan Ramadhan kesempatan untuk berubah

Kita harus punya target. Ramadhan tahun ini harus mengubah diri kita menjadi lebih baik. Allah memberikan banyak kemudahan bagi hamba-Nya untuk beribadah selama Ramadhan. Dalam hadits dari Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda, “Ketika datang Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu. (H.R. Muslim)

Pintu surga dibuka, artinya peluang besar bagi anda yang melakukan ketaatan, untuk diterima amalnya dan mengantarkannya ke dalam surga. Pintu neraka ditutup, artinya kita berharap semoga kemaksiatan yang kita lakukan, segera diampuni dan tidak mengantarkan kita ke neraka. Setan-setan dibelenggu, sehingga tidak mudah baginya untuk menggoda manusia. tidak sebagaimana ketika dia dalam kondisi lepas. Artinya, itu kesempatan terbesar bagi kita untuk berubah. Target ramadhan tahun ini menjadi lebih berkualitas. Jika sebelumnya hanya membaca setengah juz, targetkan agar yang dibaca lebih banyak.[6]

 

Penyusun:

Aisyah Qosim

Penghuni Griya Muslimah Istiqomah Bonjotan

 

Marâji’:

[1] Lathaif Al-Ma’arif. Cetakan pertama, tahun 1428 H. Ibnu Rajab Al-Hambali. Penerbit Al-Maktab Al-Islami.

[2] https://konsultasisyariah.com/27889-kultum-persiapan-menjelang-ramadhan.html

[3] https://rumaysho.com/18246-tsalatsatul-ushul-ilmu-sebelum-berkata-dan-beramal.html

[4] https://konsultasisyariah.com/27889-kultum-persiapan-menjelang-ramadhan.html

[5] Ibid

[6] Ibid

 

Mutiara Hikmah

 

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِي إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـي رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِي مُتَقَبَّلاً

“Ya Allah, antarkanlah aku hingga sampai Ramadhan, dan antarkanlah Ramadhan kepadaku, dan terimalah amal-amalku di bulan Ramadhan.” (Lathaif Al-Ma’arif, hal. 264)

Download Buletin klik disini

Anak Shalih, Investasi Dunia Akhirat

Bismillāhi walhamdulillāhi wash shalātu was salāmu ‘alā rasūlillāhi,

Pembaca yang dirahmati Allah ﷻ, ketika kita mendengar kata investasi, pasti yang pertama terbesit dalam benak kita adalah tabungan uang dalam sebuah perusahaan untuk mendapatkan laba dalam waktu tertentu. Namun nyatanya invesasi tak hanya tentang uang, memiliki anak shalih shalihah merupakan investasi yang sangat didambakan oleh orang tua sebagai tabungan di dunia mapun di akhirat kelak. Memiliki keturunan yang shalih dapat menyelamatkan kehidupan orang tua baik di dunia maupun di akhirat.

Secara etimologi kata shalih berasal dari kata shalaha-yashluhu-shalahan yang artinya baik, tidak rusak dan patut. Sedangkan shalih merupakan  ism fa’il yang berarti orang yang baik, orang yang tidak rusak, serta orang yang patut.[1] Dari Abu Hurairah a, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” (H.R. Muslim no. 1631)

Bagi orang tua, anak akan menjadi tumpuannya di masa yang akan datang. Bahkan setelah kematiannya pun doa dari anak sangat berharga baginya. Jika orang tua memiliki andil dalam mendidik anaknya, mengajarkan ibadah, mengajarkan amalan-amalan baik kepada anak-anaknya, maka orang tua akan terus mendapatkan pahala dari setiap perilaku dan perbuatan baik dari anaknya. Begitu juga sebaliknya, jika orang tua tidak memiliki andil dalam keshalihan anaknya, maka orang tua tidak akan mendapatkan pahala atas amal shalih anaknya. Karena sejatinya yang membentuk diri sang anak adalah orang tuanya.

Seperti sabda Rasul ﷺ yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, “Setiap manusia dilahirkan oleh ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” Dengan demikian anak merupakan cerminan dari orang tuanya. Apakah sang anak akan diajarkan amalan yang bermanfaat baginya dan orang tua di dunia maupun diakhirat kelak, atau dibiarkan saja? Semua tergantung pilihan dan didikan dari orang tua kepada anak anaknya.

Semua orang pasti menginginkan untuk memiliki anak shalih shalihah. Maka, setiap kali memanjatkan doa, baik pagi maupun petang, bahkan di setiap kesempatan pasti menyelipkan doa supaya diberikan keturunan yang shalih shalihah. Namun perlu diingat bahwa usaha tanpa doa sama dengan sombong dan  doa tanpa usaha sama dengan bohong. Tak cukup dengan doa, para orang tua pasti menginginkan yang terbaik, salah satu usaha yang dilakukan adalah mengirimkan anaknya ke lembaga pendidikan Islam seperti madrasah atau pondok pesantren dengan harapan setelah sang anak mendapatkan bimbingan dari pada pengajar yang ada, akan bertambah keshalihan sang anak.

Keteladanan Orang Tua

Ada kalanya jika anak di rumah, orang tua harus ikut andil dalam mendidiknya, dengan memberi contoh yang baik dalam segala aktivitas karena childern see children do. Bila anak melihat orang tua yang bertaqwa kepada Allah, maka anak pun akan bertaqwa kepada Allah. Apabila orang tua tekun mendirikan shalat, membaca al-Qur’an, maka sang anak akan tekun shalat serta membaca al-Qur’an. Dengan demikian sang anak akan terpola kehidupannya menjadi anak pilihan yang shalih

Selain dengan mencontohkan hal-hal yang baik, hendaklah orang tua memberikan arahan serta bimbingan dengan kata kata yang membekas dalam hatinyauntuk selalu berada di jalan Allah. Seperti ketika Luqman mengambil hati sang buah hati supaya selalu mengingat kepada sang khaliq, ia mengajarkan tauhid serta ibadah lainnya hanya kepada Allah ﷻ. Sebagai orang tua hendaklah membimbing serta menasihati dalam kebaikan untuk mencintai Allah ﷻ dan Rasul-Nya. Betapa dahsyatnya kekuatan dari nasihat orang tua kepada buah hatinya yang akan selalu diingat sepanjang hayat.

