Minimnya Pendidikan Mental

Minimnya Pendidikan Mental

Yerika Puspita Sari*

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh, waba’du.

Teman-teman Pembaca buletin al-Rasikh, apakah kalian tahu tentang pendidikan mental? Mungkin bisa dikatakan bahwa masih minim pengetahuan seseorang mengenai bagaimana pendidikan mental. Meskipun masih minim, tapi belum terlambat ya, teman. Alhmdulillâh kita masih diberikan kesempatan untuk belajar hingga detik ini.

Tujuan Allah Menciptkan Manusia

Tentu saja dalam kehidupan ini, Allah ﷻ menguji manusia dengan berbagai ujian dari segala arah. Namun, tujuan Allah ﷻ menguji hamba-Nya bukan untuk menjatuhkannya, namun untuk membuat ia lebih kuat melangkah kedepan dan memahami tujuan hidupnya. Adanya ujian akan membuat manusia belajar dan menaikkan derajatnya, selama ia ridha dan ikhlas atas setiap ketentuan yang Allah ﷻ berikan kepadanya.

Maka dari itu, menghadapi setiap permasalahan yang datang silih berganti, hilang dan muncul kembali tanpa permisi menjadikan kita lebih siap menerima takdir baik dan buruk dari Allah ﷻ. Mental kita memang perlu dididik agar tetap sesuai dengan arahan syari’at yang benar dan sesuai dengan tujuan Allah ﷻ menciptakan manusia.

Allah ﷻ sudah menjelaskan dengan sangat gamblangnya di dalam al-Qur’an apa yang menjadi tujuan kita hidup di muka bumi ini. Cobalah kita membuka lembaran-lembaran al-Qur’an dan kita jumpai pada surat Adz Dzariyat ayat 56.[1]  Di sana, Allah ﷻ berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat [51]: 56)

Pendidikan Mental Untuk Kita

Belajar mengenai pendidikan mental bukan ditujukan untuk kalangan tertentu, namun setiap umat muslim perlu mempelajarinya guna mendidik dirinya sendiri. Pendidikan mental sangatlah penting untuk kita sebagai hamba yang lemah disisi Allah ﷻ karena menyangkut hati setiap orang. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Jika hati baik, maka baiklah anggota badan yang lain. Jika hati rusak, maka rusak pula yang lainnya. Baiknya hati dengan memiliki rasa takut, rasa cinta pada Allah ﷻ dan ikhlas dalam niat. Rusaknya hati adalah karena terjerumus dalam maksiat, keharaman dan perkara syubhat (yang masih samar hukumnya).[2]

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Pendidikan mental yang  baik itu, semakin seseorang mengenal Allah ﷻ dan syariat-Nya, maka ia  akan semakin mudah juga memaknai setiap ujian yang datang dengan hati yang lapang dan ikhlas. Manusia dituntut untuk senantiasa menyucikan dan mendidik jiwanya, sesuai dengan firman Allah ﷻ,

قَدْ أَفْلَحَ مَن زَكَّىٰهَا، وَقَدْ خَابَ مَن دَسَّىٰهَا

“Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (Q.S. Asy-Syams [91]: 9-10)

Menyucikan diri bisa dengan melakukan ketaatan kepada Allah ﷻ dan mengotori jiwa bisa dengan melakukan maksiat. Pendidikan mental kepribadian adalah suatu tuntutan yang wajib dilakukan setiap orang, yang menginginkan sikap konsisten. Mengapa?

Karena jiwa manusia itu bagaikan binatang yang mana apabila terlepas tali kekangnya, maka pemiliknya akan keberatan dan apabila terkendali tali kekangnya, maka pemiliknya dapat mengaturnya sesuai kehendak sang pemilik. Sama seperti hati kita yang perlu dilatih dan dikendalikan. Orang yang lalai terhadap dirinya dan pendidikan mentalnya, akan merasakan kebingungan, gelisah, tidak memiliki pegangan, tidak tenang, tidak serius dalam mendidik dirinya apalagi di zaman sekarang yang penuh dengan lautan tipu daya dan fitnah sehingga dengan mudah dapat menenggelamkan kita secara perlahan.

Sarana yang Membantu Mendidik Jiwa

Lalu, apa saja sarana yang dapat membantu kita dalam mendidik jiwa kita? Yuk kita simak bersama!

  1. Bersungguh-sungguh dalam melawan hawa nafsu. Melawan hawa nafsu adalah jalan menuju keselamatan, kebaikan dan ketenangan.
  2. Menjaga shalat lima waktu dengan mengerjakan seluruh rukun dan kewajibannya.
  3. Membiasakan diri untuk selalu membaca al-Qur’an setiap hari. Karena membaca al-Qur’an itu adalah perdagangan yang tidak pernah merugi. Mengapa?
  4. Satu hurufnya diganjar dengan 1 kebaikan dan dilipat gandakan 10 kebaikan
  5. Setiap kali bertambah kuantitas bacaan, bertambah pula ganjaran pahala dari Allah ﷻ.
  6. Bacaan al-Qur’an akan bertambah agung dan mulia jika terjadi di dalam shalat.
  7. Membaca al-Qur’an akan mendatangkan kebaikan
  8. Membaca al-Qur’an akan mendatangkan syafa’at
  9. Salah satu ibadah teragung adalah membaca al-Qur’an
  10. Kebaikan akan menghapus kesalahan
  11. Melaksanakan shalat malam
  12. Banyak melakukan amalan-amalan sunnah seperti bersedekah, berpuasa, karena keduanya ini adalah amalan yang paling dicintai Allah setelah amalan wajib.
  13. Banyak berdoa dan membiasakan membaca doa

Itulah sarana-sarana yang bisa kita upayakan untuk mendidik jiwa kita. Percayalah setelah semua tahapan sudah dilakukan maka Allah akan berikan ketenangan di hati kita. Jangan lupa untuk selalu melibatkan Allah ﷻ dalam setiap langkah kehidupan kita, dan berdoalah agar diberikan kelapangan jiwa dan kekuatan dalam menghadapi segala takdir yang sudah Allah ﷻ tetapkan. Bagaimana? Sudah tergerak untuk mendidik jiwa kita? Yuk mulai dari sekarang, bertahap, In syaa Allâh Allah ﷻ akan berikan pertolongan. Semoga Allah ﷻ mudahkan kita dalam menjalankan perintah-Nya. Barakallâhu fiikum.[]

 

* Alumni Ilmu Kimia – FMIPA Universitas Islam Indonesia 2021

[1] Muhammad Abduh Tuasikal. “Untuk Apa Kita Diciptakan di Dunia ini”. https://rumaysho.com/342-untuk-apa-kita-diciptakan-di-dunia-ini.html. Diakses pada 10 September 2023.

[2] Muhammad Abduh Tuasikal. “Jika Hati Baik”. https://rumaysho.com/3028-jika-hati-baik.html. Diakses pada 10 September 2023.

Download Buletin klik disini

Iman sebagai Tameng Kesehatan Mental

Iman sebagai Tameng Kesehatan Mental

Putut Sutarwan*

 

Pengertian Iman

Kata Iman berasal dari Bahasa Arab yaitu bentuk masdar dari kata kerja (fi’il), amana-yu’minu-imanan yang mengandung beberapa arti yaitu percaya, tunduk, tentram dan tenang.[1] Menurut Hasbi As-Shiddiqy: al qaulu bilisan wa tashdiku bil janan wal amalu bil arkan “Iman ialah mengucapkan dengan lidah, membenarkan dengan hati dan mengerjakan dengan anggota tubuh”. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal mendefinisikannya dengan: waqaulu wa amilu wa niyatu tsumsaku bi sunah “Ucapan diiringi dengan ketulusan niat dan dilandasi dengan berpegang teguh kepada Sunnah”.[2]

Kesehatan Mental

Kesehatan mental merupakan kondisi batin yang senantiasa berada dalam keadaan tenang, aman dan tentram, dan upaya untuk menemukan ketenangan  batin  dapat dilakukan antara lain melalui penyesuaian diri secara resignasi (penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan).[3]

Menurut Kaelber mulai tahun 2020 yang merupakan era modern, depresi yang merupakan salah satu tanda dari ketidaksehatan mental akan menempati urutan kedua penyebab disabilitas.[4] Pada gangguan mental banyak terjadi pada seseorang yang belum berusia 45 tahun dan banyak dialami kepada perempuan.[5]

Kesehatan mental merupakan gangguan yang sering diacuhkan pada lingkungan masyarakat. Kesehatan mental juga sangat penting untuk diperhatikan sama halnya dengan kesehatan fisik. Serta banyak hubungannya antara gangguan fisik dengan kesehatan mental yang saling mempengaruhi. Kesehatan mental memerlukan penanganan yang serius. Apabila permasalahan itu tidak cepat ditanggapi maka akibatnya manusia di era modern ini susah untuk memperoleh kesehatan mental. Ketidaksehatan mental nampak karena ketidakharmonisan dan ketidakbahagiaan seseorang secara sendiri maupun dengan lingkungan sosial.[6]

Potensi Dasar Manusia

Dalam pandangan Islam ditegaskan bahwa potensi dasar manusia adalah baik, dan pada prinsipnya manusia diciptakan dalam bentuk dan membawa pembawaan yang baik dan tidak ada yang membawa bibit yang buruk, seperti dalam surah at-Tîn ayat 4.

