Peringatan Bagi Orang Taat Beribadah

Bismillāhi walhamdulillāhi wash shalātu was salāmu ‘alā rasūlillāhi

Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah ﷻ, ibadah yang kita lakukan belum tentu membawa masuk pelakunya ke surga-Nya melainkan karena rahmat Allah ﷻ lah kita dapat menikmati nikmatnya surga. Oleh karena itu tulisan ini akan berisi beberapa peringatan bagi orang yang taat beribadah agar jangan sampai dia terjerumus dalam ibadah yang sia-sia.

Peringatan Untuk Berilmu Sebelum Beramal

Para pembaca yang senantiasa dirahmati Allah ﷻ, hendaknya para ahli ibadah untuk tetap menuntut ilmu agar keilmuan yang dimiliki lebih mendalam dan senantiasa mendapatkan rahmat serta karunia Allah ﷻ dengan ditinggikan derajatnya, selain itu ilmu yang didapat hendaklah diamalkan supaya menjadi amalan jariyyah.

Lalu diwajibkan bagi orang-orang yang taat dan tekun beribadah sedangkan ilmu yang dimilikinya masih sangat dasar. Dapat diartikan di sini sebagai orang yang awam dalam beragama. Wajib atas dirinya menuntut ilmu-ilmu lahiriyah seperti ilmu bersuci, fiqih shalat, puasa, ilmu membaca Al-Quran serta yang lainnya. Apabila orang yang seperti ini mandek dalam menuntut ilmu maka bisa jadi kecelakaan atas dirinya. Ibadah yang dikerjakan bisa jadi kurang sempurna dan bahkan bisa saja tidak diterima oleh Allah ﷻ segala ibadah yang dia kerjakan.

Serta diwajibkan pula untuk menuntut ilmu mengenai keesaan Allah ﷻ, tentang iman, tentang Islam, dan yang lainnya sehingga kelak akan menjadi fondasi bagi dirinya untuk melawan keburukan dan membenarkan bahwa Allah ﷻ Dialah Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam menuntut ilmu tersebut mewajibkan penggunaan akal demi mengilmui sesuatu dan output ilmu tersebut adalah beramal dengan baik atas ilmunya tersebut, karena akal menyempurnakan ilmu dan amal kita. Penggunaan akal harus diilhami dengan Al-Quran dan As-Sunnah, sebab ketika akal keluar dari jalur al-Quran dan as-Sunnah maka akal akan redup dan tersesat. Juga akal tidak boleh mendahului wahyu, karena ada beberapa wahyu al-Quran tidak bisa diterima di akal dan itu harus diterima.[1]

Hal-hal dalam menuntut ilmu tersebut harus didahulukan daripada beribadah karena fondasi untuk beragama adalah berilmu dahulu. Apabila beragama tanpa berilmu maka mudahlah dia tergoda dengan kenikmatan dunia dan seisinya sehingga ibadah yang dia lakukan semata-mata hanya mencari keridhaan dari makhluk lain dan itu dinamakan riya. Ketika riya sudah mendarah daging dalam setiap gerakan ibadah niscaya semua amal ibadahnya tidak akan diterima oleh Allah ﷻ, riya merupakan sebuah kesyirikan walaupun tergolong syirik kecil akan tetapi dapat diingat bahwa Allah ﷻ mengampuni semua dosa kecuali dosa apabila dia berbuat syirik.

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah ﷻ semoga ibadah kita yang senantiasa kita perbuat semoga selalu dilandasi dengan ilmu Allah ﷻ sehingga tidak terjerumus kedalam hal yang buruk.

Sebab di zaman yang ilmu sudah bisa dicapai dengan internet ini masih ada orang-orang yang beribadah tanpa berilmu sehingga keluar dari ibadah yang disyariatkan. Sedangkan kita harus ingat bahwa kaidah asal dalam beribadah adalah “al-uṣul fī ‘ibādati at-taḥrīm” yaitu asal ibadah itu haram hingga terdapat dalil yang mensyari’atkannya. Juga banyak dari kita yang ilmu bisa dicapai dengan internet ini masih saja tidak mau menuntut ilmu agama. Padahal apabila shalat bacaan yang dibaca masih banyak salahnya.

Peringatan Dalam Mencari Rezeki

Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah ﷻ.Hendaknya setiap orang dari kaum muslimin yang taat beribadah senantiasa memeriksa asal hartanya yang dia dapat, apakah dari pekerjaan yang halal ataukan yang haram. Apabila dia dapat dari harta yang haram maka hendaklah tinggalkan karena itu akan menjadi sebuah bencana dan kecelakaan. “Innamā yataqabbalu llāhu min al-muttaqīn”(Q.S. al-Maidah [5]: 27) karena Allah ﷻ hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa dan senantiasa menjaga diri dari apa yang tidak halal apabila dia memakan sesuatu untuk masuk kedalam perutnya.[2]

Hal-hal yang dari makanan tidak halal atau apa yang dipakai dapat dari yang tidak halal maka akan mempengaruhi amal shalilnya. Karena apa yang kita kenakan dan apa yang kita makan menjadi penyebab amal kita diterima dan doa-doa yang kita panjatkan kepada Allah ﷻ dapat memperkenankan doa kita.

Harta-harta yang haram tersebut ada yang secara zatnya haram, seperti daging babi, khamr, dan lainnya. Ada harta benda yang menyangkut hak orang lain seperti hasil mencuri. Dan ada benda haram yang memang berasal dari pekerjaannya, seperti harta yang didapat dari riba, dari berdagang sesuatu yang haram.[3] Maka hal-hal demikian dilarang untuk dijadikan alat kita untuk beramal shalih, karena dijamin akan sia-sia saja. Mungkin misalnya koruptor yang berfikir ingin membangun masjid karena dia fikir hartanya harus dibersihkan dari kotoran pekerjaan korupnya. Maka masjidnya jadi tetapi dia tetap tidak mendapatkan apa-apa dari masjid itu bahkan bisa jadi mendapat dosa jariyyah.

Peringatan Bagi yang Sombong

Pembaca yang semoga dirahmati oleh Allah ﷻ. Dalam kitab Al-Hikam mengatakan bahwa maksiat yang melahirkan rasa hina dan kekurangan lebih baik dari pada ketaatan yang melahirkan rasa bangga dan kesombongan. Hal ini bukan ungkapan biasa yang dilontarkan penulis kitab, akan tetapi memiliki sebuah makna yang sangat dalam. Allah ﷻ melihat sebuah ketulusan dalam beribadah bukan banyaknya ibadah banyak tapi akhirnya untuk sombong.

Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa apa saja ibadah yang dilaksanakan atas dasar yang lain selain Allah ﷻ maka ibadahnya tertolak dan itu merupakan perbuatan riya sehingga bisa dibilang bahwa orang yang ibadahnya banyak karena riya adalah orang yang musyrik.

Apabila ibadah yang kita lakukan menuntut kita untuk sombong, hendaknya kita cegah. Belajarlah dari ibadah puasa, ibadah yang dilaksanakan kepada Allah ﷻ dan hanya Allah  dan dirinya sajalah yang tahu. Ibadah puasa merupakan ibadah pasif bukan ibadah aktif, yang artinya tidak membutuhkan gerakan yang bisa terlihat mencolok. Sebisa mungkin ibadah diniatkan lillāhi ta’alā bukan karena lilinsān.[4]

Muhasabah Diri

Ibadah yang berlebihan pada dasarnya tidak baik karena Rasulullah ﷺ menganjurkan ibadah sesuai dengan kemampuan diri. Apalagi ibadah yang sia-sia apabila dilakukan seperti hal yang telah disebutkan sebelumnya. Selain itu ibadah yang terlalu banyak namun tidak konsisten juga tidak dianjurkan, melainkan Allah ﷻ lebih menyukai ibadah yang secara konsisten dilakukan “Amal yang paling disukai oleh Allahﷻ adalah yang terus menerus (konsisten) walaupun sedikit” selain itu ibadah yang dilakukan secara sempurna juga lebih disukai oleh Allah ﷻ. Cukup bagi kami Allah dan Dialah penolong.

Penyusun:

Uyu Fauziah

Alumni FIAI UII

Marâji’

[1] Brilly El-Rasheed. Berguru Kepada Jibril. Lamongan: Quantum Fiqih Publishing. 2017 M. Cet. k-1. hal. 278.

[2]  Allamah Sayyid Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Peringatan Bagi 8 Kelompok Manusia. Terj. Husin Nabil. Jakarta: Hikmah. 2011. Cet. k-1. hal. 238.

[3] Muhammad Abduh Tausikal. Ibadah dan Sedekah Dengan Harta Haram. https://rumaysho.com/3043-ibadah-dan-sedekah-dengan-harta-haram.html.

[4]  Maman Suherman. #Hidup Kadang Begitu. Jakarta: Noura Books. 2020. Cet. k-1.hal. 62.

Mutiara Hikmah

Rasulullah ﷺ bersabda,

ثَلاَثُ مُهْلِكَاتٍ : شُحٌّ مُطَاعٌ وَهَوًى مُتَّبَعٌ وَإعْجَابُ الْمَرْءِ بِنَفْسِهِ

Tiga perkara yang membinasakan: rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri” (H.R. At-Thabrani dalam Mu’jam Al-Ausath)

Download Buletin klik disini

Belajar Dari Pohon Pisang

Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Pembaca buletin al-Rasikh yang dirahmati Allah ﷻ, Pohon pisang bukanlah suatu jenis pohon yang asing dan langka bagi kita. Tanaman yang tumbuh subur di iklim tropis ini dapat menghasilkan buah yang kaya gizi, daun dan pelepah yang multifungsi, serta batang dan akarnya yang juga memiliki segudang manfaat bagi kita. Pohon berbatang lunak dan berdaun lebar ini masih dapat kita temui di sekeliling kita. Mungkin untuk keberadaannya saat ini  mulai tersaingi dengan keberadaan “pohon” lain yang berbatang beton. Tapi, pohon ini selalu bisa tumbuh dimanapun berada, dalam musim dan cuaca yang berbeda sekalipun.