Anak shalih merupakan aset di dunia maupun di akhirat yang tak ternilai harganya yang pastinya diharapkan oleh semua orang, orang tua mana yang tak ingin memiliki anak yang shalih shalihah? Dengan anak shalihlah doa dan pahala tak akan terputus meskipun telah meninggal dunia. Demikian ketika seorang hamba telah meninggal dunia, maka ia akan terheran-heran, mengapa derajatnya di akhirat menjadi setinggi ini, padahal ia bukan seorang yang sempurna, tidak selalu beribadah tepat waktu, masih tetap melakukan perbuatan yang berdosa. Maka jawabannya adalah doa anak shalihmu lah yang tak pernah terputus supaya Allah ﷻ mengampuni dosa dosa mu.

Anak merupakan sebuah anugerah yang Allah ﷻ berikan kepada kita. Harta dan anak merupakan sebuah perhiasan dunia, perhiasan merupakan susuatu yang sangat indah, sangat bernilai, dan sangat berharga. Ketika orang tua menyadari bahwa sang anak merupakan perhiasan yang sangat berharga, maka ia akan senantiasa merawat, mengasuh, serta mendidik dengan ajaran yang benar. Karena ia yakin anaklah yang akan mengurus dan menggantikannya ketika orang tua telah tiada. Apalagi jika sang anak memiliki prestasi yang membanggakan, maka ia akan menjadi penyejuk dan penyenang di hati orang tuanya. Tapi yang perlu diingat prestasi bukan hanya diukur dari prestasinya dalam memenangkan olimpiade, berapa banyak mendali dan piala yang dimilikinya, berapa tinggi nilai raport yang di peroleh. Tetapi prestasi yang sesungguhnya adalah ketika sang anak jauh dari narkoba, minuman keras, pergaulan bebas, berakhlak baik, bertaqwa kepada Allah ﷻ, serta yang berbakti kepada orangtuanya. Prestasi-prestasi ini dapat diraih dengan sebuah pembiasaan, memberikan pendidikan yang baik, serta menunjukkan contoh yang baik.

Ciri-Ciri Orang Shalih[2]

Ciri ciri orang shalih digambarkan oleh Allah ﷻ dalam al-Qur’an surah ‘Âli Imrân ayat 113-114 yakni, ”Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga bersujud (sembahyang). Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma´ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-orang yang shalih” (Q.S. ‘Âli Imrân [3]: 113-114)

Dari firman diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri orang shalihah antara lain

  1. Membaca al-qur’an diwaktu malam. Membaca al-Qur’an pada waktu pagi atau siang merupakan hal yang biasa, namin membaca pada pertengahan malam adalah hal yang luar biasa. Yatlûna âyatillâhi ânâ al-laili menurut tafsir ibnu katsir yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah membaca al-qur’an saat melaksanankan shalat malam (shalat tahajjud).
  2. Mengerjakan qiyâmullail. Hal ini pun diperkuat dengan sabda nabi ﷺ “Hendaklah kamu sekalian melaksanakan qiyamul laill, karena yang demikian itu telah menjadi kebiasaan orang-orang shalih (nabi dan rasul) (H. Muslim)
  3. Beriman dan beramal shalilh
  4. Menganjurkan berbuat baik. Namun sebelum menganjurkan kepada orang lai, maka dirinya sendiri harus sudah mengerjakan kebaikan.
  5. Mencegah kemunkaran. Selain menganjurkan kepada kebaikan, orang shalih juga mempunyai tugas lainnya yaitu mencegah kemunkaran. Mencegah orang lain untuk berbuat munkar biasanya lebih mudah daripada mencegah diri sendiri berbuat kemunkaran. Ibarat peribahasa “kuman di sebrang lautan tampak, tapi gajah di pelupuk mata tak nampak
  6. Bersegera dalam berbuat kebajikan.

Semoga kita semua termasuk golongan orang shalih shalihah yang diharapkan oleh orang tua. Âmîn ya mujiibas-sâilîn

Penyusun:

Nurul Kharismawati

Prodi Pendidikan Agama Islam
FIAI UII

Marâji’

[1] https://beritalangitan.com/fakta-opini/shalih-menurut-al-quran/

[2] Ibid

Download Buletin klik disini

Hewan Kecil Yang Diabadikan Dalam Al-Quran

Hewan Kecil Yang Diabadikan Dalam Al-Quran

Hamdan laka yâ Allâh, Shalatan wa Taslîman ‘alaika yâ Rasûlullâh.
Pembaca yang dirahmati Allah ﷻ, kita ketahui bersama bahwa al-Qur’an adalah mukjizat terbesar yang diturunkan kepada nabi Muhammad ﷺ `kita sebagai umat Islam tentunya diwajibkan untuk membaca dan mempelajari al-Qur’an, syukur-syukur kalau bisa dihafalkan. Dan juga pastinya kita tahu bahwa al-Qur’an itu tidak hanya berisi tentang syariat-syariat Islam, melainkan ada kisah-kisah umat terdahulu, bahkan sampai dengan dasar-dasar ilmu pengetahuan sains.

Tahukah kita bahwa dalam al-Qur’an terdapat 5 surah yang mana mempunyai makna-makna hewan? Sebut saja al-Baqarah (Sapi Betina), ataupun al-Fîl (Gajah). Namun disini akan dibahas tiga surah yang sangat unik kalau dicermati dari namanya, yaitu surah an-Naml (Semut), al-’Ankabut (Laba-laba), dan an-Nahl (Lebah). Ketiga surah tersebut secara harfiah mempunyai beberapa persamaan, yaitu sama-sama hewan spesies serangga, dan sama-sama bertubuh mungil. Namun sebenarnya, dari ketiga hewan tersebut mempunyai hikmah tersendiri, yang apabila dikorelasikan perilaku umat manusia sangatlah relevan. Apa sajakah itu? Marilah kita simak bersama-sama.