Allah ﷻ berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (Q.S. at-Tin [95]: 4).

Adapun dalam perkembangannya manusia berubah tidak baik ataupun menjadi buruk mentalnya adalah disebabkan faktor eksternal yang mempengaruhinya. Dan sebab itu tidak pernah menyerang secara tiba-tiba kepada orang yang sehat dan tidak ada karena satu krisis tunggal dalam kehidupannya, timbulnya penyakit mental itu lebih banyak disebabkan oleh ulah manusia sendiri (berdasarkan pembiasaaan) yang tidak mampu menumbuhkan diri akan rasa syukurnya kepada Allah ﷻ yang secara berangsur-angsur menimbulkan rasa kesempitan dan tertekan hidupnya.

Allah ﷻ berfirman,

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةً ضَنكًا وَنَحْشُرُهُۥ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ أَعْمَىٰ

Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”.  (Q.S. Thaha[20]: 124).

Iman Tameng Bagi Kesehatan Mental

Iman menjadi benteng terhadap godaan dan gangguan kesehatan mental, iman terletak di dalam hati, tidak dapat dilihat dengan mata zhahir karenanya ia merupakan konsepsi batiniyah, bila ditarik kedalam bidang ilmu disebut ilmu aqidah atau disebut juga ilmu tauhid, karena sasaran ilmu ini adalah hati.

Membina hati lebih sulit dari pada membina jasmani, sebab gerak jasmani sangat ditentukan oleh hati. Jika hatinya baik maka gerak jasmani akan menjadi baik, tapi jika hatinya jelek maka gerak jasmani akan menjadi tidak baik.

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Kesehatan mental dalam Islam selalu dikaitkan dengan keimanan dan karena iman merupakan prinsip pokok dan sekaligus menjadi sumbu kebahagiaan hidup manusia, dan juga iman adalah penuntun dan sekaligus pengendali sikap, ucapan, tindakan dan perbuatan serta mengarahkannya menuju kebaikan, kebenaran, kesejahteraan dan kebahagiaan diri dan orang lain yang dilandasi nilai-nilai ilahiyah. Sedangkan ketaqwaan merupakan realisai keimanan yang diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan atau penghayatan terhadap hal-hal yang diperintahkan oleh Allah ﷻ dan meninggalkan larangan-larangan-Nya.[7]

Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ

Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman”. (Q.S. Yunus[10]: 57)

Keimanan meliputi Iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, Nabi-nabi, Hari akhir dan Taqdir akan tetapi keimanan juga harus dibarengi dengan taqwa, menjalankan apa yang diperintahkan dan menjahui apa yang diharamkan dan bisa dikatakan iman dan amal saleh sebagai jalan untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Allah ﷻ berfirman,

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ. ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ طُوبَىٰ لَهُمْ وَحُسْنُ مَـَٔابٍ.

(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram. Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebahagiaan dan tempat kembali yang baik”. (Q.S. ar-Ra’d [13]: 28-29).

Seorang ahli ilmu jiwa Amerika Serikat berpendapat bahwa keimanan adalah terapi terbaik bagi keresahan yang melanda manusia, keimanan merupakan salah satu kekuatan yang harus terpenuhi dalam rangka menopang hidup manusia, dan keimanan yang kuat akan melindungi seseorang dari keresahan, dan menjaga keseimbangan hidup dan selalu siap menghadapi segala musibah atau penderitaan yang menimpa.[8]

Islam memberikan bekal dan landasan jiwa untuk tidak gentar menghadapi kenyataan hidup dan tidak terperdaya terhadap beragamnya masalah kehidupan yang ada dengan keimanan, sebab keimanan itu 1. Iman harus benar-benar tertanam dengan seyakinnya bahwa Allah ﷻ itu maujud “ada” disertai dengan pengetahuan tentang sifat-sifat-Nya yang disebut dengan Asma’ul Husna; 2. Mengetahui ketentuan Allah baik itu perintah maupun larangan-Nya dan meyakininya; 3. Mengetahui akibat jika kita mengingkari dan menentang kehendak-Nya.

Wallahualam Bissawab

* Kadiv. Pengadaan & Rumah Tangga DSP UII

[1] Louis Ma’luf, Kamus al-Munjid, Beiru­­t: al-Maktabah al-Katulikiyah, T.th, h. 16.

[2] Muhammad Abduh, Risalah Tauhid, (Terjemahan) H. Firdaus, Jakarta: Bulan Bintang, 1976, h. 257.

[3] Zahrotul Oktaviani. “Bagaimana Islam Memandang Kesehatan Mental”  https://islamdigest.republika.co.id/berita/qi66az335/bagaimana-islam-memandang-kesehatan-mental/. Diakses tanggal 7 September 2023.

[4] Ghozali, Dewanti, Religiusitas Sebagai Prediktor Terhadap Kesehatan Mental Studi Terhadap Pemeluk Agama Islam, Jurnal Psikologi Vol. 6 No. 1, April, 2011, h. 384.

[5] Zainal Aqib, Konseling Kesehatan Mental, Bandung: Rama Widya, 2013, h. 56.

[6] Ibid. h. 57.

[7] Mudzakir Ali, Kesehatan Mental dalam prespektif Islam, Semarang: PKPI2 Universitas Wahid Hasyim, 2003 h. 19.

[8] Syamsu Yusuf, LN, Mental Hygiene: Pengembangan Kesehatan Mental Dalam Kajian Psikologi dan Agama Bandung: Pustka Bani Quraisy, 2004, h. 50.

Download Buletin klik disini

Al-Quran Sebagai Obat Kesehatan Mental

Al-Quran Sebagai Obat Kesehatan Mental

Fahri Hanif Rais Wibowo*

 

Bismillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâhi, waba’du.

Dalam berkehidupan ada tiga hubungan yang kita kenal yaitu hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri. Sebagian orang sangat baik dalam beribadah sampai bermuamalah, dia selalu melakukan itu dengan maksimal, akan tetapi ketika dia dihadapkan dengan dirinya sendiri dia bahkan tidak tahu apa yang membuatnya itu senang. Dia selalu bertanya pada dirinya akan hal-hal yang bahkan itu suatu hal yang sepele.

Contohnya kenapa dia tidak pernah percaya diri ketika dalam bersosial? Kenapa dia tidak bisa memecahkan sebuah masalah tanpa orang lain di sampingnya? Lebih-lebih lagi kenapa seseorang selalu punya pola gaya hidup yang tidak teratur bahkan berantakan? Nah, pertanyaan itu ada kaitannya nih dengan mental health awareness atau kesadaran kesehatan mental.

Apa itu Kesadaran Kesehatan Mental?

Mental health awareness adalah upaya seseorang dalam  meningkatkan pemahaman sampai kesadaran kita tentang kesehatan kejiwaan kita dalam Islam sendiri. Kesehatan mental, sama seperti kesehatan fisik, adalah aspek yang sangat penting dalam kesejahteraan seseorang, karena merupakan bagian dari hidup yang sehat dan seimbang.[1] Nah, kesehatan mental juga punya treatment tersendiri yang memang harus kita pahami dan ketahui.

Dampak Digitalisasi bagi Kesehatan Mental.

Pada era digitalisasi sebagian orang yang menggunakan media sosial tidak jarang dipengaruhi oleh stigma, doktrin serta gambaran kehidupan orang lain yang ada di dunia maya. Mereka terkadang lupa akan kenyataan dirinya yang pada hakikatnya punya banyak kecendererungan positif yang terpendam. Seseorang yang merasa selalu terjebak dalam hal yang sama dan merasa bahwa dirinya tidak berkembang adalah salah satu tanda dari ketiadaan kesadaran akan kesehatan mentalnya. Padahal Allah ﷻ berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ

Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”. (QS. Ar-Ra’d [13]: 11).

Nah, Allah ﷻ sudah menegaskan bahwa Allah ﷻ akan selalu mensupport hamba-Nya kalau seorang hamba mau berusaha memperbaiki dirinya sendiri. Hanya saja sebagian orang tidak punya kepercayaan diri karena kurang dukungan dari orang disekitarnya.

Peran Hati untuk Kesehatan Mental

Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi ﷺ bersabda,

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).

Dapat diketahui bahwa hati berperan penting bagi keamanan dan kesejahteraan diri seseorang. Hati atau qolbu (baca: jantung, ed.) mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan kita baik tingkah laku, kata-kata dan kesehatan kita baik jasmani maupun rohani. Seperti seseorang mengalami emosi yang positif seperti cinta, syukur dan suka cita. Maka, akan mendatangkan kepercayaan diri, kreativitas dan motivasi kepada diri sendiri. Begitu juga sebaliknya apabia emosi itu negatif seperti gelisah, cemas, dan stress. Maka akan menjadi pemasalahan kesehatan mental seseorang. Seperti gangguan psikologis, menarik diri dari sosial dan menurunkan konsentrasi dan percaya diri.

