MAKNA SILATURRAHIM DI HARI RAYA IDUL FITRI

MAKNA SILATURRAHIM DI HARI RAYA IDUL FITRI

Oleh: Nur Laelatul Qodariyah*

 

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Saudaraku kaum muslimin yang dirahmati Allah ﷻ, telah sampai kita pada penghujung Ramadhan. Yang kemudian datanglah hari yang sering disebut sebagai hari yang suci yaitu hari raya idul fitri, maka dari itu masyarakat di Indonesia sering merayakan hari itu sebagai hari dimana untuk bisa menjalin silaturrahim dengan keluarga, kerabat maupun tetangga. Berbicara terkait  silaturrahim konteksnya tidak harus pada hari raya saja. Tetapi bisa dilakukan hari-hari biasa. Karena menjalin silaturrahim itu sangat penting, demi menjaga ketentraman bersama.

Menjalin silaturrahim di momen idul fitri ini merupakan salah satu harapan dan doa bagi seorang muslim agar dosa-dosa yang telah dilakukan baik itu kesalahan yang berkaitan dengan hubungannya dengan manusia maupun dengan Allah ﷻ bisa dimaafkan. Sehingga dengan itu akan menimbulkan perbuatan yang baik dalam hal kebersamaan dan juga dengan hubungannya dengan Allah  ﷻ. Oleh karena itu memutuskan tali silaturrahim sangat diancam dan dilarang oleh Allah ﷻ. Allah  ﷻ berfirman, “Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?. Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah; lalu tuli (pendengarannya) dan dibutakan dengan penglihatannya.” (Q.S. Muhammad [47]:22-23)

Hakikat manusia merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya, maka dari itu terlepas daripada hubungan muamalah yang dilakukan manusia pasti ada kalanya melakukan kesalahan yang tidak disadari bahwa hal itu menyakiti saudara kita sendiri. dengan menjalin silaturrahim dan mengakui kesalahan yang dilakukan hal itu bisa meleburkan atau menghapus dosa kita sendiri.

Mengunjungi kerabat

Berkunjung secara langsung dan menemui kerabat dekat merupakan salah satu contoh agar kita bisa mengetahui keadaan secara langsung. Bukan hanya kerabat dekat saja tetapi tetangga sekitar kita yang bersebelahan dianjurkan sekali untuk mengunjunginya secara langsung. Karena biasanya tetangga yang dekat dengan rumah kita itu memungkinkan terjadinya percecokan antar tetangga secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Al-Ghazali, kerabat yang terdekat atau tetangga yang bersebelahan dengan rumah kita itu berpeluang menimbulkan percekcokan dan permusuhan yang mengakibatkan hubungan kekeluargaan terputus. Hal itu seperti istilah lebih baik hidup yang berjauhan tetapi saling mengunjungi satu sama lainnya daripada dekat tapi saling bermusuhan.[1]

Berikut hadits yang berkaitan dengan anjuran silaturrahim, “Seorang yang menyambung silaturrahim bukanlah seorang yang membalas kebaikan seorang dengan kebaikan semisal. Akan tetapi seorang yang menyambung silaturrahim adalah orang yang berusaha kembali menyambung silaturrahim setelah sebelumnya diputuskan oleh pihak lain”.[2]

Memaafkan serta ikhlas dan berlapang dada

Mungkin kita pernah merasakan rasa kecewa atau marah pada sesorang yang telah berbuat kesalahan terhadap kita atau bahkan ingkar janji pada suatu hal yang telah disepakati bersama. Memang tidak mudah untuk memaafkan seseorang yang telah melakukan sesuatu sehingga membuat kita sakit hati bahkan itu menimbulkan trauma yang berat bagi kita. Namun kita telah diajarkan oleh Allah ﷻ  untuk ikhlas dan memaafkan segala sesuatu yang menyebabkan kecewa akan suatu hal itu. Allah  ﷻitu maha adil, jika kau ihklas menerima kekecewaan dalam hidup dikarenakan seseorang dan kemudian mendekat kepada Allah ﷻ.

Suatu saat Allah  ﷻ pasti akan membalasmu dengan kebaikan-kebaikan atas rasa sabar dan ikhlas dalam menerima dan memaafkan seseorang. Dibalik rasa kecewa, rasa marahmu. Memaafkan merupakan salah satu kunci pahala yang bisa kamu dapatkan di dunia ini. Allah ﷻ berfirman, “Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.”  (Q.S. Al-A’raf [7] : (199).

Bisa dipahami bahwa memaafkan merupakan sesuatu yang mulia, karena memaafkan terciptalah kebersamaan lagi, dan menimbulkan ketentraman hati dan berlapang dada. Siapa tau jika kau menerima dan ikhlas dalam memaafkan orang lain. Allah ﷻ juga akan memaafkan kesalahanmu. Dengan itu munculah perasaan sifat saling menyayangi sesama saudara, dan membuka lembaran baru atau hubungan akan terjalin kembali dengan baik.[3]

Menjalin silaturrahim mencegah dari perbuatan berburuk sangka.

Ketika kita datang dan berkunjung kerumah saudara kita, tentu saja selain bercakap-cakap dan bersalam kita akan menemukan arti sebuah kebersamaan dan ketentraman dalam menjalin silaturrahim. Dengan itu sifat dan perbuatan berburuk sangka terhadap orang lain sewajarnya jauh dalam pikiran kita sendiri. hal itu bisa terjalin dan mengalir begitu saja dengan rasa bahagia bisa berkumpul bersama tanpa ada rasa untuk saling menjatuhkan satu sama lainnya.

Allah ﷻ berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari  kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha penerima Tobat. Maha Penyayang.” (Q.S. al-Hujurat [49]: 12).

Berdasarkan ayat diatas dapat dipahami bahwa, berburuk sangka atau bahkan menggunjing merupakan salah satu perbuatan yang bahaya. Bahkan sampai pada dianalogikan orang yang mengghibah sama halnya dengan memakan daging saudaranya sendiri. Dengan itu ketika kita berkunjung kemudian meminta maaf satu sama lainnya sehingga dengan menjalin silaturahmi akan tercipta kedekatan dan juga kekompakan bersama.

Terciptanya kerukunan bersama

Kebersamaan keluarga di hari raya idul fitri merupakan momen yang ditunggu-tunggu bagi keluarga untuk berkumpul bersama. Apalagi budaya kita yang diidentikan ketika lebaran sanak keluarga akan berbondong-bondong balik mudik ke kampung halamanya masing-masing. Oleh karena itu menjalin silaturahmi di hari raya idul fitri menjadi salah satu kesempatan untuk berkumpul bersama sanak saudara. Apalagi ditambah dengan sajian berbagai macam kue lebaran maupun opor, ketupat  sebagai pelengkap dalam mencapai keakraban bersama di hari kemenangan ini.

Makna hari Raya Idul Fitri

Setelah melewati puasa selama satu bulan, dan melewati berbagai tantangan agar dapat melawan hawa nafsu kita akan pada sampai hari dimana hari tersebut merupakan hari yang disucikan yaitu hari raya idul fitri. Selain itu di bulan ramadhan merupakan momen dimana kita bisa menemukan malam lailatul qadar yaitu malam yang lebih baik daripada seribu bulan.  sebelum hari raya idul fitri umat islam diwajibkan untuk membayar zakat, dengan membayar zakat kita akan lebih menghargai dan bersyukur atas pemberian dan karunia Allah ﷻ  kepada kita. selain itu momen hari raya idul fitri merupakan sebagai bentuk untuk membersihkan jiwa kita dari sifat iri, dengki terhadap orang lain.[4] Dengan itu semoga kita selalu diberikan keselamatan dunia dan akhirat dan mendapatkan syafaat Nabi Muhammad di yaumil akhir.

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ bersabda,

تَصَافَحُوْا يَذْهَبُ الغِلُّ ، وتَهَادَوْا تَحَابُّوا ، وَتَذْهَبُ الشَحْنَاءُ

Saling bersalamanlah (berjabat tanganlah) kalian, maka akan hilanglah kedengkian (dendam). Saling memberi hadiahlah kalian, maka kalian akan saling mencintai dan akan hilang kebencian.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, 2/ 908/ 16. Syaikh Al-Albani menukilkan pernyataan dari Ibnu ‘Abdil Barr bahwa hadits ini bersambung dari beberapa jalur yang berbeda, semuanya hasan)

* Ahwal Al-Syakhshiyah FIAI UII, NIM: 19421133

[1] Lilik Ummi Kaltsum, ‘Hubungan Kekeluargaan Perspektif Al-Qur’an (Studi Term Silaturahmi Dengan Metode Tematis)’, Al-Bayan: Jurnal Studi Ilmu Al- Qur’an Dan Tafsir, 6.1 (2021), 20 <https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/Al-Bayan/article/view/9539>.

[2] Syamsur Rizal, ‘Model Pembelajaran Hadist Integratif Dengan Tema Silaturahmi’, 1.1 (2019), 183 <https://ejournal.stitpn.ac.id/index.php/edisi/article/view/1339>.

[3] Moh Khasan, ‘Perspektif Islam Dan Psikologi Tentang Pemaafan’, At-Taqaddum, 9.1 (2017), 80 <https://doi.org/10.21580/at.v9i1.1788>.

[4] Ihyaul Ulumuddin, ‘Makna Perayaan Hari Raya Idul Fitri Dan Hari Natal’, 2010.

Download Buletin klik disini

BEKAL RINGKAS ZAKAT FITRI

BEKAL RINGKAS ZAKAT FITRI

Oleh: Hendi Oktohiba

 

Bismillahi walhamdulillahi wash-shalatu wassalamu ‘ala rasulillah

Hukum Zakat Fitri

Pembaca yang budiman, pada bulan Ramadhan ini, kita diwajibkan untuk menunaikan zakat fitri, sebagaimana hadits Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah n mewajibkan zakat fitri dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Seorang muslim yang ada kelebihan makanan pokok untuk dirinya dan keluarganya, mulai terkena kewajiban membayar zakat fitri jika ia bertemu bulan Ramadhan dan terbenamnya matahari (waktu maghrib) di malam hari raya Idul Fitri. Jika dia mendapati kedua waktu tersebut, maka wajib baginya membayar zakat fitri. Jadi, apabila seseorang meninggal sebelum maghrib hari terakhir bulan Ramadhan menjelang malam hari raya Idul Fitri, maka dia tidak punya kewajiban mengeluarkan zakat fitri. Tetapi jika dia meninggalnya setelah masuk waktu maghrib, maka dia sudah terkena kewajiban untuk mengeluarkan zakat fitri. Begitu juga apabila ada bayi yang lahir setelah masuk waktu maghrib pada malam hari raya Idul Fitri, maka tidak wajib dikeluarkan zakat fitri darinya.