Surah An-Naml (Semut)
Dimulai dari surah yang pertama an-Naml, yang berarti semut. Ada apa dengan semut? Apa yang istimewa dari semut sehingga Allah ﷻ menjadikannya sebagai nama surah dalam al-Quran? Ternyata semut mempunyai hikmah yang sangat unik, jika teman-teman tahu, karakter semut itu pada dasarnya adalah suka menghimpun makanan sedikit demi sedikit dan tanpa henti. Bahkan menurut suatu penelitian makanan tersebut dapat menjadi persediaan atau cadangan hingga bertahun-tahun, sedangkan faktanya mengatakan bahwa usia semut rata-rata tidak lebih dari 1 tahun. Bahkan, semut itu bisa mengangkat benda apapun yang sedemikian besarnya secara bersama-sama, dan seringkali berhasil. Padahal benda yang dibawanya pun kadangkala tidak berguna bagi kelangsungan hidupnya.
Dari semut kita dapat mengambil hikmah yang tersirat, yaitu sifat dasar semut yang ‘suka menghimpun’ jangan dijadikan pedoman hidup. Kalau kita korelasikan kepada umat manusia, bisa dicontohkan bahwa umat manusia tidak boleh menghimpun mulai dari ilmu, harta, benda dan segala macam materi yang bersifat duniawi.

Menghimpun itu artinya hanya mengumpulkan tanpa mengolahnya, dan yang tak kalah penting dari penghimpunan benda-benda tadi adalah tidak disesuaikan dengan kebutuhannya. Sifat ‘suka menghimpun’ tentunya juga akan membuat barang yang seharusnya bermanfaat menjadi mubadzir. Pemborosan adalah salah satu contoh dari budaya menghimpun ini yang mendorong hadirnya benda-benda baru yang tidak dibutuhkan dan tersingkirnya benda-benda lama yang masih layak untuk dimanfaatkan. Padahal kita semuanya tahu sebagaimana Firman-Nya, “Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara syaiton” (Q.S al-Isrâ’ [17]: 27). Namun bukan berarti semut tidak bisa diambil filosofi yang baiknya. Semut juga mempunyai filosofi yang patut dicontoh oleh umat manusia. Sebagaimana yang telah disinggung dalam ayat 18-19 surah ini, dikisahkan bahwa Nabi Sulaiman beserta bala tentaranya yang terdiri dari jin, burung-burung, dan hewan-hewan lainnya ingin melintasi suatu lembah yang ternyata disitu ada penghuninya. Lalu siapakah penghuni yang dimaksud? Jawabannya adalah semut. Ketika Nabi Sulaiman hendak melintasi lembahnya, ada seekor raja semut yang dalam ayat disebutkan bahwa dia mengomandokan kepada seluruh anak buahnya yaitu semua semut yang ada ditempat itu agar masuk ke sarang-sarang mereka yang berada dilembah tersebut. Dan pasukan semut bersama rajanya akhirnya masuk sarang masing-masing. Fatabassama Dhahika! Seketika itu Nabi Sulaiman tersenyum dan takjub dengan keteraturan semut beserta seluruh pasukannya. Dari peristiwa tersebut kita dapat mengambil hikmah tentang ketaatan terhadap pemimpin. Sebagaimana kita sebagai umat Islam telah diperintahkan untuk taat kepada Ulil Amri.

Surah al-’Ankabut (Laba-laba)
Selanjutnya ada surah al-’Ankabut yang bermakna laba-laba. Tentunya kita semua pernah mendengar cerita bahwa dulu laba-laba pernah menyelamatkan Nabi ﷺ ` dari kejaran kaum kafir Quraisy dengan cara membuat sarang yang begitu banyak sehingga menutupi pintu masuk goa. Sehingga dengan adanya kejadian tersebut maka sudah wajar bahwasanya Allah ﷻ mengistimewakan laba-laba sebagai salah satu nama surah dalam al-Quran. Namun sebenarnya ada filosofi tersendiri tentang laba-laba yang perlu kita ketahui. Apa itu? Jadi laba-laba itu mempunyai sarang yang sangat rapuh. Sarang laba-laba bukanlah tempat yang aman, apa pun yang berlindung di sana akan binasa. Jangankan serangga yang lain jenis, jantannya pun setelah kawin akan disergap untuk dimusnahkan oleh betinanya. Telur-telurnya yang menetas saling berdesakan sehingga dapat saling memusnahkan. Demikianlah kata sebagian ahli. Sebagaimana firman Allah ﷻ, “Perumpamaan orang yang mengambil pelindung selain Allah ﷻ adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba”.( Q.S. al-Ankabut [29]: 41)
Namun, laba- laba bukan berarti hanya menghasilkan sesuatu yang negatif. Yang perlu diketahui laba-laba juga memiliki sisi positif yaitu mempunyai sumber dayanya sendiri. Hanya laba-labalah satu-satunya makhluk di dunia yang bisa mengeluarkan sesuatu dari dalam dirinya yang sangat bermanfaat bagi kehidupannya, sehingga untuk membuat rumah atau sarang ia tak membutuhkan benda lain dari yang ia punyai sendiri. Dari sini kita seharusnya bisa mengambil pelajaran yang sangat berharga ini, kita harus bisa menemukan dan menggali potensi yang ada pada diri kita, sehingga dengan potensi itu kita akan bisa meraih kesuksesan tanpa harus bergantung pada orang lain.

Surah an-Nahl (Lebah)
Lalu yang terakhir ada surah An-Nahl yang bermakna lebah. Lebah sebagaimana kita ketahui memiliki manfaat dari apapun tindakan yang dilakukannya. Perlu teman-teman ketahui bahwa Nabi Muhammad ﷺ  ` mengibaratkan perilaku umat Islam yang paling ideal adalah dengan mencontoh filosofi lebah. Sebagaimana sabdanya, “Perumpamaan seorang mukmin yang baik ialah seperti lebah. Ia tidak makan kecuali yang baik dan tidak memberi kecuali yang baik” (H.R. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Lebih rinci lagi, lebah setidaknya memiliki tiga keistimewaan yang dapat menjadi analogi tentang karakter ideal manusia.
Pertama, lebah tak merusak ranting yang ia hinggapi, sekecil apa pun pohon tersebut. Hal ini memberi pelajaran manusia agar menghindari berlaku yang menimbulkan mudharat atau kerugian terhadap orang lain. Lebah memang datang untuk makan, tapi ia tak ingin merusak untuk kepentingannya pribadinya itu. Bahkan kerap kali lebah justru berjasa dalam proses penyerbukan sebuah bunga yang ia hinggapi.
Kedua, lebah makan sesuatu yang baik-baik, yakni saripati bunga. Sama halnya dengan seorang muslim yang diperintahkan untuk hanya memakan makanan yang halalan thayyiban.
Dan yang ketiga lebah hanya mengeluarkan sesuatu yang baik yaitu madu. Ini yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim sejati. Dengan memakan makanan yang halal, makasetiap perbuatan akan dihitung sebagai ibadah yang bernilai berkah. Wallâhu a’lam bis shawâb.