Jika kita mengalami masalah kehidupan yang menghambat kita dalam berkembang. Ingatlah bahwa Allah selalu bersama hambanya. Allah ﷻ berfirman,

لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا

“Janganlah engkau bersedih sesungguhnya Allah bersama kita” (Q.S. At-Taubah [9]: 40)

Al-Quran sebagai Obat Kesehatan Mental

Sebagai seorang muslim kita seharusnya tidak perlu khawatir berlebih tentang hal ini kalau kita tau cara menjaga kesehatan mental kita, salah satunya yaitu dengan selalu berpegang teguh pada al-Quran. Al-Quran dapat dijadikan sebagai pedoman bagi mereka yang mengalami gangguan emosional dan bertujuan untuk membimbing orang ke arah kualitas hidup yang bermakna.[2]

Allah ﷻ berfirman,

وَنُنَزِّلُ مِنَ ٱلْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ ۙ وَلَا يَزِيدُ ٱلظَّٰلِمِينَ إِلَّا خَسَارًا

“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan al-Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian.” (QS. Al-Isra’ [17]: 82).

Ayat ini mengungkapkan bahwa al-Quran dapat menghilangkan segala penyakit yang ada di dalam hati, seperti keragu-raguan, kemunafikan, syirik, penyimpangan dari kebenaran, dan kecenderungan pada keburukan. Al-Quran juga dapat menjadi obat bagi badan bila melakukan ruqyah dengannya. Selain itu, al-Qur’an juga merupakan rahmat bagi orang-orang mukmin yang beramal dengannya.[3][1]

Maka dari itu, marilah kita senantiasa untuk membaca al-Quran setiap harinya. Karena al-Quran adalah sumber kekuatan bagi ruhani kita. jika tubuh membutuhkan makanan untuk menjadi energi dalam aktivitas. Maka, ruh membutuhkan al-Quran untuk menjaga stabilan pikiran dan perasaan pada kecenderungan hal-hal positif agar kita selalu terhindar untuk masuk pada jurang kemaksiatan.

Kesimpulan

Al-Quran sebagai Asy-Syifa, penyembuh dan penawar bagi orang-orang yang beriman dan yang selalu berpegang teguh pada Al-Quran. Sesungguhnya bila penyakit diciptakan pastilah ada penawar dan obat yang menyembuhkannya. Salah satunya adalah al-Quran sebagai penyembuh bagi jasmani maupun rohani. Buatlah diri kita ini membutuhkan al-Quran sebagai energi untuk kestabilan dan ketenangan pikiran agar membuat tubuh kita selalu bersemangat dalam berusaha hidup di dunia dan menyiapkan bekal untuk akhirat kelak.

[1]Ahmad Farhan Juliawansyah. “Tafsir Surah Al-Isra Ayat 82: Al-Qur’an Sebagai Syifā’ (Penyembuh) Lahir dan Batin” Tafsir Surah Al-Isra Ayat 82: Al-Qur’an Sebagai Syifā’ (Penyembuh) Lahir dan Batin – Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia. Diakses Pada 14 Juli 2021.

Marâji’:

* Prodi Ekonomi Islam

[1] Muhammad Zulkarnain Bin Azman. “What does Islam say about Mental Health?”. MuslimSG | What does Islam say about Mental Health? . Diakses pada 18 Juni 2020.

[2] Frankie Samah. “The Qur’an and mental health”. The Qur’an and mental health | BPS. Diakses pada 14 Mei 2018.

[3] Ahmad Farhan Juliawansyah. “Tafsir Surah Al-Isra Ayat 82: Al-Qur’an Sebagai Syifā’ (Penyembuh) Lahir dan Batin” Tafsir Surah Al-Isra Ayat 82: Al-Qur’an Sebagai Syifā’ (Penyembuh) Lahir dan Batin – Tafsir Al Quran | Referensi Tafsir di Indonesia. Diakses Pada 14 Juli 2021.

Download Buletin klik disini

Yakin Kamu Ingin Kebaikan Untuk Negaramu?

Yakin Kamu Ingin Kebaikan Untuk Negaramu?

Yanayir Ahmad

 

Bismillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâhi, waba’du.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, tidak terasa Negara Kita Indonesia sudah berdiri selama 78 tahun lamanya. Alhamdulillâh, suatu nikmat yang sudah semestinya selalu kita jaga bersama. Kita senantiasa bersyukur dengan hati, yakni meyakini dengan tulus bahwa nikmat kemerdekaan ini datangnya adalah dari Allah .

Kitapun bersyukur dengan lisan, yakni dengan menyebut-nyebut nikmat tersebut dalam rangka bersyukur kepada Allah ﷻ, yang mana ini juga dicontohkan oleh para pahlawan kita para pendiri bangsa, yakni dengan apa yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa….” Tak lupa juga dengan terus mendoakan kebaikan untuk negeri kita Indonesia, doa kebaikan untuk para pahlawan, doa kebaikan untuk para pemimpin, dan doa kebaikan untuk kaum muslimin secara umum, dan khususnya di Negeri kita Indonesia. Bukankah Allah Maha Mampu untuk mengabulkan doa-doa kita sebanyak apapun permintaan kita? Maka berusahalah untuk terus berdoa untuk kebaikan negeri, pemimpin, serta kaum muslimin.

Perbanyak Doa Kebaikan untuk Indonesia

Coba kita renungkan, seberapa sering kita mendoakan kebaikan untuk negeri kita? dengan doa yang singkat mungkin seperti dalam al-Qur’an,

رَبِّ ٱجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا ءَامِنًا

“Ya rabbku, jadikan negeri ini negeri yang aman…” (Q.S. al-Baqarah [2]: 126)

atau doa kebaikan yang lainnya. Mungkin sangat jarang, padahal seharusnya doa seperti ini adalah hal yang perlu kita perbanyak kalau kita inginkan kebaikan untuk negeri kita Indonesia.

Seberapa sering kita doakan kebaikan untuk pemimpin negeri ini? Fudhail bin ‘Iyadh pernah berkata tatkala beliau ditanya tentang maksud dari ucapan beliau, “Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, akan aku peruntukan bagi pemimpin,” dimana beliau menjawab, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.”[1]

Tingkatkan Iman dan Taqwa

Kemudian kita juga bersyukur dengan anggota badan, yakni dengan mengisi hari-hari dengan melaksanakan perintah-perintah Allah  serta meninggalkan larangannya. Yakni dengan meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah ﷻ.

Allah berfirman,

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

Seandainya penduduk negeri itu beriman dan bertaqwa, sungguh akan kami limpahkan keberkahan kepada mereka dari langit maupun dari bumi. Akan tetapi mereka justru mendustakan (Para Rasul dan ayat-ayat Kami), maka kami siksa mereka akibat berbuatan mereka.” (Q.S. al-A’râf [7]: 96)

Di dalam Mukhtashar fit Tafsir disebutkan mengenai ayat di atas, “Seandainya penduduk negeri yang kami utus kepada mereka para rasul itu mereka meyakini apa yang dibawa oleh para Rasul dan mereka bertaqwa kepada Allah dengan meninggalkan kekufuran dan maksiat serta melaksanakan perintah-perintah-Nya, nisacaya akan kami bukakan pintu-pintu kebaikan untuk mereka dari semua arah, akan tetapi mereka malah tidak mau meyakini apa yang dibawa oleh Para rasul serta tidak mau bertaqwa kepada Allah , bahkan mereka mengingkari ajaran para rasul, maka kami hukum mereka secara tiba-tiba akibat dari apa yang telah mereka lakukan.”[2]

Sebelumnya dalam ayat disebutkan keberkahan, keberkahan sendiri maknanya adalah langgengnya kebaikan, bertambah, banyaknya, dan tetapnya kebaikan itu, dan barakah itu dari Allah.[3] Sehingga berkah adalah kebaikan. Oleh karena itu, ketika kita menginginkan kebaikan untuk negeri kita, keberkahan yang banyak untuk negeri kita dan seterusnya, maka yang harus kita lakukan adalah terus meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah ﷻ.

Kuncinya Terus Belajar! Bukankah ilmu itu sangat luas?

Nah, ketika kita mengetahui kalau kita jujur ingin kebaikan untuk negeri yaitu dengan beriman dan bertaqwa, maka kuncinya adalah belajar. Ya, karena iman dan taqwa dalam praktiknya perlu ilmu, dan usaha yang kita tempuh untuk mendapatkan ilmu adalah dengan belajar. Bagaimana kita bisa tahu rincian rukun iman yang 6 kalau tidak belajar? Bagaimana kita tahu konsekuensi dari rukun iman kalau tidak belajar? Selain itu, Amal adalah bagian dari iman, bagaimana kita bisa shalat dengan baik, puasa dengan benar, haji dan selainnya kalau tidak belajar? Bagaimana bisa tahu mana akhlaq yang baik, mana akhlak yang buruk kalau tidak belajar? Mana shadaqah yang wajib, mana yang sunnah? Dan seterusnya.

Kemudian taqwa pun begitu pula, taqwa sebagaimana kita ketahui adalah melaksanakan perintah-perintah Allah ﷻ dan meninggalkan larangan-larangan Allah , tentu saja harus di atas ilmu. Bagaimana kita mau menghadirkan niat mengharap pahala dari Allah  dari suatu perbuatan kalau kita tidak tahu kalau perbuatan itu diperintahkan dalam syariat atau bisa jadi perantara kepada hal yang diperintahkan? Bagaimana kita bisa takut melakukan suatu perbuatan terlarang kalau pada saat itu kita tidak mengetahui kalau perbuatan itu terlarang dalam syariat? Tentunya kita butuh untuk terus belajar.

