KEUTAMAAN BULAN HARAM (ASYHURUL HURUM)
Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘ala rasulillâh,
Saudaraku kaum muslimin yang dirahmati Allahﷻ, sudah diketahui bahwa kita sudah memasuki bulan Dzulqa’dah. Artinya tiga bulan berturut-turut mulai Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan satu bulan lagi terpisah yaitu bulan Rajab, menjadi bagian dari bulan haram (bulan yang dimuliakan). Bulan-bulan ini dinamakan bulan haram karena kemuliaannya. Segala amal shalih yang dikerjakan akan mendapatkan pahala lebih besar dari pada di bulan lainnya. Begitupun sebaliknya segala perbuatan dosa yang dikerjakan akan mendapat siksaan yang lebih besar dari pada bulan lainnya.
Hal ini sesuai degan firman Allahﷻ dalam surah At-Taubah ayat 36, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan dalam ketetapan Allah, di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya ada empat bulan yang haram, itulah ketetapan agama yang lurus maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (Q.S. at Taubah [9]: 36)
Bulan-bulan haram sangat dimuliakan, sehingga tidak boleh berbuat kezhaliman, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Bentuk kezhaliman dapat berupa meninggalkan apa yang diwajibkan Allahﷻ dan melakukan apa yang dilarang Allahﷻ. Di luar bulan-bulan haram, tentu saja ketentuan tersebut juga berlaku.
Hanya saja ketika bulan haram lebih ditekankan, karena pahala dan dosa yang didapat lebih besar dari pada bulan lainnya. Sehingga umat Islam sangat dianjurkan untuk memperbanyak ibadah, seperti shalat, puasa, haji dan lain sebagainya. Selain keutamaan tersebut, peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalan bulan haram menambah kelengkapan dari keistimewaan bulan-bulan ini.
- Dzulqa’dah.
Secara bahasa, Dzulqa’dah terdiri dari dua kata: Dzul, yang artinya: Sesuatu yang memiliki dan al Qa’dah, yang artinya tempat yang diduduki. Bulan ini disebut Dzulqa’dah, karena pada bulan ini, kebiasaan masyarakat arab duduk (tidak bepergian) di daerahnya dan tidak melakukan perjalanan atau peperangan. (al-Mu’jam al-Wasith, kata: al-Qa’dah)[1]
Begitu juga orang-orang Arab dulu tidak melakukan peperangan (qu’ud ‘anil qitaal). Bulan ini juga menjadi salah satu rangkaian dari bulan haji, yaitu Dzulqa’dah dan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Oleh karena itu, tidak sah ihram untuk haji apabila dilakukan selain waktu tersebut. Keistimewaan bulan ini adalah 30 malam dari bulan Dzulqa’dah telah disebutkan oleh Allahﷻ dalam surah al-A’raf ayat 142, “Dan kami telah menjanjikan kepada Musa untuk memberikan kepadanya kitab Taurat setelah berlalu tiga puluh malam (bulan Dzulqa’dah), dan kami sempurnakan jumlah itu dengan sepuluh malam lagi (sepuluh malam pertama bulan Dzulhijjah), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya menjadi empat puluh malam. Dan Musa berkata kepada saudaranya, yaitu Harun, “Gantikanlah aku dalam memimpin kaummu, dan janganlah engkau mengikuti jalan orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. al-A’râf [7]: 142)[2]
- Dzulhijjah.
Bulan Dzulhijjah menjadi bulan berkumpulnya ibadah-ibadah utama, seperti shalat, puasa, haji dan qurban. Maka wajar jika bulan ini termasuk bulan yang dimuliakan. Bulan Dzulhijjah memiliki banyak keutamaan, salah satunya terletak pada sepuluh hari pertama.