Hampir seluruh anggota tubuh pohon pisang dapat dimanfaatkan oleh manusia. Mulai dari akarnya digunakan untuk obat sakit perut, penawar racun, pereda demam. Batangnya yang dipercaya ampuh dalam mengontrol tekanan darah tinggi maupun kadar kolesterol, sampai-sampai batangnya ini telah diperjual belikan di luar negeri dengan harga yang cukup fantastis. Serta daunnya digunakan sebagai pembungkus makanan yang bisa membuat makanan tersebut memiliki cita rasa tersendiri. Adapun buahnya yang lezat dimakan itu ternyata ia termasuk dalam kategori buah surga, lho. Simaklah ayat berikut,

“Pisang” Buah Surga

Allah ﷻ berfirman, “Dan golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. (Mereka) berada diantara pohon bidara yang tidak berduri, dan pohon pisang yang bersusun-susun (buahnya), dan naungan yang terbentang luas, dan air yang mengalir terus menerus, dan buah-buahan yang banyak, yang tidak berhenti berbuah dan tidak terlarang mengambilnya.” (Q.S. al-Waqi’ah [56]: 27-33)

Ayat diatas menyebutkan bahwa pisang adalah salah satu buah-buahan surga. Setiap orang setidaknya pernah mengkonsumsi buah yang bernama latin Musa ini. Walaupun sudah sedemikian akrab dengan buah pisang, bisa jadi sebagian masyarakat banyak yang belum mengetahui multimanfaat dari tanaman ini. Gedang (bahasa Jawa), buah yang paling banyak dikonsumsi di dunia merupakan buah yang memiliki gizi sangat tinggi. Satu buah pisang ukuran sedang (sekitar 126 gram) mengandung 110 kalori, 30 gram karbohidrat, 1 gram protein, serta menyediakan berbagai vitamin dan mineral: Vitamin B6 (0.5 mg), Mangan (0.3 mg), Vitamin C (9 mg), Kalium (450 mg), Serat (3 g), Protein (1 g), Folat (25.0 mcg), Niacin (0.8 mg), Magnesium (34 mg), Riboflavin (0.1 mg), Besi (0.3 mg), dan Vitamin A (81 IU).[1] Yuk, jangan lupa konsumsi buah pisang!

Tak Mengenal Masa dalam Beramal Shalih

Begitulah seharusnya setiap kita, dapat memberikan manfaat bagi orang lain dengan segenap apa yang kita miliki. Beramal dan terus beramal dengan segala kemampuan dan talenta yang kita punya sekecil apapun itu. Sebagaimana pohon pisang senantiasa dapat berbuah tanpa mengenal musim. Karena memang ia tak kenal musim dalam beramal. Tak mengenal masa dalam berbuat kebaikan. Memang seharusnya kontribusi tidak hanya dapat kita berikan hanya pada saat-saat tertentu di kala kita menginginkannya. Karena komunitas dalam suatu kebermanfaatan akan senantiasa dapat menjaga stabilitas iman. Sehingga kita tidak mudah tumbang diterpa “hama” yang selalu menggerogoti keikhlasan.

Untuk itu, pohon pisang menyimpan cadangan airnya pada musim hujan dan menggunakannya pada musim kemarau. Kita pun demikian, harus menyiapkan bekal iman dan amal shalih untuk menghadapi dunia yang semakin tak tentu arahnya agar kelak kita bisa selamat mengarungi bahtera kehidupan didalamnya hingga ke akhirat pula.

Pohon pisang dalam habitat aslinya selalu hidup berkelompok. Jika kita menemukan pohon pisang yang tumbuh menyendiri, tentulah karena itu merupakan ulah manusia. Karena apabila pohon pisang itu dibiarkan terus tumbuh, ia akan membentuk suatu komunitas pohon pisang juga. Begitupun kita, untuk dapat bermanfaat dan berkontribusi bagi umat dan diri kita sendiri, kita membutuhkan teman sebagai penguat, teman sebagai pengingat. Kita perlu orang lain untuk memacu dan memicu optimalisasi potensi kebermanfaatan kita. Hal itu juga membuktikan bahwa kita adalah makhluk sosial yang pasti membutuhkan bantuan orang lain dan tidak bisa hidup secara individual.

Pohon pisang pada umumnya takkan mati sebelum ia berbuah. Jika belum menghasilkan bunga atau buah, pohon pisang akan tetap hidup. Jika kita memotong pohon pisang sebelum pohon ini berbunga, pucuk baru akan tumbuh dari bagian yang terpotong dan melanjutkan pertumbuhan pohon pisang itu. Berapa kalipun dipotong, pohon pisang itu akan tetap bertahan hidup, lho. Tapi, bila sudah berbunga dan berbuah, pohon pisang itu akan mati dengan sendirinya. Dan dalam reproduksinya, ia akan menghasilkan tunas (anak pohon pisang) yang tumbuh dari bonggol induknya. Ketika induknya mati, tunas inilah yang nantinya akan menggantikan posisinya.

Sebelum ajal menjemput kita, sebelum akhirnya kita harus pergi meninggalkan dunia ini, sudahkah kita menyiapkan generasi berkualitas yang dapat meneruskan keberlangsungan kontribusi kita dalam menegakkan kalimat Allah ﷻ? Sudahkah kita tinggalkan kader-kader unggul yang siap berjibaku dan terus beramal dan memberikan kebermanfaatan? Tanyakan pada diri kita sendiri? Jika belum, siapkanlah!

Hidup terlalu sempit kalau hanya memikirkan diri kita sendiri. Hidup ini terlalu singkat jika tanpa kebermanfaatan kita terhadap orang lain. Untuk itu, sebenarnya kita tidak perlu menjadi sebesar pohon durian, sekuat pohon jati, ataupun setinggi pohon pinang untuk memberikan manfaat. Yang terpenting adalah kontribusi nyata. Biarlah Allah ﷻ yang menilai dan memberi balasan.

Rasulullah ﷺ pernah bersabda, Khairu an-nâsi anfa’uhum li an-nâsiSebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia” (H.R. Ahmad, athThabrani, ad-Daruqutni)[2]

Kamukah Sebaik-Baik Manusia Itu? Mari Kita Buktikan!

Saudaraku, menjadi pribadi yang bermanfaat adalah salah satu karakter yang harus dimiliki oleh seorang muslim. Setiap muslim diperintahkan untuk bermanfaat bagi orang lain. Adapun dalam memberikan manfaat kepada orang lain sejatinya manfaat itu akan kembali untuk kebaikan diri kita sendiri. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman, In ahsantum ahsantum li-anfusikumJika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat kebaikan untuk diri kalian sendiri” (Q.S. al-Isrâ’ [17]: 77)

Dari pohon pisang inilah kita tau bahwa tidaklah Allah ﷺ itu menciptakan segala sesuatu sia-sia. Bahkan hewan sekecil lalat pun mampu membuat manusia terkeji berbadan kekar pada zamannya, yakni raja Namrud, meronta-ronta kesakitan hingga ia menjemput ajalnya. Dengan begitu, setiap apa yang Allah ﷻ ciptakan itu pasti ada hikmah yang dapat kita jadikan ibrah dalam kehidupan sehari-hari. Tugas kita sebagai insan ulil albab hendaknya kita mentadabburi dari setiap ciptaan-Nya dengan harapan agar semakinbertambahpula keimanan sertailmu kita.

Ûshîkum wa nafsi bitaqwâ Allâhi ‘azza wa jalla.[]

Penyusun:

Ulfa Indriani­­­­­

PAI UII 2016

Marâji’

[1] Dayat Suryana. Manfaat Buah. Bandung: Dayat Suryana Independen. 2018. hal.556

[2] Hadits ini dihasankan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 3289

Mutiara Hikmah

Allah ﷻ berfirman,

وَلاَ تَنسَوُاْ الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ

Jangan lupakan untuk saling memberi kemudahan di antara kalian.

(Q.S. al-Baqarah [2]: 237)

Download Buletin klik disini

Ketenangan Membuahkan Kemenangan

Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Pembaca buletin al-Rasikh yang dirahmati Allah ﷻ, pernahkah kau merasakan, bagaimana perubahan emosimu ketika dihadapkan oleh situasi yang sulit? Masih banyak amanah dan tugas yang belum terselesaikan sedangkan batas waktu sudah mendesakmu agar selesai tepat waktu. Adapun momen lain, di mana dirimu membutuhkan pencerahan dan jawaban atas suatu masalah. Rasanya, sudah tak mampu memaksa diri untuk mengemas solusi karena perasaan cemas sudah lebih dulu menguasai diri.

Begitulah ritme kehidupan manusia, hari-harinya tak pernah kosong dari masalah. Selalu ada hal baru yang membutuhkan penyelesaian dan pemecahan. Saat proses menghilangkan kegelisahan, manusia kerap kali mengalami dilematis kecerdasan emosi. Ada manusia yang memang sudah terampil dalam mengelola emosi, adapula yang masih menjadi pemula. Dalam Islam, keterampilan ini sangat mungkin untuk dilatih.

Level Emosi Manusia

Level emosi manusia, menurut penjelasan dari dr. Aisyah Dahlan terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1) Nafsu-l-Lawwamah; 2) Nafsul Amarah; dan 3) Nafsul Muthmainnah. Emosi yang ada pada bagian nafsu-l-lawwamah adalah apatis, sedih, dan takut. Kemudian, pada bagian nafsul amarah terdapat emosi berupa nafsu, marah, dan sombong. Sedangkan pada bagian nafsul muthmainnah,  terdapat emosi positif yaitu semangat, menerima, damai, dan yang paling tertinggi adalah pencerahan.

Bagian pencerahan ini hanya bisa diperoleh pada saat manusia tekun untuk melakukan self healing dengan cara merutinkan ibadah seperti shalat, mengaji dan tadabur al-Qur’an, puasa, dan juga selalu mencharger diri di lingkungan yang mengkaji Islam untuk mempertebal keimanan. Manusia yang berada pada level nafsul muthmainnah, ia akan selalu mendapat ketenangan dalam mengambil keputusan dan bertindak. Hari-harinya selalu disinari oleh nur, cahaya keimanan yang membuatnya menjadi pribadi yang bersih dan cemerlang.

Islam adalah Agama yang Sempurna

Seluruh aspek kehidupan manusia di dalam Islam, telah diatur dengan sangat rapi dan sempurna. Sampai setingkat cara untuk menstabilkan emosi di dalamnya juga dibahas. Al-Qur’an sebagai pedoman umat Islam, juga telah menyuguhkan panduan hidup paling komplit sepanjang sejarah. Kekuatan al-Qur’an dalam memberi nasehat tak tertandingi oleh literatur apapun. Masih ingatkah dengan ayat al-Qur’an yang memilki arti berikut?

“Dan berdzikirlah pada Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung” (Q.S. al-Jumu’ah [62]: 10).

“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Q.S. al-Ahzab [33]: 35).

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan berdzikir (mengingat) Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du [13]: 28).