Penyusun:
Muhammad Salman Alfarisi
Prodi Hubungan Internasional
FPSB UII
Mutiara Hikmah

Rasulullah ﷺ ` bersabda,
أُحِلَّتْ لَكُمْ مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Dihalalkan bagu kalian dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati (lever) dan limpa.
(H.R. Ibnu Majah no. 3314)

Download Buletin klik disini

SUDAHKAH KITA BERSYUKUR ?

Kaum muslimin yang dirahmati Allah l, kita sebagai umat Islam harus menyakini sesungguhnya segala kebaikan dan kenikmatan yang ada pada kita adalah karunia dari Allah l. Allah l berfirman, “Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka datangnya dari Allah…” (Q.S. an-Nahl [16]: 53)

Betapa melimpahnya kenikmatan yang Allah l berikan kepada kita, yang tidak terhingga jumlahnya. Allah telah memberikan kita kehidupan, mulai saat kita masih didalam perut ibu sampai sekarang, nikmat kesehatan yang lebih banyak kita nikmati dibandingkan saat kita sakit, nikmat makanan, minuman, pakaian, nikmat negeri yang aman dimana kita bisa melakukan ibadah secara tenang tanpa khawatir adanya bom, penembakan, teror seperti saudara-saudara kita di luar sana dan masih banyak nikmat yang lainnya. Jika kita berusaha menghitung nikmat yang Allah yang dikaruniakan kepada kita, niscaya kita tidak akan mampu menghitungnya. Allah l berfirman, “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.” (Q.S. an-Nahl [16]: 18).

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, pada hakikatnya kita semua tidak bisa mensyukuri setiap nikmat yang Allah berikan kepada kita. Bagaimana mungkin kita bisa mensyukurinya, menghitunganya saja kita tidak mampu. Sungguh hanya sedikit hamba-Ku yang bersyukur, Allah l berfirman, “Sangat sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.” (Q.S. Saba’ [34]: 13). Ibnu Katsir berkata, “Yang dikabarkan ini sesuai kenyataan.” Artinya, sedikit sekali yang mau bersyukur.

 

Apakah Makna Syukur?

Secara bahasa, “Syukur adalah pujian bagi orang yang memberikan kebaikan, atas kebaikannya tersebut” (Lihat Ash-Shahhah Fil Lughah karya al-Jauhari). Atau dalam bahasa Indonesia, bersyukur artinya berterima kasih. Sedangkan istilah syukur dalam agama, adalah sebagaimana yang dijabarkan oleh Ibnul Qayyim, “Syukur adalah menunjukkan adanya nikmat Allah pada dirinya. Dengan melalui lisan, yaitu berupa pujian dan mengucapkan kesadaran diri bahwa ia telah diberi nikmat. Dengan melalui hati, berupa persaksian dan kecintaan kepada Allah. Melalui anggota badan, berupa kepatuhan dan ketaatan kepada Allah” (Madarijus Salikin, 2/244). Lawan dari syukur adalah kufur nikmat, yaitu enggan menyadari atau bahkan mengingkari bahwa nikmat yang ia dapatkan adalah dari Allah l. Semisal Qarun yang berkata, “Sungguh harta dan kenikmatan yang aku miliki itu aku dapatkan dari ilmu yang aku miliki” (Q.S. al-Qashash [28]: 78).

 

Syukur Merupakan Ibadah

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, syukur adalah bentuk ibadah kita kepada Allah l. Banyak ayat di dalam al-Qur’an, Allah l memerintahkan manusia untuk bersyukur kepada-Nya. Maka syukur ini adalah ibadah dan bentuk ketaatan atas perintah Allah l. Allah l berfirman, “Ingatlah kepada-Ku, maka Aku akan mengingat kalian. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kalian ingkar” (Q.S. al-Baqarah [2]: 152). Allah l juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah” (Q.S. al-Baqarah [2]: 172).

Maka orang yang bersyukur adalah orang yang menjalankan perintah Allah l dan orang yang enggan bersyukur serta mengingkari nikmat Allah adalah bentuk pembangkangan terhadap perintah Allah.

Kaum muslimin yang di rahmati Allah, seorang muslim yang sejati itu tidak pernah terlepas dari tiga keadaan. Yang keadaan itu menunjukkan tanda kebahagiaan baginya, yang pertama yaitu bila dia mendapat nikmat maka dia bersyukur, yang kedua bila mendapat kesusahan maka dia bersabar, dan yang ketiga bila berbuat dosa maka dia beristighfar (Qowa’idul Arba’, hal. 01), jika ketiga keadaan tersebut ada pada seorang muslim maka insyAllah dia akan mendapatkan kebahagiaan. Rasulullah l bersabda, “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2999 dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan a).

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, Syukur adalah akhlaq yang mulia, yang muncul karena kecintaan dan keridho’an yang besar terhadap Sang Pemberi Nikmat. Syukur tidak akan mungkin bisa terwujud jika tidak diawali dengan keridho’an. Seseorang yang diberikan nikmat oleh Allah walaupun sedikit, tidak mungkin akan bersyukur kalau tidak ada keridho’an. Orang yang mendapatkan penghasilan yang sedikit, hasil panen yang minim atau pendapatan yang pas-pasan, tidak akan bisa bersyukur jika tidak ada keridho’an. Demikian pula orang yang diberi kelancaran rizki dan harta yang melimpah, akan terus merasa kurang dan tidak akan bersyukur jika tidak diiringi keridho’an.

