JANGAN PERNAH LELAH UNTUK KEMBALI
Oleh: Yonatan Y. Anggara*
Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,
Kembalilah wahai manusia…
Tundukkan wajahmu pada yang Maha Kuasa
Tengadahkan tanganmu dan mulailah berdoa
Niscaya nikmat-Nya selalu kan turun selamanya
(K.H. Hasan Abdullah Sahal)[1]
Dampak Makasiat
Sepetik syair yang di tulis oleh K.H. Hasan Abdullah Sahal memiliki makna sedalam lautan, seluas langit. Seolah menjawab segenap keresahan dan kegelisahan yang barangkali sering kita alami dalam menjalani hidup sebagai seorang manusia. Segala kesusahan dalam setiap urusan, segala kesempitan dalam setiap apa yang diikhtiarkan juga segala kegelisahan yang tidak pernah tahu dari mana datangnya. Tidak lain dan tidak bukan hal itu terlahir dari hati yang tidak pada pada tempatnya. Hati yang telah terisi kedurhakaan pada Allah semesta alam.
Sebagaimana nasehat Ibnu Qayyim rahimahullah bahwa kemaksiatan akan menyebabkan sulitnya segala urusan, sehingga tidaklah seorang manusia menuju sebuah urusan kecuali ia dapati dalam keadaan buntu. Memiliki kekuatan ilmu tentang betapa buruknya dampak perbuatan maksiat serta jeleknya akibat yang ditimbulkannya dan juga bahaya yang timbul sesudahnya yaitu berupa muramnya wajah, kegelapan hati, sempitnya hati dan gundah gulana yang menyelimuti diri karena dosa-dosa itu akan membuat hati menjadi mati.[2]
Maksiat akan menjadi hijab bagi doa-doa kita, Ibnu Rajab berkata, “Janganlah engkau memperlambat terkabulnya do’a dengan engkau menempuh jalan maksiat.”[3] Maksiat akan menjadi penghalang dari segala kebaikan, sehingga seseorang yang sering melakukan maksiat akan semakin jauh dari hidayah Allahﷻ.
Ustadz kami di Pondok pernah menasehati yang bunyinya seperti ini, “Cara merayu Allah agar doa diijabah adalah dengan melaksanakan amal ibadah. Jika seandainya doa ibarat paket yang dikirim, maka maksiat adalah penghalang dan pelambat paket itu datang ke tujuan”. Kondisi hati orang-orang yang bermaksiat pada Allah. Hati yang bermaksiat akan Allah sempitkan di tengah kelapangan yang ia miliki. Hati yang bermaksiat akan Allah gelisahkan di tengah kemudahan hidupnya. Hati yang bermaksiat akan Allah buntukan urusannya ditengah banyaknya jalan yang seolah terlihat.
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” (Q.S Thâhâ [20]: 124). Maksudnya, dia akan mendapatkan kesengsaraan dan kesusahan. Dalam tafsirnya Ibnu Katsir berkata, “Di dunia, dia tidak akan mendapatkan ketenangan dan ketenteraman. Hatinya gelisah yang diakibatkan kesesatannya. Meskipun dhahirnya nampak begitu enak, bisa mengenakan pakaian yang ia kehendaki, bisa mengkonsumsi jenis makanan apa saja yang ia inginkan, dan bisa tinggal dimana saja yang ia kehendaki; selama ia belum sampai kepada keyakinan dan petunjuk, maka hatinya akan senantiasa gelisah, bingung, ragu dan masih terus saja ragu. Inilah bagian dari kehidupan yang sempit”.[4]
Tidakkah kita ingin punya hati yang setenang Ibnu Taimiyah seabagaimana yang disampaikan oleh Ibn Qayyim “ia adalah orang paling bahagia yang pernah saya temui”. Padahal kita tahu bahwa beliau tidak tinggal di istana atau bangunan megah melainkan di dalam penjara sempit nan kumuh. Tidakkah kita ingin punya urusan seajaib Yusuf? Yang meskipun banyak sekali kesusahan yang dihadapi namun berakhir dengan indah. Tidakkah kita ingin punya urusan yang dimudahkan sebagaimana Yunus? Yang meskipun terhimpit masalah namun keluar darinya dengan sebaik baik keadaan. Tidakkah kita ingin punya kisah seindah Zakaria? Yang selepas 80 tahun berdoa, ditengah kemustahilan akhirnya cita-citanya ingin punya keturunan Allah mudahkan.