Shalat dan Sabar Sebagai Penolong

Rasulullah ﷺ sebagai figur paling utama telah mewariskan pelajaran berharga bagi umatnya. Setiap merasa gelisah dan resah karena masalah, Beliau selalu menjadikan shalat dan sabar sebagai penolong. Kedua amalan ini mampu menjadi jembatan untuk melatih kestabilan emosi dalam menghadapi masalah. Selain itu, shalat dan sabar juga mampu memupuk rasa optimis serta respon positif, Rasulullah ﷺ sendiri sudah membuktikannya.  Mengapa shalat dan mengapa harus sabar? Ya, karena kedua hal ini adalah pintu terdekat untuk menggapai petunjuk terbaik dari Allah ﷻ.

Shalat adalah puncak dari dzikir, sedangkan sabar dengan berpuasa dan menjauhkan diri dari maksiat juga merupakan bagian dari ikhtiar yang bisa menghadirkan ketenangan. Setiap kalimat dzikir akan membuahkan ketenangan yang hakiki. Meskipun pada awalnya masalah yang dihadapi terlihat sangat rumit dan sulit, namun dengan terus menghidupkan hati melalui dzikir, ketenangan dalam mencari solusi akan jauh lebih mudah didapatkan. Allah ﷺ berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. al-Baqarah [2]:155)

Lalu, dari sini timbul sebuah pertanyaan. “Saya sudah melaksanakan shalat dan selalu membiasakan diri untuk berdzikir, namun mengapa sampai saat ini rasa tenang masih sangat sulit untuk diraih? Mengapa shalat dan dzikir yang selama ini diamalkan belum membuahkan kemudahan dan keringanan dalam menyuarakan kebaikan?”. Jawabannya sederhana, hanya shalat dan dzikir yang benar, yang akan membuat hati manusia menjadi bersinar. Namun sebaliknya, apabila pelaksanaan shalat dan dzikir masih dianggap sebagai permainan, maka keduanya sama sekali tidak akan membuahkan kebermanfaatan.

Khusyu’

Allah ﷻ juga berfirman, “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali orang-orang yang khusyu.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 45)

Khusyu’ adalah sikap berserah dan kebulatan hati. Khusyu’ ada di dalam dan  merupakan manifestasi dari niat yang sempurna. Allah ﷻ sebagai Dzat yang paling Teliti, sangat mudah bagi-Nya untuk melihat hal-hal yang tak bisa dijangkau oleh indera manusia. Sedikit saja ada yang kurang beres dari hati hamba-Nya, hal ini akan terlihat jelas oleh Allah ﷻ. Jadi, rasanya malu apabila kesungguhan kita untuk beribadah tidak meningkat, sementara nikmat yang telah Allah ﷻ beri selalu berlipat. Salah satu syarat untuk bisa meraih predikat ketenangan adalah meningkatkan kualitas shalat. Apabila shalat lebih diutamakan daripada aktivitas dunia lain seperti bekerja, berbelanja, bermain, bersenang-senang, menonton, dan lain sebagainya maka saat itu juga rasa tenang yang diturunkan oleh Allah ﷻ akan jauh lebih mudah meresap ke dalam diri kita.

Melalui catatan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa resep menjadi seorang pemenang bagi seorang muslim sangatlah mudah. Allah ﷻ sudah menghamparkan petunjuk melalui ayat qauliyah, kauniyah, dan insaniyah-Nya, yang harus kita lakukan adalah senantiasa berusaha untuk meningkatkan kualitas serta kuantitas ibadah di mata Allah ﷻ agar menjadi wasilah kemudahan dalam meraih dan mengimplementasikan petunjuk yang telah Allah ﷻ berikan.

Setiap ketenangan hanya dapat dihadirkan melalui perjuangan dan untuk bisa meraih kemenangan kita perlu menggiatkan seluruh amalan yang dicintai Allah ﷻ. Bagi seorang muslim, seluruh urusannya bernilai ibadah, sekecil apapun itu. Seperti makan dengan yang halal dan thayyib, membantu orang lain untuk meringankan kesulitannya, tersenyum, hingga hanya sebatas menciptakan ide kebaikan kecil, di mata Allah ﷻ ini juga dinilai sebagai ibadah dengan syarat harus disertai dengan niat yang  tulus dan murni karena-Nya. Untuk itu, tidak ada lagi rasa gelisah dan takut untuk memulai kebaikan sekecil apapun, ingat bahwa kita memiliki nyala iman yang membuat status kita lebih tinggi di hadapan Allah ﷻ daripada orang-orang yang tidak memiliki iman.

Terakhir, ada satu ayat yang harus menjadi motivasi kita untuk menjadi muslim pemenang. Allah ﷻ berfirman, “Janganlah kamu lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, karena kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.” (Q.S. Ali Imrân [3]: 139).

Marâji’

Yasmin Mogahed. Renungan Cinta dan Kebahagiaan. Bandung: Mizan Media Utama. 2017.

Penyusun:

Husna Amalia Rahmawati

Pendidikan Agama Islam 2017

NIM: 17422178

Mutiara Hikmah

Dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda,

وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ

Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah membaca Kitabullah dan saling mengajarkan satu dan lainnya melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), akan dinaungi rahmat, akan dikeliling para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya.” (H.R. Muslim, no. 2699)

Download Buletin klik disini

Peran Iman Bagi Kehidupan Manusia

Peran Iman Bagi Kehidupan Manusia

Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,  

Pengantar

Iman kepada Allah ﷻ adalah membenarkan dengan hati bahwa Allah ﷻ itu benar-benar ada dengan segala nama dan sifat keagungan, dan kesempurnaannya, kemudian diakui dengan lisan, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata. Jadi, seseorang dapat di katakan sebagai seorang mukmin (orang yang beriman) secara sempurna apabila telah memenuhi ketiga unsur keimanan di atas, Sebab, ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan.

Beriman kepada Allah ﷻ haruslah selalu dipegang oleh setiap orang karena iman tersebut akan menjadi  landasan jelas seseorang  dalam mengerjakan segala aktivitasnya serta menjadi penguat jiwa pada saat mengahadapi masalah sebagaimana firman Allah ﷻ, “Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) dan kepada Kitab (al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Dan barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.”(Q.S. an-Nisâ’ [4]: 136).[1]

Peran Iman Dalam Kehidupan

Iman memegang peranan penting dalam kehidupan, tanpa iman kehidupan manusia seperti kapas yang diterbangkan angin kian kemari. Orang yang tidak beriman hidupnya akan kacau, tidak terarah, dihanyutkan oleh hawa nafsu tanpa ada tujuan yang hakiki. Iman memperbaiki kehidupan manusia yang menggunakan hukum rimba menjadi manusia yang mengetahui bahwa kehidupan mempunyai tujuan.

Peran iman bagaikan cahaya yang menerangi hati, jiwa dan jantung manusia. Kehidupan orang beriman selalu taat kepada perintah Allah ﷻ dan apabila mereka menyimpang atau melanggar peraturan yang telah Allah ﷻ tetapkan maka iman dihatinya akan mengajak dan mengarahkan mereka untuk kembali taat agar tidak terjerumus kedalam kemaksiatan dan perbuatan buruk, seperti itu peran iman dalam kehidupan.

Biologi “Iman”

Dr. Muhammad Mahmud Abdul Qadir dalam bukunya yang telah diterjemahkan oleh Rusydi Malik, dengan judul “Biologi Iman” mengatakan bahwa orang beriman akan selalu dilindungi oleh Allah ﷻ dalam segala gerak-gerik, sikap dan tindak tanduknya, hal itulah yang menjadikan orang beriman selalu merasa tenang, nyaman dan jauh dari rasa stres, takut, pesimis dan  cemas sehingga orang beriman akan terhindar dari berbagai macam penyakit seperti stroke, hipertensi, diabtes dan penyakit dalam lainnya.

Dari segi ilmu biologi, tindakan manusia diatur oleh hormon yang ada dalam tubuhnya. Fungsi biologis tubuh manusia mukmin dipengaruhi oleh imannya, Imannyalah yang  mengatur hormon, selanjutnya membentuk gerak tingkah laku dan akhlak manusia. Kehidupan orang beriman selalu penuh dengan rasa berserah diri kepada Alla ﷻ. Dengan begitu ketenangan dalam hati menjadi mantap, meteran hidup berada di daerah aman, simponi hidup berjalan harmonis. Keseimbangan hormon tetap netral,  keserasian tubuh berjalan dengan wajar. Segala perasaan sedih dan tekanan jiwa berganti dengan kesenangan dan kegembiraan disebabkan mereka percaya bahwa dengan izin dan bantuan Allah ﷻ bagaimanapun masalah yang mereka hadapi pasti akan selesai.[2]

Iman yang kuat haruslah dimiliki oleh semua masyarakat, terkhusus para pemuda. Para pemuda dengan fisik yang masih sehat, kuat, penuh semangat, daya pikir yang masih segar, ditambah dengan kuatnya iman akan menjadikan mereka dapat menimba ilmu dan keterampilan sebanyak-banyaknya, mudah menerima pemikiran dan ide baru sehingga dengan begitu para pemuda akan  menjadi pelopor perubahan bangsa dan negara untuk menjadi lebih baik.

Para pemuda harus menyadari peran mereka sebagai agent of  change, moral force and sosial control selain itu keberadaan para pemuda dengan karakter yang kuat untuk membangun bangsa dan negaranya, memiliki kepribadian tinggi, semangat nasionalisme, berjiwa saing, mampu memahami pengetahuan dan teknologi untuk bersaing secara global akan menjadikan mereka generasi penerus dan pewaris terbaik bagi bangsa dan negara serta menjadi tolak ukur kualitas suatu negara di masa depan. Sebagai agent of  change, moral force and sosial control para pemuda tidak cukup hanya memiliki kemampuan memahami pengetahuan dan teknologi saja, namun mereka harus mampu meningkatkan kualitas iman dan takwa (Imtak) kemudian menjadikan keduanya sebagai kekuatan penguat diri agar mampu mengontrol diri dan tidak terhempas oleh arus perkembangan zaman.[3]

Banyak manusia di zaman ini berfikiran bahwa dunia dengan segala isinya seperti harta, tahta dan wanita merupakan segalanya bagi mereka, sehingga tanpa terasa mereka diperbudak oleh dunia sepanjang hidupnya, disamping itu ada kekhawatiran dan ketakutan yang mereka rasakan bahwa mereka akan mati nantinya dan meninggalkan segala yang mereka miliki. Disinilah peran penting iman bagi kehidupan manusia, iman akan menyadarkan manusia bahwa hakikat kehidupan dunia ini sementara oleh karena itu harus banyak mempersiapkan bekal yang akan dibawa saat meninggal nanti untuk kembali kealam yang abadi yaitu akhirat. Jadi iman itu sangat penting bagi manusia  khususnya bagi pemeluk agama islam agar mendekatkan kita diri kepada Allah ﷻ dan menjadi hamba yang beriman dan bertaqwa.