Semoga Allah  berikan taufiq kepada kita semua untuk terus menigkatkan iman dan taqwa. Semoga Allah jadikan negri kita Indonesia negeri yang aman dan diberkahi. Âmîn.

Washallāhu ‘alā muhammadin wa a’lā ālihi washahbihi wasallam.

Marâji’:

[1] Muhammad Abduh Tuasikal. Doa untuk Pemimpin Negeri”. Sumber https://rumaysho.com/7206-doa-untuk-pemimpin-negeri.html” . Diakses 16 Agustus 2023.

[2] Kumpulan Ulama Ahli Tafsir. Mukhtashar fit Tafsir. Riyadh: Markaz tafsir lid Dirasah al-Qur’aniyyah. 1436 H. Cet.k-3. h. 163.

[3] Muhammad Shalihi Al-Munajjid. “At-Tabarruk al-Masyru’ wal-Mamnu’”. https://almunajjid.com/speeches/lessons/514 . Diakses 16 Agustus 2023.

Download Buletin klik disini

PENJAJAHAN GENERASI TIKTOK

PENJAJAHAN GENERASI TIKTOK

Arjun Thohuri*

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh.

Bangsa Indonesia, khususnya umat muslim patut bersyukur hingga saat ini telah Allah ﷻ anugerahi kemerdekaan, hingga saat ini sudah 78 tahun negara Indonesia kita tercinta merdeka. Selamat untuk Indonesiaku. Bangsa Indonesia tidak lagi merasakan pahit dan sakitnya ditindas, dipaksa, disakiti, diperbudak oleh bangsa lain. Meskipun dengan begitu besar beban dan derita yang mungkin tidak dapat dibayangkan oleh bangsa saat ini, tapi para pejuang kemerdekaan saat itu terbukti dapat meraih kemerdekaan yang sangat diimpikan oleh rakyat Indonesia.

Penulis jadi ikut tersenyum jika membayangkan apa jadi nya jika generasi Tiktok saat ini, yang biasanya joget-joget saat live tiktok tiba-tiba berada pada situasi penjajahan dulu. Para pembaca setia Al Rasikh bisa menjawabnya dalam hati. Mari kita renungkan apakah semakin maju nya zaman semakin maju pula pemikiran dan mental bangsanya? Jangan-jangan tidak lebih baik dari bangsa dulu. Alhasil, bangsa saat ini tidak sadar kalau sebenarnya masih terjajah. Wah, gawat guys!

Penjajahan Generasi Tiktok

Bangsa Indonesia saat ini hebat guys, dari anak masih dalam kandungan sampai kakek nenek hidupnya dipenuhi dan difasilitasi teknologi. Sebut saja misalnya teknologi handphone. Handphone bisa berdampak positif tapi juga dapat berdampak negative. Tergantung siapa dan untuk apa ia digunakan. Bagi anak dalam kandungan akan berdampak positif misalnya handphone digunakan untuk menyetel murottal al-Qur’an.

Sebuah penelitian menyebutkan bahwa kecemasan pada masa kehamilan apabila sampai tahap kronis berdampak buruk bagi ibu ataupun bayi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mendengarkan murrotal al-Qur’an dalam tempo yang lambat dan suasana yang tenang dapat menurunkan tingkat kecemasan pada ibu hamil. Harmoni nada dari murottal al-Qur’an merupakan spiritual islamic, memiliki panjang audio dengan jenis frekuensi dan panjang gelombang tertentu, menghasilkan suatu getaran yang dapat memulihkan keseimbangan dan koordinasi, mengaktifkan aktivitas gelombang otak sehingga dapat mengontrol pikiran dan jiwa untuk menurunkan kecemasan.[1]

Ini adalah salah satu contoh awal yang baik dalam penggunaan teknologi guys. Kemudian setelah anak lahir apakah terlepas dari teknologi handphone? Oh tidak semudah itu ferguso, yang ada malah semakin intens.

Pembaca setia AlRasikh silahkan survey, tanyakan ibu-ibu disekitar kita atau yang punya adek kecil dirumah bisa diperhatikan, bagaimana cara para orang tua menenangkan dan menyenangkan bayinya. Apakah dengan mengajak jalan-jalan di sekitar rumah, mengajak ngobrol, mengajak bermain, atau dikasih Hp dan disetel Tiktok. Penulis yakin menenangkan dan menyenangkan anak diberi tontonan tiktok jauh lebih besar persentasenya. Yang jadi masalah konten tiktok lebih banyak berdampak positif atau negatif bagi anak.

Sadar tidak sadar, mau diakui atau tidak, jika tidak bijak dalam penggunaan teknologi, kita dapat dijajah oleh teknologi itu sendiri. Berapa banyak anak Indonesia yang melakukan kekerasan setelah menonton aksi kekerasan di handphone ataupun televisi. Berapa banyak anak Indonesia yang bermalas-malasan karena game mobile legend. Inilah fakta kehidupan saat ini.

So, what to do?

Kita semua harus bahu-membahu mengisi kemerdekaan. Bagi pelajar dan mahasiswa ayo terus semangat dalam menimba ilmu. Belajar jangan hanya di ruang kelas saja. Jika ingin maksimal perbanyak baca referensi ke perpustakaan dan perbanyak diskusi dengan teman. Salah satu dosen terbaik Dr. Drs. Hujair AH. Sanaki, MSI (rahimahullah) yang pernah penulis temui pernah berkata ”apa yang kita dengar kita lupa, apa yang kita lihat kita ingat, dan apa yang kita lakukan kita mengerti”. Ketika pembelajar mencapai tingkatan mengerti, maka ilmu yang diserap tidak akan mudah hilang atau lupa. Adapun metode terbaik dalam belajar adalah mengajar. Untuk mengajar kita tidak harus menjadi guru ataupun dosen, cukup cari teman yang belum mengerti materi yang telah kita pelajari, lalu ajarkan kepadanya dan diskusikan.

Bagi para orang tua, untuk lebih memperhatikan aktifitas anak-anaknya. Bangun komunikasi dengan para guru untuk memantau aktifitas anak di sekolah, ajarkan dan nasehati anak untuk pandai dalam memilih teman bergaul. Ajarkan manfaat akibat ketika berteman dengan anak baik dan anak nakal. Tanamkan kepada anak prinsip agar selalu jujur, bagi anak laki-laki dilatih untuk bertanggungjawab, bagi anak perempuan dinasehati akan pentingnya menjaga kehormatan. Kemudian yang terpenting adalah latih, ajarkan dan ajak anak untuk shalat, karna shalat dapat menjadi benteng dari perbuatan tercela. Mencetak anak yang sholeh memang tidak mudah, tapi kita tetap harus berusaha dan berdoa kepada Allah ﷻ agar dikaruniai anak yang shaleh shalehah.

Para pembaca yang dirahmati Allah ﷻ, kita tetap harus ingat bahwa kita hanya musafir di dunia ciptaan Allah ﷻ, jangan sampai terlena dengan kelap kelip kehidupan di dunia. Meningkatkan ketakwaan adalah tiket terbaik untuk menghadapnya. Allah ﷻ berfirman,

إِنَّمَا ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ ۚ وَإِن تُؤْمِنُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ يُؤْتِكُمْ أُجُورَكُمْ وَلَا يَسْـَٔلْكُمْ أَمْوَٰلَكُمْ

Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau. Jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta hartamu.” (Q.S. Muhammad [47]: 36)

Dalam Tafsir Al-Wajiz Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili menjelaskan, “Sesungguhnya, dunia dan segala kesibukannya hanyalah permainan (la’bun), yaitu perbuatan atau kesibukan yang tidak membawa manfaat baik untuk kehidupan akhirat maupun untuk perkara-perkara yang penting. Kehidupan dunia juga berarti kesenangan sesaat (lahwun), yaitu segala sesuatu yang menyibukkan namun tidak bermanfaat. Namun jika kalian beriman kepada Allah dan rasul-Nya, bertakwa kepada-Nya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya maka Allah akan menganugerahkan pahala atas ketaatan kalian itu. Allah tidak memerintahkan kalian untuk mengeluarkan semua harta kalian, namun Allah hanya memerintahkan untuk mengeluarkan zakat wajib.”[2]

Semoga kita termasuk hamba Allah ﷻ yang diberi kesempatan mencicipi manis dan keindahan surganya, amin. Wallâhu a’lamu bi ash shawâb.[]

 

* Alumnus FIAI UII Yogyakarta

[1] Balqis Al Khansa, Ferry Achmad Firdaus Mansoer, Nurhalim Shahib. “Systematic Review: Pengaruh Mendengarkan Murottal Al-Qur’an Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Ibu Hamil”. Dalam https://ejournal.unisba.ac.id/index.php/jiks/article/view/7456. Diakses pada 9 Agustus 2023.

[2] Admin. “Surah Muhammad Ayat 36”. https://tafsirweb.com/9672-surat-muhammad-ayat-36.html. Diakses pada 9 Agustus 2023.