Tetapi jika bayi itu lahir sebelum masuk waktu maghrib kemudian bayi tersebut menemui waktu maghrib malam hari raya Idul Fitri, maka wajib dikeluarkan zakat fitri darinya. Tadi adalah penjelasan waktu terkena wajibnya membayar zakat fitri. Meskipun begitu, zakat fitri boleh ditunaikan sejak awal Ramadhan dan dianggap sah serta sudah gugur kewajiban zakat fitrinya. Zakat fitri ditanggung oleh masing-masing individu, karena zakat fitri adalah zakat badan atau diri. Anak kecil yang tidak punya harta, zakat fitrinya ditanggung oleh orang tuanya.[1]

Bentuk dan Kadar Zakat Fitri

Bentuk zakat fitri adalah berupa makanan pokok seperti kurma, gandum, beras, kismis, dan semacamnya. Para ulama sepakat bahwa kadar wajib zakat fitri adalah satu sha’ dari semua bentuk zakat fitri kecuali untuk qamh (gandum) dan zabib (kismis) sebagian ulama membolehkan dengan setengah sha’.

Satu sha’ adalah ukuran takaran yang ada pada masa Nabi n. Ukuran satu sha’ jika diperkirakan dengan ukuran timbangan zaman sekarang adalah sekitar 3 kg. Ulama lainnya mengatakan bahwa satu sha’ kira-kira 2,157 kg. Artinya, jika zakat fitri dikeluarkan 2,5 kg seperti kebiasaan di negeri kita, sudah dianggap sah. Zakat fitri tidak boleh ditunaikan dalam bentuk uang, sebagaimana pendapat ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.[2]

Golongan Orang Yang Berhak Menerima Zakat

Orang-orang yang berhak menerima zakat (mustahik) ada delapan golongan, yaitu: (1) Fakir, yaitu orang-orang yang tidak mampu memenuhi sesuatu yang merupakan bagian dari kebutuhan mereka. Misalnya, orang yang membutuhkan sepuluh, tetapi hanya mampu memenuhi dua atau bahkan tidak mampu sama sekali.

(2) Miskin, yaitu orang-orang yang tidak mampu memperoleh sesuatu yang bisa mencukupi kebutuhan mereka. Misalnya orang yang membutuhkan sepuluh, tetapi hanya mendapatkan delapan.[3]

(3) Amil Zakat, yaitu pengurus zakat dengan penunjukan pemerintah dan bukan mengangkat dirinya sendiri. Jadi, panitia atau sukarelawan yang mengumpulkan zakat atas inisiatif tanpa ditunjuk oleh pemerintah, seperti yang biasanya dilakukan oleh pengurus-pengurus masjid di negeri kita, tidak termasuk dalam mustahik. Kecuali jika mereka masuk dalam golongan mustahik yang lain, misalnya tergolong fakir, miskin, atau yang lainnya.

(4) Muallafatu Qulubuhum, yaitu orang-orang yang masih lemah keislamannya.

(5) Pembebasan Budak. Termasuk di dalamnya adalah pembebasan budak mukatab yaitu budak yang berjanji pada tuannya untuk memerdekakan dirinya dengan syarat melunasi pembayaran tertentu.

(6) Gharim, adalah orang-orang yang tidak mampu melunasi utang mereka. Dalam hal ini disyaratkan utang-utang tersebut untuk sesuatu yang mubah (boleh). Jika utang-utang tersebut untuk sesuatu yang haram, maka zakat tersebut tidak boleh diberikan kepadanya kecuali setelah ia bertaubat.

(7) Fi Sabilillah, yaitu orang-orang yang berperang untuk membela Islam dan tidak ada kompensasi untuk mereka dari baitul mal. Dalam pengertian lain, yaitu orang-orang yang dalam peperangan, sedangkan mereka tidak digaji oleh departemen atau lembaga terkait. [4] Jadi, fi sabilillah dalam mustahik zakat adalah orang yang harus memenuhi dua syarat yaitu a) berperang di medan peperangan membela Islam, b) tidak mendapatkan gaji dari negara.

(8) Ibnu Sabil, yaitu musafir yang ingin kembali ke negerinya, namun kehabisan biaya atau bekal untuk mengantarkan perjalanannya.[6]

Zakat fitri boleh diberikan kepada salah satu mustahik. [5] Karena penyebutan delapan golongan di atas hanya untuk membedakan jenis-jenis golongan mustahik, bukan untuk mengharuskan agar diberi semuanya. Zakat fitri boleh dibayarkan langsung kepada mustahik tanpa melalui amil zakat maupun panitia pengumpul zakat dan juga tidak perlu ada ijab kabul serta jabat tangan antara pembayar zakat (muzakki) dan penerima zakat (mustahik).

Golongan Orang Yang Tidak Berhak Menerima Zakat

Zakat fitri tidak boleh diberikan kepada lima golongan, yaitu, (1) Orang yang kaya harta atau berpenghasilan banyak. (2) Budak. (3) Bani Hasyim dan Bani Muththalib. (4) Orang kafir. (5) Orang yang nafkahnya menjadi tanggungan si muzakki dengan atas nama mustahik fakir dan miskin, contohnya yaitu suami wajib menafkahi istri dan anak-anaknya, berarti si suami sebagai muzakki haram untuk membayar zakat kepada istri dan anak-anaknya dengan atas nama mustahik fakir ataupun miskin.

Pembaca yang budiman, kita sebagai seorang muslim sudah semestinya paham dengan syariat zakat fitri, karena ini berkaitan dengan kewajiban seorang muslim dan hak orang lain. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu bertakwa kepada Allah dan dimasukkan ke dalam surga firdaus-Nya. Aamiin.

Mutiara Hikmah

Dari Ibnu Abbas, ia berkata,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ  nزَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.

Rasulullah n mewajibkan zakat fithri untuk mensucikan orang yang berpuasa dari bersenda gurau dan kata-kata keji, dan juga untuk memberi makan miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat maka zakatnya diterima dan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud no. 1609 dan Ibnu Majah no. 1827)

Alumni FIAI

[1] Abul Wahid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad ibnu Rusyd. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid. Alih bahasa Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun. Bidayatul Mujtahid Analisa Fiqih Para Mujtahid. Jakarta: Pustaka Amani. 2007 M. Jilid 1. Cet.k-3. hal. 622.

[2] Muhammad Abduh Tuasikal. Panduan Ramadhan Bekal Meraih Ramadhan Penuh Berkah. Sleman: Pustaka Muslim. 2014 M. Cet.k-7. hal. 78-79.

[3] Musthafa Dib al-Bugha. At-Tadzhib fi Adillah Matan al-Ghayah wa at-Taqrib. Alih bahasa D.A Pakihsati. Fikih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-hukum Islam Madzhab Syafi’i. Solo: Media Zikir. 2009 M. hal. 206.

[4] Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq al-Sheikh. Lubabut Tafsir min Ibni Katsir. Alih bahasa M. Abdul Ghoffar. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 4. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi’i. 2003 M. Cet.k-2. hal. 154.

[5] Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di. Manhajus Salikin wa Taudhihul Fiqhi fid Din. Alih bahasa Abu Ihsan al-Atsari. Pedoman Praktis Fiqih Setiap Muslim. Jakarta: Dar el-Hujjah. 2002 M. Cet.k-1. hal. 110.

Download Buletin klik disini

MENJADI TERBAIK DAN MERAIH KEBERKAHAN DI BULAN RAMADHAN

MENJADI TERBAIK DAN MERAIH KEBERKAHAN DI BULAN RAMADHAN

Oleh: Imanuddin Fadlurrahman[1]

 

Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Dalam diri seorang muslim sesungguhnya telah ada DNA manusia-manusia terbaik. Entah status muslim yang didapatkan berdasarkan keturunan maupun melalui pencarian jati diri yang panjang. Yang jelas siapapun yang melekat padanya identitas keislaman, maka ditakdirkan menjadi golongan orang-orang terbaik. Al-Qur’an dengan sangat gamblang menyebutkan, “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar.” (Q.S. Ali ‘Imran [3]:110).

Para mufasir sepakat bahwa yang di maksud “kamu” di awal surah tersebut adalah umat Islam. Karena sesungguhnya Allah telah meletakkan ide yang independen mengenai konsep manusia terbaik jauh sebelum manusia diturunkan ke bumi. Manusia terbaik tersebut ada dengan prasayarat harus saling bersinergi satu sama lain sehingga mampu menjadi sebuah keutuhan yang membentuk umat terbaik. Lanjutan ayat diatas dikategorikan sebagai golongan yang memikul tanggung jawab menyuruh kebaikan sekaligus mencegah yang buruk. Manakala kedua tanggung jawab itu ditinggalkan, maka lepas pula status umat terbaik.Umat terbaik hadir karena adanya manusia-manusia terbaik yang membentuknya. Demikan halnya manusia terbaik lahir karena adanya himpunan yang baik yang mampu mendorong manusia untuk senantiasa melakukan perbuatan baik dan mencegah yang buruk.

Menjadi Umat Terbaik Melalui Momentum Bulan Ramadhan

Tak semua umat mampu menjadi uamat terbaik, sehingga ada syarat yang harus dimiliki oleh suatu umat untuk menyandang status umat terbaik, yakni umat Islam harus berusaha menegakkan amar makruf dan nahi mungkar. Sebagaimana Hamka menggambarkannya dalam Tafsir al-Azhar bahwa ayat 110 pada surah Ali Imran tersebut menegaskan hasil usaha yang nyata, yaitu kamu (baca; Umat Islam) yang dikeluarkan antara manusia di dunia ini. Dijelaskan sekali lagi, bahwa kamu mencapai derajat yang demikian tinggi, sebaik-baik umat, karena memenuhi ketiga syarat: amar ma’ruf, nahi munkar, iman kepada Allah.[2]

Menjadi umat Islam terbaik perlu adanya dorongan untuk memaksimalkan potensi iman yang ada dalam diri supaya  mampu menegakkan amar ma’ruf dan nahi mungkar. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pilar agama Islam yang keempat yaitu berpuasa dibulan Ramadhan.