Cara Meningkatkan Iman

Menurut al-Qur’an, iman bukan semata-mata suatu keyakinan akan benarnya ajaran yang diberikan, melainkan iman itu sebenarnya menerima suatu ajaran sebagai landasan untuk melakukan perbuatan. Adanya iman tentu harus terus dipertahankan dan ditingkatkan, adapun cara meningkatkan iman adalah dengan meningkatkan ilmu tentang mengenal Allah ﷻ yang  mencakup 4 perkara:

  1. Beriman kepada adanya Allah ﷻ
  2. Beriman kepada rububiyah Allah ﷻ, yaitu Dia-lah yang satu-satunya yang menyandang hak rububiyah (menciptakan, mengatur dan memberi rezeki kepada seluruh mahluk-Nya)
  3. Beriman kepada uluhiyah-Nya, yakni Dialah satu-satunya yang berhak diibadahi
  4. Beriman kepada asma dan sifat-Nya (nama dan sifat Allah ﷻ)

Semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang terhadap Allah ﷻ dan kekuasaan-Nya, maka semakin bertambah tinggi iman dan pengagungan serta takutnya kepada Allah ﷻ, merenungkan ciptaan Allah ﷻ, keindahannya, keanekaragamannya, kesempurnaannya, senantiasa meningkatkan ketaqwaan dan meninggalkan maksiat kepada-Nya.

Dengan terus meningkatnya iman akan memberikan pengaruh besar bagi kehidupan manusia seperti menimbulkan ketenangan jiwa, seseorang dengan iman yang kuat pasti dalam menjalani hidupnya akan selalu diliputi rasa tenang dan nyaman semua itu karena dia percaya bahwa apapun masalah yang dihadapinya pasti akan selesai dengan izin dan bantuan Allah ﷻ.

Kemudian dengan meningkatnya iman maka rasa kasih sayang kita kepada sesama juga akan meningkat dengan begitu akan memperkuat tali persaudaraan, seseorang dengan iman kuat akan selalu menggantungkan hidupnya kepada Allah ﷻ semata sehingga tidak akan pernah bergantung dengan sesama manusia lainnya, iman yang dimiliki seseorang tanpa disadari dapat menjadikannya kuat dalam menjalani hidupnya, baik ketika mencari nafkah, mengejar impian dan amalan baik lainnya karena muncul kepercayaan bahwa apa yang dilakukannya merupakan perbuatan yang benar bahkan dapat membantu orang lain. Wallâhu A’lam bish shawwâb.[]

 

Penyusun:

Ghifari Ahmad Dzaky

Marâji’

[1] Azqiara, ‘Pengertian Iman, Islam Dan Ihsan’, IDpengertian.Com (2020)

[2] Ari Cahya Pujianto, ‘Pentingnya Iman Dalam Kehidupan Sehari-Hari’, Islampos.Com (November 2017)

[3] Zainal Abidin, ‘Peran Iman Dan Takwa Dalam Pembangunan Kepemudaan’, Radarsulteng.id (Palu, 2020)

Mutiara Hikmah

Nabi ﷺ bersabda,

لَا تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا، وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

Janganlah engkau remehkan suatu kebajikan sedikitpun, walaupun engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang ceria/bermanis muka”. (H.R. Muslim no. 2626)

Download Buletin klik disini

Beberapa Dosa Yang Sering Dilakukan Anak Muda

Beberapa Dosa Yang Sering Dilakukan Anak Muda

Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,  

Kalau kita mau bandingkan anak muda saat ini dengan masa silam, sungguh jauh berbeda. Anak muda pada masa Nabi ﷺ adalah mereka yang peduli pada agamanya, bahkan membela agama dan nabinya. Mereka juga punya akhlak yang mulia seperti berbakti kepada kedua orang tuanya. Coba bandingkan dengan pemuda saat ini (zaman now). Ada empat dosa yang akan kita temukan dan empat dosa ini dianggap biasa.

1. Durhaka kepada Orang Tua

Sebagaimana di dalam al-Qur’an surah al-Isra Ayat 23 yang memerintahkan untuk berbakti pada orang tua. Allah ﷻ berfirman, “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (Q.S. al-Isra’ [17]: 23)

Kata Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah yang dimaksud dengan ayat di atas, “Janganlah berkata ah, jika kalian melihat sesuatu dari salah satu atau sebagian dari keduanya yang dapat menyakiti manusia. Akan tetapi bersabarlah dari mereka berdua. Lalu raihlah pahala dengan bersabar pada mereka sebagaimana mereka bersabar merawatmu kala kecil.”

Mengenai maksud berkata uff (ah) dalam ayat, dikatakan oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah, “Segala bentuk perkataan keras dan perkataan jelek (pada orang tua, pen.)” Coba perhatikan bentuk kedurhakaan kepada orang tua yang dianggap jelek oleh ulama di masa silam.

Mujahid rahimahullah mengatakan, “Tidak sepantasnya seorang anak menahan tangan kedua orang tuanya yang ingin memukulnya. Begitu juga tidak termasuk sikap berbakti adalah seorang anak memandang kedua orang tuanya dengan pandangan yang tajam. Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya sedih, berarti dia telah mendurhakai keduanya.”

Ka’ab al-Ahbar pernah ditanyakan mengenai perkara yang termasuk bentuk durhaka pada orang tua, beliau mengatakan, “Apabila orang tuamu memerintahkanmu dalam suatu perkara (selama bukan dalam maksiat, pen) namun engkau tidak mentaatinya, berarti engkau telah melakukan berbagai macam kedurhakaan terhadap keduanya.”[1]

Coba perhatikan, banyak ataukah tidak kedurhakaan anak muda saat ini seperti yang ditunjukkan di atas? Betapa banyak anak muda saat ini dengan orang tua saja berbicara keras dan kasar.

2. Pacaran, Suka Nonton Video Porno, Hingga Onani dan Berzina

Padahal zina itu dilarang, dan segala jalan menuju zina pun dilarang. Di antara jalan menuju zina adalah melalui pacaran. Allah ﷻ berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (Q.S. al-Isrâ’ [17]: 32)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan bahwa Allah ﷻ melarang zina dan mendekati zina, serta dilarang pula berbagai penyebab yang dapat mengantarkan kepada zina.[2]

Kita pun dilarang melihat aurat yang lainnya seperti yang terjadi pada video porno yang saat ini jadi kecanduan bagi anak muda. Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallâhu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain. Janganlah pula pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Janganlah seorang laki-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain. Janganlah pula pula seorang wanita berada satu selimut dengan wanita lain.” (H.R. Muslim, no. 338)

Adapun melakukan onani berarti tidak bisa menjaga kemaluannya. Allah ﷻ berfirman, “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (Q.S. al-Ma’ârij [70]: 29-31).

3. Shalat Masih Bolong-Bolong

Padahal shalat itu bagian dari rukun Islam. Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (H.R. Bukhari, no. 8; Muslim, no. 16)

Meninggalkan satu shalat saja begitu berbahaya. Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan shalat.” (H.R. Muslim, no. 82)

4. Sukanya Meniru-Niru Gaya Orang Kafir

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda,  “Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (H.R. Bukhari no. 7319).

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad, 2:50 dan Abu Daud, no. 4031)[3]

Kenapa sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir.”[4]

5. Sengsaranya Anak Muda adalah Kalau Jauh dari Agama

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda, “Allah sangat membenci orang ja’dzari (orang sombong), jawwadz (rakus lagi pelit), suka teriak di pasar (bertengkar berebut hak), bangkai di malam hari (tidur sampai pagi), keledai di siang hari (karena yang dipikir hanya makan), pintar masalah dunia, namun bodoh masalah akhirat.” (H.R. Ibnu Hibban)[5]

Penyusun:

Ardimas

Prodi Teknik Elektro

NIM: 19524046

 

Marâji’

[1] Birr Al-Walidain, hal. 8 karya Ibnul Jauziy

[2] Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:71.

[3] Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269

[4] Majmu’ah Al-Fatawa, 22:154

[5] Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dalam tahqiq Shahih Ibnu Hibban menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih  sesuai syarat Muslim

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,  Nabi ﷺ bersabda,

مَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ تَعَالَى وَمَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ

“Senantiasa mendapat cobaan pada seorang mukmin dan mukminah, baik dari dirinya, anaknya, dan hartanya, hingga ia berjumpa Allah subhanahu wa ta’ala dalam keadaan tiada membawa dosa padanya.” (H.R. at-Tirmidzi, no.2399)

Download Buletin klik disini

5 Tips Mudah Menghafalkan Al-Quran

5 Tips Mudah Menghafalkan Al-Quran

Bismillâh, hamdan laka yâ Allâh. Shalâtan wa taslîman alaika yâ Rasûlallâh.

Teman-teman Pembaca buletin al-Rasikh, pernahkah mempunyai keinginan kuat bisa hafal al-Qur’an? Mungkin bisa dikatakan bahwa keinginan tersebut hampir dimiliki oleh sebagian umat Muslim. Akan tetapi, tak jarang juga orang beranggapan bahwa menghafalkan al-Qur’an itu sulit.

Perumpamaannya adalah seperti kita sedang mencari binatang buruan di hutan. Hafalan kita itu di ibaratkan seperti binatang. Pada awalnya kita akan sulit untuk menemukannya, akan tetapi ketika kita sudah mendapatkannya, maka kita tidak boleh melepaskannya. Jika sudah lepas, maka akan sulit mendapatkannya lagi. Sama halnya ketika kita mengahafal ayat per ayat, maka akan sulit jika kita tidak mengulang-ulangnya. Atau dalam bahasa lainnya disebut muraja’ah. Semakin sering kita mencari binatang buruan, semakin tajam juga naluri kita berburu. Semakin sering kita menghafal, semakin mudah juga kita mengingat firman-Nya. Lalu, apa saja tips menghafal Al-Quran? Yuk kita simak!

  1. Awali Dulu dengan Niat

Terkadang niat itu mudah, yang sulit adalah memantapkan niat di dalam hati. Hujamkan dalam hati kita niat lillahi ta’ala, tanpa mengaharapkan apapun kecuali Ridha-Nya. Perlu dicatat, niat ini sangatlah penting. Maka teman-teman harus bersungguh-sungguh dalam berniat. Karena niat ini adalah pintu pertama yang harus kita lewati sebelum memulai menghafal Al-Quran. Dan dengan niat pula, yakinlah bahwasanya Allah ﷻ akan memudahkan pintu-pintu kemudahan lainnya supaya terbuka. Dan tentunya semakin menyenangkan dalam menghafalkan firman-Nya!