Download Buletin klik disini

Islam; Pokok Semangat Kemerdekaan Indonesia

Islam; Pokok Semangat Kemerdekaan Indonesia

Muhammad Irfan Dhiaulhaq AR

 

Berkibarnya sang “Merah Putih” diseluruh penjuru Indonesia menandakan memperingati momen kemerdekaan republik Indonesia yaitu tepat pada tanggal 17 agustus 1945. Momen ini mengandung banyak sekali nilai-nilai perjuangan yang harus kita teladani. Islam, merupakan salah satu pokok nilai yang tercantum dalam semangat kemerdekaan republik Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dari persatuan dan kesatuan yang dijunjung tinggi oleh Indonesia yang selaras dengan prinsip ukhuwwah islamiyyah dalam Islam.

Al- Ukhuwwah dalam Kemerdekaan Indonesia

Indonesia dalam proses kemerdekaanya mengalami banyak rintangan. Salah satunya adalah menyatukan berbagai umat manusia dari seluruh kalangan baik itu ras, suku dan agama. Dengan prinsip “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti meskipun berbeda-beda tapi tetap satu, Indonesia dapat menyatukan seluruh penduduknya. Motto ini muncul dalam lambang Garuda Pancasila pada sebuah gulungan yang dicengkeram dengan kaki Garuda. Motto ini muncul secara eksplisit pada pasal 36 A dalam Undang-Undang Dasar yang menyebutkan bahwa lambang nasional negara Republik Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan motto Bhinneka Tunggal Ika.[1]

Menelusuri ulang poin “Bhinneka Tunggal Ika”, Islam telah mengajarkan arti dan makna dari poin tersebut jauh sebelum Indonesia merdeka. Bukti yang otentik mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam Piagam Madinah yang menyatakan bahwa semua golongan agama dan suku yang berada di Madinah mempunyai hak, perlakuan dan kewajiban yang sama, tanpa harus memaksakan kehendak kepada golongan lain baik dari segi keagamaan maupun sosial.[2]

Kesatuan dan Kebangsaan telah diimplementasikan oleh Islam. Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti.” (Q.S. al-Hujurât [47]:13)

Keberagaman suku dan budaya juga merupakan sunnatullah yang tidak bisa dirubah, bagi seseorang muslim hal ini menjadi ujian atas apa yang telah diberikan. Allah ﷻ berfirman,

لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا ۚ وَلَوْ شَآءَ ٱللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَٰحِدَةً وَلَٰكِن لِّيَبْلُوَكُمْ فِى مَآ ءَاتَىٰكُمْ ۖ فَٱسْتَبِقُوا۟ ٱلْخَيْرَٰتِ ۚ إِلَى ٱللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ

“…Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan” (Q.S. al-Mâidah [5]:48)

Dalam perbedaan tersebut, Allah ﷻ memerintahkan kita untuk saling rukun satu sama lain dalam menciptakan perdamaian. Bukankah Allah ﷻ menciptakan kita dengan beragam suku dan budaya untuk saling mengenal dalam kebaikan?. Perbedaan ini menjadikan pelajaran bagi kita bahwa Allah menciptakan makhluknya beragam, berbeda-beda, ini hikmahnya adalah bahwa hidup ini terkadang banyak perbedaan, ada unsur kebhinekaan antara satu makhluk dengan makhluk lainnya. Ini pelajaran dari Allah agar kita mau menerima perbedaan itu secara lapang dada dan wajar. Seperti yang kita ketahuilah bahwa ajaran agama Islam adalah yang paling lengkap dan paling bijaksana karena didalamnya mengandung persiapan hidup didunia dan bekal hidup yang kekal di akhirat kelak. “Ajaran Islam sangatlah cocok dengan tuntutan kemaslahatan hidup manusia. Kehidupan akan seimbang apabila manusia mau mengikuti ajaran Islam dan norma-normanya. Islam mempersiapkan pribadi muslim yang elastis dan fleksibel, sehingga mereka bisa bergaul dengan siapa saja untuk menebar kebaikan.”[3]

Al-Mahabbah terhadap Negara Indonesia

Mempertahankan kedaulatan sebuah negara merupakah kewajiban bagi seorang muslim sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ dalam sebuah hadits. Dari Ibnu Abbas dari Nabi ﷺ beliau bersabda,

مَنْ كَرِهَ مِنْ أَمِيرِهِ شَيْئًا فَلْيَصْبِرْ، فَإِنَّهُ مَنْ خَرَجَ مِنَ السُّلْطَانِ شِبْرًا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً

“Barangsiapa membenci tindakan (kebijakan) yang ada pada penguasanya, hendaklah dia bersabar. Karena siapa saja yang keluar dari (ketaatan) terhadap penguasa (seakan-akan) sejengkal saja, maka dia akan mati sebagaimana matinya orang-orang jahiliyyah.” (H.R. Bukhari no. 7053 dan Muslim no. 1849. Lafadz hadits ini milik Bukhari)[4]

Diceritakan pula bahwasanya Rasulullah ﷺ ketika meninggalkan kota yang sangat beliau cintai yaitu Makkah dan hendak hijrah ke Madinah, beliau berucap, ”Demi Allah, sesungguhnya engkau adalah bumi Allah yang paling aku cintai, seandainya bukan yang bertempat tinggal di sini mengusirku, niscaya aku tidak akan meninggalkannya.[5]

Rasa cinta tanah air yang sangat mendalam merupakan fitrah manusia dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai dalam Islam yang tercantum dalam al-Qur’an dan Sunnah. Islam sangat menjunjung tinggi sifat cinta tanah air, sehingga memberikan pahala yang besar bagi orang yang mempertahankan tanah kelahiranya itu.

Tanpa memahami makna sebenarnya dari Kemerdekaan Republik Indonesia, kita tidak dapat disebut sebagai Muslim yang sebenarnya yang cinta atas tanah airnya. Maka sebagai seorang muslim yang patuh kepada agama, merupakan sebuah kewajiban untuk mendalami nilai-nilai kemerdekaan mulai dari sifat Patriotisme para pahwalan, Persatuand dan Kesatuan serta nilai yang lainya. Dengan memahami nilai-nilai tersebut, barulah kita dapat disebut sebagai muslim yang haqiqi, yang cinta kepada tanah air mereka sendiri.[]

Marâji’:

[1] Mahkamah Konstitusi. “Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,”, Tahun 1999, h. 81.

[2] Choirul Anwar. “Islam dan Kebhinekaan Di Indonesia: Peran Agama dalam merawat perbedaan.”, Zawiyah; Jurnal Pemikiran Islam, Vol.4 No. 2, Tahun 2018. h. 4.

[3] Ahmad al-Basyuni. “Sharah Hadis, Cuplikan Dari Sunah Nabi Muhammad SAW”, Trigenda Karya, Tahun 1994, h. 340.

[4] M. Saifudin Hakim. “Petunjuk Nabi dalam Menyikapi Penguasa Muslim yang Dzalim (Bag. 1)”.
https://muslim.or.id/38935-petunjuk-nabi-dalam-menyikapi-penguasa-muslim-yang-dzalim-01.html. Diakses pada 14 Agustus 2023.

[5] Abdul Hamid.”Peranan Pendidikan Agama Islam dalam Penguatan Nasionalisme di Indonesia”, Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol. XV No. 1, Tahun 2018. h. 12.

Download Buletin klik disini

MERDEKA ATAU MATI!

MERDEKA ATAU MATI!

Disusun Oleh:

Agus Fadilla Sandi, S.H.*

 

Semboyan Menjadi Kekuatan

Semboyan mampu menjadi kekuatan yang menggerakkan. Sebagaimana halnya yang terjadi pada Peristiwa 10 November 1945. Pada saat pasukan Inggris berencana merebut kembali Surabaya dari tangan para pejuang kemerdekaan. Bung Tomo memberikan pidato yang membara untuk mengajak rakyat Surabaya mempertahankan kota mereka dan menentang rencana pasukan Inggris. Bung Tomo berpesan, “… Dan untuk kita saudara-saudara. Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka. Semboyan kita tetap: merdeka atau mati![1]

Pidato ini menjadi salah satu tonggak penting dalam melanjutkan perjuangan kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan. Pidato yang menekankan pada satu semboyan perjuangan; merdeka atau mati! Semboyan ini tampaknya senada dengan perkataan yang berbunyi, “isy kariman au mut syahidan”, hidup mulia atau mati syahid![2]

Merdeka [Hidup Mulia]

Frasa “Merdeka!” sering kali digunakan dalam momen peringatan hari kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus. Merdeka bermakna bebas; berdiri sendiri, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, atau tidak terikat, tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu; leluasa.[3]3 Padanan kata bebas ini dalam bahasa Arab disebut al-Hurr, dengan bentuk verbalnya kebebasan adalah al-Hurriyah. Ibnu ‘Asyur dalam karyanya “Maqashid asy-Syari’ah al-Islamiyah”, memaknai al-Hurriyah dengan dua makna; Pertama, kemerdekaan bermakna lawan kata dari perbudakan. Kedua, makna metaforis dari makna pertama, yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur dirinya sendiri dan urusannya sesuka hatinya tanpa ada tekanan.4

Kondisi yang merdeka harusnya menjadi dorongan bagi seseorang untuk hidup mulia, sebab ia memiliki kebebasan menjalani hidupnya tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Berbeda halnya dengan orang yang di bawah penguasaan orang lain yang tentu tidak leluasa berbuat apalagi untuk taat. Teringat dengan kisah Bilal ibn Rabah yang dianiaya oleh tuannya karena keyakinan dan keberaniannya untuk menyatakan keimanan pada Allah yang Esa.