Puasa di bulan Ramadhan membuat kondisi spiritual bagi orang-orang yang menjalankannya akan meningkat dan kembali fresh serta semakin kuat rasa kasih sayang terhadap sesama. Bagaimana tidak, sementara sebulan penuh kita dituntut lebih untuk saling bersilaturrahmi, ta’awun atau tolong menolong, dan menahan nafsu dan emosi sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah ﷺ dalam sabdanya :”Ada lima perkara yang membatalkan puasa seseorang: yaitu bohong, ghibah (membicarakan orang lain yang membuatnya tidak senang), mengadu domba, melihat orang lain dengan syahwat dan bersaksi atau bersumpah bohong.”(HR. Ad-Dailami)

Inilah persoalan yang harus dimengerti umat Islam agar mengetahui hakikat diri dan nilainya. Bulan Ramadhan dengan ibadah puasa sebagai menu utamanya adalah sebuah wadah yang siap membakar habis segala emosi merusak yang dapat menenggelamkan manusia ke dalam lumbung kemaksiatan. Ramadhan hadir untuk menyadarkan manusia bahwa mereka dilahirkan untuk maju ke garis depan dan memegang kendali kepemimpinan karena mereka adalah umat yang terbaik.

Manfaat Berpuasa

Terdapat banyak penelitian yang menjelaskan segudang manfaat dari melakukan ibadah puasa. Pertama, manfaat dalam bidang kesehatan. yaitu kesehatan jasmani, moral, maupun mental, Dalam sebuah hadits Rasulullah ﷺ bersabda: “Berpuasalah kalian maka akan menyehatkan kalian.” Juga dalam hadits lain yang artinya: “Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagian: kebahagian ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu Tuhannya.”(H.R. at-Thabrani no.174)

Kedua, manfaat alam bidang sosial yaitu membangun jiwa yang harmoni selaras dengan raga. Sebab dengan berpuasa seseorang akan mengambil jeda di dalam menjalankan hidupnya. Misal dengan tidak makan dan minum di siang hari merupakan salah satu cara untuk membangun sikap empati baik kepada sesama manusia dan makhluk hidup lain. Kemudian melalui momentum ramadhan ini dapat menjadi media untuk mempererat ukhuwah.[3]

Keberkahan di Bulan Ramadhan

            Bulan Ramadhan merupakan bulan yang penuh ampunan dan penuh keberkahan, sangat disayangkan jika sebagai umat Islam tidak memanfaatkan kesempatan ini dengan baik. Keberkahan yang ada di bulan ramadhan tidak hanya secara personal namun juga ada keberkahan dari berbagai bidang, yaitu bidang ekonomi, politik, sosial, etika dan budaya.

  1. Keberkahan Ekonomi

Secara ekonomi, Ramadhan memberi keberkahan bagi para pedagang. Pada bulan ini daya beli masyarakat meningkat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Masyarakat sangat antusias dengan kedatangan Ramadhan.

  1. Keberkahan Politik

Bulan Ramadhan tercatat memberikan keberkahan kepada Umat Islam dengan kemenangan dalam berbagai pertempuran. Banyak peristiwa-peristiwa monumental yang terjadi di bulan Ramadhan. Misalnya pada tahun ke-2 Hijrah, kaum muslimin mengukir kemenangan pada perang Badar. Di Bulan Ramadhan tahun ke-8 hijrah, Umat Islam berhasil menaklukkan Mekkah (fathu makkah). Ramadhan tahun ke-15 H, kaum muslimin mengalahkan imperium Persia dalam perang Qadisiah.[4]

  1. Keberkahan Sosial

Momen Ramadhan mengajarkan manusia untuk bermurah hati (dermawan), menolong dan mempunyai rasa empati kepada fakir miskin dan orang yang membutuhkan sehingga melalui momen ramadhan ini dapat menjalin hubungan sosial kepada sesama.

  1. Keberkahan Etika dan Budaya

Bulan Ramadhan juga memberikan keberkahan dalam etika dan budaya kita. Ibarat sebuah madrasah (sekolah), Ramadhan mendidik kita untuk berperilaku yang mulia dan membiasakan diri melakukan kebaikan. Pembiasaan yang dilakukan di bulan Ramadhan diharapkan lahir suatu budaya yang Islami, yaitu selalu berorientasi dalam mendatangkan kemaslahatan dan menghilangkan kemudharatan, baik dalam konteks pribadi maupun dalam konteks sosial.

Inilah makna Ramadhan. Sebuah tempat dalam setahun yang disiapkan oleh Allah untuk memperingatkan manusia bahwa mereka adalah umat terbaik. Maka sudah seharusnya orang-orang terbaik mengerjakan pekerjaan yang terbaik pula. Agar meraih setiap keberkahan di dalamnya yang membawanya menuju kemajuan yakni menjadi umat terbaik dengan menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.

Mutiara Hikmah

Allah ﷻ berfirman,

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.”(Q.S. Ali Imran[3]110).

Maraji’

[1] Santri Rumah Tahfidz Taruna Juara

[2] Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid IV, PT. Pustaka Panji Mas: Jakarta, 2004.

[3] Takdir Ali Mukti, 2000, Membangun Moralitas Bangsa Amar Ma’ruf Nah Munkar: dan Subyektif-Normatf ke Obyektif-Empiris, Yogyakarta: Mitra Pustaka

[4] Asa, Syu’bah, 2000, Dalam Cahaya Al-Qur’an (Tafsir Ayat-ayat Sosial-Politik), Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Download Buletin klik disini

RAMADHAN BULAN MUSTAJABAH

RAMADHAN BULAN MUSTAJABAH

Oleh: Siti Jamilah, MSI[1]

Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Salah satu kemuliaan Ramadhan adalah bulan mustajabah, yaitu bulan dimana doa-doa yang kita panjatkan akan lebih mudah dikabukan oleh Allah. Di dalam al-Qur’an, salah satu ayat yang berbicara tentang berdoa juga berada dalam rangkaian ayat-ayat yang memerintahkan ibadah puasa Ramadhan, yaitu surat al-Baqarah ayat 186. Jika ayat 183 sampai 185 surat al-Baqarah berbicara tentang ibadah puasa Ramadhan, maka ayat 186 berbicara tentang berdoa. Ayat 187 juga kembali membicarakan seputar ibadah puasa. Tentu ini bukan tanpa sebuah maksud. Ada sebuah pesan yang hendak disampaikan di sana. Apabila ditinjau dari prespektif munasabah bainal ayat hal ini cukup mengisyaratkan bahwa bulan Ramadhan adalah kesempatan yang tepat untuk memanjatkan do’a kepada Allah, sehingga sangat disayangkan jika tidak memanfaatkan kesempatan ini dengan memperbanyak do’a kepada-Nya.

Allah ﷻ sangat senang ketika hamba-Nya berdo’a, bermunajat, dan meminta segala hajat kepada Allah ﷻ. Hal ini selaras dengan firman Allah ﷻ yang berbunyi; “Dan ketika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku akan kabulkan permintaan orang yang meminta jika ia meminta (berdoa) kepada-Ku. Maka hendaklah mereka memenuhi seruan-Ku dan beriman kepada-Ku agar mereka mendapatkan petunjuk”. (Q.S. al- Baqarah [2: 186).

Adab-Adab dalam Berdo’a

Setiap orang yang berdoa tentu berharap bahwa apa yang dipanjatkannya akan dikabulkan Allah ﷻ. Agar doa kita mudah dikabulkan oleh Allah l, perhatikan adab-adab dalam berdoa, diantaranya:

  1. Memenuhi seruan Allah dengan sungguh-sungguh untuk menaati-Nya, karena sebab sebuah doa mudah dikabulkan adalah ketika taat kepada seruan Allah dengan menunaikan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
  2. Bersungguh-sungguh, khusyuk, husnuzhan dan yakin dalam berdoa. Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa Allah sesuai dengan persangkaan (zhann) hamba-Nya terhadap-Nya. Apabila kita yakin dan husnuzhan bahwa Allah akan mengabulkan doa kita, mudah-mudahan apa yang kita minta akan mudah diijabah.
  3. Diantara adab saat berdoa juga adalah mengangkat kedua tangan dengan penuh harap. Menengadahkan kedua tangan dan tidak putus harapan, karena Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba yang menyandarkan diri dan selalu berharap akan kemurahan-Nya.

Hal yang tidak kalah pentingnya agar doa kita mustajabah adalah bahwa kita harus menjaga kebersihan harta kita dan menghindarkan diri dari makan makanan yang haram. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah l surat al-Baqarah yang berbicara tentang larangan memakan harta yang batil (haram). Hal ini mengisyaratkan peran penting menjaga kebersihan harta dan makanan dari hal yang diharamkan, karena sebab doa tidak terkabul karena adanya hal yang haram masuk ke dalam tubuh. Dalam sebuah riwayat Rasulullah ﷺ juga pernah berpesan kepada salah seorang sahabat; “Baik-baiklah engkau dalam urusan makananmu (pastikan kehalalannya), niscaya doamu akan mudah terkabul.” (HR. Thabrani).

Urutan Bacaan dalam Berdo’a

Hal yang diperhatikan terkait sistematika bacaan saat berdoa sebelum memanjatkan hajat-hajat kita kepada Allah. Ada bacaan yang seyogianya kita baca yaitu:

  1. Awali do’a dengan lafadz basmalah, sebab setiap perkara baik yang tidak diawali dengan membaca basmalah akan menjadi kurang berkah.
  2. Memuji asma Allah membaca kalimat tahmid alhamdulillahi rabbil ‘alamiin dan membaca shalawat kepada Nabi. Allah ﷻ berfirman ; “Dan bagi Allah al-asma al-husna (nama-nama yang baik), maka berdoalah dengannya” (QS. Al-A’raf (7): 180).
  3. Membaca do’a untuk kedua orang tua, karena mendo’akan orang tua merupakan bentuk birrul walidain dan bentuk tawassul dengan amal shalih yang kita tunaikan sebelum berdoa. [2]
  4. Menyebutkan haja-hajat yang diinginkan, dalam berdoa boleh menggunakan menggunakan bahasa Arab maupun bahasa selainnya. Jika kita hafal, baik sekali memanjatkan doa dengan doa-doa yang diambil dari al-Qur’an atau hadits Nabi.
  5. Menutup do’a dengan bacaan shalawat dan tahmid

Satu dari Tiga Hal yang Akan Allah Berikan

Pembaca yang dirahmati oleh Allah ﷻ! Bahwasannya Allah Maha Mendengar atas setiap permohonan hamba-Nya. Rasulullah ﷻ bersabda, “Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan sebuah permohonan, selama tidak ada muatan dosa dalam doanya dan tidak pula ia termasuk orang yang memutus silaturrahmi, melainkan Allah akan memberikan untuknya salah satu dari tiga hal; bisa jadi akan disegerakan untuknya doanya (dikabulkan apa yang dimintanya), atau bisa jadi Allah akan menyimpankan untuk kebaikannya di akhirat, atau bisa jadi Allah akan menghindarkannya dari keburukan yang semisal dengan sebab doa itu.” (HR. Ahmad).