  1. Mulai Hafalan dengan Surah-Surah Pendek

Pernahkan teman-teman mendengar istilah Juz ‘Amma? Juz ‘Amma ini merupakan Juz yang berisi surah-surah pendek Juz 30. Sebenarnya Juz Amma ini boleh dikatakan sebagai tahapan awal seseorang menghafal al-Qur’an. Akan menyenangkan jika kita bisa memulai hafalan-hafalan kita dengan ayat-ayat yang relatif pendek ini.

Teman-teman bisa awali dari Juz 30, sering-seringlah mengulang sampai benar-benar hafal dan menancap di otak. Lalu, teman-teman bisa meneruskan ke Juz 29 dan selanjutnya Juz 28. Kok mundur? Tenang, ini hanya tips berdasarkan pengalaman pribadi penulis. Menurut salah seorang Ustadz semasa di Pesantren, perumpamaan Juz 28 adalah seperti Juz 1-10, mengapa demikian? Di dalam Juz 28 didominasi oleh ayat-ayat yang relatif panjang, sama halnya dengan Juz 1-10. Lalu Juz 29 itu layaknya Juz 11-20 karena dalam rentang Juz tersebut relatif berimbang antara ayat-ayat yang pendek maupun yang panjang. Terakhir adalah Juz 30 di ibaratkan seperti juz 21-30. Yang lebih banyak porsi ayat-ayat pendeknya. Dengan menerapkan tips ini, teman-teman bisa melakukan ‘pemanasan otak’ sebelum memulai dari Juz 1.

  1. Cari Waktu yang Pas, dan Tentukan Target

Memang ada? Tentu saja! Ada beberapa waktu yang disarankan untuk menghafal ayat baru dan me-muraja’ahnya. Jika teman-teman hendak menambah hafalan, sangat disarankan untuk menggunakan waktu sebelum dan setelah subuh. Mengapa demikian? Karena di waktu tersebut kita baru saja bangun tidur (jika pola tidur sesuai pada umumnya). Dan cenderung pikiran kita belum dipenuhi oleh perkara-perkara yang akan terjadi setelah satu hari dilewati. Jika kita baru bangun tidur, berwudlu, shalat Shubuh, lalu mulailah hafalan. Atau teman-teman bisa memulainya sebelum subuh. Bisa diawali dengan shalat malam, lalu sembari menunggu waktu Shubuh bisa digunakan untuk menambah hafalan. In sya Allâh ayat yang dihafal akan cepat masuk otak. Hikmah dibalik waktu tersebut salah satunya adalah bahwa Allah l membukakan pintu ilham selebar-lebarnya.

Selain itu, ada waktu yang pas untuk murojaah hafalan yaitu waktu setelah shalat lima waktu. Muraja’ah bisa juga dilakukan dengan melafalkan hafalannya ketika shalat. Yang perlu dicatat, pasanglah target harian, mingguan, atau bulanan dalam menghafal supaya hafalan kita terencana sesuai target yang dipasang. Tidak perlu langsung memasang target tinggi dalam menghafal. Kita bisa memulainya dengan pelan-pelan. Barulah setalah memulai kebiasaan, datanglah kemudahan. Jangan pernah lupa Ketika sudah menghafal dihari itu juga harus di muraja’ah. Karena hafalan yang baru masuk akan mudah hilang ketika tidak diulang.

  1. Mintalah Tolong Teman Untuk Menyimak Hafalan

Proses ini akan melibatkan orang-orang di sekitar teman-teman sebagai unsur pendukung yang sangat penting. Alangkah baiknya Ketika teman-teman sudah mendapat hafalan, maka mintalah tolong kepada teman yang minimal bacaan al-Qur’annya bagus untuk menyimakkan hafalan tersebut. Atau sebisa mungkin mencari teman penyimak yang juga dalam proses menghafal. Akan jauh lebih baik lagi jika meminta tolong kepada teman yang hafal al-Qur’an. Hal tersebut akan membantu memvalidasi hafalan teman-teman. Jika tahapan ini telah dilakukan, In sya Allah akan meminimalisir kesalahan dalam menghafal. Karena jika ada kesalahan walau satu huruf pun akan berakibat fatal karena akan merubah arti dari ayat yang dihafalkan.

  1. Istiqamah dan Berurutan

Pada dasarnya, inilah bagian yang paling sulit dalam proses menghafal al-Qur’an. Tapi tenang, penulis akan memberikan tips pamungkas di bagian akhir artikel untuk mengatasi kesulitan bagian ini. Mengapa Istiqamah atau kontinuitas menjadi bagian paling sulit dalam proses menghafal? Karena sebagai manusia biasa, seringkali kita dilanda kemalasan karena menuruti hawa nafsu lain. Tapi tak mengapa. Hal tersebut manusiawi. Istiqamah menjadi hal penting karena dengan kontinuitas, kita akan mencapai garis akhir dalam proses menghafal ini setelah kita memulainya dengan susah payah. Percayalah bahwa ketika kita bisa mencapai garis akhir itu dan sekuat mungkin melawan kemalasan, kita akan mendapatkan kepuasan yang tak tertandingi harganya.

Namun, perlu dicatat juga bahwa dalam menghafal kita juga harus mengurutkan juz yang akan kita hafal. Dalam hal ini, kesampingkan dulu tips nomor 2. Jadi, sebenarnya tak salah jika kita loncat hafalan semau kita. Tapi percayalah bahwa itu akan menyulitkan proses menghafal. Karena setelah itu kita dituntut untuk mengurutkan Kembali hafalan yang sudah ‘diloncat-loncat’ tersebut. Merepotkan bukan?

Ikhtitâm

Itulah 5 tips mudah dalam menghafal Al-Quran. Sebagai penutup, penulis akan memberikan tips pamungkas. Yaitu tips jika mengalami kemalasan dalam menghafal. Caranya sangat mudah. Teman-teman bisa melakukan kegiatan apapun yang teman-teman suka selain menghafal. Dan tentunya dengan catatan kegiatan tersebut positif. Bisa dengan bermain sepak bola, badminton, voli, atau olahraga apapun yang teman-teman suka. Atau jika memang mempunyai kebiasaan traveling, gemar menikmati alam, maka tidak perlu ditahan. Kan Allah ﷻ sudah berfirman juga “Sîrû fil Ardhi”, berjalan-jalanlah kamu sekalian di muka bumi ini. Lakukanlah semua kegiatan tersebut secukupnya. Ingat bahwasanya kita mempunyai tanggung jawab menghafal dan menjaga firman-Nya. Percayalah setelah tips pamungkas ini dilakukan, teman-teman akan kembali menghafal dengan hati yang senang dan ikhlas.

Bagaimana? Sudah tertarikkah ingin menghafal firmanNya? Mengapa harus ragu? Cukup sekian, Wal ‘afwu minkum.[]

Penyusun:

Alfaa Rizy

Prodi: Hubungan Internasional, FPSB UII

Mutiara Hikmah

Dari Abu Umamah al-Bahili  a, Nabi ﷺ bersabda,

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ

“Rajinlah membaca al-Quran, karena dia akan menjadi syafaat bagi penghafalnya di hari kiamat.” (H.R. Muslim no.1910).

Download Buletin klik disini

Perkembangan Dakwah Di Era Digital

Perkembangan Dakwah Di Era Digital

Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,  

Pengantar

Dakwah berasal dari bahasa Arab yakni da’ȃ-yad’ȗ, yang artinya menyeru atau memohon, sedangkan dakwah adalah masdar dari da’ȃ-yad’ȗ- da’watan yang berarti seruan atau permohonan. Seperti surat al-Baqarah ayat 186, “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, (maka jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi perintah-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu dalam keadaan kebenaran.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 186).

Dalam ayat ini, dakwah berarti permohonan. Maka, dakwah bisa saja diartikan sebuah ajakan yang bisa saja baik dan juga bisa ajakan yang buruk. Tetapi masyarakat Islam sering memahami bahwa dakwah merupakan ajakan baik yang maksudnya adalah mengajak orang menuju jalan yang benar, jalan yang diridhai Allah ﷻ.

Dari beberapa definisi tentang dakwah, ada yang mengatakan dakwah mempunyai dua pengertian yakni arti sempit dan arti luasnya. Jika arti sempitnya, maka dakwah hanya diartikan sebagai ajakan baik untuk manusia, yang sering disebut dakwah bil-lisȃn, dan biasanya seperti ceramah-ceramah agama yang terjadi di masjid-masjid atau suatu daerah, yang bentuknya hanya sekedar pidato atau memberi ilmu dengan perkataannya. Dakwah bil-lisȃn ini sekarang berkembang menjadi dakwah bil-kitȃbah seperti tulisan-tulisan tentang dakwah atau pengetahuan Islam yang dijadikan buku atau yang ada di majalah.

Sedangkan untuk arti luasnya, maka dakwah tak hanya mengajak dengan perkataannya saja didepan orang banyak, bahkan ia bisa mempengaruhi sekaligus, tentunya dengan cara yang sesuai dengan suasana di tempat atau daerah yang didakwahi. Dakwah yang seperti ini disebut dengan dakwah bil-hȃl, yakni dakwah yang dapat mempengaruhi orang lain dengan perilaku yang dilakukan oleh pendakwah tersebut, jadi tak hanya dengan perkataannya tetapi juga mencerminkan perilaku atau akhlaknya kepada sekelompok orang sehingga mereka dapat terpengaruh karena amal perbuatan pendakwah tersebut dan mulai memilih jalan yang diridhoi oleh Allah ﷻ.

Dakwah Pada Masa Awal Islam

Melihat sejarah Nabi Muhammad ﷺ yang berusaha mengerahkan segala yang dipunya hanya untuk mengajak orang agar berada dalam jalan yang benar. Saat itu, ada beberapa tahapan dakwah, dakwah periode Makkah ada tiga tahapan, yaitu[1]:

  1. Tahapan dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang berlangsung selama tiga tahun.
  2. Tahapan dakwah secara terang-terangan yang berlangsung mulai dari tahun ke-4 nubuwah hingga akhir tahun ke-10.
  3. Tahapan dakwah diluar Makkah, yang saat itu dimulai dari tahun ke-10 nubuwah sampai hijrah ke Madinah.