Allah ﷻ berfirman,

ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًا عَبْدًا مَّمْلُوكًا لَّا يَقْدِرُ عَلَىٰ شَىْءٍ وَمَن رَّزَقْنَٰهُ مِنَّا رِزْقًا حَسَنًا فَهُوَ يُنفِقُ مِنْهُ سِرًّا وَجَهْرًا ۖ هَلْ يَسْتَوُۥنَ ۚ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

“Allah membuat perumpamaan seorang hamba sahaya di bawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu, dengan seorang yang Kami anugerahi rezeki yang baik dari Kami. Lalu, dia menginfakkan sebagian rezeki itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Apakah mereka itu sama? Segala puji bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui” (Q.S. an-Nahl [16]: 75).

Mati [Syahid]

Seruan Bung Tomo dengan semboyan “Merdeka atau Mati!” dimaksudkan agar segenap rakyat berjuang hingga akhir hayat. Jikalaupun harus wafat, wafatlah dengan terhormat! Mati adalah sebuah kepastian, walau tak ada orang yang menginginkan. Namun setiap orang pasti mendambakan kematian yang baik, salah satunya melalui mati syahid.

Berdasarkan al-Qur’an dan as-Sunnah, terdapat beberapa kondisi yang dinilai sebagai mati syahid. Di antaranya; orang yang terbunuh atau mati di jalan Allah, orang yang senantiasa berdoa/rindu agar mati di jalan Allah, orang yang meninggal karena wabah penyakit/pandemi, orang yang mati karena penyakit di dalam perutnya; orang yang mati tenggelam, tertimpa benda keras, terbakar; wanita yang meninggal karena kehamilannya, orang yang meninggal karena membela atau mempertahankan hartanya, dan orang yang mati terbunuh.[4]

Bagi orang yang mati syahid, semua dosanya akan diampuni, kecuali hutang yang belum lunas. Sebagaimana dalam sebuah riwayat dari Abdullah bin Amr bin Ash sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda,

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

“Orang yang mati syahid diampuni semua dosa kecuali hutang” (H.R Muslim, no. 1886).

Makna syahid adalah “disaksikan untuknya”. Ibnu Hajar menyebutkan makna syahid adalah malaikat menyaksikan bahwa mereka mati dalam keadaan akhir hidup yang baik (husnul khatimah).[5]

Imam An-Nawawi mengatakan, “Sabda Nabi ﷺ (kecuali hutang) di dalamnya terdapat peringatan terhadap semua hak Bani Adam. Bahwa jihad dan mati syahid dan selain dari dua amalan kebaikan tidak dapat menghapus hak Bani Adam. Akan tetapi dapat menghapus hak Allah Ta’ala.” Syarh Muslim, 13/29.[6]

Takbir: Puncak Optimisme

Pada akhir pidatonya, Bung Tomo menyampaikan, “…Percayalah saudara-saudara. Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!!![7] Pekik takbir menggelegar sebagai puncak optimisme. Optimis bukan karena yakin pada kekuatan diri pribadi, tapi justru karena keinsafan diri yang tak berdaya dan hanya Allah yang Maha Kuasa. Ingatlah pada firman Allah ﷻ yang berbunyi,

لَقَدْ نَصَرَكُمُ ٱللَّهُ فِى مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ ۙ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنكُمْ شَيْـًٔا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ ٱلْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُم مُّدْبِرِينَ

“Sungguh, Allah benar-benar telah menolong kamu (orang-orang mukmin) di medan peperangan yang banyak dan pada hari (perang) Hunain ketika banyaknya jumlahmu menakjubkanmu (sehingga membuatmu lengah). Maka, jumlah kamu yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu kemudian kamu lari berbalik ke belakang (bercerai-berai).” (Q.S. at-Taubah [9]: 25).

Akhirnya, perjuangan jangan sampai ternodai dengan kesombongan dan pengkhianatan! Dalam skala apapun, terlebih mengisi kemerdekaan republik ini, dibutuhkan semangat yang kuat untuk mewujudkan pribadi dan bangsa yang bermartabat. “Merdeka atau mati!” tetaplah menjadi semboyan perjuangan dengan puncak optimisme pada Allah yang Maha Pemberi Ampunan.[]

Marâji’:

* Alumnus Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia.

[1] Abdul Waid, Bung Tomo, Yogyakarta: Laksana. 2019 M. Cet ke-1. h. 48.

[2] Afandi. “Jenis-Jenis Mati Syahid dalam Islam”. https://muhammadiyah.or.id/jenis-jenis-mati-syahid-dalam-islam/. Diakses pada 7 Agustus 2023.

[3] Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/merdeka. Diakses pada 7 Agustus 2023.

[4] Admin. “Hakikat dan Makna Kemerdekaan dalam Alquran, Sebuah Refleksi”. https://mui.or.id/bimbingan-syariah/aqidah-islamiyah/37386/hakikat-dan-makna-kemerdekaan-dalam-alquran-sebuah-refleksi/. Diakses pada 7 Agustus 2023.

[5] Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Fathul bari syarhu shahih al-Bukhari, Jakarta : Pustaka Imam Asy-Syafi. 2018. Jilid VI. h. 43.

[6] Admin. “Mati Syahid Tidak Menghapus Hak Bani Adam (Hutang)” https://almanhaj.or.id/2613-mati-syahid-tidak-menghapus-hak-bani-adam-hutang.html & https://islamqa.info/id/answers/186979/mati-syahid-tidak-menghapus-hak-bani-adam-tapi-menghapus-hak-allah-tala. Diakses pada 7 Agustus 2023.

[7] Abdul Waid, Bung Tomo, Yogyakarta: Laksana. 2019 M. Cet ke-1. h. 48.

Download Buletin klik disini

Momentum Kemerdekaan: Mempromosikan Islam Penuh Cinta

Momentum Kemerdekaan:

Mempromosikan Islam Penuh Cinta

Imaduddin Fadhlurrahman*

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh.

Setiap bulan Agustus, umat muslim di Indonesia selalu merayakan peristiwa penting dalam sejarah Republik Indonesia. Tepatnya pada setiap tanggal 17 Agustus yang diperingati sebagai hari Kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Hal ini sebagai penanda bahwa bangsa Indonesia telah merdeka dari belenggu para penjajah. Semarak dan animo masyakakat muslim di Indonesia dalam menyambut hari kemerdekaan ditandai dengan himbauan dari masjid-masjid yang menghimbau agar memasang bendera merah putih berkibar di sepanjang pekarangan rumah masing-masing. Ini adalah salah satu bukti umat muslim dalam mengekspresikan cintanya kepada bangsa sekaligus menghormati jasa para pahlawan.

Islam sendiri mendorong umatnya untuk mencintai tanah air sebagai bentuk ketaatan kepada ulil amri dalam perkara kebaikan. Sebab cinta tanah air tidak menafikan iman. Mencintai tanah air adalah bagian dari ajaran Nabi Muhammad sebagaimana Rasulullah ﷺ mencintai Makkah dan Madinah karena kedua tempat tersebut adalah tanah airnya. Bentuk kecintaan tersebut ditunjukkan Rasulullah ﷺ dalam sebuah hadits. Dari Anas,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا

Sungguh Nabi  apabila pulang dari safarnya lalu melihat dinding-dinding kota Madinah sudah dekat, Beliau  mempercepat perjalanannya, apabila berada diatas tunggangan maka Beliau segera memacunya, dikarenakan kecintaan Beliau terhadap kota Madinah.” (H.R. Bukhari, no. 1886).[1]

Serta gagasan kemederkaan itu sendiri telah mendapat perhatian yang penuh dari Islam. Konsep kemerdekaan yang dijarkan oleh Nabi Muhammad adalah untuk menghapus segala sesuatu yang dapat merusak sendi-sendi kehidupan dan karakter Islam, lalu mengalihkannya kepada jalan yang benar.

Peran Islam dalam Kemerdekaan

Dalam sejarahnya, umat muslim selalu berada pada garis terdepan dalam melawan penjajah. Tercatat banyak pahlawan-pahlawan muslim yang menginisiasi gerakan-gerakan melawan kekejian para penjajah. Misalnya perjuangan politik yang diprakarsai oleh Haji Samanhudi dengan gerakan Syarikat Dagang. Ada pula Syeikh Hasyim Asy’ari dengan membawa bekal fatwa semangat “hubul wathon minal iman” yang mampu menggerakkan berbagai golongan untuk menjaga keutuhan NKRI.

Selain itu, ada juga Haji Agus Salim dengan perannya yang krusial bagi berdirinya kemerdekaan Indonesia dengan keberhasilannya dalam memperoleh pengakuan defacto dan dejure dari Mesir bagi kemerdekaan Indonesia. Atau yang terkenal menggugah ketika Bung Tomo dengan seruan “Allahu Akbar” berhasil melecut semangat rakyat Indonesia sehingga tercetuslah peperangan di Surabaya pada 10 November 1945 dalam memerangi tentara Britania Raya dan India Britania.