Kaum muslimin yang kami muliakan, maka dari itu kita sebagai orang muslim hendaknya selalu bersyukur dalam kondisi apapun, dan syukur yang sebenarnya tidaklah cukup dengan mengucapkan “alhamdulillah”. Syukur tidak hanya dilisan. Namun hendaknya seorang hamba bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badannya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Qudamah v, “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan. (Minhajul Qosidin, hal. 305).

Bagaimana caranya bersyukur dengan hati?,yaitu dengan  mengakui dan meyakini bahwa nikmat tersebut semata-mata datangnya dari Allah l dan bukan dari selain-Nya, sehingga muncul kecintaan kita kepada Allah l. Kemudian meniatkan untuk menggunakan nikmat itu di jalan yang Allah ridhai. Adapun bersyukur dengan lisan adalah dengan memuji dan menyanjung Dzat yang telah memberikan nikmat tersebut pada kita dengan mengatakan “Alhamdulillâh”. Sementara tugasnya anggota badan adalah menggunakan nikmat tersebut untuk mentaati Dzat yang kita syukuri (yaitu Allah l) dan menahan diri agar jangan menggunakan kenikmatan itu untuk bermaksiat kepada-Nya.

 

Syukur Adalah Sifat Para Nabi

Muhammad ` tidak luput dari syukur walaupun telah dijamin baginya surga. Diceritakan oleh Ibunda ‘Aisyah i,“Rasulullah ` biasanya jika beliau shalat, beliau berdiri sangat lama hingga kakinya mengeras kulitnya. ‘Aisyah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau sampai demikian? Bukankan dosa-dosamu telah diampuni, baik yang telah lalu maupun yang akan datang? Rasulullah besabda: ‘Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?’” (H.R. Bukhari no. 1130, Muslim no. 2820). Inilah suri tauladan kita sebagai umat muslim semoga kita bisa meneladani Rasulullah `.

 

Buah Manis dari Syukur

  1. Syukur Adalah Sifat Orang Beriman

Rasulullah ` bersabda, “Seorang mukmin itu sungguh menakjubkan, karena setiap perkaranya itu baik. Namun tidak akan terjadi demikian kecuali pada seorang mu’min sejati. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika ia tertimpa kesusahan, ia bersabar, dan itu baik baginya” (H.R. Muslim no.7692).

  1. Merupakan Sebab Datangnya Ridha Allah

Allah l berfirman, “Jika kalian ingkar, sesungguhnya Allah Maha Kaya atas kalian. Dan Allah tidak ridha kepada hamba-Nya yang ingkar dan jika kalian bersyukur Allah ridha kepada kalian” (Q.S. Az-Zumar [39]: 7).

  1. Merupakan Sebab Selamatnya Seseorang Dari Azab Allah

Allah l berfirman, “Tidaklah Allah akan mengadzab kalian jika kalian bersyukur dan beriman. Dan sungguh Allah itu Syakir lagi Alim” (QS. An-Nisa [4]: 147).

  1. Merupakan Sebab Ditambahnya Nikmat

Allah l berfirman, “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mengumumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’” (Q.S. Ibrahim [14]: 7).

  1. Ganjaran Di Dunia dan Akhirat

Janganlah Anda menyangka bahwa bersyukur itu hanya sekedar pujian dan berterima kasih kepada Allah. Ketahuilah bahwa bersyukur itupun menuai pahala, bahkan juga membuka pintu rezeki di dunia. Allah l berfirman, “Dan sungguh orang-orang yang bersyukur akan kami beri ganjaran” (QS. Ali Imran [3]: 145). Imam Ath Thabari menafsirkan ayat ini dengan membawakan riwayat dari Ibnu Ishaq, “Maksudnya adalah, karena bersyukur, Allah memberikan kebaikan yang Allah janjikan di akhirat dan Allah juga melimpahkan rizki baginya di dunia” (Tafsir Ath Thabari, 7/263).

 

Refrensi :

 

Khalqurrahman

Alumni Teknik Sipil UII

 

 

 

 Mutiara Hikmah

Rasulullah ` bersabda,

Jika salah seorang di antara kalian melihat orang yang memiliki kelebihan harta dan bentuk (rupa dan badan) [al kholq], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

MERIDHOI TAKDIR UNTUK MENCAPAI RIDHO ALLAH

Seorang muslim wajib baginya mengimani perkara-perkara yang telah diberikan kepadanya berupa rukun iman. Seorang muslim yang baik bukan hanya mempercayai saja namun jug mengamalkan dari setiap bagian rukun iman yakni: Iman Kepada Allah, Iman Kepada Malaikat, Iman Kepada Kitab-kitab Allah, Iman Kepada Rasul, Iman Kepada Hari Akhir dan Iman Kepada Qodho dan Qodar. Sebagai penganut agama yang kaffah haruslah terpenuhi keseluruhan itu sesuai tuntunan dan arahan dari al-Qur’an dan Hadits.

Pada realitanya, sebagian manusia lupa dan lalai akan kewajibannya mempercayai hal yang sudah pasti tersebut. Manusia yang tersesat bisa saja melupakan Tuhannya dengan meniadakan Allah di setiap nafas hidupnya. Manusia bisa saja melupakan iman kepada malaikat dan hari akhir karena hati yang tersesat dengan tidak mempercayai suatu hal yang ghaib. Manusia bisa saja melupakan iman kepada kitab-kitab Allah, dan Rasul Allah. Namun manusia tidak bisa menghindari dari Qodho dan Qodar Allah. Oleh karena itu, seorang muslim akan dimintai pertanggungjawaban dari setiap perbuatan yang dikerjakannya.