Hadits diatas Nabi ﷺ menyampaikan bahwa selama kita berdoa dengan benar, sungguh-sungguh dan tidak melakukan hal yang bertentangan dengan syariat saat berdoa serta kita bukan orang yang suka memutus tali silaturrahmi, niscaya Allah l akan memberikan salah satu dari tiga hal yang disebutkan dalam hadits di atas. Pertama, Allah  lakan mengabulkan doa kita dan disegerakan apa yang diminta di dunia. Kedua, Allah l akan menyimpan untuk kebaikan akhirat kita. Bisa jadi apa yang diminta akan dikabulkan di akhirat kelak atau akan diwujudkan sebagai simpanan pahala yang agung bagi kita. Ketiga, bisa jadi Allah l akan memberikan hal yang justru lebih kita butuhkan dengan sebab doa-doa kita meskipun mungkin bukan hal itu yang kita minta. Misalnya dihindarkannya kita dari keburukan, marabahaya, bencana dan seterusnya. Allah tentu yang Maha Tahu dengan kemaslahatan hamba-Nya.

Doa adalah Ibadah

Pada hakikatnya, doa adalah bagian dari ibadah. Sehingga pahala akan dicatatkan bagi mereka yang berdoa. Nabi bersabda dalam sebuah riwayat hadits; “Doa adalah ibadah.” (HR. Abu Dawud). Sesungguhnya berdoa juga merupakan nilai-nilai tauhid bahwa sebagai seorang hamba semestinya selalu bermohon dan menggantungkan harap kepada Allah. Salah satu asma Allah adalah Ash-Shamad, Dzat tempat kita meminta. Dengan kita banyak berdoa berarti kita telah benar-benar menempatkan Allah sebagai Ash-Shamad. Selain itu berdoa juga menunjukkan bentuk tawakkal hamba kepada Tuhannya. Segala sesuatu akan terwujud hanya atas izin dan perkenan Allah. Orang-orang yang beriman tentu seharusnya memasrahkan dan bertawakkal atas segala urusannya kepada Allah. Mereka yang benar-benar bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan meridloi dan merahmatinya. Tentu selain berdoa, memaksimalkan ikhtiar adalah hal yang harus ditunaikan oleh kita. Ikhtiar adalah bagian dari mekanisme sunnatullah yang mesti dijalani dengan sungguh-sungguh.

Mutiara Hikmah

Dari Abu Darda a, bahwa dia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ، إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْل

“Tidaklah seorang hamba muslim mendoakan saudaranya secara sembunyi (ghoib) melaikan ada malaikat yang mengatakan ‘Untukmu semisal itu.” (HR. Muslim : 2732)

Maraji’

[1] Penyuluh Agama Islam Kota Yogyakarta

[2] Labib MZ, 2010 Risalah Doa Pilihan, Surabaya: Bintang Usaha Jaya

Download Buletin klik disini

AMALAN YANG DAPAT MENJEMPUT MALAM LAILATUL QADAR

AMALAN YANG DAPAT MENJEMPUT MALAM LAILATUL QADAR

Oleh: Nur Laelatul Qodariyah[1]

 

Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu wassalâmu ‘alâ rasûlillâh,

Ramadhan bulan yang penuh berkah, bulan yang penuh ampunan. Sebagai seorang muslim, kita semua patut menyambut bulan ini dengan bergembira, dikarenakan bulan ini hanya ada 1 bulan diantara 12 Bulan. Bukankah itu merupakan hal spesial? Tentu saja hal itu sangat spesial. Mengingat dalam bulan ini banyak sekali berkah yang turun di muka bumi. Salah satunya Lailatul Qadar, yang mana merupakan malam lebih baik daripada seribu bulan.

Di bulan ini amalan yang dikerjakan akan dilipatgandakan oleh Allahﷻ. Orang muslim dianjurkan berlomba-lomba untuk melakukan sebuah kebaikan, agar apa yang telah dikerjakan akan mendapatkan ridho dari  Allah ﷻ. Ramadhan merupakan sebuah keelokan yang tidak terkira. Sehingga, kita senantiasa terus memperbaiki diri dari perkara-perkara yang dibenci oleh Allah ﷻ.[2] Jangan sampai kita menyesal di bulan Ramadhan hanya karena kesibukan dunia yang mengakibatkan kita lalai dalam urusan akhirat. Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (Q.S. al-Qadr  [97]:1-5).[3]

Betapa dahsyatnya dan mulianya malam itu, sampai-sampai Allahk menurunkan ayat tersebut, sebagai tanda dan petunjuk bagi manusia untuk berlomba-lomba dalam mengejar kebaikan. Berdasarkan hadis dari Salim bin Abdullah bin Umar bahwa bapaknya berkata; saya mendengar Rasulullah ﷺbersabda berkenaan dengan Lailatul Qadr, “Beberapa orang diantara kalian, telah bermimpi bahwa Lailatul Qadr itu terakhir (dari ramadhan). Maka carilah ia pada sepuluh yang terakhir.” (HR.Muslim, no.1988).[4]

Amalan yang Dapat Menjemput Malam Lailatul Qadar

  1. Menghidupkan Malam

Dalam menjemput malam lailatul qadar dianjurkan untuk menghiasi diri dengan beribadah dan muhasabah diri lebih banyak lagi. Bagaimana mungkin bisa seseorang yang ingin mendapatkan malam lailatul qadar hanya bersantai dan berleha-leha saja? Tentu saja harus ada usaha yang kuat agar kita bisa menikmati malam yang penuh berkah itu. Allahﷻ tidak menyebutkan secara eksplisit kepada kita semua tentang waktu pasti turunnya lailatul qadar. Hal tersebut dikarenakan agar kita terus mencari kebaikan malam tersebut di bulan Ramadhan tanpa harus memilih di malam dan tanggal berapa untuk menghidupkan malam lailatul qadar.  Menghidupkan malam tersebut tidak hanya terpaku pada satu ibadah saja. Hal itu bisa merujuk pada ibadah-ibadah yang lainnya, seperti sholat, membaca qur’an, i’tikaf, berddzikir, berdo’a, dan sahur pun termasuk ibadah. [5]

  1. Memperbanyak Membaca Al-Qur’an

Membaca al-Qur’an merupakan sesuatu yang sudah menjadi makanan sehari-hari bagi kaum muslim. Otomatis prioritas dan target dalam tilawah al-Qur’an itu diperluas dan harusnya diperbanyak dalam membacanya. Misalnya yang awalnya satu hari 2 lembar, kini kita bisa meningkat menjadi 3 lembar. Sebenarnya tidak wajib mengkhatamkan al-Quran dalam satu hari, yang penting ada target dan keistiqomahan dalam membaca al-Qur’an. Sehingga bisa terwujudnya target yang sudah ditetapkan sebelumnya.[6]

  1. Melaksanakan Shalat Sunnah

Kita tidak akan pernah tahu tepatnya malam lailatul qadar itu datangnya di hari apa. Walaupun seperti itu, kita telah diberi petunjuk melalui hadist-hadist yang sudah terkenal keshahihannya, yaitu cari di 10 malam terakhir, entah malam ke-7, ke-5 dan seterusnya. Oleh karena,  itu hidupkanlah malam-malam terakhir bulan Ramadhan, karena  kita tidak akan pernah tahu apakah Ramadhan ini adalah Ramadhan terakhir kita atau bukan. Oleh sebab itu, perbanyaklah shalat di waktu bulan Ramadhan, terutama malam-malam terakhir bulan Ramadhan. Bisa shalat tahajud, shalat hajat, shalat taubat, dan shalat sunnah lainnya.  Berbicara terkait shalat sunnah, shalat tahajud merupakan shalat yang sangat dianjurkan (shalat sunnah mu’akkad)[7] Allah ﷻberfirman,

Hai orang-orang yang berselimut (Muhammad) bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.” (Q.S. Al-Muzammil [73] : 1-3).

Shalat tahajud merupakan shalat yang dilakukan pada malam hari, terhitung dari mulai setelah shalat isya’ sampai sebelum shalat subuh.  Mayoritas ulama mengatakan bahwa shalat tahajud dilaksanakan setelah tidur, tetapi ada pula yang menyatakan bahwa tidak harus tidur terlebih dahulu. Pertanyaannya adalah, mengapa shalat tahajud itu menjadi shalat yang paling dianjurkan? Coba kita bayangkan untuk menjadi terbaik dimata Allahﷻ amalan yang dilakukan pun harus khusus. Bisa dibilang tidak semua orang bisa melaksanakan shalat di tengah malam. Di saat orang lain terlelap dalam tidurnya, orang yang melaksanakan tahajud itu sesungguhnya sedang bertasbih dan berddzikir dengan cara shalatnya, maka ketika seorang hamba berdoa di waktu mustajab tersebut, Allahﷻ pasti menjawab semua doa-doa dengan caraNya sendiri.

  1. Memperbanyak Dzikir

Dzikir merupakan sebuah media yang dapat mendekatkan diri kepada Allahﷻ. Dengan dzikir hati kita akan merasakan nyaman, tentram dan sejuk. Dengan mengingat Allahﷻ, setiap masalah yang sedang kita hadapi akan terasa ringan, dan pastinya kita akan menemui jalan atau solusi dalam masalah yang kita hadapi. Sama halnya dengan doa, mereka sama-sama memiliki keterkaitan yang sulit untuk dilepas begitu saja, ibaratnya seperti sampul buku dan isinya, saling melengkapi satu sama lain. Dzikir dalam pengertiannya dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu,[8]

  1. Dzikru bil lisan, yaitu dzikir yang dilaksanakan secara langsung dengan lisan. Dalam praktiknya biasanya menggunakan kalimat-kalimat tauhid  seperti, tahmid, tasbih, tahlil. Dengan ddzikir secara lisan berarti mengeluarkan suara, dan huruf yang dibacanya secara khusu’.
  2. Dzikru bil Qalbi, yaitu dzikir yang dilaksanakan dengan media bertafakur, dalam prosesnya dengan mengingat, merenungi segala sesuatu akan tanda-tanda kebesaran Allahﷻ dan juga rahasia illahiah yang tersirat melalui makhluk ciptaan-Nya. Tidak ada yang lebih indah dan menawan ketika kita bisa merenungi dan meresapi segala sesuatu yang telah diciptakanNya.
  3. Dzikru bil Jawarih, merupakan bentukan dzikir dengan menggabungkan segala kekuatan dan kemampuan yang terdapat dalam tubuh (jasmani), sebagai bentuk menaati dari seluruh perintah Allah yang sedapat mungkin bisa meninggalkan semua larangan yang dijauhkan oleh Allahﷻ.