Maka, umat muslim di Indonesia harus terus berupaya menjaga dan mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih. Sebab dari segi historis dapat dikatakan jika Islam merupakan jati diri bangsa Indonesia karena umat muslim pada masa itu tidak pernah absen dalam memperjuangkan kemerdekaan melawan penjajah. Sebagaimana Dr. Douwes Dekker pernah mengungkapkan, “Dalam banyak hal, Islam merupakan nasionalisme di Indonesia dan jika seandainya tidak ada faktor Islam di sini, sudah lama nasionalisme yang sebenar-benarnya hilang lenyap.”[2]

Mempromosikan Islam Cinta

Umat muslim di Indonesia perlu memaknai kemerdekaan NKRI adalah bagian dari jihad. Jihad dalam konteks dan pemaknaan yang lebih luas ketimbang sekadar perang. Bahwa jihad perang (disebut sebagai “jihad kecil” oleh Nabi) tak boleh dilandasi nafsu dan kebencian. Oleh karenanya, hanya diperbolehkan bagi orang yang sudah berhasil dalam “jihad agung” berupa perang melawan hawa nafsu (egoisme). Agar demikian jihad punya landasan cinta, cinta kepada kemanusiaan.[3]

Dalam momentum perayaan kemeredekaan kali ini, maka tugas umat muslim hari ini adalah menjaga semangat jihad tersebut dengan senantiasa menyebarkan pesan cinta dan damai. Di mana tindakan tersebut harus terwujud dalam tindakan-tindakan yang merepresentasikan tingkah laku kebaikan sehingga pada akhirnya akan melahirkan pandangan bahwa Islam adalah agama yang penuh cinta, agama yang justru mengajarkan untuk mencintai bangsanya. Imam An-Nawawi menambahkan jika baik saja tidak cukup. Umat muslim harus pula mampu secara mandiri dan produktif di segala kebutuhan sehingga negara Indonesia yang merdeka akan terwujud dengan setiap warga negara yang mengusahakan sebaik mungkin di profesi yang digeluti masing-masing[4].

Jika menjadi orang tua, maka menjadi orang tua yang bertanggungjawab. Jika menjadi pejabat, maka menjadi pejabat yang jujur dan amanah. Jika menjadi pendidik, maka menjadi pendidik yang tulus dalam mengajar dan mangabdi terhadap masyarakat. Jika menjadi pelajar, maka menjadi pelajar yang rajin dalam menuntut ilmiu di bidangnya masing-masing.

Maka, Islam sesungguhnya menjadikan kita mencintai bangsa, dengan Islam kita bersatu membangun bangsa demi kemajuan peradaban. Oleh karena itu, sebagai pewaris kemerdekaan menjadi tugas bersama untuk memelihara semangat kemerdekaan dengan mengisinya dengan cita-cita kemerdekaan yaitu mewujudkan negara yang adil dan makmur sehingga mendapat limpahan dan rahmat dari Allah ﷻ dengan segala aktivitas yang kita lakukan.

Untuk menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang adil dan makmur, maka syarat yang harus dipenuhi ialah harus menjadi umat bertakwa, umat yang mau menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dengan begitu, bangsa Indonesia akan berada jalurnya untuk menjadi negara yang aman dan tentram serta adil dan makmur. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertawa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. al-A’raf [7]: 96)[5]. Wa Allâhu a’alam bish shawwâb.[]

Marâji’:

* Alumni Santri Rumah Tahfidz Taruna Juara Yogyakarta.

[1] Takdir Ali Mukti. Membangun Moralitas Bangsa (Amar Ma’ruf Nah Munkar: dan Subyektif-Normatf ke Obyektif-Empiris). Yogyakarta: Mitra Pustaka. 2000.

[2] Abdul Karim. Islam dan Kemerdekaan Indonesia (Membongkar Marjinalisasi Peranan Islam dalam Perjuangan Kemerdekaan RI. Yogyakarta: YK Sumbangsih. 2005.

[3] Haidar Bagir. Islam Tuhan Islam Manusia Agama dan Spiritualitas di Zaman Kacau. Yogyakarta: Mizan. 2017.

[4] Aboebakar Atjeh. Islam dan Kemerdekaan Beragama. Cirebon:  Toko Messir. 1970.

[5] Hamka. Tafsir Al-Azhar. Jilid IV. PT. Pustaka Panji Mas: Jakarta. 2004.

Download Buletin klik disini

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Islam

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Islam

Uun Zahrotunnisa*

 

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh.

Sejarah  Peringatan Peristiwa 17 Agustus

Bulan Agustus identik dengan peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia. Peringatan tersebut tepatnya jatuh pada tanggal 17 bulan Agustus setiap tahunnya. Urgensi dari adanya peringatan hari ulang tahun RI adalah untuk mengingatkan seluruh bangsa Indonesia akan asal muasal berdirinya suatu negara, yaitu Indonesia.

Kemerdekaan Indonesia tidak serta merta didapatkan begitu saja, namun kemerdekaan Indonesia adalah berkat rahmat Allah ﷻ  yang dianugerahkan kepada rakyat Indonesia selama berabad-abad lamanya. Bangsa Indonesia ketika itu harus bergulat dengan masa kolonialisme dan imperialisme. Hingga pada suatu masa, Indonesia bangkit dengan memproklamirkan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Peristiwa kemerdekaan Indonesia ditandai dengan lahirnya dasar negara dan konstitusi negara. Dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila, dan konstitusinya Undang-Undang Dasar 1945.

Salah satu bentuk ikhtiar dari Kemerdekaan Republik Indonesia tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (Preambule). Bunyi dari Prembule tersebut “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.[1]

Dasar Negara dan Nilai Ukhuwah Islamiyah  

Dasar Negara dan Konstitusi merupakan pondasi berdirinya Negara Republik Indonesia.Persatuan dan kesatuan dalam Islam erat kaitannya dengan ukhuwah islamiyah. Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman suku, budaya, ras dan agama. Namun hal tersebut tidak melunturkan persatuan dan kesatuan dalam perbedaan. Nilai persatuan umat dan ukhuwah islamiyah dalam al-Qur’an juga di ajarkan. Allah ﷻ berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa”. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti”. (Q.S. al-Hujurat [49]: 13).

Persatuan umat dan ukhuwah islamiyah juga dijelaskan dalam sebuah hadits, dari an-Nu’man bin Basyir, ia berkata, Rasûlullâh ﷺ bersabda,

مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى.

Perumpamaan kaum Mukminin dalam cinta-mencintai, sayang-menyayangi dan bahu-membahu, seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuhnya sakit, maka seluruh anggota tubuhnya yang lain ikut merasakan sakit juga, dengan tidak bisa tidur dan demam.” (H.R. al-Bukhari, no. 6011, Muslim, no. 2586, dan Ahmad no. IV/270).[2]

Diksi “Kemerdekaan” dalam Nafas Islamiyah

Kemerdekaan berasal dari kata dasar “merdeka” yang memiliki makna keadaan bebas, bisa berdiri sendiri, leluasa, tidak terikat atau bergantung pada siapapun.[3] Keadaan bebas maksudnya adalah suatu potensi untuk memilih beberapa alternatif yang mana tidak ada ancaman maupun paksaan bagi seseorang untuk melakukan tindakannya.[4] Kemuliaan hidup berporos pada kemerdekaan tiap-tiap individu untuk melakukan sesuatu termasuk dalam beribadah serta amar ma’ruf nahi munkar.

Uniknya ada persamaan antara proklamasi kemerdekaan RI dan perang badar yang terjadi pada bulan hijriyah, yaitu bulan Ramadhan. Proklamasi kemerdekan RI, bertepatan dengan 9 Ramadhan tahun 1364 Hijriyah. Perang badar merupakan pertempuran besar umat Islam melawan musuh yang terjadi pada 17 Ramadhan tahun  2 Hijriyah bertepatan pada 13 Maret  tahun 624 Masehi.[5]

Perang Badar memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Islam dan melepaskan umat dari  kekejaman suku Quraisy yang terus menyerang pengikut Rasulullah ﷺ. Sejak di Makkah sampai hijrah Rasulullah ﷺ ke Madinah. Peperangan berlangsung sengit, dan ketika itu Allah ﷻ memberikan kemenangan kepada umat Islam. Kemenangan dalam perang badar merupakan wujud dari kemerdekaan umat Islam. Kemenangan umat Islam dalam Perang Badar diceritakan dalam  al-Qur’an surah Ali Imrân [3]: 13.

Seperti halnya kemerdekaan Republik Indonesia yang diperjuangkan oleh para pahlawan, tidak lepas dari pertolongan dan karunia Allah ﷻ. Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan suatu capaian dari ikhtiar zhahiriyyah dan bathiniyyah. Sehingga, sebagai umat beragama, berbangsa dan bernegara yang baik, cinta tanah air, bela negara harus selalu dijunjung tinggi. Terutama dalam hal moderasi agama sebagai konteks aqidah (kepercayaan).

Moderasi agama adalah wujud dari kemerdekaan masing-masing individu dalam menganut aqidah. Implementasinya adalah meyakini kebenaran agama sendiri dan menghargai, menghormati penganut agama lain yang meyakini agama mereka, tanpa harus membenarkannya.[6] Kebebasan dalam beraqidah disebutkan dalam konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: 1) Negara berdasar atas Ketuhaan Yang Maha Esa, 2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu.[]

 

Marâji:
* Alumni Program Studi Ahwal Syakhsiyyah Fakultas Ilmu Agama Islam UII angkatan 2019 asal Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia.