Pengertian Qodho dan Qodar

Takdir atau lebih lengkapnya Qodho dan Qodar memiliki unsur ikatan kesinambungan.  Qodar berarti ketika Allah telah menetapkan sesuatu akan terjadi pada waktunya dan Qodho adalah tibanya masa ketika ketentuan yang telah ditetapkan terjadi. Oleh karenanya, Qodar yakni suatu ketetapan Allah berlaku terhadap segala sesuatu sejak zaman azali serta Qodho adalah pelaksanaan Qodar ketika terjadi.( Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd,2007)

Rasul SAW berkata:

أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ

Kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari akhir, dan kamu beriman kepada qadar yang baik maupun yang buruk. (HR. Muslim no. 8)

Semua yang terjadi di dunia ini sudah menjadi ketetapan dari Allah SWT seperti adanya pergantian siang dan malam, adanya alam yang indah, sebaliknya adanya hal-hal yang ditetapkan seperti bencana alam, musibah dan lain sebagainya. Begitu pula adanya perbedaan keadaan manusia, Allah menciptakan manusia dengan bermacam ragam, ada wujud yang sempurna atau kurang sempurna. Adapun Allah mengatur setiap kebutuhan manusia dan menempatkan kondisi manusia dalam berbagai macam hal yang berbeda. Karena yang sedemikian itu adalah sebuah ketentuan yang sudah pasti baik adanya dan seharusnya manusia juga mampu mengimani sampai sedalam itu.

Manusia dan Takdir

Hadits di atas menyebutkan takdir baik maupun buruk, oleh karena itu, manusia senantiasa mampu menyiapkan diri dan mental untuk menyambut bukan hanya suatu ketetapan yang diberikan kepada manusia dalam keadaan baik saja, namun juga manusia mampu mempersiapkan dalam keaadaan buruk juga. Manusia akan lebih mudah menerima jika dirinya diberi keadaan takdir yang baik seperti mendapatkan rezeki yang melimpah dan lain sebagainya. Namun, manusia akan susah menerima takdir baginya dalam keadaan buruk atau sebagai musibah dan cobaan. Karenanya sering kali manusia frustasi dan menempatkan prasangka buruk kepada takdir yang telah Allah berikan kepadanya.

Sejatinya manusia mampu membuat rencana yang hebat. Mampu merencanakan untuk mencapai kepentingan dan tujuannya dengan detail dan rinci. Akan tetapi, sebagus-bagusnya rencana manusia ketika Allah tidak meridhoi rencana itu terjadi manusia mampu berbuat apa. Mau tidak mau kita harus menerima apapun yang terjadi dalam hidup kita baik ataupun buruk. Sehingga kita seringkali tidak menerima keadaan dan seringkali menyalahkan takdir Allah yang salah terhadap dirinya. Manusia mulai merasa bahwa nikmat yang diberikan Allah adalah suatu ketidak adilan.

Musibah bisa saja menimpa kepada siapa saja terserah kehendak Allah. Misalnya, ketika seorang pedagang yang berjualan dari siang sampai malam, dirinya telah bekerja keras serta mempunyai perhitungan bahwa ketika hari itu akan sangat ramai, namun karena hujan lebat seharian alhasil pelanggan yang datang hanya sebanyak hitungan jari. Hal yang terjadi adalah pedagang tersebut tidak bisa menolak dari takdir yang demikian. Takdir yang demikian seringkali membuat kita jauh akan syukur kepada Allah.

Adapula perencanaan manusia yang telah merencanakan dan mempersiapkan tentang jodoh. Pada suatu hari, ada sepasang calon pengantin yang telah saling mengenal dengan cara ta’aruf sehingga mendapatkan keinginan yang sama yakni melangsungkan ke jenjang pernikahan. Keduanya telah merencanaka dengan matang apa saja yang diperlukan untuk melangsungkan pernikahannya. Undangan telah dicetak dan disebar luaskan, gedung pernikahan telah dipersiapkan, kedua belah pihak keluarga telah saling mempersiapkan kostum dan hari pelaksanaan dengan matang. Semua hal tersebut menurut renananya akan berjalan dengan sangat lancar dan baik, tidak akan ada suatu hal yang mampu menghentikan rencana mulia mereka. Akan tetapi pada hari berlangsungnya akad pernikahan, mempelai pria mengalami musibah kecelakaan dengan satu mobil rombongannya menuju lokasi pernikahan. Allah pun berkehendak lain, kecelakaan tersebut mengakibatkan meninggal dunia calon mempelai suaminya.

Hal-hal di atas seringkali membuat manusia akan merasa bahwa dunia tidak adil, takdir Allah tidak bagus dan merasa garis hidupnya tidak jelas. Namun akan tiba saatnya manusia akan menyadari apa yang telah direncanakan oleh Allah adalah suatu hal yang terbaik bagi hidupnya. Tidak sedikit juga di antara banyak manusia yang memiliki hati yang tangguh dengan mampu menerima dan selalu bersyukur dengan semua apa yang telah Allah tetapkan.

Rodhiatan Mardiyatan

Kebanyakan muslim ketika ditanyai apa yang mereka cari dalam hidup ini? Mereka selalu menjawab mencari ridho Allah, karena mereka ingin mendapat ridho dari Allah. Akan tetapi hal yang sebenarnya bahwa ridho Allah bukan untuk diminta dan dicari tetapi untuk mereka lakukan. Karena subjek utama ridho Allah adalah diri mereka sendiri yang harus ridho kepada Allah bahwa kemudian Allah ridho adalah hal yang otomatis. Karena tidak mungkin kalau mereka ridho dengan takdir Allah lalu Allah tidak meridhoi.

Rumus sederhana di puncak firman-firman Allah dengan siapa yang dipanggil Allah untuk memasuki hilir kemesraan cinta dengan Allah. Siapa yang kompatibel terhadap cinta Allah, karena unsur kompatibelnya adalah Rodhiatan Mardiyah. Hal ini sesuai dengan firman Allah:

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ

Wahai jiwa yang tenang!

ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً

Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha dan diridhai-Nya. (Q.S.al-Fajr [89]: 27-28)

Dari dalil di atas menyebutkan bahwa semua manusia di muka bumi ini bisa jadi Allah meridhoi dan menerima amalan kita bisa jadi tidak, kecuali beberapa orang yang dijamin masuk surga oleh Allah seperti Rasulullah. Selain itu, semua manusia di dunia ini kedudukannya sama di mata Allah. Oleh karena itu, kita tidak usah sibuk mencari ridho Allah, akan tetapi kitalah yang harus terus menerus ridho kepada Allah karena rumusnya adalah Rodhiatan Mardiyah bukan terbalik Mardiyatan Rodhiah. Jadi kitalah yang harus memastikan setiap saat ridho kepada apapun saja yang Allah tentukan untuk kita, jika kita ridho dan terus ridho efeknya pasti diridhoi oleh Allah.

