Dampak Riba Terhadap Diri Sendiri, Masyarakat dan Ekonomi
Dampak Riba Terhadap Diri Sendiri, Masyarakat dan Ekonomi
Muhammad Raihan Akbar
*Mahasiswa Prodi Ekonomi Islam
Bismillâhi walhamdulillâhi wash shalâtu was salâmu ‘alâ rasûlillâh,
Seorang muslim meyakini bahwa segala sesuatu yang diharamkan Allah ﷻ pasti berdampak buruk pada manusia. Karena Allah ﷻ Maha bijaksana dan tidak mungkin melarang sesuatu yang berguna bagi hamba-Nya.
Dampak Buruk Riba bagi Pribadi
Tak bisa dipungkiri, riba yang diharamkan oleh Allah ﷻ yang merupakan salah satu dosa besar pasti berakibat buruk terhadap pribadi, masyarakat dan ekonomi. Dr. Abdul Aziz Ismail dalam bukunya “Islam dan Kedokteran Modern” menyatakan bahwa riba merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit gangguan jantung1.
Dikarenakan seorang murabi (pelaku riba/rentenir) memiliki sifat tamak dan kikir terhadap harta bahkan sampai pada tahap sebagai pemuja harta. Padahal roda ekonomi berputar tidak selamanya searah dan teratur. Maka tatkala terjadi gunjang-ganjing ekonomi tidak jarang penyakit jantung berjangkit, melanda para pelaku riba dengan gejala tekanan darah tinggi, bahkan berakibat stroke, pendarahan di otak dan mati mendadak.
Seorang pelaku riba sebagai pemuja harta tidak memiliki sifat belas kasih. Padahal sifat belas kasih sangat dibutuhkan oleh setiap pribadi. Karena sifat ini merupakan ciri khas manusia maka orang yang tidak memilikinya dikatakan tidak berperikemanusiaan. Dalam kenyataannya, rentenir dikenal dengan julukan lintah darat, dimana dia menghisap darah orang yang diberi kredit tanpa belas kasih. Dia tidak memperdulikan isak tangis dan rintihan orang yang diberinya kredit untuk diberi kesempatan agar dapat membayar hutang dan bunganya. Dia serta merta menyita rumah dan tanah penerima kredit untuk menutupi hutang dan bunga tanpa memikirkan kondisi si miskin. Sifat perikemanusiaan tersebut bukan saja dicabut dari hati pelaku riba perorangan, termasuk juga pelaku riba dalam sebuah institusi.
Dampak Buruk bagi Kehidupan Masyarakat
Selanjutnya dampak riba terhadap kehidupan masyarakat. Ciri khas masyarakat madani ditandai dengan hubungan saling mencintai diantara individu anggota masyarakat, bagaikan satu tubuh. Bila salah satu oragannya sakit maka organ yang lain juga merasakan perihnya. Kondisi ini tidak mungkin tercipta, jika terdapat seorang anggota masyarakat yang melakukan praktik riba. Karena ia tanpa perikemanusiaan selalu berusaha menghisap harta setiap anggota masyarakat yang lainnya.
Dalam kitab “Mausu’ah iqtishadiyyah” (ensiklopedi ekonomi) disebutkan yang artinya, “Riba memainkan peranan penting dalam kehancuran masyarakat terdahulu, dimana pemberi pinjaman tanpa belas kasih menyita kebun para penerima pinjaman ketika mereka tidak mampu membayar hutang yang menjadi berlipat ganda karena ditambah bunga. Jika harga kebun belum mencukupi untuk menutup hutang yang sudah belipat ganda itu maka mereka merampas hak kemerdekaannya para peminjam dan menjadikan mereka para budak yang diperjual-belikan”2.
Bila para penerima pinjaman tersebut sudah tidak lagi memiliki rumah tempat tinggal dan lahan bercocok tanam untuk menutupi kebutuhan pokok mereka dan keluarganya, sangat mungkin mereka akan menempuh jalan pintas yang tidak terhormat guna menyambung hidup mereka dan anak-anak mereka. Maka bermunculanlah berbagai tindakan kejahatan: pencurian, penodongan, perampokan, dan lain sebagainya. Dengan demikian hilanglah rasa aman dan ketentraman dalam masyarakat tersebut berganti menjadi: ketakutan, penindasan dan tidak jarang berakhir dengan pembunuhan.
Dampak Buruk Riba bagi Perkembangan Ekonomi
Banyak akibat buruk riba yang dijelaskan oleh para ekonom muslim dan non muslim terhadap ekonomi, diantaranya merusak sumber daya manusia dan juga penyebab terjadinya inflasi. Sumber daya manusia merupakan penggerak utama roda ekonomi. Maka rusaknya sumber daya manusia berarti rusaknya ekonomi negara tersebut.
