KECERDASAN EMOSIONAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
KECERDASAN EMOSIONAL DALAM PERSPEKTIF ISLAM
Oleh: Ranita Imammiar Dea Novianty
*Mahasiswi Prodi Psikologi 2020
Bismillâhi walhamdulillâhi wash-shalâtu was-salâmu ‘alâ rasûlillâh,
Masyarakat pada umumnya menilai kecerdasan seseorang hanya pada tingkat intelektualnya saja, seperti melihat kecerdasan melalui ranking di kelasnya, atau melihat dari nilai IPK seorang mahasiswa ataupun dari skor IQ seseorang. Padahal, pada kenyataannya kecerdasan bukanlah satu titik yang hanya fokus pada catatan nilai dan angka-angka yang tertera dalam hasil perkembangan seseorang dalam bidang intelektual saja. Namun, kecerdasan memiliki cakupan yang lebih luas dari pada itu, dan sebelum membahas terkait hal tersebut, kita perlu mengetahui apa itu kecerdasan, apa sih kecerdasan itu?
Makna Kecerdasan
Berdasarkan buku The Development of a Concept and Test of Psychological well-being yang dijelaskan oleh Howard Gardner (1999) menyatakan bahwa kecerdasan merupakan kemampuan seseorang dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan kehidupannya dan juga dapat menghasilkan suatu hal yang berguna bagi aspek kehidupannya. Dalam kata lain kecerdasan merupakan kemampuan seorang individu menangani permasalahan hidupnya baik dalam hal perekonomian, interpersonal, intrapersonal dan lain sebagianya. Sehingga, jenis permasalahan yang ada sangat tidak mungkin hanya dapat ditangani atau diselesaikan dengan satu alat saja yaitu intelektual. Sama hal nya dapat kita katakan bahwa kecerdasan tidak terkait dengan stereotype yang berlaku yaitu dalam intelektual saja. Akan tetapi, perlu alat yang lainnya untuk menangani konflik yang lainnya juga, yang berarti bahwa terdapat kecerdasan lain dalam menangani permasalahan manusia seperti kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional dan kecerdasan intrapersonal dan masih banyak kecerdasan yang lainnya[1].
Kecerdasan emosional merupakan salah satu kecerdasan yang muncul dari proses perkembangan manusia dalam mengenal, membina, dan memupuk kematangan emosi untuk memberikan sisi positif yang bertujuan untuk kesejahteraan manusia itu sendiri[2]. Manusia sebagai makhluk Tuhan yang diberikan kenikmatan untuk bertumbuh dan berkembang. Tidak hanya terkait perkembangan fisik, akan tetapi terdapat perkembangan aspek lainnya yang mesti selalu dikembangkan keberadaan, yaitu kecerdasan emosional. Semakin berkembang kecerdasan emosional seorang individu maka akan sangat berdampak baik bagi individu tersebut.
Mengelola Emosi
Emosi itu sendiri merupakan ungkapan seorang individu terkait perasaannya yang berkembang lalu mengerucut dalam waktu tertentu dan disertai dengan reaksi fisik dan psikologis seperti kesedihan, kekhawatiran, kecintaan, kegembiraan dan keberanian[3]. Emosi akan selalu ada di setiap aspek kehidupan seorang individu. Semua kondisi yang individu alami, maka akan selalu memberikan respon dari individu itu sendiri dan salah satu responnya ialah emosi. Bilamana seorang ibu sedang mengantarkan anaknya yang baru saja masuk Sekolah Dasar maka terdapat emosi bahagia dalam diri ibu tersebut. Begitu pula, si anak menjalani masa awal sekolahnya dengan emosi bahagia dan terkejut dengan kehidupan baru dilingkungan sekolahnya.
Memelihara emosi juga dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad ﷺ: “..di antara kalian yang paling mengenal Tuhannya adalah yang paling mengenal dirinya” (HR Bukhari Muslim). Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa individu yang dapat mengendalikan tujuan kehidupannya dapat dilihat dari kemampuan individu tersebut dalam mengontrol dan mensucikan jiwa terkait emosi-emosi negatif[4]. Tujuan hidup umat manusia ialah mendapat ridho Allah ﷻ sehingga perlu pengendalian yang penuh dari seorang individu mencapai tujuannya tersebut karena disertai kemampuan dalam mengelola diri, mengontrol diri, mensucikan jiwa negatifnya.
Dibuktikan oleh suatu penelitian terkait variabel kecedasan emosional yang dilakukan pada mahasiswa hafidz al-Qur’an di salah satu Universitas di Bandung. Hasil penelitian membuktikan bahwa kelompok mahasiswa hafidz al-Qur’an memiliki kecerdasan emosional yang tinggi dalam hal mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, memahami orang lain dan bersosialisasi yang baik. Tidak lain lagi bahwa hal tersebut membuktikan bahwa mengagungkan al-Qur’an dan bahkan as-Sunnah baik itu melalui cara membacanya, menghafalnya dan mempelajarinya akan mempengaruhi kecerdasan emosi pada diri individu tersebut. Semakin banyak kita melakukan ibadah pada Allah ﷻ, maka Allah ﷻ akan semakin menyayangi kita dengan cara menjauhi kita dari hal-hal negatif salah satu contohnya ialah dari emosi yang negatif[5].