Berkah dan rahmat yang selalu dicurahkan oleh Allahﷻ merupakan salah satu bentuk kasih sayangnya Allahﷻ kepada kita semua. Jangan pernah meremehkan dzikir dan doa. Keduanya merupakan sebuah senjata kaum muslim dalam melawan fitnahnya dunia saat ini. Yang terpenting adalah libatkanlah semua urusan kepada Allahﷻ. Jadikanlah momen bulan Ramadhan kali ini menjadi berkesan dalam meraih ridho illahi. Dengan begitu ibadah-ibadah yang kita lakukan pun akan terasa menyenangkan dan bahkan akan terasa nikmat.

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah z, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 1901)

Maraji’:

[1] Mahasiswa Progam Studi Ahwal Al-Syakhshiyah FIAI UII

[2] Asri Kusuma Dewanti, “Meraih Keberkahan Puasa Ramadan,” Universitas Muhammadiyah Malang, 2017, 1.

[3] Mutiara Tri Julifa, “Implementasi Masyarakat Terhadap Penafsiran Surat Al-Qadr” 4, no. 1 (2020):

[4] Ensiklopedi Hadis, (HR.Muslim, no.1988), shahih menurut ijma’ Ulama

[5] ahmad Zarkasih, Meraih Lailatul Qadar Haruslah I’tikaf, ed. Fatih, cetakan pe (jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2019).

[6] Eva Nugraha, “Ngalap Berkah Qur’an: Dampak Membaca Al-Qur’an Bagi Para Pembacanya,” Ilmu Ushuluddin 5 (2018): 119.

[7] Arif Kurniawan, “Dahsyatnya Shalat Sunnah Tahajjud Dan Dhuha Perspektif Yusuf Mansur,” Skripsi (2018).

[8] Muniruddin, “Bentuk Dzikir Dan Fungsinya Dalam Kehidupan Seorang Muslim,” Jurnal Pemberdayaan Masyarakat 6, no. 1 (2018): 17, https://doi.org/10.37064/jpm.v6i1.4982.

Download Buletin klik disini

DASAR HUKUM PUASA RAMADHAN

DASAR HUKUM PUASA RAMADHAN

Oleh: Umi Sholehah

 

Bismillâhi walhamdulillâh wash-shalâtu was-salâmu ‘ala rasûlillâh,

Pembaca yang dirahmati oleh Allah . Kini umat muslim tengah menjalankan ibadah yang selalu ditunggu-tunggu setiap satu tahun sekali yakni ibadah puasa di bulan Ramadhan. Dalam Islam, kita mengenal dua bentuk ibadah puasa, yakni puasa wajib dan puasa sunnah. Tentu saja, puasa Ramadhan tergolong ke dalam ibadah puasa wajib, yaitu ibadah yang harus dilaksanakan oleh seluruh umat muslim di dunia.

Puasa merupakan seluruh rangkaian yang istimewa, terutama di bulan Ramadhan. Terdapat banyak aspek yang dapat kita petik ketika menjalankannya. Puasa mengandung aspek sosial, melalui ibadah ini umat muslim dapat merasakan penderitaan orang lain yang tidak dapat memenuhi kebutuhan primernya yaitu kebutuhan pangan. Selain itu, puasa juga melatih kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allahk dengan cara memperbanyak ibadah. Lebih dari itu, puasa Ramadhan juga dapat membentuk kebiasaan yang baik seperti jujur, disiplin, sabar dan lain-lain. Keistimewaan lainnya ialah puasa juga dapat menghadirkan kesehatan yang paripurna, baik kesehatan fisik maupun mental.

Definisi Puasa

Sahabat pembaca yang berbahagia, secara etimologis puasa diartikan sebagai menahan. Sedangkan secara terminologi dalam Subul Al-Salam, para ulama fiqih mengartikan puasa adalah menahan diri dari makan, minum dan melakukan hubungan seksual suami istri, dan lain-lainnya, sepanjang hari menurut ketentuan syara’, disertai dengan menahan diri dari perkataan yang sia-sia (membual), perkataan yang jorok dan lainnya, baik yang diharamkan maupun yang dimakruhkan, pada waktu yang telah ditetapkan pula.[1] Dalam Islam, puasa adalah salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan oleh seorang muslim yang mukallaf, yaitu dengan menahan diri dari segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari, dan wajib dilakukan sesuai dengan syarat, rukun, dan larangan yang telah ditentukan.[2]

Dasar Hukum Wajib Puasa Ramadhan

Sahabat pembaca yang dirahmati oleh Allah . Kita ketahui bahwa semua yang Allah perintahkan untuk dilaksanakan oleh umat manusia tentu ada hukumnya, begitupun dengan puasa Ramadhan. Oleh sebab itu dasar hukum wajib puasa Ramadhan dapat kita jumpai melalui al-Quran, al-Sunnah, dan Ijma’ (kesepakatan ulama). Adapun dalil-dalilnya adalah sebagai berikut:

  1. Al-Quran

Dasar hukum puasa Ramadhan terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 183, Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (Q.S. al-Baqarah [2]: 183)

Selanjutnya terdapat dalam surat al Baqarah ayat 185,  Allah berfirman,  berfirman:”Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (Q.S. al-Baqarah [2]: 185),

Pada ayat diatas dijelaskan bahwa Allahk mewajibkan umat Islam untuk berpuasa. Puasa bulan Ramadhan merupakan salah satu rukun Islam yang diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah, yaitu tahun kedua sesudah Nabi Muhammad` hijrah ke Madinah. Hukumnya fardu ‘ain atas tiap-tiap mukallaf (baligh dan berakal).[3]

  1. Al-Sunnah

Dasar hukum puasa Ramadhan terdapat dalam hadits dari Ibnu Umara ia berkata,”Orang-orang melihat terbitnya hilal (awal bulan), lalu saya memberitahukan kepada Rasulullah, bahwa saya melihatnya, maka beliau berpuasa dan menyuruh orang-orang untuk berpuasa.”(H.R. Abu Dawud dan disahkan oleh Hakim dan Ibnu Hibban).[4]

Selain itu, juga terdapat hadits lain yaitu telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepada saya Isma’il bin Ja’far dari Abu Suhail dari bapaknya dari Thalhah bin ‘Ubaidullah z. Ada seorang ‘Arab Baduy datang kepada Rasulullah` dalam keadaan kepalanya penuh debu lalu berkata; “Wahai Rasulullah, kabarkan kepadaku apa yang telah Allah wajibkan buatku tentang shalat?”. Maka Beliau n menjawab: “Shalat lima kali kecuali bila kamu mau menambah dengan yang tathowwu’ (sunnat) “.

Orang itu bertanya lagi: “Lalu kabarkan kepadaku apa yang telah Allah wajibkan buatku tentang shaum (puasa)?”. Maka Beliau  menjawab: “Shaum di bulan Ramadhan kecuali bila kamu mau menambah dengan yang tathowwu’ (sunnat) “.”Dan shiyam (puasa) Ramadhan”.

Orang itu bertanya lagi: “Lalu kabarkan kepadaku apa yang telah Allah wajibkan buatku tentang zakat?”. Berkata, Tholhah bin ‘Ubaidullah z: Maka Rasulullah n menjelaskan kepada orang itu tentang syari-at-syari’at Islam.

Kemudian orang itu berkata: “Demi Dzat yang telah memuliakan anda, Aku tidak akan mengerjakan yang sunnah sekalipun, namun aku pun tidak akan mengurangi satupun dari apa yang telah Allah wajibkan buatku”. Maka Rasulullah n berkata: “Dia akan beruntung jika jujur menepatinya atau dia akan masuk surga jika jujur menepatinya” (H.R. Bukhari)[5]

  1. Ijma’ Ulama

Di dalam kitab Bidayat al-Mujtahid wa Nihayat al-Muqtashid karya Ibnu Rusyd disebutkan bahwa dalil ijma’ tidak ada satu pun ulama yang meyangkal kewajiban puasa Ramadhan.[6] Kewajiban melaksanakan ibadah puasa Ramadhan merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar-tawar mengenai hukumnya, karena didasarkan pada dalil-dalil yang mutawatir serta tidak diragukan lagi kesahihannya.

Berdasarkan penjelasan diatas, kita telah mengetahui dasar hukum kewajiban menjalankan ibadah puasa. Semoga dengan mengetahui dalil-dalil tersebut kita sebagai umat muslim dapat menjalankan ibadah puasa dengan khusyuk sehingga mendapatkan keberkahan dari puasa di bulan Ramadhan ini. Wallāhul muwāffiq ilā aqwāmit-thāriqWallahu a’lam

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah z, bahwasannya Rasulullah ﷺ bersabda,

وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

“Puasa itu adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, maka janganlah mengucapkan ucapan kotor, dan jangan pula bertindak bodoh. Jika ada seseorang yang mencelanya atau mengganggunya, hendaklah mengucapkan: sesungguhnya aku sedang berpuasa.“ (H.R. Al Bukhari no.1904)

MARÂJI’:

[1] Hasan Saleh. Kajian Fiqh Nabawai dan Fiqh Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers. 2008,

hal.174-175.

[2] Muhaimin, B.A.,dkk. Fiqh. Semarang: Aneka Ilmu. 1995. hal. 51.

[3] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru  Algensindo. 2017. Cet. 80. hal. 220-221.

[4] Asqalani, Ibnu Hajar. Bulug al-Maram. Al-Ma’arif. hal. 131.

[5] Hadits Shahih al-Bukhari dalam Kitab Shaum, No.1758.

[6] Imas Damayanti dalam Republika.co.id, “Dalil Kewajiban Puasa Ramadhan Bagi Umat Islam”,  diakses pada tanggal 10 April 2022, pukul 13:15 WIB.

Download Buletin klik disini

ANUGERAH BULAN RAMADHAN

ANUGERAH BULAN RAMADHAN

Oleh: Abdurrahman Triadi Putro*

 

Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Para pembaca budiman yang semoga senantiasa dirahmati Allah.

Diantara nikmat Allah yang besar kepada hamba-hamba-Nya yaitu Allah menjadikan bagi kita musim-musim beribadah, memperbanyak ketaatan didalamnya, ladang-ladang amal shalih, dihapusnya dosa-dosa, dan dilipatgandakannya kebaikan-kebaikan. Kemudian Allah  menurunkan rahmat-Nya dan memperbesar rasa kasih sayang-Nya terutama di bulan ramadhan yang penuh berkah. Bulan yang saat ini sedang berada di tengah-tengah kita yang patut kita syukuri karena Allah masih memberikan kesempatan untuk memperbanyak amal sholih.

Allah ﷻ berfirman di dalam Surat Al-Baqarah ayat 185, “Bulan Ramadhan yang diturunkan Al-Qur’an didalamnya sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelas bagi petunjuk tersebut, serta pembeda (antara yang haq dan batil)(QS. Al-Baqarah (2): 185).