Selain itu sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah juga dijadikan sebagai salah satu media bersumpah oleh Allahﷻ. Hal ini termaktub dalam surah al-Fajr ayat ke-2, “Dan (demi) malam-malam yang sepuluh.” Kemuliaan bulan ini juga selaras dengan banyaknya peristiwa penting yang menyertainya, seperti kisah Nabi Ibrahim yang diperintahakan Allahﷻ untuk menyembelih Nabi Ismail. Kemudian pada tanggal 10 Dzulhijjah, umat Islam merayakan hari raya Idul Adha. Pada bulan ini juga Allahﷻ memerintahkan umat Islam untuk melaksanakan ibadah haji, dan qurban.[3]
- Muharram
Bulan ini dinamakan muharram karena bangsa Arab dulu telah sepakat untuk mengharamkan peperangan pada bulan ini. Di bulan Muharram terdapat hari Asyura yang merupakan hari kesepuluh dari bulan ini dan mempunyai keutamaan yang sangat besar. Sehingga umat Islam sangat dianjurkan untuk berpuasa, sebagaimana hadits dari Abu Qatadah, beliau mengatakan, “Nabiﷺ ditanya mengenai keistimewaan puasa ’Asyura? Beliau menjawab, ”Puasa ’Asyura akan menghapus dosa setahun yang lalu.” (H.R. Muslim 1162). Dalam riwayat lain disebutkan, dari Abu Hurairah, Nabiﷺ bersabda, “Sebaik-baik puasa setelah Ramadlan adalah puasa di bulan Allah, bulan Muharram.” (H.R. Muslim)
Ada satu hari yang sangat dimuliakan oleh para umat beragama. Hari itu adalah hari Asyura’. Orang Yahudi memuliakan hari ini, karena hari Asyura’ adalah hari kemenangan Musa bersama Bani Israil dari penjajahan Fir’aun dan bala tentaranya. Dari Ibnu Abbas, beliau menceritakan, “Rasulullahﷺ menuju kota Madinah ketika orang-orang Yahudi sedang berpuasa hari Asyura, kemudian Nabiﷺ bersabda,”Hari apa ini, hingga membuat kalian berpuasa? Mereka menjawab, “Hari ini hari mulia, hari dimana Allahﷻ telah menyelamatkan Musa dari kejaran Fir’aun bersama kaumnya dan menenggelamkan mereka. Mereka berpuasa di hari ni sebagai tanda syukur.” Rasulullahﷺ pun bersabda, “Kita lebih berhak atas Musa dari pada kalian”. Kemudian Rasullullah pun berpuasa seketika itu dan memerintahkan kaum muslimin untuk berpuasa (H.R. Bukhari).[4]
- Rajab.
Dinamakan bulan Rajab, dari kata rajjaba – yurajjibu yang artinya mengagungkan. Bulan ini dinamakan Rajab karena bulan ini diagungkan masyarakat Arab.[5] Seperti yang disebutkan dalam hadits, Nabiﷺ bersabda, “Sesungguhnya zaman berputar sebagaimana kondisinya, ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun ada dua belas bulan, diantaranya empat bulan haram. Tiga bulan ber-turut-turut: Dzul Qa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan satu bulan: Rajab suku Mudhar, yaitu bulan antara Jumadi (tsaniyah) dan sya’ban.” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)
Disebut “Rajab suku Mudhar” karena suku Mudhar adalah suku yang paling menjaga kehormatan bulan Rajab, dibandingkan suku-suku yang lain. Kemudian, Nabiﷺ memberi batasan: antara Jumadil (tsaniyah) dan sya’ban, sebagai bentuk menguatkan makna. (Umdatul Qori, 26/305)[6]
Dengan demikian, masing-masing bulan haram memiliki keistimewaan yang telah dijamin oleh Allahﷻ. Oleh karena itu, hendaknya umat Islam memanfaatkan bulan-bulan tersebut untuk mendekatkan diri kepada Allahﷻ dengan meningkatkan kualitas ibadahnya.
[1] Baca selengkapnya: https://konsultasisyariah.com/28225-mengenal-bulan-dzulqadah.html
[2] Rohmad, Nur. Keutamaan Bulan Dzulqa’dah dan Peristiwa Penting di Dalamnya. https://islam.nu.or.id/post/read/121402/khutbah-jumat-keutamaan-bulan-dzulqadah-dan-peristiwa-penting-di-dalamnya. 2020
[3] Luthfi, Hanif. Amalan Ibadah Bulan Dzulhijjah. Jakarta: Rumah Fiqih. 2020
[4] Sa’adah, Siti Zumratus. Menggapai Berkah di Bulan-Bulan Hijriyah. Jakarta: Pustaka Al-Kausar. 2015 (muharam)
[5] Keterangan Al Ashma’i, dikutip dari Lathaiful Ma’arif, hal. 210
[6] Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/2045-bulan-rajab.html
Penyusun:
Nailis Sa’dah, S.Hub.Int
Alumni FPSB UII
Mutiara Hikmah
Dari Abu Hurairah n, beliau mengatakan,
أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلاَثٍ لاَ أَدَعُهُنَّ حَتَّى أَمُوتَ: صَوْمِ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلاَةِ الضُّحَى، وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ
“Kekasihku berwasiat kepadaku dengan 3 hal, agar jangan sampai kutinggalkan sampai aku mati: Puasa 3 hari setiap bulan, shalat dhuha, dan tidur setelah witir.” (H.R. Bukhari no.1178, dan Muslim no. 721).