Kembalilah Wahai Hati!
Untuk kita yang sering bertanya mengapa segala urusan menjadi buntu. Mengapa sangat susah mengerjakan sesuatu yang dengan mudah dikerjakan oleh kebanyakan orang. Mengapa begitu susah mendapatkan apa yang terlihat mudah bagi orang lain. Maka kembalilah agar semua mudah dalam mengerjakan kebaikan.
Tidak ada hari yang paling mengkhawatirkan selain hari dimana kita berbuat maksiat kepada Allahﷻ sedang kita melakukannya tanpa ada rasa bersalah, dan tidak ada hari yang paling membahagiakan melainkan kita sungkurkan hati kita kepada Allahﷻ untuk bertaubat. Maka kembalilah kepada Allah, Maha Pemilik segenap urusan. Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dari Anas bin Mâlik radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasûlullâh ﷺ bersabda, ‘Allâh Azza wa Jalla berfirman, ‘Hai anak Adam! Sesungguhnya selama engkau berdo’a dan berharap hanya kepada-Ku, niscaya Aku mengampuni dosa-dosa yang telah engkau lakukan dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Seandainya dosa-dosamu setinggi langit, kemudian engkau minta ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampunimu dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam ! Jika engkau datang kepadaku dengan membawa dosa-dosa yang hampir memenuhi bumi kemudian engkau bertemu dengan-Ku dalam keadaan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku datang kepadamu dengan memberikan ampunan sepenuh bumi.” (H.R. at-Tirmidzi)
Jangan Pernah Lelah Untuk Kembali
Sebanyak apa kita berbuat salah maka sebanyak itu pula Allahﷻ akan tetap membuka pintu taubat. Oleh karena itu, jangan pernah lelah untuk kembali kepada Allah dengan beristighfar dan bertaubat.
Allah sungguh mencintai orang-orang yang kembali kepada-Nya, dalam salah satu hadits riwayat disebutkan dari Abu Hamzah Anas bin Malik al-Anshari, pembatu Rasulullahﷺ, beliau berkata bahwa beliau n bersabda, “Sesungguhnya Allah itu begitu bergembira dengan taubat hamba-Nya melebihi kegembiraan seseorang di antara kalian yang menemukan kembali untanya yang telah hilang di suatu tanah yang luas.” (H.R. Bukhari no. 6309 dan Muslim no. 2747).
Mari kita teladani Ibnu Taimiyah yang setiap kali mengalami kebuntuan dalam berfikir dan urusan maka beliau beristighfar 1000 kali. Seolah memahami tidak lain yang menyebabkan kerunyaman urusan adalah jauhnya hati kita pada pemilik-Nya. Maka kembalilah!.[]
* Santri Pondok Pesantren Mahasiswa Nur Baiturrahman Yogyakarta
[1] K.H Hasan Abdul Sahal. Kembalillah. 2020. https://www.youtube.com/watch?v=4HNCAxn9Bqo
[2] Diterjemahkan dari artikel berjudul ‘Asyru Nashaa’ih libnil Qayyim li Shabri ‘anil Ma’shiyah, www.ar.islamhouse.com yang dikutip dari https://muslim.or.id/307-10-nasihat-ibnul-qayyim-untuk-bersabar-agar-tidak-terjerumus-dalam-lembah-maksiat.html https://muslim.or.id/307-10-nasihat-ibnul-qayyim-untuk-bersabar-agar-tidak-terjerumus-dalam-lembah-maksiat.html
[3] Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab al-Hambali, 1: 275-276
[4] al-Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Bandung: Sinar Baru al-Gensindo, 2002.
Mutiara Hikmah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullahﷺ bersabda:
مَنْ دَعَا إِلىَ هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُوْرِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذِلكَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آَثاَمِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلكَ مِنْ آثَاِمهِمْ شَيْئًا
“Barangsiapa yang mengajak kepada hidayah, maka baginya pahala sebagaimana pahala setiap orang yang mengikutinya, dan tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan barangsiapa yang mengajak kepada kesesatan, maka dia menanggung dosa sebagaimana dosa setiap orang yang mengikutinya, tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun”. (H.R. Muslim).