Hal yang disebut kita ridho kepada Allah adalah ridho kepada setiap aplikasi Allah dalam hidup kita. Misalnya jantung kita berdetak menandakan bahwa Allah mempunyai urusan dengan jantung kita dan kita harus ridho dengan nikmat demikian. Sebagaimana pohon, binatang dan alam itu adalah 100% ekspresi dari ridho. Oleh karena itu, temukanlah ridho karena manusia adalah makhluk yang diberi akal untuk mengambil jalan dari kehidupan maka setiap hari manusia harus menemukan yang mana saja dari perilaku kita hari ini yang diridhoi Allah dan mana saja yang tidak dirihoi. Termasuk yang mana perilaku kita yang mencerminkan ridho kepada Allah dan mana yang tidak itulah ukuran hidup.

seharusnya kita ridho berlangsung di setiap saat dalam hidup kita. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak berdiri di fakta hidupnya, tidak berdiri di kenyataan hidupnya mereka berdiri di harapannya saja. Maka yang akan terjadi adalah akan selalu merasa kurang apa yang di dapat dari hidupnya. Namun jika kita ikhlas berpijak ditempat dan momentum yang Allah beri serta dengan meridhoi apa yang telah Allah karuniai kita sampai saat ini dengan posisi dan keadaan bagaimanapun. Maka ridho Allah akan menyertai keikhlasan kita untuk melangsungkan kehidupan kita.

Kesimpulan pada pembahasan Rodhiatan Mardiyatan adalah ketika umat muslim di dunia ini telah mengaplikasikan ridho untuk diridhoi, maka akan terciptanya hati yang senantiasa ikhlas kepada setiap ketentuan yang Alah berikan. Serta kita menjadi hamba Allah yang insyaAllah dimuliakan Allahkarena mendapatkan ridho Allah. Semoga kita semuanya menjadi hamba Allah yang pandai bersyukur atas ni’mat Allah dengan segala takdir-Nya.

Muhammad Athoillah.

Alumni FPSB 2014

Referensi

Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, “Definisi Qadha’ Dan Qadar Serta Kaitan Di Antara Keduanya”, al-Manhaj, 7 Juli 2007, <https://almanhaj.or.id/2168-definisi-qadha-dan-qadar-serta-kaitan-di-antara-keduanya.html>, 16 April 2019

Mutiara Hikmah,

Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka (pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba-Nya.

 (Q.S. Fushshilat [41]: 46)

TIGA JAMINAN DI SURGA BAGI LISAN YANG TERJAGA

Menjaga lisan adalah salah satu akhlak yang baik dan menjadi hal yang perlu untuk dibiasakan agar lisan tidak menjadi pisau  yang dapat melukai orang lain dan diri sendiri.  Kita pernah mendengar kalimat ‘talk less do more’ yang sangat familiar di telinga. Kurangi berbicara dan perbanyaklah melakukan sesuatu. Kalimat yang singkat namun memiliki banyak pesan yang dapat diambil terutama dalam kondisi di lingkungan saat ini. Orang-orang seolah berlomba-lomba untuk melontarkan berbagai opini dan menyerang lawan bicara, namun sudahkah kita berhenti sejenak dan berfikir akan dampak dari setiap perkataan yang dikeluarkan?

 

Talk Less

Terlepas dari berbagai isu yang hangat dibicarakan saat ini, kita sepakat bahwa perdebatan yang hanya berujung pada keburukan atau kemudharatan adalah perilaku yang sia-sia, hanya membuang energi, waktu dan kelak membawa dampak yang buruk bagi diri sendiri jika tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pesan dari kalimat sederhana “talk less” ini bahkan sudah disampaikan sejak zaman Nabi Muhammad `, dari Abu Hurairah a bahwa Rasulullah ` bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (H.R. Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47)

Berkata baik atau diam, terutama pada perdebatan yang hanya membuat gaduh dan adu opini tanpa solusi, perdebatan yang mengarah pada keburukan seperti mengadu domba, memfitnah dan perilaku buruk lainnya. Hal lain yang perlu kita sadari di zaman yang serba canggih seperti saat ini adalah, kita dapat dengan mudah menebar kebaikan atau bahkan keburukan melalui jari-jari tangan kita hanya dalam seper-sekian detik. Perkataan yang harus kita pertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat kelak bukan hanya perkataan secara langsung melalui mulut, namun juga perkataan-perkataan yang tersebar di media sosial.

Permusuhan yang terus bermunculan tak jarang berawal dari perkataan-perkataan yang melukai perasaan orang lain, akan sangat indah jika kita selalu dapat menjaga perkataan dan mempertanggungjawabkan kebenarannya sebelum melontarkannya kepada orang lain, terlebih jika kita bisa mengeluarkan perkataan ataupun hal-hal positif yang bersifat membangun. Dengan demikian kita telah mengikuti ajaran Nabi Muhammad l untuk menjaga lisan dan menjaga perasaan orang lain.

Menjaga lisan agar tidak berkata kotor adalah kebaikan. Berkata (berucap) yang mengundang keridhoan Allah namun dia tidak memperhatikan apa yang diucapkan akan mendatangkan kebaikan dari Allah. Dalam riwayat disebutkan dari Abu Hurairah a, Rasulullah ` bersabda, “Sungguh ada seorang hamba berbicara dengan satu kata yang mengundang keridhaan Allah, meskipun dia tidak terlalu memperhatikannya; namun dengan sebab satu kalimat itu Allah menaikkan beberapa derajatnya. Dan sungguh ada seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang mengundang kemurkaan Allah, sementara dia tidak memperhatikannya; dengan sebab satu kalimat itu dia terjungkal di dalam neraka Jahannam”. (H.R Bukhari 6478).

