Mengharap Istiqomah Setelah Ramadhan Usai
Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,
Bulan Ramadhan yang penuh berkah dan sangat dirindukan oleh orang-orang beriman telah pergi meninggalkan kita. Setelah Ramadhan berlalu, tentu kita perlu untuk memperbanyak amal dan menjaga semangat beribadah di bulan Ramadhan secara kontinyu. Jangan sampai setelah Ramadhan usai, kita menjadi tidak bergairah lagi dalam melakukan amal shalih. Seorang mukmin sudah sepatutnya terus meminta keistiqomahan kepada Allah ﷻ, itulah yang kita minta dalam sholat minimal 17 kali dalam sehari lewat doa “ihdinâ ash-shirâthal mustaqîm” yang artinya “Tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus.” (Q.S. al-Fatihah [1]: 6)
Ketika bulan Ramadhan telah usai, kondisi tentu berubah. Yang semula gembong-gembong setan dipenjara oleh Allah ﷻ, sekarang dilepaskan kembali. Inilah ujian bagi kita semua agar senantiasa menjaga ketaqwaan serta istiqamah dalam menjalankan ibadah. Di bawah ini merupakan kiat-kiat menjaga amalan ibadah agar kita senantiasa tetap istiqomah walaupun Ramadlan telah usai,
- Selalu berdoa kepada Allah ﷻ karena istiqomah adalah hidayah dari-Nya
Ummu Salamah a pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Wahai Rasulullah, kenapa engkau lebih sering berdoa dengan doa ‘yâ muqallibal qulûb tsabbit qolbî ‘alaa diinika’ (Wahai Dzat Yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamamu)? Nabi ` menjawab, “Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada diantara jari jemari Allah ﷻ. Siapa saja yang Allah ﷻ kehendaki, maka Allah ﷻ akan memberikan keteguhan dalam iman, namun siapa saja yang dikehendaki, Allah ﷻ pun bisa menyesatkannya.” Setelah itu Mu’adz bin Mu’adz yang meriwayatkan hadits tersebut membacakan ayat ke-8 Surat Ali Imrân yang artinya “Ya Tuhan kami, janganlah engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk kepada kami.” (H.R. Tirmidzi dan Ahmad)
- Senantiasa menjaga ketaqwaan dalam diri
Secara spesifik taqwa artinya meninggalkan kemaksiatan, karena kalau seseorang melakukan kemaksiatan, berarti ia telah menghilangkan penghalangnya dengan neraka. Lalu siapakah orang bertaqwa itu? Yaitu ia yang senantiasa menunaikan hak-hak Allah ﷻ dan hak manusia. Adapun hak Allah ﷻ yang perlu diperhatikan terdapat dua poin, pertama, seseorang yang sudah menjalankan ketaatan dan kewajiban, seperti shalat, zakat, puasa, naik haji. Kedua, seseorang yang sudah meninggalkan segala bentuk larangan-Nya.
Adapun yang berkaitan dengan hak manusia juga memiliki dua poin, pertama, seseorang yang sudah menunaikan hak orang-orang disekitarnya seperti ibu, bapak, anak, suami, istri, tetangga dan kerabat lainnya. Kedua, yaitu tidak berbuat dzolim kepada orang lain. Jika anda mampu menjalankan keempat poin diatas, maka anda adalah orang yang bertakwa kepada Allah ﷻ.
- Berusaha menjaga keikhlasan dalam beribadah
Amalan yang dilakukan ikhlas karena Allah ﷻ itulah yang diperintahkan sebagaimana disebutkan dalam ayat yang artinya, “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus” (Q.S. al-Bayyinah [98]: 5). Tidak diragukan lagi bahwa keikhlasan membutuhkan kesungguhan yang tinggi hingga seorang hamba meraihnya dengan sempurna.