Usaha Nabi Muhammad ﷺ untuk menyebarkan Islam memang sangat besar, dan begitu banyak tantangan yang dihadapi Nabi Muhammad ﷺ saat mulai mengajak orang-orang untuk memeluk agama Islam. Yang awalnya Nabi Muhammad ﷺ berdakwah secara sembunyi-sembunyi, karena melihat masyarakat Makkah saat itu yang menyembah patung-patung dan berhala-berhala, maka akan membuat mereka tambah berontak jika dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad ﷺ saat itu secara tiba-tiba. Maka dari itu, Nabi Muhammad  ﷺ menampakkan ajaran Islam kepada kerabat terdekat Nabi ﷺ, seperti keluarganya saat itu. Dan orang-orang terdekat Nabi ﷺ saat itu juga tidak meragukan ajakan Nabi ﷺ untuk memeluk agama Islam, mereka mempercayai itu karena mereka juga melihat Nabi ﷺ merupakan orang yang terkenal dengan kejujurannya.

Maka, setelah dakwah secara sembunyi-sembunyi, Rasulullah ﷺ memulai dakwah secara terang-terangan. Dan ini adalah tahapan dakwah yang kedua yang terjadi di Makkah. Rasulullah ﷺ memulai dakwah kepada keluarganya yang masih menyembah berhala. Banyak sekali tantangan yang harus dihadapi Rasulullah ﷺ saat memulai dakwah secara terang-terangan ini, tetapi Rasulullah ﷺ tetap sabar dalam menghadapinya, dan Allah ﷻ juga selalu memberi pertolongan kepada ummat manusia yang berada di jalan-Nya. Terutama pada tahapan dakwah yang ketiga, dakwah diluar Makkah, tantangan yang dihadapi bertambah besar, bahkan ada kaum yang sampai ingin menghabisi Rasulullah ﷺ saat itu, hingga akhirnya pertolongan Allah ﷻ datang untuk melindungi Rasulullah ﷺ.

Dakwah Pada Era Digital

Dengan adanya perkembangan teknologi di era digital ini, maka bertambah sulit pula masalah yang dihadapi. Strategi dakwah dengan adanya perkembangan teknologi juga harus berkembang. Pengembangan strategi dakwah, yaitu dengan mengembangkan nilai-nilai Islam yang dipadukan secara kreatif dan inovatif dan dikaitkan dengan kehidupan masyarakat saat ini. Dakwah seperti ini juga harus mampu mengisi kekosongan hati masyarakat tentang ilmu agama, dan juga mengajarkan tentang perkembangan di masa depan tetapi tetap terkandung nilai-nilai Islam didalamnya.[2]

Dakwah pada era digital sekarang ini juga harus menggunakan strategi, yakni dengan menggunakan teknologi yang ada dengan cara yang bijak dan dapat menebarkan pengaruh positif kepada masyarakat. Karena perkembangan teknologi sekarang tidak bisa dikendalikan, sampai ada juga masyarakat yang tidak bisa mengikuti perkembangan tersebut karena begitu cepatnya,  orang tinggal duduk dan dia juga dapat mendapatkan apa yang ia mau.

Sepesat itu teknologi saat ini berkembang, zaman sekarang juga orang tidak perlu lagi menyibukkan diri untuk pergi jauh, karena semua sudah tersedia dan serba instan. Maka dari itu, media yang digunakan untuk dakwah juga harus memanfaatkan teknologi yang sedang berkembang pesat ini. Media yang digunakan oleh pendakwah harus dapat menyampaikan pesan yang ingin disampaikan dan sesuai dengan keadaan masyarakat saat itu.

Teknik yang digunakan untuk berdakwah juga harus sesuai dengan adat masyarakat, karena dakwah ini bermaksud untuk mengajak masyarakat berbuat baik, dan agar ajaran-ajaran agama Islam bisa sampai kepada mereka. Antara cara dakwah yang berhikmah adalah dengan kelembutan, karena dengan kelembutan seseorang akan merasakan senang karena perilaku lembut yang dilakukan oleh pendakwah, dan dengan cara itu juga orang-orang mau mendengarkan apa yang disampaikan oleh pendakwah tersebut.[3] Karena kelembutan itu akan datang dari hati, dan hal tersebut dapat mempengaruhi orang-orang sekitar. Tak hanya dengan kelembutan, dakwah juga dengan kesabaran. Seperti Rasulullah ﷺ, kesuksesan dakwah Rasul ﷺ karena kesabaran yang beliau miliki sehingga dapat mengetuk pintu hati orang-orang yang dahulu pernah menganggap remeh terhadap Rasulullah ﷺ. Dan dakwah yang dilakukan juga harus dengan rendah hati dan juga rendah diri terhadap semua masyarakat yang beriman.

Maka dari itu, melihat penjelasan diatas dan berkembangnya zaman melalui perkembangan teknologi saat ini, baiknya dakwah dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai wawasan dan pengetahuan yang cukup dengan menggunakan metode dan media yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan kondisi masyarakat saat ini.

Penyusun:

Qonitah Cahyaning Tyas

Prodi PAI 2017

Marâji’

[1] Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri.1414 H. Ar-Rohiq Al-Makhtum. Riyadh: Darussalam. hal. 72

[2] Murniaty Sirajuddin. Pengembangan Strategi Dakwah Melalui Media Internet dalam Jurnal Al-Irsyad An-Nafs, Jurnal Bimbingan Penyuluhan Islam, Vol. 1, No. 1 Desember 2014, hal. 11-23 (13-14)

[3] Khoirun Nisa’. Dakwah Masa Kini (Peran Teknologi Dan Hilangnya Sebuah Keteladanan) dalam Jurnal Ummul Qura, Vol. IX, No. 1 Maret 2017, hal. 1-15 (6)

Mutiara Hikmah

Rasulullah ﷺ bersabda dalam sebuah hadits:

فَإِنَّ الرِّفْقَ لَمْ يَكُنْ فِى شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ نُزِعَ مِنْ شَىْءٍ قَطُّ إِلاَّ شَانَهُ

Sesungguhnya lemah lembut tidaklah ada pada sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah dicabut dari sesuatu kecuali akan memperkeruhnya”(H.R. Abu Dawud, sanad: shahih).

Download Buletin klik disini

Berkata Yang Baik Atau Diam

Berkata Yang Baik Atau Diam

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Pembaca budiman yang senantiasa dirahmati Allah ﷻ. Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah ﷺ, bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar menjelaskan, “Ini adalah sebuah ucapan ringkas yang padat makna; semua perkataan bisa berupa kebaikkan, keburukan, atau salah satu di antara keduanya. Perkataan baik (boleh jadi) tergolong perkataan yang wajib atau sunnah untuk diucapkan. Karenanya, perkataan itu boleh diungkapkan sesuai dengan isinya. Segala perkataan yang berorientasi kepadanya (kepada hal wajib atau sunnah) termasuk dalam kategori perkataan baik. (perkataan) yang tidak termasuk dalam kategori tersebut berarti tergolong perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan. Oleh karena itu, orang yang terseret masuk dalam lubangnya (perkataan jelek atau yang mengarah kepada kejelekan) hendaklah diam.”

Perkataan Sumber Masalah?

Perkataan memang kerap sekali menjadi sumber masalah. Pertengkaran dan perkelahian sering kali terjadi di sekitar kita. Penyebabnya? Hampir semua akar dari permasalahan itu dimulai dari lisan. Mulai dari kesalahpahaman dan adegan saling sindir yang keluar dari mulut. Hal itulah yang menyebabkan perkelahian dan pertengkaran itu terjadi.

Seseorang datang kepada seseorang yang lain dan berkata kepadanya, “Hai gendut, kemarilah! Aku punya sesuatu.” Orang yang dipanggil merasa dirinya dihina dan mengatakan, “Apa maksudmu kawan?” lalu dimulailah adegan perang antara kedua orang itu.

Apa yang bisa kita ambil dari contoh sederhana di atas? Apa hikmah yang dapat kita petik lalu kemudian kita olah sebagai bahan refleksi yang kemudian menelurkan sikap dan perilaku yang lebih baik? Contoh di atas mengajarkan kita untuk membedakan mana benar dan mana baik. Kapan kita harus mengucapkan benar dan kapan juga kita harus mengucapkan baik. Dan organ apakah yang bisa membedakan baik benar tersebut.

Orang yang memanggil tadi benar, karena memang secara fisik orang yang dipanggilnya itu adalah mempunyai lemak berlebih. Akan tetapi itu tidak baik. Kenapa? Ada etika pengucapan yang harus dipikirkan oleh si pemanggil. Pandangan orang kebanyakan, kondisi gendut, miskin, dan lain-lain adalah sebuah aib. Jika sebuah aib itu disebut maka yang muncul adalah rasa penghinaan.

Berpikir Sebelum Berkata

Dibutuhkan pertimbangan dalam mengungkapkan sesuatu, dan kabar baiknya Allahﷻ telah menitipkan sesuatu itu kepada kita yang berbentuk akal. Hal ini senada dengan yang disebutkan oleh Imam An-Nawawi menyebutkan dalam Syarah Arbain, bahwa Imam Syafi’i  mengatakan, “Jika seseorang hendak berbicara maka hendaklah dia berpikir terlebih dahulu. Jika dia merasa bahwa ucapan tersebut tidak merugikannya, silakan diucapkan. Jika dia merasa ucapan tersebut ada mudharatnya atau ia ragu, maka ditahan (jangan bicara).” Sebagian ulama lain berkata, “seandainya kalian yang membelikan kertas untuk para malaikat yang mencatat amal kalian, niscaya kalian akan lebih banyak diam daripada berbicara.”

Seiring berkembangnya zaman yang super cepat ini maka berbicara tidak sebatas pada apa yang terucap dalam lisan. Bahkan kabarnya, jempolpun bisa berkata-kata. Bisa lewat media sosial dan bisa juga lewat media elektronik lainnya. Sehingga pengendalian dalam menyebar informasi makin tidak terbatas. Semua orang bisa mengomentari segala hal, semua orang, dan apapun yang ada di dunia ini. Hal ini cukup mengkhawatirkan mengingat akibat yang ditimbulkan juga tidak sedikit.

Belajar Solusinya

Kualitas bicara seseorang sangat bergantung kepada 3 hal; 1. Memori (ingatan), 2. Bagaimana ia belajar, dan 3. Apa yang ia pelajari. Belajar merupakan proses mendapatkan informasi yang memungkinkan suatu hal terjadi. Mengingat adalah mempertahankan dan menyimpan informasi tersebut. Apa yang dipelajari oleh seseorang melalui penglihatan dan pendengarannya membentuk tata nilai yang ia yakini. Tata nilai tersebut membentuk prosedur baku dalam otak yang berfungsi sebagai processor atas segala masukan informasi penglihatan, pendengaran dan perasaan hatinya. Keluaran dari processor tersebut berupa kata-kata yang diucapkan, ekspresi wajah, sikap dan tindakan.