Bulan Penuh Berkah

Bulan ramadhan adalah bulan yang mulia dan penuh keberkahan, kebaikan, bulan rahmat, ampunan dan pembebasan dari api neraka. Bulan berbagi dan saling berbuat kebaikan.

Sungguh Rasulullah ﷺ pun telah memberikan kabar gembira kepada para sahabat kala itu akan datangnya bulan yang mulia ini, serta mendorong mereka agar berjihad dengan amal shalih didalamnya, baik dari amal yang wajib maupun yang sunnah. Begitu pula untuk berbuat kebaikan, bersabar dalam mentaati-Nya, mengisi waktu siangnya dengan berpuasa dan malamnya dengan shalat malam, serta menyibukkan waktu dengan dzikir, syukur, tasbih, tahlil, dan tilawah Al Qur’an.

Imam Ahmad rahimahullahu ta’ala dalam musnadnya meriwayatkan, dari Anas bin Malik a beliau berkata, Nabi ﷺ bersabda, “Ini adalah Bulan Ramadhan. Sungguh bulan ini telah datang dengan dibukakan pintu-pintu surga didalamnya, ditutup pintu-pintu neraka didalamnya, dan dirantai setan-setan.” (Musnad Imam Ahmad no. 13408)

Begitu pula sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah a, Rasulullah ﷺ bersabda,“Apabila masuk malam pertama dari Bulan Ramadhan, dibelenggulah setan-setan . pintu-pintu neraka ditutup, tidak dibuka darinya satu pintu pun. pintu-pintu surga dibuka, tidak satupun pintu yang ditutup. seorang penyeru menyeru, ‘Wahai orang yang berbuat kebaikan, kemarilah. Wahai orang yang berbuat keburukan, tahanlah’. Bagi Allah terdapat dari-Nya pembebasan dari api neraka. Hal tersebut ada di setiap malam (Ramadhan).” (At-Tirmidzi no. 682, Ibnu Majah no. 1642, dengan lafaz hadis At-Tirmidzi).

Imam Ahmad rahimahullahu ta’ala juga meriwayatkan dari Abu Hurairah a, “Ketika datang Bulan Ramadhan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Ramadhan telah datang kepada kalian. Bulan yang penuh berkah. Allah telah mewajibkan atas kalian berpuasa didalamnya. Pintu-pintu surga dibuka didalamnya. Pintu-pintu neraka ditutup didalamnya. Dibelenggu setan-setan didalamnya. Serta didalam Bulan Ramadhan terdapat sebuah malam yang lebih baik daripada 1000 bulan. Barangsiapa yang dia terhalangi dari kebaikan malam tersebut, maka sungguh ia telah terhalangi dari kebaikan yang besar.” (Musnad Imam Ahmad no. 9497).

Kesempatan Mahal di Bulan Ramadhan

Para pembaca yang semoga dirahmati Allahﷻ ,Rasulullah ﷺ telah mensifati bulan Ramadhan bahwasanya bulan ini adalah bulan yang berkah. Setiap sisi dari sisi-sisi bulan ini disifati dengan keberkahan. Keberkahan waktu, keberkahan dalam beramal. Pada bulan ini juga terdapat suatu malam yang disebut dengan lailatul qadr yaitu malam yang lebih baik daripada 1000 bulan. Sehingga momentum Ramadhan ini hendaknya kita memanfaatkan waktu dengan melakukan amal sholih, mendirikan sholat malam, dan tilawah al-Qur’an guna mendekatkan diri kepada Allah ﷻ. Sangat disayangkan jika kesempatan bertemu di Ramadhan berlalu bergitu saja, karena di bulan ini merupakan bulan maghfirah , bulan diampuninya dosa-dosa yang telah berlalu.

Dalam shahihain dari Abu Hurairaha, Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan berharap pahala dari-Nya, maka diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu. Barangsiapa yang shalat malam pada lailatul qadr karena iman dan berharap pahala dari-Nya, maka diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih, Bukhari no. 2014 dan Muslim no. 760).

Rasulullah ﷺ juga bersabda, “Barangsiapa yang shalat malam pada Bulan Ramadhan karena iman dan berharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih, Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759).

Sehingga sesungguhnya kerugian terbesar dan juga kecerobohan terbesar yaitu seseorang yang menjumpai bulan yang mulia dan penuh ampunan namun tidaklah ia mendapat ampunan dari dosa-dosanya dan tidaklah dihapus kesalahan-kesalahannya, dikarenakan kelalaiannya.[1]

Didalam hadis yang lainnya yang diriwayatkan oleh Imam ath-Thabarani dalam Kitab Mu’jam-nya, dari sahabat Jabir bin Samrah radhiallahu ‘anhu beliau berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Malaikat) Jibril ‘alahissalam mendatangiku, beliau lalu berkata : ‘Wahai Muhammad, barangsiapa yang masih memiliki salah satu dari kedua orangtuanya (namun tidaklah dia berbakti kepada orangtuanya tersebut), kemudian dia wafat dan masuk neraka, maka Allah telah menjauhkannya. Katakanlah Aamiin, lalu aku (Nabi Muhammad) mengatakan Aamiin’. Lalu Jibril berkata lagi : Wahai Muhammad, barangsiapa yang menjumpai Bulan Ramadhan, kemudian dia wafat, tidaklah dia diampuni dan dimasukkan kedalam neraka, maka Allah telah menjauhkannya. Katakanlah Aamiin, lalu aku mengatakan Aamiin. Lalu Jibril berkata kembali : Barangsiapa yang disebutkan namamu disisi orang tersebut namun tidaklah dia bershalawat kepadamu, kemudian dia wafat dan masuk neraka, maka Allah telah menjauhkannya. Katakanlah Aamiin, lalu aku mengatakan Aamiin.” (Mu’jam Al-Kabir Imam ath-Tahabarani, no. 2022).

Hadis di atas mengandung doa dari Malaikat Jibril ‘alaihissalam, malaikat yang paling mulia, serta juga diaminkan oleh manusia termulia, yaitu Nabi kita Muhammad shallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga bagaimanakah tidak terkabulkannya doa-doa tersebut?

`Diriwayatkan pula dari Imam Tirmidzi, dari sahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Sungguh merugi seseorang yang disebutkan namaku (Nabi Muhammad) disisinya, namun tidaklah dia bershalawat kepadaku. Sungguh merugi seseorang ketika dia masuk ke Bulan Ramadhan kemudian dia keluar sebelum diberikan ampunan baginya. Sungguh merugi seseorang yang masih menjumpai kedua orangtua yang sudah tua disisinya, namun tidaklah dapat memasukannya kedalam surga (dengan sebab berbakti kepada keduanya).” (Imam at-Tirmidzi no. 3545).

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah subhanahu wa ta’ala,

Demikianlah fadilah-fadilah dari Bulan Ramadhan yang dapat disampaikan, semoga kita dapat mengambil faidah-faidah darinya dan juga dapat mengamalkannya. Serta semoga kita semua diberikan taufik dan kemudahan agar dapat mengisi waktu-waktu Bulan Ramadhan yang penuh berkah ini dengan sebaik-baiknya, yaitu dengan melakukan ketaatan-ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menjauhkan diri dari segala dosa dan maksiat kepada-Nya. Allahumma Aamiin.

Mutiara Hikmah

Abdullah bin Maslamah a Rasulullah ﷺ bersabda,

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي.

“Setiap amalan yang dilakukan anak Adam akan dilipatgandakan, tindakan yang baik akan dilipatgadakan pahalanya hingga 700 kali lipat. Allah SWT berfirman: Dengan syarat berpuasa yang dilakukan karena Aku (Allah) maka Aku akan memberinya pahala. Karena mereka meninggalkan keinginannya demi Aku.” (HR. Muslim)

MARÂJI’:

* Alumnus Ma’had al-Ilmi Yogyakarta

[1] Sumber artikel: https://al-badr.net/muqolat/2505 (dengan beberapa tambahan)

Download Buletin klik disini

MENGAPA HARUS BERGEMBIRA DENGAN RAMADHAN?

MENGAPA HARUS BERGEMBIRA DENGAN RAMADHAN?

Oleh: Dwi Andini Prihastuti[1]

Alumnus FTI UII

Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,

Ramadhan tinggal menunggu hitungan jam, tak lama lagi in syâ Allah kita akan memasuki Ramadhan mubarak bulan yang diberkahi. Karena diberkahi itulah, sudah seharusnya sebagai muslim menyambut Ramadhan dengan hati yang senang, gembira dan penuh keimanan serta tekad yang kuat untuk semangat beribadah di dalamnya karena iman dan berharap pahala dari Allah semata.

Sebagaimana Rasulullah ﷺ memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya. Dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda dan memberikan kabar gembira kepada para sahabatnya, “Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi. Allah mewajibkan atas kalian berpuasa padanya. Pintu-pintu surga dibuka padanya. Pintu-pintu Jahim (neraka) ditutup. Setan-setan dibelenggu. Di dalamnya terdapat sebuah malam yang lebih baik dibandingkan 1000 bulan. Siapa yang dihalangi dari kebaikannya, maka sungguh ia terhalangi.” (H.R. Ahmad, shahih).

Syaikh ‘Abdur Rozzaq bin ‘Abdul Muhsin al Badr hafizhahullah mengatakan, “Sabda Nabi n (قَدْ جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ) Akan datang kepada kalian Bulan Ramadhan’ yakni maka persiapkanlah untuk menyambut tamu agung ini. Persiapkan diri kalian untuk memuliakannya dan memenuhi haknya, persiapkanlah diri kalian untuk itu. Karena sesungguhnya Romadhon sebagaimana datangnya cepat perginya pun cepat. Oleh karena itu persiapkanlah diri kalian untuk melaksanakan amal-amal yang mulia dan berbagai keta’atan serta berbagai ibadah yang kalian suka membawanya bila kalian bertemu dengan Robb kalian, Allah Tabaraka wa Ta’ala[2]

Mengapa Harus Bergembira dengan Ramadhan?

Ada pertanyaan yang sering muncul di tengah-tengah kaum muslimin, mengapa kita harus bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan? Ada banyak dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah, mengapa kita harus bergembira dengan bulan Ramadhan Mubarak, yaitu:

  1. Ramadhan waktu diturunkannya al-Qur’an.

Allah Ta’ala berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an” (Q.S. al-Baqarah [2]: 185). Ibnu ‘Abbas berkata bahwa al-Qur’an itu turun sekali sekaligus di Lauhul Mahfuzh di Baitul ‘Izzah pada malam Lailatul Qadar. Yang mendukung perkataan Ibnu ‘Abbas dalah firman Allah Ta’ala di ayat lainnya, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada malam kemuliaan” (Q.S. al-Qadar: 1). Dan dalam surat ad Dhukan disebutkan “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi.” (Q.S. ad-Dukhan: 3).