- Rutin beramal walau sedikit
Amal yang dilakukan secara kontinyu walaupun sedikit itu lebih dicintai Allah ﷻ dibanding amalan yang langsung banyak tetapi tidak konsisten. Disebutkan dalam hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ. bersabda, “Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinyu walaupun sedikit.” (H.R. Bukhori no. 6465; Muslim, no. 783)
- Rajin koreksi diri atau muhasabah
Ketika kita rajin bermuhasabah, maka diri kita akan selalu berusaha menjadi lebih baik, bahkan Allah ﷻ memerintahkan kepada kita untuk rajin bermuhasabah atau introspeksi diri. Ibnu Katsir berkata, “Hisablah atau koreksilah diri kalian sebelum kalian dihisab. Siapkanlah amalan shalih kalian sebelum berjumpa dengan hari kiamat dimana harus berhadapan dengan Allah subhanahu wata’ala[1] .” Barometer keimanan seorang mukmin sangat ditentukan oleh sejauh mana ia menerapkan muhasabah dalam kehidupannya. Keimanan tanpa muhasabah adalah hampa, bahkan dapat berbuah nestapa.
- Memilih teman bergaul yang baik
Manfaat bergaul dengan teman yang baik yaitu kita akan terus termotivasi untuk melakukan ketaatan bersamanya dan bisa saling ber-amar makruf nahi mungkar. Sehingga kita bisa terus beristiqomah untuk senantiasa melakukan amal shalih. Diriwayatkan dari Abu Musa, Nabi ﷺ bersabda, “Seseorang yang duduk atau berteman dengan orang shalih dan orang yang buruk, bagaikan bertemen dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi, pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu, engkau bisa membeli minyak wangi darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat bau asapnya yang tidak sedap.“ (H.R. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)
- Selalu mengingat bahwa ajal tidak tahu kapan akan datang
Ibnu Umar berkata, “Suatu hari aku duduk bersama Rasulullah ﷺ, tiba-tiba datang seorang lelaki dari kalangan Anshar, kemudian ia mengucapkan salam kepada Nabi ﷺ dan bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang mukmin yang paing utama?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paing baik akhlaknya.’ Kemudian ia bertanya lagi, ‘Siapakah orang mukmin yang paing cerdas?’ Rasulullah menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat mati, kemudian yang paing baik dalam mempersiapkan kematian tersebut, itulah orang yang paing cerdas.” (H.R. Ibnu Majah, Thabrani, dan al-Haitsamy)
Orang yang cerdas adalah orang yang tahu persis tujuan hidupnya. Kemudian mempersiapkan sebaik-baiknya demi tercapainya tujuan tersebut. Tujuan manusia hidup di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah ﷻ hingga akhir hayatnya. Seseorang dituntut untuk selalu memperbaiki amalannya, sehingga ketika ajal itu datang di waktu kapanpun dia sedang berada dalam kondisi yang baik.
Akhirnya kita memohon kepada Allah ﷻ agar senantiasa memberi kita petunjuk dan taufik untuk tetap beramal saleh selepas Ramadhan ini. Semoga amalan kita di bulan Ramadhan, seperti amalan puasa, sholat malam, tilawah al-Qur’an, bersedekah, dan lainnya diterima oleh Allah l dan semoga kita diberi keistiqomahan serta diberi keistimewaan untuk bertemu bulan Ramadhan berikutnya. Wa Allahu a’lam bish Shawwâb.[]
[1] Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8, Vol. 7, Bogor: Pustaka Imam Syafi’i, 2004, hal. 123
Penyusun:
Ulfa Indriani, S.Pd
Mutiara Hikmah
Rasulullah ﷺ bersabda,
إنَّ أَحَبَّ الْأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَدْوَمُهُ وَإِنْ قَلَّ
“Amal (ibadah) yang paling dicintai Allah Subhanahu wa ta’ala adalah amal yang paling terus-menerus dikerjakan meskipun sedikit.” (H.R. Al-Bukhari No. 6099 dan Muslim No. 783)