Apabila seseorang banyak melihat, mendengar dan merasakan sesuatu yang negatif, maka yang masuk dalam memorinya adalah hal-hal negatif. Tata nilai yang terbnetuk dan diyakininya juga menjadi negatif. Akibatnya ia akan mudah bicara dan bertindak negatif.  Sebaliknya apabila banyak melihat, mendengar dan merasakan sesuatu yang positif, maka yang masuk dalam memorinya adalah hal positif pula.

Analogi mudahnya adalah seperti tersaji dua jenis makanan yang berbeda, satu berasal dari makanan yang sehat-sehat, dan satunya lagi berasal dari tumpukan sampah berbau busuk. Manakah yang akan anda pilih? Orang yang waras dan sehat akalnya akan memilih yang pertama. Sayangnya, banyak yang memberikan makanan kepada otaknya berupa informasi-informasi dari tumpukan sampah melalui penglihatan, pendengaran dan perasaan hatinya.

Allah ﷻ berfirman,Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semua akan dimintai pertanggungjawabannya.” (Q.S. al-Isra [17]: 36)

Nasehat Imam Abu Hatim

Imam Abu Hatim Ibnu Hibban al-Busti berkata dalam kitabnya, Raudhah Al-‘Uqala, hal. 45,Orang yang berakal selayaknya lebih banyak diam daripada bicara, karena betapa banyak orang yang menyesal karena bicara dan sedikit yang menyesal karena diam. Orang yang paling celaka dan paling besar mendapat musibah adalah orang yang lisannya senantiasa berbicara, sedangkan pikirannya tidak mau jalan.”

Beliau menambahkan lagi di hal. 47, “Orang yang berakal seharusnya lebih banyak mempergunakan kedua telinganya daripada mulutnya. Dia perlu menyadari bahwa dia diberi dua telinga, sedangkan diberi hanya satu mulut, supaya dia lebih banyak mendengar daripada berbicara. Sering kali orang menyesal pada kemudian hari karena pekataan yang diucapkannya, sementara diamnya tidak akan pernah membawa penyesalan. Menarik diri dari perkataan yang belum diucapkan itu lebih mudah darpiada menarik perkataan yang telah terlanjur diucapkan. Hal itu karena biasanya apabila seseorang tengah berbicara maka perkataan-perkataannya akan menguasai dirinya. Sebaliknya, bila tidak sedang berbicara maka dia akan mempu mengontrol perkataan-perkataanya.”

Tidak ada obat terbaik untuk masalah di atas kecuali tetap introspeksi dan terus belajar. Melatih diri untuk tidak terjerumus dalam hal-hal yang tidak berguna yang bisa berdampak buruk, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.

Rasulullah ﷺ bersabda,Barang siapa yang dapat menjamin untukku lisan dan kemaluannya, aku akan menjamin untuknya surga.” (H.R. Ahmad). Wallâhu a’lam bis shawâb.

 

Marâji’

https://umma.id/post/serial-kutipan-hadits-berkata-baik-atau-diam-304347?lang=id

http://m.muhammadiyah.or.id/id/artikel-berbicara-baik-atau-diam-detail-1391.html

https://tafsirweb.com/4640-quran-surat-al-isra-ayat-36.html

Fatkhur Rohman Khakiki

Mahasiswa Teknik Kimia

FTI UII

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat

(HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Download Buletin klik disini

Keseimbangan Antara Doa Dan Usaha

Keseimbangan Antara Doa Dan Usaha

Bismillahi walhamdulillahi wash-shalatu wassalamu ‘ala rasulillah,

Tujuan utama manusia diciptakan adalah beribadah hanya kepada Allah ﷻ, meskipun ada tujuan lainnya yaitu duniawi. Allah ﷻ berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”(Q.S. adz-Dzariyat [51]: 56).

Tujuan yang bersifat duniawi dapat terhitung sebagai ibadah jika diniatkan untuk ibadah. Contohnya adalah ketika seseorang rutin melakukan aktivitas olahraga dengan niat mendapatkan jasmani yang sehat sehingga dapat beribadah kepada Allah ﷻ dengan maksimal, maka olahraga yang dilakukan dapat dihitung sebagai amal ibadah.

Berusaha dan berdoa merupakan dua hal yang penting ketika seseorang menginginkan sesuatu. Akan tetapi selain dua hal tersebut, terdapat beberapa hal penting yang harus dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh apa yang ia inginkan, yaitu:

  1. Diiringi dengan niat yang baik

Ketika seseorang menginginkan sesuatu, harus diiringi dengan niat yang baik. Ketika seseorang ingin kuliah di jurusan kedokteran, maka harus diniatkan untuk kebaikan dimana ketika lulus dan menjadi dokter, akan membantu orang lain. Niat merupakan suatu hal yang sangat penting, Rasulullah ﷺ bersabda, “Semua amal perbuatan tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Hadits tersebut menjelaskan bahwa perbuatan yang baik dan bermanfaat, jika diiringi dengan niat yang baik, ikhlas dan mengharap keridhaan Allah ﷻ, maka perbuatan tersebut merupakan ibadah.[1] Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan keridhaan Allah ﷻ, sehingga Allah ﷻ memudahkan seseorang untuk memperoleh apa yang diinginkannya.

  1. Berusaha dengan maksimal

Untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan, seseorang harus berusaha dengan semaksimal mungkin agar keinginannya tercapai. Jika seseorang berkeinginan untuk kuliah di jurusan kedokteran, maka ia harus belajar dengan sungguh-sungguh agar bisa kuliah di jurusan kedokteran.

Berusaha untuk memperoleh sesuatu yang diinginkan tidak boleh dengan cara yang haram, seperti suap-menyuap. Tidak dapat dipungkiri bahwa pada zaman saat ini banyak orang yang menginginkan sesuatu tetapi tidak ingin berusaha atau dengan kata lain melalui jalan pintas yakni dengan cara suap. Rasulullah ﷺ bersabda, “Semoga laknat Allah ditimpakan kepada penyuap dan yang disuap” (H.R Ahmad, Ibnu Majah, dll).[2]

  1. Berdoa kepada Allah ﷻ 

Memperoleh sesuatu tidak bisa hanya dengan cara berusaha saja, tetapi harus melibatkan Allah ﷻ di dalamnya, salah satu caranya adalah dengan berdoa. Allah ﷻ berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, Maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 186).

Ibnu Qoyyim berkata, “Doa merupakan sebab terkuat bagi seseorang untuk selamat dari hal yang tidak disukai dan sebab utama meraih hal yang diinginan.[3] Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah selain doa” (H.R. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad).

Dalam berdoa, harus diikuti dengan keyakinan bahwasannya Allah ﷻ akan mendengar doa kita, memberikan pertolongan kepada kita dan mengabulkan doa kita. Rasulullah ﷺ bersabda, “Berdoalah kepada Allah dengan keadaan yakin akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwa Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai” (H.R. Tirmidzi).

  1. Tawakkal kepada Allah

Ibnu Rojab  dalam Jami’ul Ulum wal Hikam mengatakan, “Tawakkal adalah benarnya penyandaran hati pada Allah l untuk meraih berbagai kemaslahatan dan menghilangkan bahaya baik dalam urusan dunia maupun akhirat, menyerahkan semua urusan kepada-Nya serta meyakini dengan sebenar-benarnya bahwa tidak ada yang memberi, menghalangi, mendatangkan bahaya, dan mendatangkan manfaat kecuali Allah ﷻ semata”.[4]

Tawakkal bukan berarti hanya pasrah dengan keputusan Allah ﷻ, tetapi harus diikuti dengan usaha beribadah kepada Allah ﷻ dengan ikhlas, karena jika seseorang selalu beribadah untuk urusan akhiratnya dan menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka urusan dunianya akan mudah untuk didapatkan. Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.” (H.R. Imam Ahmad, Ibnu Majah, Imam Ibnu Hibban, al-Baihaqi).[5]

Jika empat hal diatas dilakukan sebagai bentuk upaya seseorang dalam memperoleh sesuatu, maka keinginannya tersebut dapat terpenuhi tentunya dengan izin dan kehendak Allah ﷻ. Akan tetapi, sering ditemukan bahwasannya seseorang menginginkan sesuatu tetapi ia tidak mendapatkan apa yang ia inginkan walaupun sudah diiringi niat yang baik, berusaha dengan keras, berdoa kepada Allah ﷻ setiap saat hingga berserah diri kepada Allah ﷻ.

Dalam keadaan seperti itu, yang perlu diperhatikan adalah bahwasannya hanya Allah ﷻ yang mengetahui apa saja yang baik dan tidak baik bagi manusia. Sering terlintas di pikiran kita kalau apa yang ingin kita peroleh adalah sesuatu yang baik untuk dilakukan. Akan tetapi hanya Allah ﷻ yang mengetahui baik tidaknya sesuatu, Allah ﷻ berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui” (Q.S. al-Baqarah [2]: 216).

Selain itu, ketika kita sudah melakukan empat hal diatas tetapi tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, hal lain yang harus dilakukan adalah introspeksi diri, bisa jadi dalam usaha kita memperoleh sesuatu, ada sebab-sebab yang menjadi penghalang sehingga apa yang kita inginkan tidak kita dapatkan, contohnya adalah dalam berdoa. Ada beberapa sebab yang menjadi penghalang terkabulnya doa, diantaranya penghalang doa adalah selalu menggunakan barang yang haram, baik makanan, minuman dan pakaian yang kita pakai. Minuman, makanan dan pakaian yang kita pakai yang pada awalnya adalah halal, dapat menjadi haram apabia diperoleh dengan cara yang haram pula, seperti mendapatkannya dengan mencuri, berasal dari harta riba dan lainnya yang dilarang oleh syari’at. Semoga Allah ﷻ memberikan kemudahan kepada kita semua dalam melaksanakan urusan-rurusan yang ada.[]

Muhammad Romzi Wicaksono

Prodi Ahwal Syakhshiyyah, FIAI UII

 

Marâji’

[1] Musthafa Dieb al-Bugha Muhyiddin Mistu. Al-Wafi Syarah Kitab Arba’in An-Nawawiyah. Jakarta: Al-I’tishom. 1998 M. Cet.k-10. hal. 5

[2] https://muslim.or.id/19963-budaya-sogok-menyogok.html

[3] https://rumaysho.com/1734-allah-begitu-ekat-pada-orang-yang-berdoa.html

[4] https://rumaysho.com/68-tawakkal-yang-sebenarnya.html

[5]  https://almanhaj.or.id/12638-jadikanlah-akhirat-sebagai-niatmu-2.html

Mutiara Hikmah

Doa Agar Bisa Mencintai Orang yang Mencintai Allah ﷻ

اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ وَحُبَّ عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ

“Saya memohon agar dapat mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai amal yang dapat mendekatkan diriku kepada cinta-Mu.”

