Muhasabah Diri Sebagai Wujud Perayaan Tahun Baru
Muhasabah Diri Sebagai Wujud Perayaan Tahun Baru
Fitria Ni’matul Maula
*Alumni Prodi Ahwal Syakhsiyyah FIAI UII
Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,
Segala puji bagi Allah tuhan semesta alam yang selalu memberikan rahmat kepada hamba-hambanya sehingga tidak terasa hampir 365 hari kita lalui dan akhirnya sampai pada penghujung tahun 2022, yang artinya tidak lama lagi kita akan menyambut tahun baru masehi.
Sebagai umat muslim yakni umat Nabi Muhammad ﷺ hendaknya kita tidak memaknai sebuah pergantian tahun dengan selebrasi kembang api ataupun dengan berbagai macam perayaan yang menuju kepada kemudharatan. Lebih dari pada itu, wajib bagi umat muslim untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah ﷻ yang salah satunya dapat dilakukan dengan cara muhasabah diri. Lantas apa itu muhasabah diri dan bagaimana implentasinya? Mari kita bahas bersama pada tulisan ini.
Makna Muhasabah Diri
Dalam KBBI Online muhasabah memiliki arti introspeksi, yang mana introspeksi merupakan sebuah peninjauan atau koreksi diri sendiri atas berbagai sikap, perbuatan, kesalahan dan lainnya sebagainya[1]. Sedangkan dalam bahasa Arab muhasabah berasal dari kata hasaba-yahsubu-hisâban yang artinya menghitung.
Dapat diartikan bahwa muhasabah diri merupakan sebuah upaya evaluasi diri dengan merenungkan perbuatan baik maupun perbuatan buruk yang telah dilakukan selama ini, evaluasi tersebut juga berkaitan dengan kesiapan akal yang ditujukan untuk menjaga diri sendiri dari perbuatan buruk dan khianat dari perintah Allah ﷻ.
Selain dari pada itu evaluasi diri juga diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran masing-masing manusia atas kelebihan dan kekurangan yang dimilikinya sehingga melahirkan suatu keinginan untuk memperbaiki diri dengan mendekatkan diri pada Allah.[2]
Implementasi Muhasabah Diri
Sebagaimana kita ketahui pada surah al-Hasyr ayat 18 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, dan hendaklah setiap diri, mengevaluasi kembali apa yang telah dilakukan untuk menata hari esok. Dan bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kalian kerjakan”. (QS. al-Hasyr [59]: 18)
Berdasarkan penggalan ayat diatas dapat diambil pelajaran bahwa muhasabah atau evaluasi diri ditujukan guna mempersiapkan masa depan yang lebih baik lagi. Lalu apa saja bentuk muhasabah diri yang dapat diterapkan oleh umat muslim pada saat pergantian tahun?
- Mengingat kembali niat dan tujuan hidup serta amal perbuatan.
Salah satu langkah utama yang dapat kita lakukan yakni merenungi kembali tentang bagaimana niat dan tujuan hidup kita. Apakah niat dan tujuan hidup kita memang semata-mata karena Allah ﷻ? Kemudian amal perbuatan apa saja yang telah kita lakukan. Apakah amal perbuatan kita telah jauh lebih baik dan sesuai dengan ketentuan yang disyari’atkan oleh Allah ﷻ? Perlunya merenungkan kembali bahwa mungkin amal perbuatan dan ibadah yang kita lalui hanya sebatas formalitas saja. Padahal lebih daripada itu umat muslim diperintahkan untuk bersungguh-sungguh dalam menjalankan segala amal perbuatan baik karena kesungguhan tersebut tentu dapat menjadi tolak ukur ketakwaan hamba kepada Tuhannya. Maka dari itu wajib bagi seorang muslim senantiasa meningkatkan ketakwaannya setiap mengawali tahun yang baru dan menutup tahun yang telah lalu.
Salah satu upaya yang dapat diterapkan dalam meningkatkan ketakwaan yaitu dengan menerapkan konsep ihsan dalam diri masing-masing yang mana dalam istilah hadis ihsan memiliki arti kondisi dimana seseorang yang beribadah kepada Allah ﷻ seolah-olah dapat melihat Allah ﷻ, dan apabila seseorang tersebut belum mampu membayangkan seolah-olah melihat Allah ﷻ, namun seseorang tersebut meyakini bahwa Allah ﷻ melihat segala amal perbuatannya.