  1. Adanya Lailatul Qadar[3]

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’an) pada Lailatul Qadr. Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadr itu? Lailatul Qadr itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan ar-Ruh dengan izin Tuhannya untuk mengatur urusan. Malam itu (penuh) Salaam sampai terbit fajar”. (Q.S. al Qadr [97] : 1-5).

  1. Pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup dan setan dibelenggu.

Dari Abu Hurairah a, Rasulullah ﷺ bersabda, “Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079).

  1. Amal ibadah hamba akan dilipat gandakan.

Dari Abu Hurairah z, Rasulullah ﷺ bersabda, “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)[4]

  1. Puasa untuk Allah dan Allah langsung yang akan mengganjarnya.

Dari Abu Hurairah z berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Allah berfirman, ‘Semua amal anak Adam untuknya kecuali puasa. Ia untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya.” (H.R. Bukhari, no.1761 dan Muslim, no.1946)

  1. Dua kebahgiaan bagi orang yang berpuasa.

Dari Abu Hurairah z, Rasulullah ﷺ bersabda, “Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

  1. Bau mulut yang super wangi di sisi Allah.

Dari Abu Hurairah z berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)

  1. Tidak tertolak doanya orang yang berpuasa.

Dari Abu Hurairah z, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) do’a pemimpin yang adil, (2) do’a orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) do’a orang yang terzholimi.” (H.R. Tirmidzi no. 3595, Ibnu Majah no. 1752)

Juga ada hadits, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash c, ia berkata bahwa Rasulullah n  bersabda, “Sesungguhnya do’a orang yang berpuasa ketika berbuka tidaklah tertolak.” (H.R. Ibnu Majah no. 1753.

  1. Puasa Ramadhan akan menghapus dosa yang telah lalu.

Dari Abu Hurairah z, Nabi ﷺ bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760)

  1. Qiyam Ramadhan (tarawih) akan menghapus dosa yang telah lalu.

Dari Abu Hurairah n, Nabi ﷺ bersabda, “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (H.R. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759)

  1. Puasa Ramadhan akan menjauhkan hamba dari Neraka.

Rasulullah ﷺ bersabda, “Barangsiapa melakukan puasa satu hari di jalan Allah (dalam melakukan ketaatan kepada Allah), maka Allah akan menjauhkannya dari neraka sejauh perjalanan 70 tahun” (H.R. Bukhari)

  1. Besar keutamaan umrah di bulan Ramadhan.[5]

Dari Ibnu ‘Abbas c, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, pernah bertanya pada seorang wanita, “Apa alasanmu sehingga tidak ikut berhaji bersama kami?” Wanita itu menjawab, “Aku punya tugas untuk memberi minum pada seekor unta di mana unta tersebut ditunggangi oleh ayah fulan dan anaknya –ditunggangi suami dan anaknya-. Ia meninggalkan unta tadi tanpa diberi minum, lantas kamilah yang bertugas membawakan air pada unta tersebut. Lantas Rasulullah n  bersabda, “Jika Ramadhan tiba, berumrahlah saat itu karena umrah Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Bukhari no. 1782 dan Muslim no. 1256).

Dalam lafazh Muslim disebutkan, “Umrah pada bulan Ramadhan senilai dengan haji.” (HR. Muslim no. 1256) Dalam lafazh Bukhari yang lain disebutkan, “Sesungguhnya umrah di bulan Ramadhan seperti berhaji bersamaku.” (HR. Bukhari no. 1863)

Mutiara Hikmah

Abu Hurairah a, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta bahkan mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (H.R. al-Bukhari no.190)

Marâji

[1] Alumnus FTI UII

[2] Wa Ja’a Syahru Ramadhan, Darul Fadhilah. hal. 7

[3] Abu Abdillah Syarul Fatwa & Abu Ubaidillah Yusuf, Panduan Lengkap Puasa Ramadhan Menurut al-Qur’an dan Sunnah, Gresik: Pustaka Al Furqan, 1431 H, hal. 109-110

[4] Abdullah bin Sholih al-Fauzan. Mukhtashar Ahaditsu Ash-Shiyami, Ahkamu wa Adabun. Arab Saudi: Dar Ibnu Aljauzi. Cetakan 2. hal. 12

[5] Muhammad Shalih al Munajid, Buku Pintar Ramadhan; Kumpulan Twit Seputar Ramadhan. Yogyakarta: Pustaka Muslim, hal.46

Download Buletin klik disini

KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN

KEUTAMAAN BULAN RAMADHAN

Oleh: Mustain Billah*

 

Bismillâhi Walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh

Wahai kaum muslimin, semangatlah dalam melakukan berbagai amal shalih pada bulan ramadhan dan jauhilah perbuatan maksiat kepada-Nya. Dan tidaklah seseorang melakukan sesuatu dengan semangat kecuali dengan ia mengetahui keutamaan dari sesuatu yang ia lakukan atau sesuatu yang ia berada didalamnya. Berikut kami sebutkan beberapa keutamaan ramadhan sehingga bersemangat dibulan ramadhan :

  1. Ramadhan Bulan Diturunkannya Al-Qur’an

Sebagaimana Allah ﷻ berfirman, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah [2]: 185)

Ibnu Katsir rahimahullah tatkala menafsirkan ayat yang mulia ini mengatakan, ”(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memuji bulan puasa –yaitu bulan ramadhan- dari bulan-bulan lainnya. Allah memuji demikian karena bulan ini telah Allah pilih sebagai bulan diturunkannya Al Qur’an dari bulan-bulan lainnya. Sebagaimana pula pada bulan ramadhan ini Allah telah menurunkan kitab ilahiyah lainnya pada para Nabi ’alaihimus salam.”[1]

  1. Ramadhan Terdapat Malam Penuh Kemuliaan dan Keberkahan

Allah ﷻ berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada lailatul qadar (malam kemuliaan). Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al Qadr [97]: 1-3).

Allah ﷻ juga berfirman, “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.” (QS. Ad Dukhan [44]: 3).  Oleh karena itu Rasūlullāh ﷺ memberikan kabar gembira kepada para shahabat tentang bulan ramadhān, “Sesungguhnya di dalam bulan tersebut ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, barangsiapa yang tercegah dari kebaikan maka ini adalah orang yang merugi.” (HR. Ahmad)

  1. Ramadhan, Setan-setan Dibelenggu, Pintu-pintu Neraka Ditutup dan Pintu-pintu Surga Dibuka Ketika Ramadhan Tiba

Rasulullah ﷺ, Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim no. 1079)

Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan, “Hadits di atas dapat bermakna, terbukanya pintu surga dan tertutupnya pintu Jahannam dan terbelenggunya setan-setan sebagai tanda masuknya bulan ramadhan dan mulianya bulan tersebut.” Lanjut Al Qodhi ‘Iyadh, “Juga dapat bermakna terbukanya pintu surga karena Allah memudahkan berbagai ketaatan pada hamba-Nya di bulan Ramadhan seperti puasa dan shalat malam. Hal ini berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Di bulan ramadhan, orang akan lebih sibuk melakukan kebaikan daripada melakukan hal maksiat. Inilah sebab mereka dapat memasuki surga dan pintunya. Sedangkan tertutupnya pintu neraka dan terbelenggunya setan, inilah yang mengakibatkan seseorang mudah menjauhi maksiat ketika itu.”[2]

  1. Ramadhan adalah Salah Satu Waktu Dikabulkannya Do’a

Nabi ﷺ bersabda, “Tiga orang yang do’anya tidak tertolak: orang yang berpuasa sampai ia berbuka, pemimpin yang adil, dan do’a orang yang dizholimi.(HR. At Tirmidzi no. 3598.)

Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Ada tiga doa mustajab: doa orang yang berpuasa, doa orang yang dianiaya dan doa musafir.” (HR. Al ‘Uqaili dan Baihaqi dalam Syu’abul Iman, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 3030) An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Hadits ini menunjukkan bahwa disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk berdo’a dari awal ia berpuasa hingga akhirnya karena ia dinamakan orang yang berpuasa ketika itu.”(Al Majmu’, 6/375)

  1. Allah Ta’ala Membebaskan Beberapa Orang Dari Neraka Setiap Harinya Dibulan Ramadhan

Rasulullah ﷺ bersabda, ”Sesungguhnya Allah membebaskan beberapa orang dari api neraka pada setiap hari di bulan Ramadhan,dan setiap muslim apabila dia memanjatkan do’a maka pasti dikabulkan.” (HR. Al Bazaar, dari Jabir bin ‘Abdillah. Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawaid (10/149) mengatakan bahwa perowinya tsiqoh (terpercaya). Lihat Jaami’ul Ahadits, 9/224)

  1. Ramadhan, Diampuni Dosa Yang Telah Lalu

Rasulullah ﷺ juga bersabda: “Barangsiapa berpuasa ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari, Muslim, dll) Sebagaimana di dalam sebuah hadīts dari Abū Hurairah, tatkala Rasūlullāh ﷺ naik mimbar. Dari Abi Hurairah radhiyallāhu  ‘anhu, Nabi naik ke atas mimbar, kemudian Beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) mengatakan: “Āmīn, āmīn, āmīn (Semoga dikabulkan, semoga dikabulkan, semoga dikabulkan) tiga kali.” Kemudian ditanyakan kepada Rasūlullāh : “Wahai Rasūlullāh, tatkala engkau naik mimbar engkau mengatakan āmīn, āmīn, āmīn, mengapa wahai Rasūlullāh?” Kemudian beliau (shallallāhu ‘alayhi wa sallam) mengatakan: “Sesungguhnya Jibrīl datang kepadaku, dan mengatakan, ‘Barangsiapa yang mendapati bulan ramadhān dan dia tidak diampuni oleh Allāh kemudian masuk ke dalam neraka, maka celakalah dia. Katakan: āmīn,’ maka sayapun mengatakan ‘āmīn’.”

Kenapa dia celaka? Karena pada bulan ini, bulan yang penuh ampunan, sehingga sangat mengherankan apabila seseorang di bulan yang dikucurkan begitu banyak ampunan dia tidak mendapatkan ampunan dari Allāh. Mereka inilah orang-orang yang celaka (orang-orang yang tercegah dari kebaikan). Maka untuk orang yang seperti ini katakan, “Āmīn, semoga Allāh menjauhkan dia karena tidak ada kebaikan di dalam dirinya.”