(H.R. Tirmidzi no. 3235 dan Ahmad 5: 243).

Download Buletin klik disini

Sedekah

Sedekah

Bismillâhi wal hamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Sedekah,  sebuah amalan dalam kehidupan seorang muslim yang bisa mendatangkan keberkahan. Dilihat dari maknanya, sedekah (Bahasa Arab transliterasi: shadaqah) berarti  pemberian seorang muslim  kepada orang lain secara sukarela dan ikhlas tanpa dibatasi oleh waktu dan jumlah tertentu. Sedekah lebih luas dari sekedar zakat maupun infak. Karena sedekah tidak hanya berarti mengeluarkan atau menyumbangkan harta. Namun sedekah mencakup segala amal, atau perbuatan baik. Dalam sebuah hadits digambarkan, dari Abu Dzar, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Senyummu di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu[1] (H.R at-Tirmidzi no. 1956, Ibnu Hibban no. 474 dan 529)[2]

Bersedekah bukan hanya identik dengan amalan orang yang kaya saja, orang yang tajir melintir semata.  Banyak cara untuk kita semua bisa melakukan amal yang satu ini. Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Setiap ruas tulang manusia harus disedekahi setiap hari selagi matahari masih terbit. Mendamaikan dua orang (yang berselisih) adalah sedekah, menolong orang hingga ia dapat naik kendaraan atau mengangkatkan barang bawaan ke atas kendaraannya merupakan sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, setiap langkah kaki yang engkau ayunkan menuju ke masjid adalah sedekah dan menyingkirkan aral (rintangan, ranting, paku, kayu, atau sesuatu yang mengganggu) dari jalan juga merupakan sedekah.” (H.R. Bukhari, no. 2989 dan Muslim, no. 1009).

Bersedekah mengingatkan kita bahwa  dunia ini hanyalah tempat persinggahan sementara, jauh dari kata selamanya alias abadi, penuh fatamorgana dan banyak melenakan diri. Dengan bersedekah kita  tau  apa itu arti berbagi, apa itu arti saling mengasihi, melatih diri untuk tidak egois pada apa yang dimiliki, menyadarkan diri bahwa hidup tidak lepas dengan diri kita sendiri, memberi berjuta hikmah dalam perjalanan hidup ini. Dengan bersedekah dapat menjauhkan kita dari banyaknya fitnah dunia terkhusus fitnah harta seperti yang diriwayatkan Ka’ab bin ‘Iyadh a, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, sedangkan fitnah ummatku adalah harta.” (H.R. Tirmidzi no.2336).[3]

Yakinlah bahwa sedekah sama sekali tidak akan mengurangi harta. Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bersabda, “Sedekah tidak akan mengurangi harta” (H.R. Muslim no.2558). Sebuah perhitungan yang tidak bisa dijangkau oleh pola pikir logikanya manusia. Sejatinya, belum ada kisah di dunia ini orang yang sering bersedekah malah tambah miskin, yang ada mereka malah bertambah-tambah hartanya.

Untuk hamba yang gemar bersedekah, Allah ﷻ hadiahkan pahala nan berlipat ganda, penyelamat diri dari marabahaya dunia. Terhindar dari siksa neraka yang panasnya tiada dapat dikata, juga bersedekah bukan memandang seseorang dari status laki-laki atau wanita, semua bisa. Allah ﷻ telah firmankan dalam al-Qur’an bahwa, “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka; dan bagi mereka pahala yang banyak.” (Q.S. al Hadid [57]: 18).

Tidak hanya pahala nan banyak saja, Allah ﷻ menyediakan pintu khusus di surga nanti yang khusus diperuntukan bagi hamba-Nya yang melakoni amalan sedekah semasa di dunia. Pintu surga itu bernama pintu sedekah. Hal ini diperkuat oleh hadits berikut ini “Orang (yang) memberikan dan menyumbangkan dua harta di jalan Allah, maka ia akan dipanggil oleh salah satu dari pintu surga: “Wahai hamba Allah, kemarilah untuk menuju kenikmatan”. Jika ia berasal dari golongan orang-orang yang suka mendirikan shalat, ia akan dipanggil dari pintu Sholat, yang berasal dari kalangan mujahid, maka akan dipanggil dari pintu jihad, jika ia berasal dari golongan yang gemar bersedekah akan dipanggil dari pintu sedekah.” (H.R. Bukhari no.3666, Muslim No. 1027).

Keajaiban Sedekah

Berkaitan dengan sedekah ada sebuah kisah menarik yang dapat kita sibak hikmahnya. Kisah yang diangkatkan ini diambil dari kajian Ustad Khalid Basalamah yang diunggah di youtube dengan judul “kisah nyata sedekah”.[4] Ini kisah mashyur antara seorang ibu di Riyad (Saudi) dikenal dengan sebutan majikan dengan seorang pembantu dari Indonesia. Ibu  majikan tersebut ialah seorang yang  menderita kanker ganas, ia akan  menjalani  operasi  yang terakhir kalinya dalam waktu sebulan lagi dan vonisnya ia tidak akan bertahan lama lagi untuk bisa tetap hidup. Menurut ilmu medisnya keberhasilan operasi tersebut sangat kecil. Berpeluang  10% untuk ia bisa tetap hidup, dan  90% nya lagi berkemungkinan hidupnya berakhir.

Tiga hari pasca vonis tersebut, datang pembantunya dari Indonesia. Setelah seminggu bekerja, Ibu ini senang, dan sangat puas karena begitu telatennya pekerjaan yang dipersembahkan pembantu. Namun selama seminggu itu pula ada suatu hal yang mengganjal bagi si Ibu karena jika sudah siap segala pekerjaannya, pembantu masuk ke kamar mandi, entah apa yang dia lakukan dan lama sekali untuk keluar. Ibu majikan merasa aneh, tapi segan untuk bertanya yang pada akhirnya beliau beranikan juga. Setelah bertanya, pembantu menangis dan berkisah tentang apa yang sedang dialaminya. Ternyata, 12 hari sebelum berangkat, pembantu baru saja melahirkan. Disebabkan kendala problem ekonomi, terpaksa ia tinggalkan anaknya yang masih dalam keadaan menyusu dan diputuskan untuk tetap berangkat ke Saudi. Lamanya di kamar mandi adalah untuk mengeluarkan air susunya yang mestinya diminum oleh anaknya, sebab  jika tidak melakukan hal ini maka akan menyakitkan bagi payudaranya dan membahayakan bagi kesehatannya.

Dalam suasana haru mendengar cerita, ibu majikanpun menangis, ia mengambil keputusan untuk  meminta balik pembantunya ke Indonesia, membelikannya tiket, dan menggaji penuh selama dua tahun. Pada saat itu gaji pembantu adalah sebesar 800 Riyal dikali 24 bulan.  Bagi pembantu ia aman saja untuk tetap bekerja,  tapi bagi Ibu majikan, anak pembantu lebih penting bagi dirinya untuk diurusi. Jika setelah dua tahun tersebut dan ingin berbalik bekerja bersamanya kembali ibu majikan menitipkan nomor handphonenya.

Semenjak pembantunya berangkat, Ibu majikan setiap hari menangis. Menangis karena sangat terharu dan bersyukur karena Allah telah memberinya petunjuk dan jalan untuk melakukan keputusannya tersebut. Dalam setiap tangisnya, si Ibu merasakan keadaannya menjadi lebih baik. Ringkas cerita, tiba masanya untuk melakukan operasi terakhirnya, semua alat  operasi telah disiapkan, akan menemui ajal secara medisnya, setelah di cek, sungguh ajaib. Dokterpun bertanya “kemana Ibu berobat?” karena kankernya sudah tidak ada, tuntas sampai keakar-akarnya, hilang lenyap semuanya, sembuh total. Lalu si Ibu menjawab tidak kemana-mana dan sungguh jika yang dikatakan dokter tersebut benar  itu semua terjadi karena sedekahnya sembari menceritakan kisah yang telah dilaluinya. Subhanallah, dokterpun menangis dan terkesima dengan kisah si Ibu.

Sungguh Allah ﷻ adalah pemilik semua kesembuhan. Kisah ini memberi pelajaran bagi kita semua betapa amalan sedekah itu begitu ajaibnya bagi seorang muslim. Sebagai muslim tentu kita diharuskan untuk berikhtiar menuju kesembuhan. Berobat ke dokter misalnya, sah-sah saja. Memperbanyak berdoa, tentu ini andalannya. Namun ada sebuah amalan yang dapat mempercepat penyembuhan semua. Apakah itu? Ya, bersedekah. Sedekah ini membuktikan kebenaran dari sabda Rasulullah ﷺ “Ujian yang menimpa seseorang pada keluarga, harta, jiwa, anak, dan tetangganya bisa dihapus dengan puasa, shalat, sedekah, dan amar makruf nahi munkar.” (H.R.Bukhari no.3586 dan Muslim no.144)[5]

Darnela Putri

Mahasiswa Magister Ekonomi Islam

MIAI UII

 

Marâji’

[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Sedekah

[2] Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi no. 1956, Ibnu Hibban no. 474 dan 529, dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban, dan dinyatakan hasan oleh at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani dalam “ash-Shahihah” no. 572.

[3] Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2336; Ahmad 4/160; Ibnu Hibbân no. 3223; al-Hâkim 4/318; al-Qudhai dalam Asy-Syihâb no. 1022; dishahihkan oleh syaikh Salîm al-Hilâli dalam Silsilah al-Manahi asy-Syar’iyyah, 4/194

[4] https://www.youtube.com/watch?v=nqTPt2x9NSQ

[5] Diriwayatkan oleh Bukhari no. 3586 dan Muslim no. 144. Kata Ibnu Baththol, hadits ini semakna dengan firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (Q.S. Ath Thagabun [64]: 15) (Lihat Syarh al-Bukhari, Ibnu Baththol, 3/194, asy-Syamilah)

Mutiara Hikmah

Dari Jabir, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,

كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ

Setiap kebaikan adalah sedekah.” (H.R. Bukhari, no.6021 dan Muslim, no.1005 dari hadits Hudzaifah)

Download Buletin klik disini