Ar-Razy (wafat 606H) dalam tafsirnya menjelaskan bagaimana peranan riba menciptakan manusia yang malas bekerja dan takut mengambil risiko untuk mengembangkan hartanya. Ia berkata, “Allah telah mengharamkan riba, karena riba menghalangi manusia untuk giat berusaha. Seorang pemilik dirham bila yakin akan meraih laba dari akad riba dengan cara meminjamkan uang ke pihak lain tanpa harus mengeluarkan keringat dan tanpa menuai kerugian, tentu dia tidak akan mau bekerja yang belum tentu akan mendapatkan laba dan mungkin yang terjadi sebaliknya, ia malah menderita kerugian.
Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan terhalanginya kemaslahatan umat manusia. Karena kemaslahatan dunia tidak akan berjalan dengan baik tanpa perdagangan, kerja dan pembangunan”3.
Selanjutnya yaitu riba menjadi penyebab utama terjadinya inflasi, secara pengertian inflasi yaitu keadaan perekonomian yang ditandai oleh kenaikan harga secara cepat sehingga berdampak pada menurunnya daya beli sebuah mata uang.
Penyebab utama terjadinya inflasi adalah riba, karena produsen yang mendapatkan modal dari pinjaman berbunga berarti akan menambah bunga yang harus dibayarnya kepada debitur ke dalam harga barang produksinya. Jadi harga jual barang yang diproduksi sama dengan biaya produksi ditambah bunga.4
Jika suku bunga naik, secara langsung harga barang dan jasa menjadi naik sehingga daya beli mata uang menjadi turun. Ini yang dinamakan cost-push inflation (inflasi yang disebabkan oleh dorongan biaya produksi).
Jika suku bunga turun maka permintaan kredit menjadi tinggi. Bank-bank pemberi kredit memberikan kredit jauh lebih besar dari fisik uang yang mereka miliki. Maka bila jumlah uang lebih banyak dari yang semestinya terjadilah inflasi yang dinamakan demand-pull inflation (inflasi karena mengikuti permintaan)5.
Ini membuktikan bahwa suku bunga yang hakikatnya adalah riba merupakan penyebab utama turunnya daya beli mata uang terhadap barang. Dengan turunnya daya beli mata uang maka seluruh uang negara tersebut akan berkurang nilai tukarnya. Misalnya, seseorang yang memiliki uang 5 juta rupiah dalam rentan waktu beberapa tahun ke depan, nilai tukarnya terhadap barang akan turun. Bisa jadi menjadi senilai 4 juta rupiah walaupun nominalnya masih tetap 5 juta rupiah.
Mungkin ini makna firman Allah ﷻ, “Allah memusnahkan harta riba (secara berangsur-angsur)”. (QS. Al-Baqarah [2]: 276). Kondisi harta riba lenyap secara berangsur tepat sekali untuk gambaran inflasi, dimana daya beli uang berkurang secara berangsur disebabkan oleh riba.
Bisa dibayangkan betapa besar dosa berbuat riba. Memang tampak luarnya pihak bank menarik riba (bunga) dari seorang pengusaha yang dianggap kaya, tapi pada hakikatnya bank tidak menarik bunga dari pengusaha tersebut, melainkan dari pengguna akhir barang atau jasa yang dihasilkan oleh pengusaha tersebut. Dengan demikian yang membayar (bunga) atau riba adalah jutaan manusia yang kebanyakan mereka dari rakyat jelata.
Dapat dibayangkan betapa besar kezaliman yang diakibatkan oleh riba yang merupakan penyebab utama inflasi. Dimana lebih dari 200 juta penduduk Indonesia akan merasakan dampaknya, yaitu berkurangnya daya beli uang yang mereka dapatkan dari hasil jerih payah yang dikumpulkan dalam waktu yang tidak sebentar. Lalu daya beli uang yang terkumpul mendadak turun dalam sekejap mata karena terjadinya hyperinflasi. Wa Allâhu a’alam.[]
Maraji’:
1 Sulaiman Al Asyqar. Qodhaya fiqhiyyah Muashirah. Jilid II, h. 61.
2 Ar Razy. Mafatih al ghaib. Jilid II. h.358.
3 Sulaiman Al Asyqar. Qodhaya fiqhiyyah Muashirah. jilid II, h.61.
4 Abdullah Al Umrani. Al Manfa’atu fil Qardh. h.449.
5 Sulaiman Al Asyqar. Qodhaya… h. 65. dan Erwandi Tarmizi, MA Harta Haram Muamalat Kontemporer. Cet.Ke-22. h.396-398