 

Tiga Jaminan di Surga

Penulis ingin membagikan suatu pesan menarik dari artikel yang berjudul ‘1+1=5’. Jika kita bertemu dengan lawan bicara yang melontarkan perkataan-perkataan yang tidak benar, maka hendaknya kita menghindar dari perdebatan yang mungkin terjadi. “…Even if you tell me 1+1 =5, you’re absolutely correct. Enjoy” sebuah quotes yang terdengar seperti candaan namun terdapat pesan dibaliknya.

Jika seseorang berdebat dan dengan jelas kita tahu bahwa apa yang dikatakan adalah sesuatu yang salah, seperti halnya dengan mengatakan bahwa 1+1 hasilnya 5 maka kita tidak perlu menanggapinya. Dan lagi, hal ini juga sebelumnya telah disampaikan oleh Nabi Muhammad `. Dari Abu Umamah Al-Bahili a berkata, telah bersabda Rasulullah `,  “Aku menjamin sebuah rumah di surga bagian bawah bagi siapa yang meninggalkan perdebatan sekalipun dia benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di surga bagian tengah bagi siapa yang meninggalkan kebohongan sekalipun sedang bergurau. Dan aku menjamin sebuah rumah di surga bagian atasnya bagi siapa yang mulia akhlaknya.” (H.R. Abu Dawud no. 4800 dan dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 1464).

Terdapat 3 poin penting dari hadits diatas, (1) mengenai orang yang meninggalkan perdebatan sekalipun dia benar. Hal ini kurang lebih sama seperti dengan ilustrasi 1+1=5 sebelumnya, tinggalkan perdebatan maka jaminan rumah di surga bagian bawah akan diperoleh. (2) orang-orang yang memperoleh jaminan yang lebih tinggi yaitu rumah di surga bagian tengah bagi mereka yang meninggalkan perkataan bohong dan sia-sia terlebih jika kita dapat menjaga perkataan-perkataan buruk yang dapat memicu perdebatan. (3) adalah rumah di surga bagian atas yaitu bagi orang-orang yang berkata baik dan berbuat sesuatu untuk memberikan manfaat bagi lingkungannya karena akhlak yang mulia.

Ketiganya adalah jaminan yang teramat baik, namun alangkah bahagianya orang-orang yang bisa merasakan surga bagian atas karena akhlaknya yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad ` dan taat atas perintah Allah `. Setiap bentuk kebaikan akan mendapatkan ganjaran kelak di akhirat dan sebagai umat Muslim kita bisa saling berlomba-lomba dalam kebaikan, salah satunya berlomba menjalin hubungan yang baik antar sesama manusia dan berusaha memberikan manfaat bagi orang lain untuk meraih keridhoan Allah l.

 

Tidak Selamanya Diam

Mengurangi berbicara atau menghindari perdebatan bukan berarti selamanya harus diam, setidaknya kita bisa melihat mana pembicaraan yang sehat untuk diluruskan dan mana perdebatan yang hanya memicu permusuhan antara kedua belah pihak. Berpendapat juga banyak dibutuhkan untuk menghasilkan suatu solusi karena Nabi pun mengajarkan kita untuk selalu bermusyawarah dan tidak egois dalam mengambil keputusan. Pada intinya kita akan menjadi pribadi yang lebih dewasa ketika kita dapat memilih forum yang tepat untuk berdiskusi dan bertukar pikiran serta dapat menghindari adu mulut yang berujung perselisihan.

 

Do More

Zaman milenial seperti sekarang ini dibutuhkan banyak kreatifitas dibandingkan sibuk mengkritik dan mengeluh dengan keadaan, apalagi saat ini orang-orang bisa mendulang kesuksesan tanpa pendidikan formal yang tinggi. Sebuah fakta yang tidak bisa dipungkiri ketika pada beberapa kasus, pendidikan formal dapat dikalahkan dengan kreatifitas. Namun, bukan berarti pendidikan formal dapat dengan mudah dikalahkan, faktanya masih banyak kebutuhan akan skill khusus yang hanya bisa dimiliki oleh orang-orang yang beruntung dapat mengenyam pendidikan tinggi.

Menjadi milenials yang sukses agaknya tidak bisa selalu bergantung kepada gelar pendidikan saja, namun kita perlu mencari potensi diri yang dapat kita kembangkan terutama jika dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar. Berbagai kemudahan teknologi seperti membuka peluang yang besar untuk melakukan kreatifitas, terutama dengan adanya media sosial yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan positif termasuk berdakwah. Berdakwah tidak hanya dilakukan oleh para penceramah, sebagai umat muslim yang termasuk dalam generasi milenial kita dapat berdakwah dengan berbagai cara yang lebih kreatif, baik dengan menebar pesan-pesan positif melalui postingan medsos atau melalui kegiatan-kegiatan sosial yang banyak diminati oleh masyarakat.

Berkontribusi dalam berbagai macam kegiatan positif dapat dimulai dari diri sendiri. Mulai membiasakan diri untuk lebih banyak berbuat dibandingkan mengeluh dan mulai disiplin untuk mengerjakan hal-hal kecil yang menjadi kewajiban kita. Jika sudah dimulai dari diri sendiri, maka kita dapat dengan  mudah ikut berkontribusi dalam kegiatan yang lebih besar baik di lingkungan kampus, tempat kerja, hingga di lingkungan masyarakat.

Kita bisa memilih menjadi orang yang menebar keburukan dan kebencian melalui lisannya atau menjadi orang yang dapat menebar kebaikan melalui perkataan yang positif dan menebar manfaat dengan melakukan hal-hal yang kreatif.  Wallâhu a’lam bish-shawwab.[]

 

*Iesya Reyadillah N.

Mahasiswa FMIPA UII

NIM. 15613187

Refresensi:

https://muslimah.or.id/5118-bicara-baik-atau-diam.html

https://mailchi.mp/aidaazlin/115-how-this-equation-gave-me-peace

Kajian Masjid Ulil Albab UII, Agamanya Millenial Presepsi Millenial Terhadap Islam, 9 Maret 2019.

 

 

Mutiara Hikmah

Rasulullah ` bersabda,

لَا تَغْضَبْ وَلَكَ الـجَنَّة

“Jangan marah, bagimu surga.” (HR. Thabrani dan dinyatakan shahih dalam kitab shahih At-Targhib no. 2749)