[1] Undang-Undang Dasar 1945 Preambule.

[2] Yazid bin Abdul Qadir Jawas. “Ahlus Sunnah Wal Jamaah Menjaga Ukhuwah Persaudaraan Sesama Mukmin.” https://almanhaj.or.id/1324-ahlus-sunnah-wal-jamaah-menjaga-ukhuwwah-persaudaraan-sesama-mukminin.html. Diakses Agu 01, 2023.

[3] Kemdikbud, “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),” Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2023. https://kbbi.web.id/merdeka. Diakses Agu 02, 2023.

[4] L. Simatupang, “Refleksi ‘Kemerdekaan’ Warganet dalam Kolom Komentar Akun Media Sosial Jokowi dan Ma’ruf Amin: Kajian Pargmatik,” JSHP  J. Sos. Hum. dan Pendidik., vol. 6, no. 1, hal. 50–59, 2022, doi: 10.32487/jshp.v6i1.1287.

[5] W. Swandi, “Perang Badar Tahun 624 M/ 2 H,” Universitas Negeri Makassar, 2015.

[6] K. Amin, “Mengapa Moderasi Beragama ?,” Kementerian Agama Republik Indonesia, 2023. https://kemenag.go.id/kolom/mengapa-moderasi-beragama-02MbN#:~:text=Dalam konteks aqidah dan hubungan,agama mereka%2C tanpa harus membenarkannya. Diakses Agu 01, 2023.

Download Buletin klik disini

Bulan Muharram: Spirit Muhasabah dan Beramal

Bulan Muharram: Spirit Muhasabah dan Beramal

Faisal Ahmad Ferdian Syah*

Datangnya bulan Muharram menandakan telah bergantinya tahun dalam Islam menurut penanggalan kalender hijriyah. Khalifah Umar menetapkan bahwa penanggalan 1 hijriyah dimulai dari peristiwa hijrahnya Rasulullah dari Makah ke Madinah. Peristiwa hijrah tersebut juga menandai kemenangan umat Islam secara gemilang, dimana Islam menyebar dari Yatsrib hingga akhirnya menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Dalam konteks tekanan dan gangguan dalam beribadah, kini umat Islam tidak perlu lagi hijrah ke mana-mana. Akan tetapi makna hijrah secara kontekstual pada zaman ini adalah hijrah dari hal-hal buruk menuju hal-hal yang baik.[1]

Bulan Muharram Bulan Muhasabah

Tahun baru hijriyah ini merupakan momentum yang sangat tepat bagi kita untuk muhasabah; introspeksi diri. Apa yang telah kita perbuat untuk tahun kemarin? Dan apa yang telah kita persiapkan untuk menyambut tahun baru ini? Maka setiap muslim hendaknya melihat urusannya. Jika ada kekurangan hendaknya ia memperbaikinya dan berusaha meninggalkan segala kemaksiatan. Ibnul Qoyyim mengatakan bahwa muhasabah hendaknya dilakukan sebelum dan sesudah melakukan suatu perbuatan atau pekerjaan.

Para ulama juga menaruh perhatian yang serius tentang muhasabah. Hasan al-Bashri juga mengatakan, “Seorang mukmin itu pemimpin bagi dirinya sendiri. Ia menginstropeksi dirinya karena Allah. Sesungguhnya hisab pada hari kiamat nanti akan menjadi ringan, bagi mereka yang telah melakukan instropeksi di dunia. Sebaliknya, hisab akan terasa berat bagi mereka yang tak pernah berinstropeksi.[2]

Ingatlah bahwa muhasabah itu setiap hari dan bukan satu tahun sekali. Seseorang akan sulit menangis tatkala shalat atau bersendirian dengan Allah ﷻ jika dia jarang muhasabah. Artinya semakin sering kita bermuhasabah maka akan semakin baik. Seseorang yang sering muhasabah maka ia akan mengetahui kekurangan dirinya, banyak beristighfar dan bertaubat, mengetahui kemuliaan dan Maha Baiknya Allah, dan ia akan zuhud terhadap dunia.[3]

Kedudukan dan Keutamaan Bulan Muharram

Imam as-Suyuthi mengatakan bahwa sebelum Nabi Muhammad ﷺ diutus, bulan Muharram dinamakan bulan Shafar al-Awwal, sedangkan bulan Shafar dinamakan Shafar ats-Tsani. Setelah Islam datang maka diubahlah menjadi al-Muharram. Beliau juga mengatakan bahwa kelebihan bulan Muharram terletak pada namanya yang islami dibandingkan nama bulan hijriyah lainnya.[4]

Bulan Muharram merupakan salah satu dari empat bulan haram. Yaitu pada bulan ini kita diharamkan untuk mendzalimi diri kita dan berbuat dosa. Allah ﷻ berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ ٱلشُّهُورِ عِندَ ٱللَّهِ ٱثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِى كِتَٰبِ ٱللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ مِنْهَآ أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا۟ فِيهِنَّ أَنفُسَكُمْ ۚ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu…” (Q.S. At-Taubah [9]: 36).

Ibnu Abbas a mengatakan ketika menafsirkan ayat di atas, “Janganlah kalian menganiaya diri kalian) dalam seluruh bulan. Kemudian Allah ﷻ mengkhususkan empat bulan sebagai bulan-bulan haram dan Allah ﷻ pun mengagungkan kemuliaannya. Allah ﷻ juga menjadikan perbuatan dosa yang dilakukan didalamnya lebih besar. Demikian pula, Allah ﷻ pun menjadikan amalan shalih dan ganjaran yang didapatkan didalamnya lebih besar pula” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/26).

Berpuasa di Bulan Muharram

Bulan Muharram juga disebut oleh Nabi Muhammad ﷺ sebagai Syahrullah (Bulan Allah). Hal tersebut menunjukkan bahwa bulan Muharram memiliki keutamaan yang sangat besar. Dalam sebuah hadits beliau bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ،

“Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah (syahrullah), yakni Muharam …. (H.R. Muslim, no. 1163).

Hadits di atas menunjukkan anjuran untuk memperbanyak puasa di bulan Muharram bukan satu bulan penuh. Puasa yang dianjurkan adalah puasa hari ‘Asyura, yaitu pada 10 Muharram. Dari Abu Qotadah Al Anshariy, berkata, Nabi ﷺ ditanya mengenai keutamaan puasa Asyura? Beliau menjawab,

يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ

Puasa pada hari asyura akan menghapus dosa setahun yang telah lalu.” (H.R. Muslim no. 1162).

Dalam hadits yang lain kita juga dianjurkan untuk berpuasa pada 9 Muharram (Tasu’a) dalam rangka menyelisihi Yahudi. Ibnu Abbas k berkata bahwa ketika Nabi ` melakukan puasa hari ’Asyura dan memerintahkan kaum muslimin untuk melakukannya, pada saat itu ada yang berkata,

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى

“Wahai Rasulullah, hari ini adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani.” Lantas beliau mengatakan,

فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ – إِنْ شَاءَ اللَّهُ – صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ

“Apabila tiba tahun depan –insya Allah (jika Allah menghendaki)– kita akan berpuasa pula pada hari kesembilan.” Ibnu Abbas mengatakan,

فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Belum sampai tahun depan, Nabi ﷺ sudah keburu meninggal dunia.” (H.R. Muslim, no. 1134).

Imam Asy Syafi’i dan ulama Syafi’iyyah, Imam Ahmad, Ishaq dan selainnya mengatakan bahwa dianjurkan (disunnahkan) berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh sekaligus; karena Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam berpuasa pada hari kesepuluh dan berniat (berkeinginan) berpuasa juga pada hari kesembilan. (Lihat Syarh Muslim, 8: 12-13).[5]

Momentum bulan Muharram ini mari kita maksmalkan untuk muhasabah diri, sekaligus meningkatkan amal ibadah kita dan berusaha untuk menjauhi segala perkara dosa. Karena ganjaran pahala dan dosa pada bulan ini sama-sama Allah lipatgandakan. Wallâhu a’lam bish shawâb.[]

Marâji’:

* Ahwal Syakhsiyah International Program Angkatan 2022

[1] Farhan dan Esha. “Refleksi Akhir Tahun Hijriyah dari Kacamata Sejarah” https://sumenepkab.go.id/berita/baca/refleksi-akhir-tahun-hijriyah-dari-kacamata-sejarah. Diakses pada 18 Juli 2023.

[2] Ibnu Qayyim, dkk. Tazkiyatun Nafs. Solo: Pustaka Arafah. 2017. h. 90.

[3] Firanda Andirja. “Muhasabah Jiwa” https://bekalislam.firanda.com/5898-muhasabah-jiwa.html. Diakses pada 18 Juli 2023.

[4] Hayah. “Bulan Allah Muharram dan Asyura” https://www.alukah.net/sharia/0/47029/شهر-الله-المحرم-وعاشوراء/. Diakses pada 18 Juli 2023.

[5] Muhammad Abduh Tuasikal. “Anjuran Puasa Muharram” https://rumaysho.com/2956-anjuran-puasa-muharram.html. Diakses pada 18 Juli 2023.

Download Buletin klik disini