Emosi Bersifat Seperti Air
Prawitasari menjelaskan bahwa pengertian umum di masyarakat mengkonotasikan emosi sebagai suatu hal yang negatif, bahkan pada beberapa kultur daerah tertentu emosi dikaitkan dengan amarah[6]. Pada nyatanya tidak demikian, emosi bersifat seperti air. Bilamana wadah air tersebut digunakan sebagai hal yang positif maka air tersebut akan menjadi positif. Namun, bila mana wadah air tersebut digunakan untuk hal yang negatif maka akan berdampak negatif pula pada air didalamnya. Seseorang yang mengarahkan emosinya pada hal yang positif maka akan memunculkan emosi yang positif, dan begitu pula sebaliknya.
Emosi dalam Perspektif Islam
Berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah Islam menyatakan bahwa umat yang cerdas emosinya menjadi rahmat dari Allah bagi seluruh umat atau rahmatalill’âlamîn2. Allah ﷻ berfirman: “(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. Ali-Imrân [2]: 134)
Dalam ayat tersebut, dijelaskan bahwa manusia selalu diberikan kondisi yang menuntut untuk mengontrol emosinya, seperti menahan amarah dan memaafkan orang lain. Secara logika, dapat dijelaskan bahwasanya ketika kita pandai menahan amarah terhadap perilaku orang lain, maka kita akan hidup dengan tenang karena tidak akan berkonflik dengan orang lain. Sehingga, berdampak pada tingkat kesejahteraan hidup karena pada dasarnya emosi negatif berupa amarah hanya akan mengundang konflik dan kebencian antar manusia.
El-Quissy pun menjelaskan bahwa emosi ialah dorongan berperilaku yang yang pada nyatanya tidak selalu berubah dan tidak selalu tersusun rapi[7]. Dapat dikatakan adanya ketidak konsistenan pada emosi seseorang. Manusia sebagai makhluk Allah l yang tidak lepas dari kesalahan, akan selalu memunculkan suatu kesalahan dari setiap aspek kehidupannya.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki tugas-tugas dari Allah ﷻ, yang mana tugas tersebut dapat berjalan karena Allah ﷻ telah memberikan bekal bagi manusia untuk bisa bertahan dalam kehidupannya. Dalam al-Quran secara jelas diuraikan terkait jenis-jenis emosi pada manusia, di antaranya: Takut (Q.S. al-Qasas [28]: 28); Marah (Q.S. al-A’raf [7]: 150); Gembira (Q.S. ar-Ra’d [13]: 26); Benci (Q.S. an-Nisa [4]: 19); Cinta (Q.S. ali-Imran [3]: 14); Cemburu (Q.S Yusuf [12]: 8-9); Sedih (Q.S. Taha [20]: 40); Dengki (Q.S. al-Baqarah [2]: 109); Penyesalan (Q.S. al-Maidah [5]: 30-31)[8]. Wallâhu a’lam.
Marâji’:
[1] Megawati, Ratna & Dona, Rahma. Pendidikan yang Patut dan Menyenangkan. Depok: Indonesia Heritage Foundation. 2005 M. Cet.k-2. hal 28.
[2] Sulaiman, Hamidah dkk. Kecerdasan Emosi Menurut Al-Quran dan Al-Sunnah: Aplikasinya Dalam Membentuk Akhlak Remaja, Kuala Lumpur: The Online Journal of Islamic Education. 2013 M. hal 51-57
[3] Goleman, Daniel. Kecerdasan emosi untuk mencapai puncak prestasi. Widodo & Kantjono, A. T. KANJakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2003 M.
[4] Najati, M. Ustman. Al-qur’an dan Ilmu Jiwa. Bandung: Pustaka Hidayah. 1985 M.
[5] Hamdan, Stephani Raihana. Kecerdasan emosional dalam Al-Quran. Bandung: Journal of Psychological Research. 2017 M. hal 35-45.
[6] Adiyani, M. G. Peran Emosi dalam Kehidupan Manusia. Yogyakarta: Kongres VII ISPI. 1997 M.
[7] El-quissy dkk. Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental: alih bahasa Zakiah Daradjat. Jakarta: Bulan Bintang. 1975 M.
[8] Kistoro, Hanif Cahyo Adi. Kecerdasan emosional dalam Pendidikan Islam. Yogyakarta: Jurnal Pendidikan Agama Islam. 2014 M. hal. 1-18.