Dengan salah satu upaya tersebut diharapakan masing-masing lebih mawas diri mengingat bahwa segala perbuatan yang dilakukannya diawasi oleh Allah ﷻ dan dicatat oleh Malaikat kapanpun dan di manapun, sehingga dalam penanaman konsep ihsan tersebut manusia mampu meningkatkan kualitas diri dalam mencapai ketakwaan kepada Allah .[3]
- Menyesali segala dosa dan bertaubat.
Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan ialah dengan mengingat segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat kemudian menyesalinya sebagai salah satu ciri hamba yang beriman. Hal tersebut juga ditujukan agar seseorang berusaha untuk tidak mengulang kesalahan kesalahan yang telah lalu.
Syekh Abdul Qadir dalam kitabnya menjelaskan syarat taubat secara lebih luas diantaranya; (1) Seseorang wajib bertaubat dalam keadaan ikhlas dan ditujukan untuk memperoleh ridha Allah ﷻ, mengharap rahmat-Nya serta takut terhadap siksaan-Nya tanpa mempedulikan kehidupan dunia yang fana. Oleh karenanya, (2) Seseorang yang bertaubat harus memerangi hawa nafsu yang dimilikinya serta mencabut akar keburukan yang ada dari dalam hatinya. Selain itu, (3) Taubat harus dibuktikan melalui hati yang tulus dan bersih dari prasangka buruk seperti iri dengki dan lain sebagainya dan juga wajib dibuktikan dalam wujud perkataan seperti sabda Rasulullah ﷺ yang berbunyi “Selamatnya manusia tergantung pada penjagaan lisannya”, yang terakhir dan yang paling utama, (4) Pembuktian atas taubat seseorang wajib melalui perbuatan dalam bentuk amal shalih, meninggalkan maksiat dan menghindari perbuatan tercela yang tidak disukai oleh Allah l.[4]
- Meng-upgrade akhlak kepada diri sendiri maupun sesama manusia.
Agama Islam mengajarkan agar setiap muslim dapat menjalin tali silaturrahim dengan sesama manusia seperti kepada keluarga, tetangga maupun masyarakat dengan memelihara hak dan kehormatan. Konsep Akhlak dalam kehidupan sosial dapat diibaratkan seperti memiliki dua cermin yang mana cermin pertama digunakan untuk melihat cerminan akhlak masing-masing diri atas segala kekurangan yang harus diperbaiki dan kelebihan yang harus ditingkatkan lagi selaras dengan konsep muhasabah diri. Dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari kita pasti tidak luput dari khilaf antar satu dengan lainnya, bahkan seringkali kita membutuhkan nasihat dari orang lain guna menyadarkan kita atas kekhilafan yang kita lakukan serta kekurangan yang ada pada diri kita.
Oleh karena itu, dibutuhkan cermin kedua yang digunakan untuk melihat kelebihan serta akhlak baik yang dimiliki orang lain sebagai suatu tauladan yang patut ditiru dan dicontoh. Sesungguhnya penerapan akhlak yang baik tersebut dapat menjadikan seseorang merasa aman, tenang dan sejahtera baik secara lahir maupun batin.
Dapat disimpulkan bahwa pentingnya meng-upgrade akhlak yakni agar manusia terhindar dari sifat merasa paling suci dan juga terhindar dari sikap sombong, karena sesungguhnya seluruh manusia memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing, segala hal yang kita miliki di dunia ini hanyalah titipan dari Allah ﷻ yang dapat di ambil kapanpun Allah ﷻ menghendaki, maka dari itu dengan mengawali tahun yang baru kita wajib mengisi hal-hal positif dan memanfaatkan waktu yang dimiliki sebaik mungkin.[5] Wa Allâhu a’lam bish shawwâb.[]
[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. KBBI Indonesia.
[2] Ainul Mardziah, Konsep Muhasabah Diri Menurut Imam Al-Ghazali (Studi Deskriptif Analisis Kitab Ihya’ Ulumiddin). Skripsi, Aceh, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh, 2018 M, h. 15-17.
[3] Muhsin Hariyanto, “Bertahun Baru dengan Muhâsabah”, Jurnal, Research Repostory Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 2012 M, h. 3.
[4] Mochammad Nur Bani Abdullah, “Urgensi Pembahasan Taubat dalam Perspektif Hadis”, Jurnal Holistic al-Hadis, Institut Agama Negeri Islam, 2019 M, h. 32-33.
[5] Tahun Baru Islam: Saat Tepat Meng-upgrade Akhlak, https://mtsmu2bakid.sch.id/tahun-baru-islam-saat-tepat-meng-upgrade-akhlak/. Diakses pada 14 Desember 2022.