  1. Ramadhan, Puasa Untuk Allah dan Allah Yang Akan Membalasnya

Rasulullah ﷺ bersabda: Allah berfirman: “Semua amal anak Adam untuknya selain puasa, puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya.” (sampai di sinilah hadits qudsinya). Puasa itu perisai, maka jika kamu sedang berpuasa, janganlah berkata kotor dan berteriak-teriak. Jika ada yang memaki atau mengajak bertengkar, katakanlah, “Saya sedang puasa”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi (Allah) yang nyawa Muhammad di Tangan-Nya, sungguh bau mulut  orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah daripada wangi kesturi. Bagi orang yang berpuasa ada dua kegembiraan; kegembiraan ketika berbuka dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya dengan puasanya itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allāh ﷻ menisbahkan puasa adalah untuk Allāh, bukan berarti Allāh butuh, bukan! Akan tetapi menunjukkan bahwa puasa adalah amalan yang sangat besar sehingga tidak ada yang membalas kecuali Allāh (langsung Allāh yang membalas). Kita tidak tahu apa yang akan diberikan oleh Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Allāh maha pencipta, Allāh yang mengatur alam semesta, begitu besar kekuasaan Allāh Subhānahu wa Ta’āla dan bagaimana kiranya rajanya para raja yang menguasai alam semesta ini akan memberikan hadiah kepada orang yang berpuasa. Tentunya hadiah yang luar biasa. Oleh karena itu puasa adalah satu amalan yang sangat besar di sisi Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Dalam sebuah hadīts dari Abū Hurairah radhiyallāhu Ta’āla ‘anhu, beliau berkata bahwasanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam, tatkala beliau memberikan kabar gembira kepada para shahābatnya:“Telah datang kepada kalian Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allāh mewajibkan atas kalian berpuasa padanya.” Oleh karena itu, kita bersemangat untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhān.

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah a, ia berkata Rasulullah n bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ

“Ada tiga do’a yang tidak tertolak: (1) do’a pemimpin yang adil, (2) do’a orang yang berpuasa sampai ia berbuka, (3) do’a orang yang terzholimi.” (H.R. Tirmidzi no. 3595, Ibnu Majah no. 1752)

MARÂJI:

* Alumni Ilmu Kimia FMIPA UII

[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 2/179

[2] Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 7/188

Download Buletin klik disini

TARHIB RAMADHAN: PERSIAPAN MENYAMBUT RAMADHAN

TARHIB RAMADHAN: PERSIAPAN MENYAMBUT RAMADHAN

Oleh: Jaenal Sarifudin[1]

 

Bismillâhi walhamdulillâh wash-shalâtu was-salâmu ‘ala rasûlillâh,

Tinggal menghitung bilangan jam, bulan Ramadhan akan segera tiba. Bulan suci yang dinanti kaum muslim dengan penuh sukacita karena keberkahannya. Bulan yang disabdakan Nabi Muhammad ` sebagai sayyidusysyuhur (bulan termulia), yang mana pahala amal kebajikan dilipatgandakan dan pintu-pintu rahmat-Nya dibuka lebar. Bahkan Allah memberikan anugerah berupa lailatul qadar, yaitu malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Menyambut dengan hati gembira akan datangnya Ramadhan merupakan hal yang dicintai Allahk dan sudah selayaknya kita lakukan. Firman Allahk; ”Katakanlah, dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (Q.S. Yunus (10): 58).

Persiapan Menyambut Bulan Ramadhan

Ada tiga hal yang penting untuk kita persiapkan dalam menyambut datangnya bulan Ramadhan, yaitu:

  1. I’dad Jasadiyah (persiapan fisik).

Ibadah puasa tentu membutuhkan kondisi fisik yang sehat. Apalagi bulan Ramadhan sarat dengan kegiatan peribadatan. Mulai dari shalat tarawih, tadarus, mendengarkan kajian dan ceramah keagamaan sampai dengan i’tikaf. Dengan kondisi fisik yang sehat dan prima tentu akan memudahkan kita menunaikan ibadah secara maksimal. Maka, penting sekali untuk menjaga kesehatan, terlebih di situasi pandemi seperti saat ini. Menjalankan pola hidup sehat dengan istirahat yang cukup, olahraga teratur dan menjaga pola makan yang sehat adalah hal yang harus kita upayakan agar kondisi tubuh kita selalu bugar. Juga dengan disiplin menjalankan protokol kesehatan.

  1. I’dad Ruhiyah (persiapan rohani).

Rohani kita juga harus disiapkan dalam menyambut bulan agung ini. Membersihkan hati dari penyakit hati dan permusuhan terhadap sesama adalah hal yang niscaya dilakukan. Kebiasaan kaum muslim untuk saling mengucapkan selamat atas datangnya bulan Ramadhan disertai dengan permohonan maaf merupakan hal yang baik. Di sebagian masyarakat, bahkan ada tradisi “padusan” menyambut datangnya bulan puasa. Sesungguhnya tradisi ini pada awalnya adalah simbol yang mengandung pesan agar kita membersihkan jiwa menyambut datangnya bulan Ramadhan. Namun dalam realitasnya, justru ada hal yang tidak selaras dengan nilai syariat, maka menjadi tidak sesuai dengan filosofi “padusan” itu sendiri.

  1. I’dad  ’Ilmiyah (persiapan ilmu).

Selain persiapan fisik dan rohani, persiapan ilmu juga sangat penting. Allahk menjanjikan derajat yang tinggi bagi hamba-Nya yang beriman dan berilmu sebagaimana firman-Nya; “Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa derajat.” (Q.S. Al-Mujadilah [58]: 11).  Segala aktivitas ibadah seharusnya dibekali dengan ilmu. Dalam konteks ibadah puasa, pemahaman tentang ilmu fiqih puasa dan mendalami hakikatnya adalah hal yang sangat penting. Sehingga ibadah puasa kita diharapkan sesuai dengan tuntunan dan betul-betul mampu menghantarkan meraih predikat takwa.

Terkait persiapan ilmu, perlu disegarkan kembali beberapa hal terkait aspek hukum ibadah puasa yang harus dipahami dengan baik. Terutama menyangkut rukun puasa, hal-hal yang dapat membatalkan puasa, sunnah-sunnahnya dan hal-hal yang dapat mengurangi nilai pahala ibadah puasa kita. Harapannya tentu agar puasa yang ditunaikan selaras dengan tuntunan serta dapat meraih keutamaan ibadah yang maksimal. Jangan sampai kita termasuk golongan orang yang dicela oleh Rasulullah`, sebagaimana sabdanya; ”Banyak orang berpuasa, namun ia tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain lapar dan dahaga.(H.R. Ibnu Majah).[2]

Rukun Puasa

Secara fiqih, rukun puasa hanya ada dua, yaitu berniat puasa dan menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari. Setiap muslim yang akan menunaikan puasa wajib, haruslah menanamkan niat untuk berpuasa esok hari pada malam harinya sebelum shubuh tiba. Tempat niat adalah di dalam hati. Rentang waktu niat puasa Ramadhan adalah pada malam hari sampai sebelum waktu subuh. Nabi ﷺ bersabda, ”Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum terbit fajar maka tiada puasa baginya.” (H.R. Tirmidzi).

Berniat puasa di malam hari (tabyit an-niyat) wajib dilakukan untuk puasa yang hukumnya wajib, termasuk puasa Ramadhan. Berbeda dengan puasa sunnah yang niat puasanya dapat saja dilakukan pada pagi harinya asal yang bersangkutan belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.

Perbuatan yang Membatalkan Puasa

Sedangkan perbuatan yang dapat membatalkan ibadah puasa ada beberapa hal yaitu makan dan minum dengan sengaja, muntah dengan sengaja, merokok, haid dan nifas, keluar air mani dengan sengaja dan melakukan hubungan suami istri saat tengah berpuasa. Bahkan untuk hal yang terakhir ini, tidak hanya membatalkan puasa dan mengharuskan membayar hutang puasanya, namun juga wajib menunaikan kaffarah atau tebusan agar terhapus catatan kesalahannya. Tebusannya adalah dengan menunaikan satu dari tiga hal berikut secara berurut; membebaskan budak, berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi makan 60 orang miskin. Sanksi ini harus ditunaikan secara urut dan tidak boleh langsung memilih yang dianggap lebih ringan. Seseorang tidak boleh langsung memilih kaffarah urutan yang ketiga, kecuali jika memang ia tidak mampu menunaikan puasa dua bulan lamanya. Beratnya sanksi bagi orang yang melakukan hubungan badan di siang hari Ramadhan adalah karena kemuliaan ibadah puasa di bulan suci yang harus dijaga dan dihormati oleh kaum muslim.

Perkara yang Disunnahkan dalam Puasa

Selain itu, ada pula hal-hal yang disunnahkan dalam ibadah puasa seperti makan sahur, menyegerakan berbuka jika telah tiba waktunya, berbuka dengan buah kurma atau air putih, berdoa saat berbuka puasa dan mengisi ibadah puasa kita dengan banyak menunaikan amaliah dan ketaatan kepada Allah. Di antaranya dengan banyak bertadarus, dan membaca al-Quran. Bahkan membaca al-Qur’an ini termasuk amalan unggulan di bulan suci Ramadhan yang memiliki pahala luar biasa. Salah satu sebutan untuk bulan Ramadhan adalah syahrul quran (bulannya al-Quran). Sehingga sepantasnya kita banyak menghabiskan waktu di bulan mulia ini bersama al-Qur’an. Syukur kita mampu mengkhatamkan bacaan al-Qur’an kita di bulan mulia ini. Bulan yang Allah pilih sebagai waktu pertama kali diturunkannya kitab al-Qur’an. Kitab suci paling mulia yang diturunkan kepada semulia-mulia Nabi dan menjadi pedoman untuk semulia-mulia umat. Maka, Allah pun memilih bulan yang paling mulia saat menurunkannya.[3]

Mutiara Hikmah

Dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda,

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الْجُوعُ وَالْعَطَشُ ، وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ

“Berapa banyak orang yang berpuasa, hanya mendapatkan dari puasanya rasa lapar dan haus saja, dan berapa banyak orang yang melakukan qiyamullail hanya mendapatkan dari qiyamullailnya terjaga (begadang) saja.” (H.R. Ahmad: 8693 dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban: 8/257 dan Syaikh Albani dalam Shahih Targhib: 1/262)

Maraji’:

[1] Mahasiswa FIAI UII

[2] Sayid Sabiq. Fiqhussunnah. Beirut. Dar al-Fikr. 2006

[3] Wahbah az-Zuhaili, Al-fiqh al-Islami wa Adillatuh, Beirut, Dar al-Fikr, 2002.

Download Buletin klik disini